Anda di halaman 1dari 28

MENDALAMI SEJARAH PERJUANGAN INDONESIA DI

MUSEUM FATAHILLAH

KARYA ILMIAH

DISUSUN OLEH :

ANDRIAN WAHYU RAMADHAN

XII - IPS

SMA PGRI 56 CIPUTAT


2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
hidayah dan rahmatNyalah saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
MENDALAMI PERJUANGAN INDONESIA DI MUSEUM FATAHILLAH
dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi besar
kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Tanggerang Selatan, 29 Januari


2024

2
Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ....................................................................... ............ 2
DAFTAR ISI ...............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG ..........................................................................4
1.2 PEMBATASAN MASALAH ................................................................5
1.3 TUJUAN PENELITIAN ..........................................................................5
1.4 RUANG LINGKUP .............................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ .7
2.1. SEJARAH KOTA TUA. .....................................................................7
2.2 SEJARAH BERDIRINYA MUSEUM FATAHILLAH .......................8
2.3. RUANG KOLEKSI MUSEUM FATAHILLAH. ....................................9
2.4 PENJELASAN KOLEKSI DI MUSEUM FATAHILLAH ................... 15
BAB III PENUTUP .................................................................................. 26
3.1 KESIMPULAN .................................................................................. 26
3.2 SARAN ............................................................................................ 26

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sejarah merupakan bagian dari cerita kehidupan manusia dari masa ke masa
yang menceritakan apa yang terjadi pada masa lampau berdasarkan penemuan –
penemuan artefak kuno yang merupakan peninggalan dari masa lalu. Setiap fase
kehidupan manusia selalu meninggalkan cerita sejarah.
Museum Fatahillah memiliki latar belakang sejarah yang kaya dan bermula dari
pembangunan balai kota di Kota Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1707 oleh
Gubernur Jenderal VOC Abraham van Riebeeck. Bangunan tersebut awalnya dikenal
sebagai “Stadhuis” atau Balai Kota.
Balai kota ini menjadi pusat administrasi kolonial Belanda di Batavia dan juga
menjadi tempat pengadilan. Seiring berjalannya waktu, bangunan ini mengalami
perubahan fungsi dan beberapa kali direnovasi. Pada tahun 1974, balai kota tersebut
diubah menjadi Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal sebagai Museum
Fatahillah.
Museum Fatahillah mengambil namanya dari Fatahillah, seorang panglima
perang Islam yang merebut kembali Sunda Kelapa dari tangan Portugis pada tahun
1527, menggantinya dengan nama Jayakarta. Nama Fatahillah dipilih untuk
menggambarkan semangat perjuangan dan kemerdekaan.
Sejak berubah menjadi museum, Museum Fatahillah telah menjadi saksi bisu
perkembangan Jakarta dan Indonesia. Dengan koleksi artefak dan pameran yang
bervariasi, museum ini berusaha untuk meresapi dan mempersembahkan sejarah yang
kaya dan beragam dari masa ke masa.
Museum Fatahillah terus berdiri sebagai penjaga warisan sejarah Indonesia di
Kota Tua Jakarta. Dengan arsitektur klasiknya yang megah, bangunan ini bukan hanya
sebuah tempat pameran, tetapi juga suatu pusat yang menghubungkan masa lalu
dengan masa kini.
Pengunjung dapat menemukan jejak perjalanan panjang Jakarta, dari zaman
penjajahan hingga perjuangan kemerdekaan. Koleksi museum mencakup peta-peta
kuno, barang-barang antik, dan benda-benda bersejarah yang menjadi saksi bisu
perkembangan budaya dan masyarakat di wilayah ini.

4
Sebagai salah satu destinasi utama di Kota Tua, Museum Fatahillah terus
mengundang wisatawan dan penggemar sejarah untuk menjelajahi dan meresapi
keindahan warisan sejarah Indonesia. Dengan menyelenggarakan berbagai pameran
dan kegiatan, museum ini tetap menjadi tempat yang hidup, terus menyampaikan
cerita-cerita tak terlupakan kepada generasi-generasi mendatang.mengetahui lebih
jelas gambaran tentang perjuangan-perjuangan bangsa Indonesia.

