Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN LINGKUNGAN DAN BUDAYA JAKARTA

SITUS-SITUS DKI JAKARTA

Dosen Pengampu:
Bayu Thomi Rizal, M.Pd.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8

VERA AREFANDA (2201025056)


AMELIA NABILLA ZAHRA (2201025137)
RIZAL FADHILAH (2201025233)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan
kepadajunjungan besar kita Nabi Muhammad SAW.dan semoga kita akan selalu mendapat
syafaatnyabaik di dunia maupun di akhirat kelak.

Dengan pertolongan dan hidayahNya penulis dapat menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta yang berjudul
“SITU-SITUS DKI JAKARTA”

Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin
terlaksana dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini dan kami mohon maaf
apabilaada ketidaksempurnaan dalam penulisan makalah ini. Saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca akan kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, 20 Juni 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................. 4
C. TUJUAN............................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5
A. Situs-Situs.......................................................................................................................... 5
B. Prasejarah........................................................................................................................... 6
C. Permasalahan yang di Hadapi Situs-Situs Budaya Jakarta Saat Ini ................................ 11
D. Kesadaran dan Partisipasi Publik Dalam Pemulihan Situs-Situs Budaya di Jakarta ...... 12
E. Upaya Telah Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Situs Budaya di Jakarta ................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 14
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Situs merupakan tempat-tempat dimana ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologi,
di kediaman makhluk manusia pada zaman dahulu dikenal dengan nama situs. Situs biasanya
ditentukan berdasarkan survey suatu daerah. Ahli arkeologi mempelajari peninggalan-
peninggalan yang berupa benda untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia.
Jadi situs sejarah adalah tempat dimana terdapat informasi tentang peninggalan-peninggalan
bersejarah (Warsito, 2012-25).
Jakarta adalah ibukota negara Indonesia. Kota Jakarta memiliki beragam objek wisata
dari mulai objek wisata bahari, sejarah, budaya, religi, hingga rekreasi dan hiburan (Anonim,
2012: 57). Shinta Nindyawati, Kepala Seksi Analisa Pasar, Bidang Pengkajian dan
Pengembangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta melalui wawancaranya mengatakan
sebenarnya terdapat 62 museum yang ada di Jakarta. Hal tersebut memberikan sebuah
pernyataan bahwa Jakarta memiliki kepariwisataan yang cukup banyak. Namun, pada
kenyataannya masih banyak orang yang belum mengetahui informasi tentang kepariwisataan
Jakarta.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja Situs-Situs di DKI Jakarta
2. Bagaimana sejarah situs-situs di DKI Jakarta
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi situs budaya di DKI Jakarta saat ini?
4. Bagaimana kesadaran dan partisipasi publik dalam pemulihan situs-situs budaya di
Jakarta?
5. Upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah situs budaya di Jakarta?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui situs-situs di DKI Jakarta
2. Untuk mengetahui sejarah situs-situs di DKI Jakarta
3. Menganalisis permasalahan yang saat ini dihadapi oleh situs budaya di DKI Jakarta.
4. Menganalisis kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penanganan situs budaya di
Jakarta.
5. Menyerukan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah situs budaya di
Jakarta.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Situs-Situs
DKI Jakarta, ibu kota Indonesia, memiliki sejarah panjang dan warisan budaya yang kaya. Di
tengah perkembangan kota yang pesat, ada banyak tempat menarik untuk dikunjungi di Jakarta.
Artikel ini akan mengupas beberapa lokasi menarik dan jarang dikunjungi di DKI Jakarta,
termasuk sejarah dan keunikan masing-masing situs.
Berikut beberapa situs budaya di DKI Jakarta:

• Kompleks Jalan Pasar Baru: Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar
Budaya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
• Situs Arkeologi Prasejarah: DKI Jakarta memiliki enam situs arkeologi prasejarah yang
dilestarikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Situs tersebut antara lain Pejaten,
Kampungkramat, dan Condet-Balekambang yang berada di DAS Ciliwung.
• Museum Nasional Indonesia: Museum ini terletak di Jakarta Pusat dan memiliki koleksi
lebih dari 140.000 benda, antara lain artefak prasejarah, keramik, dan benda etnografi
dari berbagai daerah di Indonesia
• Kampung Betawi Setu Babakan: Kampung budaya Betawi ini terletak di Jakarta
Selatan dan memiliki danau, rumah adat, dan pusat budaya Betawi. Pengunjung dapat
belajar tentang budaya Betawi, termasuk tarian tradisional, musik, dan makanan
• Kota Tua: Kawasan bersejarah di Jakarta ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda
dan memiliki banyak bangunan bersejarah, antara lain Museum Sejarah Jakarta,
Museum Fatahillah, dan Museum Wayang. Pengunjung dapat belajar tentang sejarah
Jakarta dan masa penjajahan Belanda
• Museum Tekstil : Museum ini terletak di Jakarta Pusat dan memiliki koleksi tekstil dari
berbagai daerah di Indonesia. Museum ini juga memiliki perpustakaan dan
laboratorium konservasi
• Taman Mini Indonesia Indah (TMII): Taman budaya ini terletak di Jakarta Timur dan
menampilkan keragaman budaya Indonesia. Taman ini memiliki replika rumah adat
dari berbagai daerah di Indonesia, serta museum dan teater. Pengunjung dapat belajar
tentang budaya, sejarah, dan tradisi Indonesia
• Museum Layang-layang: Museum layang-layang ini terletak di Jakarta Selatan dan
memiliki koleksi layang-layang dari berbagai daerah di Indonesia dan negara lain.
Museum ini juga memiliki bengkel di mana pengunjung dapat belajar cara membuat
layang-layang
• Museum Seni Rupa dan Keramik Museum yang terletak di Jakarta Barat ini memiliki
koleksi keramik dan seni rupa dari berbagai daerah di Indonesia. Museum ini juga
memiliki perpustakaan dan laboratorium konservasi
• Taman Ismail Marzuki: Pusat kebudayaan ini terletak di Jakarta Pusat dan memiliki
teater, galeri seni, dan perpustakaan budaya. Pusat ini menyelenggarakan berbagai
acara dan pameran budaya sepanjang tahun
Secara keseluruhan, DKI Jakarta memiliki banyak situs budaya yang menampilkan
keragaman dan kekayaan budaya Indonesia. Situs-situs tersebut memberikan pendidikan dan
informasi tentang sejarah, tradisi dan adat istiadat Indonesia

B. Prasejarah
1. Monas
Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu
kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah satu pusat tempat wisata
dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar
Jakarta. Tujuan pembangunan tugu monas adalah untuk mengenang dan mengabadikan
kebesaran perjuangan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan
juga sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi sekarang dan akan
datang. Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas
dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno.
Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai
dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.
Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, sebab arsitektur dan dimensinya melambangkan
kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol adalah tugu yang menjulang tinggi
dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung
padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut
berjuang sepanjang masa. Bentuk dan tata letak Monas yang sangat menarik memungkinkan
pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dan sejuk yang memesona, berupa taman di
mana terdapat pohon dari berbagai provinsi di Indonesia. Kolam air mancur tepat di lorong
pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk, ditambah dengan pesona air mancur
bergoyang. Di dekat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah berdiri
patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari
perunggu seberat 8 ton itu dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato sebagai sumbangan
oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.
Gagasan Pembangunan Monas
Gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah sembilan tahun kemerdekaan
diproklamirkan. Beberapa hari setelah peringatah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu
Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko
Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu
oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.
Panitia yang dibentuk itu bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pembangunan Monas yang akan didirikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta.
Termasuk mengumpulkan biaya pembangunannya yang harus dikumpulkan dari swadaya
masyarakat sendiri. Setelah itu, dibentuk panitia pembangunan Monas yang dinamakan ”Tim
Yuri” diketuai langsung Presiden RI Ir Soekarno. Melalui tim ini, sayembara diselenggarakan
dua kali. Sayembara pertama digelar pada 17 Februari 1955, dan sayembara kedua digelar 10
Mei 1960 dengan harapan dapat menghasilkan karya budaya yang setinggi-tingginya dan
menggambarkan kalbu serta melambangkan keluhuran budaya Indonesia. Dengan sayembara
itu, diharapkan bentuk tugu yang dibangun benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa
Indonesia bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton
dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman sedikitnya seribu tahun
serta dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.
Namun, dua kali sayembara digelar, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria
yang ditetapkan panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek ternama yaitu
Soedarsono dan Ir F Silaban untuk menggambar rencana tugu Monas. Keduanya arsitek itu
sepakat membuat gambarnya sendiri-sendiri yang selanjutnya diajukan ke ketua Tim Yuri
(Presiden Soekarno), dan ketua memilih gambar yang dibuat Soedarsono. Dalam
rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi
keinginan panitia. Landasan pemikiran itu meliputi kriteria Nasional. Soedarsono mengambil
beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat
mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka
keramat Hari Proklamasi.
Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang
menyerupai “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan
menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”. Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang
dimiliki setiap keluarga di Indonesia khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni adalah
simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga)
dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan
buruk, merupakan keabadian dunia. Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan
garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan
naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala. Badan
tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan
semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Proses Pembangunan Monas