1.2 PEMBATASAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah kami mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut ini:
1) Bagaimana sejarah berdirinya Museum FATAHILLAH?
2) Apa saja koleksi yang dimiliki Museum FATAHILLAH?
3) Apa makna dari koleksi yang berada di Museum FATAHILLAH?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


 Untuk mengetahui sejarah berdirinya Museum FATAHILLAH.
 Untuk mengetahui koleksi yang dimiliki Museum FATAHILLAH.
 Untuk mengetahui makna dari koleksi yang berada di Museum
FATAHILLAH.
 Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman siswa.
 Untuk mengembangkan potensi, etika, estetika, dan pratika.
 Untuk memupuk rasa cinta terhadap tanah air.
 Menghargai jasa para pahlawan yang telah mendahului kita
 Dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang telah didapat sehingga dapat
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
 Bermanfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan mengenai seputar
objek wisata pendidikan.

1.4. METODE PENELITIAN


1. Studi Pustaka: Analisis literatur terkait sejarah, budaya, dan arsitektur
Kota Tua untuk memahami dasar pengetahuan yang sudah ada.
2. Survei Lapangan: Pengumpulan data langsung di lokasi, termasuk
dokumentasi visual, pengukuran, dan pemetaan untuk mendapatkan
pemahaman mendalam tentang kondisi fisik dan konteks sosial Kota Tua.
3. Wawancara: Mewawancarai penduduk lokal, ahli sejarah, dan pelestari
warisan budaya untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda dan
informasi yang mungkin tidak terdokumentasi.

5
4. Analisis Dokumen Sejarah: Mengkaji dokumen sejarah, peta lama, arsip
foto, dan catatan-catatan yang terkait dengan perkembangan Kota Tua
dari masa ke masa.
5. Permodelan Konsep: Membangun model konseptual untuk
menggambarkan evolusi Kota Tua dari segi arsitektur, kehidupan sosial,
dan ekonomi.
6. Analisis Data: Menganalisis data survei lapangan dan hasil wawancara
dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif untuk
mendukung temuan penelitian.
7. Sintesis Informasi: Mengintegrasikan hasil penelitian untuk menyusun
narasi yang kohesif dan informatif mengenai sejarah, kebudayaan, dan
nilai-nilai Kota Tua.

1.4 RUANG LINGKUP


Museum Fatahillah memiliki ruang lingkup yang luas, mencakup berbagai aspek
sejarah dan budaya Indonesia. Beberapa elemen utama dari ruang lingkup museum ini
melibatkan:

1. Sejarah Kolonial Belanda: Fokus pada masa penjajahan Belanda di


Indonesia, mencakup perkembangan Kota Batavia (sekarang Jakarta) sebagai
pusat administrasi kolonial.
2. Periode Perjuangan Kemerdekaan: Menyajikan informasi dan artefak terkait
perjuangan kemerdekaan Indonesia, termasuk peristiwa penting dan tokoh-
tokoh yang terlibat.
3. Koleksi Artefak: Melibatkan berbagai artefak sejarah, peta, lukisan, dan
benda-benda bersejarah lainnya yang mencerminkan kehidupan masyarakat
pada masa lalu.
4. Seni dan Kerajinan: Menampilkan seni dan kerajinan dari berbagai daerah di
Indonesia, memberikan gambaran tentang keberagaman budaya dan seni di
negeri ini.
5. Pameran Tematik: Museum Fatahillah secara berkala menyelenggarakan
pameran tematik yang membahas topik tertentu atau peristiwa sejarah yang
relevan.

Ruang lingkup museum ini dirancang untuk memberikan pengunjung


pengalaman yang holistik dalam menjelajahi sejarah dan warisan budaya Indonesia.

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH KOTA TUA

Kota Tua atau dikenal juga dengan nama Oud Batavia (Batavia Lama),
bermula sejak tahun 1526. Saat itu, Kerajaan Demak mengutus panglima
bernama Fatahillah untuk menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa. Alhasil, wilayah
tersebut berhasil direbut Fatahillah dan berganti nama menjadi Jayakarta.
Wilayah tersebut kemudian diserang VOC di bawah kepemimpinan Jan
Pieterszoon Coen pada tahun 1619.
Satu tahun kemudian, VOC membangun sebuah kota baru tepat di atas
reruntuhan Jayakarta. Kota tersebut diberi nama Batavia sebagai penghormatan
leluhur Belanda bernama Batavieren.
Pada tahun 1635, kota Batavia diperluas sampai ke sebelah barat Sungai
Ciliwung. Kota satu ini dirancang mempunyai sistem pertahanan berupa parit
dan tembok di sekeliling kota.
Kota Batavia kemudian mempunyai fungsi sebagai kantor pusat VOC di
Hindia Timur dan menjadi pusat perdagangan Asia. Nama Batavia tersebut
digunakan sejak tahun 1621 sampai 1942. Kedatangan Jepang pada tahun 1942
mengganti nama Batavia menjadi Jakarta yang terus digunakan sampai saat ini.
Sejak pemerintahan Ali Sadikin selaku Gubernur DKI Jakarta, revitalisasi
serta pengembangan Kota Tua Jakarta terus dilakukan. Hingga pada tahun 1972
beliau mengeluarkan keputusan gubernur untuk menjadikan Kota Tua sebagai
situs warisan.
Adanya keputusan tersebut diambil demi melindungi warisan sejarah.
Pasalnya, dalam wilayah Kota Tua terdapat berbagai bangunan sejarah yang

7
berguna sebagai museum. Misalnya Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan
Keramik, Museum Fatahillah, Museum Mandiri, sampai Museum Indonesia.
Karena berfungsi sebagai objek wisata, Kota Tua Jakarta mempunyai
berbagai fasilitas. Salah satunya adalah kemudahan mencapai tempat tersebut
dengan memakai bus Transjakarta dan KRL Commuter Line. Tak hanya itu,
Kota Tua Jakarta juga menyediakan penyewaan sepeda yang akan memanjakan
pengunjung untuk mengelilingi kawasan tersebut.

2.1 SEJARAH BERDIRINYA MUSEUM FATAHILLAH

Museum Fatahillah memiliki sejarah yang panjang dan bermula dari


pembangunan Balai Kota di Kota Batavia, yang sekarang dikenal sebagai Kota Tua
Jakarta. Berikut adalah garis besar sejarah berdirinya Museum Fatahillah:

1. Pembangunan Balai Kota (Stadhuis): Balai Kota tersebut dibangun pada


tahun 1707 oleh Gubernur Jenderal VOC Abraham van Riebeeck.
Fungsinya awalnya sebagai pusat administrasi kolonial Belanda di
Batavia.
2. Perubahan Fungsi: Seiring berjalannya waktu, Balai Kota mengalami
perubahan fungsi dan beberapa kali direnovasi. Pada abad ke-20,
bangunan ini digunakan sebagai kantor pemerintahan.
3. Transformasi Menjadi Museum: Pada tahun 1974, balai kota tersebut
diubah menjadi Museum Sejarah Jakarta atau lebih dikenal sebagai
Museum Fatahillah. Transformasi ini merupakan upaya untuk
mempersembahkan sejarah dan warisan budaya Indonesia kepada
masyarakat.
4. Nama "Fatahillah": Museum ini mengambil nama Fatahillah dari
panglima perang Islam yang merebut kembali Sunda Kelapa dari tangan
Portugis pada tahun 1527. Nama ini dipilih untuk mencerminkan
semangat perjuangan dan kemerdekaan.
5. Kota Tua Jakarta: Museum Fatahillah menjadi salah satu bagian dari
upaya pelestarian dan revitalisasi Kota Tua Jakarta. Kawasan ini kaya
akan peninggalan sejarah kolonial dan menjadi daya tarik utama bagi
wisatawan dan penggemar sejarah.