Pembangunan tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu:

• Tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada
tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional
dan biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.
• Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya
saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat
Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan
biaya.
• Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu
Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat
Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).
Ruang Museum Sejarah
Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu
memiliki ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi batu
marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung disajikan dengan 51 jendela peragaan (diorama)
yang mengabadikan sejarah sejak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia,
perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa
pembangunan di jaman orde baru. Di ruangan ini pula, pengunjung juga dapat mendengar
rekaman suara Bung Karno saat membacakan Proklamasi.
Ruang Kemerdekaan
Sementara di ruang kemerdekaan yang berbentuk amphitheater terletak di dalam cawan
tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan meliputi peta kepulauan Negara RI , Lambang
Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.
Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu
memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan
elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.
Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong
di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian
132 meter dari halaman tugu Monas.
Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan
berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan
emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu
ditambah menjadi 50 kilogram
2. Kota Tua
Kota Tua Jakarta juga dikenal dengan nama Kota Tua Batavia. Kawasan Kota Tua Jakarta
ini melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Kawasan ini memiliki luas sekitar 139
hektar dengan dominasi bangunan arsitektur Eropa dan Cina dari abad ke-17 hingga awal abad
ke-20. Salah satu julukan yang diberikan oleh penjajah untuk Kota Tua Jakarta (Batavia saat
itu) adalah "The Pearl of Orient" atau "Mutiara dari Timur". Penjajah Belanda beranggapan
jika kota Jakarta (Batavia) dipersiapkan untuk menjadi salinan ibu kota negeri kincir angin
tersebut sehingga diberi nama "Koningen van Oosten" atau "Ratu dari Timur".
Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah yang dulunya bernama Jayakarta (1527-1619).
Daerah ini berdekatan dengan pelabuhan Kesultanan Banten yang bernama Sunda Kalapa.
Pelabuhan tersebut sudah ada sejak zaman Kerajaan Sunda sebagai sarana perdagangan antar
pulau di Nusantara. Pada tahun 1610, pelabuhan Sunda Kelapa dan Jayakarta diserang oleh
perusahaan dagang Belanda VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) yang dipimpin Jan
Pieterzoon Coen. Kemudian, pada tahun 1620, VOC membangun kota yang baru, tepat di atas
reruntuhan Kota Jayakarta dan selesai dibangun pada tahun 1650.
VOC menamai kota baru itu sebagai Batavia. Sejak saat itu, VOC mengendalikan semua
kegiatan perdagangan, militer, dan politiknya selama menguasai Nusantara, hingga dilanjutkan
oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Nama Batavia digunakan sejak tahun 1621 hingga tahun
1942 Belanda ditaklukkan oleh Jepang. Kemudian, Jepang mengganti nama Batavia menjadi
Jakarta dan bertahan hingga saat ini. Kota Tua Jakarta terdiri dari berbagai macam tempat
hiburan, seperti museum, penyewaan sepeda untuk berkeliling, restoran/rumah makan, dan
lain-lain. Kota Tua Jakarta juga berdekatan dengan Stasiun Jakarta Kota. Berikut ini nama-
nama museum di Kota Tua Jakarta
o Museum Fatahillah
o Museum Seni Rupa dan Keramik
o Museum Wayang
o Museum Bank Indonesia
o Museum Bank Mandiri
3. Masjid Istiqlal