8
Sejak berubah menjadi museum, Fatahillah terus berfungsi sebagai penjaga warisan
sejarah Indonesia, menyajikan koleksi artefak dan pameran yang memperkaya
pemahaman tentang sejarah dan budaya negara tersebut.

2.2 RUANG KOLEKSI MUSEUM FATAHILLAH

Museum Fatahillah memiliki ruang koleksi yang luas dan beragam, mencakup
berbagai aspek sejarah dan budaya Indonesia. Berikut adalah beberapa kategori utama
dari ruang koleksi di Museum Fatahillah:

1. Artefak Sejarah Kolonial: Koleksi ini mencakup benda-benda dan artefak dari
masa penjajahan Belanda di Indonesia, termasuk peralatan sehari-hari, pakaian,
dan barang-barang antik lainnya.
2. Peta Kuno: Museum memiliki koleksi peta kuno yang mencerminkan
perkembangan geografis dan administratif Batavia (kini Jakarta) selama
berabad-abad.
3. Benda - Benda Bersejarah: Berbagai benda bersejarah seperti senjata
tradisional, peralatan rumah tangga, dan artefak lainnya yang mencerminkan
kehidupan masyarakat pada masa lalu.
4. Dokumen Historis: Koleksi dokumen dan arsip historis yang mencakup surat-
surat, catatan-catatan sejarah, dan tulisan-tulisan lain yang memiliki nilai
historis.
5. Seni dan Kerajinan: Museum Fatahillah juga menampilkan seni dan kerajinan
dari berbagai daerah di Indonesia, mencerminkan kekayaan seni dan budaya
negara ini.
6. Pameran Tematik: Ruang koleksi sering kali dikelompokkan dalam pameran
tematik yang menggambarkan periode sejarah atau topik tertentu dengan lebih
mendalam.

9
Ruang koleksi ini dirancang untuk memberikan pengunjung pengalaman yang holistik
dalam menjelajahi sejarah dan warisan budaya Indonesia. Setiap artefak dan benda
memiliki cerita sendiri, memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang
perkembangan dan keberagaman Indonesia.

2.3 PENJELASAN KOLEKSI DI MUSEUM FATTAHILAH

1. Gubernur Van Der Parra

Petrus Albertus van der Parra adalah Gubernur


Jenderal Hindia Belanda ke-29 yang memimpin
selama periode 1761 hingga 1765. Semasa
kepemimpinannya, Parra banyak dituai kebencian dari
orang-orang sekitar karena kasus korupsi dan gaya
hidup mewahnya. Bahkan, upaya menjatuhkannya dari
jabatan gubernur juga kerap dilakukan, termasuk
pembunuhan. Kendati demikian, Parra tetap memiliki
sisi positif. Ia pernah membantu sebuah gereja di
Batavia dengan memberikan kitab-kitab injil.

Petrus Albertus van der Parra lahir di Kolombo, Sri Lanka, 29 September
1714.Ia merupakan anak dari seorang sekretaris kantor gubernur Sri Lanka.
Tahun 1728, saat berusia 14 tahun, Parra sudah memulai kariernya sebagai
soldaar van de penne atau serdadu pena. Lalu, tahun 1731 ia bekerja sebagai
asisten. Kemudian tahun 1732 bekerja sebagai tenaga pembukuan. Empat tahun
kemudian, 1736, Parra diangkat sebagai tenaga pembukuan yang kemudian
berlanjut sebagai tenaga pembukuan sekretariat umum di Batavia, tahun 1739.
10
Memulai kariernya dari jabatan kecil, perlahan-lahan karier Parra
semakin berkembang. Tahun 1747, pertama kalinya ia menjabat sebagai
Sekretaris Pertama.Ia dijadikan Penasihat Luar Biasa Hindia pada November
1747 dan menjadi Penasihat Tetap pada 1751. Setahun kemudian, tahun 1752,
Parra dipercaya sebagai Presiden College van Heemraden. Ia bertanggung
jawab atas batas-batas perkebunan, jalan, dan sebagainya. Setelah itu, tahun
1755, Parra diangkat sebagai Penasihat Pertama dan Direkrut Jenderal.
Petrus van der Parra terus berusaha dijatuhkan dari jabatannya dengan
berbagai cara, termasuk pembunuhan. Van der Parra kemudian dinyatakan
meninggal sewaktu masih menjabat sebagai gubernur. Ia wafat karena sakit di
rumah mewahnya pada 28 Desember 1775. Penyebab kematiannya sendiri
masih belum terungkap, apakah alamiah atau karena diracun.

2. Prasasti Tugu dari Kerajaan Tarumanegara

Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang


berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai
Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-
22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai
tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi
pada masa pemerintahan Purnawarman, dan
kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Prasasti Tugu tercatat pertama kali dalam laporan Notulen
Bataviaasch Genootschap tahun 1879. Kemudian pada tahun 1911 atas
prakarsa P.de Roo de la Faille prasasti ini dipindahkan ke Museum
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang
Museum Nasional) serta didaftar dengan nomor inventaris D.124.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk
seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima
baris melingkar mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua

11
prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga
tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis
gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut
diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi.
Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara,
sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua
prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya,
Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri
Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan
Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian
(selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan
tongkat yang pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat
tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai
batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

3. Tombak

Sebagai salah satu senjata pertama yang


dikenal manusia, tembak sendiri cukup populer di
Eropa. Bangsa-bangsa besar seperti Somerian,
Yunani, dan Roma menggunakan tombak sebagai
salah satu senjata berperang utama mereka. Jenis-
jenisnya pun dikenal beragam, seperti pike, fance,
dan halberd. Pada akhir abad ke-17 setelah
ditemukannys senjata api, tombak kemudian
beralih fungsi menjadi simbol pangkat militer di
Eropa. Tradisi ini dimulai di Perancis yang
mewajibkan tentara infanterinya untuk membawa
tombak jenis Espantoon sebagai tanda pangkat
mereka.

4. Wisnu Cibuaya 1 & 2

12
Arca Wisnu Cibuaya 1, walaupun berasal dari abad VIII M, dianggap
dapat melengkapi prasasti-prasasti Purnawarman. Situs tempat penemuannya
di Cibuaya yang tidak jauh dari situs Batujaya serta pemujaan terhadap
Wisnu yang dianut oleh Purnawarman menjadi benang merah yang
menghubungkan temuan ini. Gaya ikonografi arca ini memperlihatkan
adanya beberapa persamaan dengan arca yang ditemukan di Semenanjung
Tanah Melayu, Siam dan Kamboja dengan pengaruh langgam seni Pala di
India Selatan dari abad VII-VIII M, atau barangkali dengan gaya masa
Calukya.
Arca Wisnu Cibuaya 2, juga ditemukan di Desa Cibuaya, tetapi tempat
aslinya tidak dapat dipastikan. Berdasarkan persamaan-persamaan yang ada,
arca ini memiliki kemiripan dengan arca-arca dari seni Pala abad VII-VIII M.
Pala adalah nama salah satu dinasti yang berkuasa di Bengal pada abad VIII –
XII M dan sepertinya arca ini berasal dari masa yang sama. Kesimpulan ini
sesuai dengan berita Cina yang mengatakan bahwa pada abad VII M masih ada
sebuah Negara bernama To-lo-mo, yang dianggap merupakan pelafalan
Tiongkok dari Taruma.

5. Prasasti Ciaruteun, berisi pujian untuk Raja Purnawarman yang tapak


kakinya dianggap sebagai tapak kaki Dewa Wisnu.