Masid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Indonesia hingga saat ini. Masjid ini memiliki
luas bangunan hingga 24.20 meter persegi dan berdiri diatas tanah seluas 98.247 meter persegi.
Masjid ini dikenal sebagai salah satu ikon ibu kota Jakarta, yang lokasinya berseberangan
dengan Gereja Katedral dan Gereja Imanuel. Dalam sejarah Islam di Indonesia, Masjid Istiqlal
menjadi sebuah bangunan yang memiliki berbagai nilai penting, seperti nilai ilmu pengetahuan,
pendidikan, dan keagamaan. Masjid ini menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara dan masjid
terbesar keenam di dunia dalam hal kapasitas jamaah. Masjid ini dibangun untuk memperingati
kemerdekaan Indonesia, masjid nasional Indonesia ini diberi nama "Istiqlal", kata bahasa Arab
untuk "kemerdekaan". Masjid Istiqlal dibangun pada 1951 yang digagas oleh presiden pertama
Indonesia, Soekarno. Ide awal pembangunan Masjid Istiqlal sebenarnya sudah muncul sejak
1944 dalam sebuah pertempuan sejumlah ulama dan pimpinan organisasi serta para tokoh
Islam yang berada di Pegangsaan Timur, Jakarta. Para ulama dan tokoh-tokoh Islam
menghendaki agar dibangun sebuah masjid agung di Kota Jakarta yang sudah lama diinginkan
umat Islam. Soekarno menyebut pembangunan masjid ini dengan nama Masjid Jami' yang
berarti masjid agung. Setelah mendengar permintaan tersebut, Soekarno menanyakan kepada
para ulama mengenai biaya yang sudah mereka siapkan untuk membangun Masjid Istiqlal.
Mereka pun mengatakan bisa menjamin pendanaan sebesar Rp 500 ribu dari hasil patungan.
Soekarno menganggap dana tersebut tidak cukup karena dia ingin Masjid Istiqlal dibangun
dengan megah dan kokoh. Para ulama pun mencoba meyakinkan Soekarno bahwa dana
tersebut cukup.
Terlebih, banyak umat Islam yang juga bersedia membantu dengan menyumbangkan
kayu, bahan bangunan, kapur, dan genteng. Begitu mendengar kata kayu dan genteng,
Soekarno semakin yakin untuk menunda proses pembangunan masjid agung. Soekarno
kemudian meminta agar para ulama dan tokoh Islam bersabar lebih dahulu. Soekarno kemudian
menjelaskan supaya Masjid Istiqlal dibangun dengan tujuan bisa bertahan dalam waktu lama,
sehingga dibutuhkan bahan material yang jauh lebih bagus. Oleh sebab itu, Soekarno
mengatakan bahwa Masjid Jami' harus dibangun dari kerangka besi, beton, pintu dari
perunggu, dan lantai dari batu pualam supaya dapat bertahan selama seribu tahun. Berikut
sejarah Masjid Istiqlal secara lengkap. Lokasi pendirian Masjid Istiqlal sempat menuai pro dan
kontra antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Presiden Soekarno
ingin Masjid Istiqlal dibangun di atas tanah bekas benteng Belanda Frederick. Benteng itu
dibangun oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch pada 1834, yang berada di Jalan Perwira,
Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral, dan Jalan Veteran. Sementara itu, Mohammad Hatta
menyarankan agar Masjid Istiqlal dibangun di tengah-tengah umatnya, yaitu di Jalan Thamrin
yang kala itu dikelilingi oleh kampung-kampung. Selain itu, Mohammad Hatta juga
menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan biaya besar. Pada
akhirnya, Presiden Soekarno memutuskan membangun Masjid Istiqlal di lahan bekas benteng
Belanda. Sebab, tepat di seberang lokasi itu sudah berdiri Gereja Katedral, sehingga dapat
menggambarkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.

4. Taman Mini Indonesia Indah (TMII)


Taman mini Indonesia indah (TMII) mulai dibangun pada tahun 1972 dan diresmikan pada
20 April 1975. TMII dibangun sebagai miniatur Indonesia yang mewakili khazanah
pengetahuan, ragam seni, dan budaya dari seluruh provinsi di Indonesia. Sejarah Taman Mini
Indonesia Indah: Gagasan Awal TMII. Pada 13 Maret 1970, gagasan pembangunan Taman
Mini Indonesia Indah dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan
sebutan Ibu Tien Soeharto. TMII dibangun atas gagasan dari Tien Soeharto, Istri dari Presiden
RI kedua, Soeharto. Gagasan ini awalnya disebut sebagai proyek 'Miniatur Indonesia Indah'
(MII). Gagasan itu didasari oleh keinginan Tien untuk membangun sebuah tempat yang dapat
menampilkan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.
Wahana rekreasi di TMII, antara lain Istana Anak-anak Indonesia, Teater IMAX Keong
Emas, Teater 4D'Motion, Kereta Gantung, Monorel Titihan Samirono, Taman Budaya
Tionghoa Indonesia, Taman Among Putro Skyworld, Snowy Waterpark, dan Taman Legenda
Keong Emas.

5. Museum Bahari
Museum Bahari berada di Kecamatan Sunda Kelapa, Kecamatan Penjaringan, Jakarta.
Awalnya gudang milik Perusahaan Hindia Belanda. Museum ini memberikan edukasi dan
informasi tentang sejarah budaya maritim dan pengaruhnya terhadap perekonomian di
Indonesia, dari zaman kerajaan, zaman Islam, dan zaman penjajahan, hingga saat ini. Koleksi
Museum Bahari meliputi 126 item, 19 kapal asli, 107 miniatur biota laut, dan foto-foto.
Museum ini merupakan tempat wisata edukasi penting di Jakarta yang melestarikan budaya
bahari Indonesia. Museum ini juga digunakan untuk belajar sejarah karena siswa dapat belajar
tentang sejarah angkatan laut Indonesia melalui banyak benda dan artefak sejarah museum.
Museum ini dibangun pada tahun 1710 dan terletak di kawasan Kota Tua Jakarta. Ini
menampung koleksi lukisan abad ke-19 dan ke-20 yang sangat baik.
Museum Bahari memberikan edukasi dan informasi tentang sejarah budaya bahari di
Indonesia. Berikut adalah beberapa cara museum dapat mengajarkan sejarah angkatan laut
Indonesia:
Museum ini berfokus pada sejarah TNI Angkatan Laut dan pentingnya laut bagi perekonomian
Indonesia saat ini

• Museum ini menampilkan model kapal dan meriam Hindia Belanda, serta model skala
Pulau Unrest, bekas galangan kapal untuk perbaikan kapal Hindia Belanda
• Museum ini berisi berbagai model kapal dari kepulauan Indonesia, termasuk model
kapal Majapahit dari Jawa kuno berdasarkan kapal Borobudur yang tergambar pada
relief candi Borobudur
• Museum ini memiliki koleksi perahu Pinisi, Lancang, dan Gelati tradisional yang
langka
• Museum digunakan sebagai media pembelajaran sejarah; siswa dapat belajar tentang
sejarah maritim Indonesia melalui banyak benda dan artefak sejarah di museum
• Museum ini menampilkan banyak miniatur kapal, baik dari Indonesia maupun luar
negeri, termasuk replika kapal zaman Majapahit berdasarkan ukiran batu di dinding
Candi Panataran
Secara keseluruhan, Museum Bahari memberikan edukasi yang komprehensif dan menarik
tentang sejarah maritim Indonesia dengan koleksi benda bersejarah, artefak, dan model
kapalnya.

C. Permasalahan yang di Hadapi Situs-Situs Budaya Jakarta Saat Ini


1. Kurangnya pelestarian: Banyak situs budaya di Jakarta menghadapi masalah kurangnya
pelestarian. Melindungi situs budaya sangat penting untuk menjaga warisan budaya
Jakarta dan Indonesia. (Arifianti, 2020)
2. Ancaman Pembangunan: Banyak situs budaya Jakarta terancam proyek pembangunan.
Bangunan dan infrastruktur baru yang tak terhitung jumlahnya dapat merusak atau
menghancurkan situs budaya. (Sari, 2020)
3. Kekurangan dana: Banyak situs budaya di Jakarta menghadapi masalah kekurangan
dana. Pemeliharaan dan pelestarian situs budaya seringkali membutuhkan dana yang
terbatas
4. Kurangnya kesadaran masyarakat: Banyak masyarakat di Jakarta yang tidak
mengetahui situs budaya di kotanya. Kurangnya pemahaman ini dapat menyebabkan
pengabaian dan kerusakan situs budaya (Safitri, 2019)
5. Kurangnya perlindungan hukum: Banyak situs budaya di Jakarta tidak memiliki
perlindungan hukum. Penetapan suatu situs budaya sebagai kawasan cagar budaya
dapat memberikan perlindungan hukum, namun kawasan tersebut belum ditetapkan.
Pelestarian dan perlindungan situs budaya DKI Jakarta secara umum penting untuk
melestarikan warisan budaya Jakarta dan Indonesia. Pemerintah dan masyarakat harus
bekerja sama untuk melestarikan dan melindungi situs budaya untuk generasi mendatang.
D. Kesadaran dan Partisipasi Publik Dalam Pemulihan Situs-Situs Budaya
di Jakarta
Kesadaran dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam melokalkan situs budaya Jakarta.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam
upaya pelestarian cagar budaya:
1. Keterlibatan masyarakat: Masyarakat dapat menjadi sangat penting dalam melestarikan
dan melindungi situs budaya Jakarta. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses
konservasi, akan ada rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap
situs artistik tersebut. (Arfah, 2021)
2. Edukasi dan Penyadaran: Edukasi dan kampanye penyadaran dapat membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan situs budaya
Jakarta. Dengan mendidik masyarakat tentang signifikansi budaya dari situs-situs ini,
ada apresiasi yang lebih besar terhadap nilai dan signifikansinya
3. Partisipasi pemuda: Partisipasi pemuda dalam upaya pelestarian budaya dapat
membantu melestarikan situs budaya untuk generasi mendatang. Melibatkan generasi
muda dalam kegiatan pelestarian cagar budaya akan menciptakan rasa tanggung jawab
dan kepemilikan yang lebih besar terhadap warisan budaya Jakarta.
4. Dukungan pemerintah: Pemerintah dapat mendukung pelestarian dan perlindungan
situs budaya di Jakarta. Dengan menyediakan dana dan perlindungan hukum,
pemerintah dapat membantu memastikan situs budaya dilestarikan untuk generasi
mendatang
5. Perbandingan lintas negara: Perbandingan lintas negara dapat membantu
mengidentifikasi praktik terbaik untuk melestarikan wisata warisan budaya. Dengan
membandingkan upaya konservasi lintas negara, ada peluang untuk belajar dari model
konservasi yang berhasil dan menerapkannya pada situs budaya Jakarta.

Melalui upaya terus menerus untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi


masyarakat, masyarakat Jakarta dapat berperan aktif dalam melestarikan situs budaya
yang berharga. Dengan dukungan dan keterlibatan masyarakat, generasi mendatang
dapat memegang dan menikmati situs budaya.

E. Upaya Telah Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Situs Budaya di


Jakarta
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan situs budaya di Jakarta yang
melibatkan pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh
tindakan yang telah dilakukan:
1. Pembentukan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB): Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta membentuk BPCB sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga
dan melestarikan situs budaya di Jakarta. BPCB berperan dalam pemantauan,
pemulihan, dan pengelolaan situs budaya serta membuat rekomendasi kebijakan
konservasi.
2. Pemugaran dan Pemeliharaan Upaya pemugaran dan pemeliharaan rutin dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan dan menjaga keutuhan situs budaya. Proyek pemugaran
ini melibatkan para ahli dan arsitek yang ahli dalam melestarikan karakteristik asli situs
tersebut.
3. Penegakan hukum dan keamanan: Keamanan dan penegakan hukum di sekitar situs
budaya telah diperkuat untuk melindungi situs dari kerusakan dan pencurian artefak.
Pengawasan yang lebih ketat, peningkatan patroli keamanan, dan kerja sama dengan
polisi membantu mengurangi ancaman terhadap situs budaya. (Assegaf, 2016)
4. Mengembangkan pedoman dan peraturan: Kebijakan dan peraturan yang jelas telah
dikembangkan untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan situs budaya. Ini
mencakup pedoman teknis untuk pemeliharaan, restorasi, dan penggunaan yang tepat
dari situs-situs ini, serta modifikasi layanan lahan untuk melindungi situs budaya.
5. Partisipasi Masyarakat: Masyarakat diberdayakan untuk berpartisipasi dalam upaya
pelestarian situs budaya. Program partisipatif melibatkan masyarakat dalam konservasi,
kampanye kesadaran, dan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan pemahaman dan
kepemilikan situs budaya. (Pratiwi, 2020)
6. Kerjasama dengan pihak swasta dan lembaga internasional Kerjasama juga dilakukan
antara pemerintah, pihak swasta, dan lembaga internasional untuk mendukung upaya
pelestarian situs budaya di Jakarta. Ini termasuk dukungan keuangan, pengetahuan ahli,
dan berbagi pengetahuan tentang metode konservasi yang efektif. (Kusumawati, 2020)
Meski sudah diupayakan, masih ada tantangan dalam melestarikan situs budaya Jakarta.
Diperlukan komitmen lebih dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga
kebudayaan, dan masyarakat, untuk menjaga dan memelihara situs budaya Jakarta yang
sangat berharga.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
DKI Jakarta memiliki beberapa situs sejarah dan budaya yang kaya. Situs-situs tersebut
merupakan identitas penting bagi kota ini dan warisan budaya yang harus dilestarikan. Namun,
situs budaya Jakarta menghadapi berbagai tantangan, antara lain kurangnya perawatan,
perubahan penggunaan lahan, dan rendahnya kesadaran masyarakat. Diperlukan upaya yang
lebih serius dari pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat untuk melindungi, melestarikan,
dan mempromosikan situs budaya tersebut.
Pentingnya melestarikan situs budaya Jakarta tidak bisa diremehkan. Diperlukan upaya
yang lebih serius untuk memelihara, memulihkan, dan mengelola situs-situs tersebut.
Pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga warisan
budaya yang merupakan identitas dan kekayaan budaya Jakarta. Selain itu, perlu dilakukan
penyadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan situs budaya melalui pendidikan,
kampanye, dan partisipasi aktif masyarakat. Partisipasi masyarakat dapat berupa dukungan
dana, kerelawanan, dan pemahaman akan pentingnya menjaga keunikan dan kelestarian situs
budaya.
Dengan menjaga dan memelihara situs budaya, Jakarta dapat mempertahankan
identitasnya sebagai kota dengan keanekaragaman sejarah. Selain itu, situs budaya juga dapat
menjadi tempat wisata yang penting, meningkatkan ekonomi lokal, dan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang sejarah dan budaya Indonesia kepada generasi mendatang.
Dalam konteks globalisasi dan urbanisasi yang pesat, pelestarian situs budaya di DKI Jakarta
merupakan tanggung jawab bersama untuk melindungi warisan budaya dan memastikan
generasi mendatang dapat menikmati kekayaan budaya tersebut.

B. SARAN
Dengan melibatkan semua pihak dan mengambil langkah nyata untuk menjaga dan
melestarikan budaya situs, DKI Jakarta dapat mempertahankan identitasnya sebagai kota
bersejarah yang kaya akan warisan budaya. Melestarikan situs-situs ini juga akan memberikan
keuntungan ekonomi dan pariwisata yang signifikan serta meningkatkan pemahaman kita
tentang sejarah dan budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Arfah, I. &. (2021). Community Participation and Public Awareness as Supporting Factors for
the Preservation of Cultural Heritage in Jakarta. Journal of Architectural Design
& Research, 3(2), 100-110.
Arifianti, R. N. (2020). Conservation and Management Strategy of Cultural Heritage Buildings
in Jakarta, Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science. Vol. 442, pp. No. 1, p. 012021. IOP Publishing.
Assegaf, R. (2016). Legal Protection of Cultural Heritage in Indonesia. International Journal
of Social Science and Humanity, 6(3), 187-191.
Kusumawati, A. &. (2020). Collaboration in the Preservation of Cultural Heritage in Jakarta:
The Role of Private Sector and Non-Governmental Organization. . Journal of
Rural Development, 4(1), 74-87.
Pratiwi, R. A. (2020). he Role of Cultural Education in Shaping Public Awareness and
Behavior on Cultural Heritage Preservation. International Journal of Advanced
Science and Technology, 29(1), 3572-3580.
Safitri, F. M. (2019). The Role of Community in Preserving Jakarta Cultural Heritage. In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science. Vol. 334 , pp. No. 1, p.
012029. IOP Publishing.
Sari, Y. K. (2020). Cultural Heritage Preservation Strategy in Old Town Batavia, Jakarta. In
3rd International Conference on Architectural Heritage and Tourism (pp. (pp.
202-206)). Atlantis Press.

Anda mungkin juga menyukai