Prasasti Ciaruteun merupakan batu


peringatan yang berasal dari masa Kerajaan
Tarumanegara sekitar abad V Masehi yang
ditandai dengan bentuk tapak kaki Raja
Purnawarman. Prasasti Ciaruteun atau
prasasti Ciampea ditemukan di tepi Ci
(Sungai) Aruteun, anak sungai dari Ci
Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan
peninggalan masa Tarumanagara.
Pada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah batu besar dengan ukiran
aksara purba dilaporkan ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari
Buitenzorg (kini Bogor). Batu berukir tersebut ditemukan di Kampung Muara,
di aliran Ci Aruteun, salah satu anak sungai Cisadane.[1]:15 Segera pada tahun
yang sama, prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataviasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di
Batavia. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan

13
beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik
posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke
tempat semula.
Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat
dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang.
Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk melindungi
prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil.
Replika berupa cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum,
yaitu Museum Nasional Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan
Museum Sri Baduga di Bandung.
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam
bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari
empat baris dan pada bagian atas tulisan terdapat pahatan sepasang telapak kaki,
gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), dan laba-laba

6. Replika Padrão Sunda Kalapa

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau


Padrão Sunda Kelapa adalah sebuah prasasti
berbentuk tugu batu (padrão) yang ditemukan
pada tahun 1918 di Batavia, Hindia Belanda.
Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan
Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh
utusan dagang Portugis dari Malaka yang
dipimpin Enrique Leme dan membawa
barang-barang untuk “Raja Samian”
(maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang
Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin
utusan raja Sunda). Padrão ini didirikan di
atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk
membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.

14
Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk
membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkih)
dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I),[1] sekarang termasuk wilayah
Jakarta Barat. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik
Indonesia,[2] sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah
Jakarta.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di
pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak dan Kesultanan
Banten, termasuk Banten dan Cirebon. Khawatir akan serangan angkatan laut
Demak terhadap pelabuhan Sunda Kelapa, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu
Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama
kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugal, yang saat itu baru menguasai Melaka
di tahun 1511. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga
mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugal
menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak
membangun benteng di Sunda Kelapa. Pada tahun 1522, pihak Portugis siap
membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada
yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan
penjelajahan dunia oleh Magellan.Komandan benteng Malaka pada saat itu
adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São
Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai
dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua
sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci.
7. Patung Hermes

Dewa Hermes digambarkan sebagai


sosok yang cerdas, tubuh yang atletis dan juga
cepat gerak-geriknya. Hermes dilukisan sebagai
pemuda yang memakai topi dan sepatu bersayap
(lambang kecepatan). Tangannya kadang-
kadang memegang sebuah tongkat dililit ular
(lambang berita), atau sebuah dompet (lambang
perdagangan). Diantara 12 dewa Olimpus
Hermes merupakan dewa yang termuda setelah
Dionisos.
Patung Hermes ini dibuat pada abad ke-
18 oleh orang Eropa. Patung ini dibuat dari perunggu dan tembaga berdasarkan

15
kisah pada mitologi Yunani. Patung dewa Hermes ini melambangkan
kesuksesan dalam kehidupan. Patung ini memiliki berat 120 kg dengan tinggi
sekitar 2 meter.
Dalam mitologi Yunani, Hermes adalah nama anak Dewa Zeus. Hermes
adalah dewa untuk para pedagang, pejalan kaki, dan atlet. Hermes digambarkan
seperti sedang berlari. Ini merupakan simbol dari kecepatan.
Awalnya, patung Hermes ini milik seorang pedagang Jerman, Karl
Wilhelm Stolz. Nama tokonya ‘Jenny & Co’, menjual barang logam dan barang
pecah belah dari Geislingen. Ia membeli Patung Hermes ini di sekitar tahun
1902.
Singkat cerita, Stolz menghadiahkan patung Hermes tersebut kepada
pemerintah kota Batavia sebagai tanda terima kasih. Karl Stolz meninggal dunia
dalam penjara Jepang dan dimakamkan di Semarang pada akhir Maret 1945.
Patung yang memiliki berat 120 kg dan tinggi sekitar 2 meter itu oleh
Pemerintah Hindia Belanda diletakkan di atas Jembatan Harmoni, sebuah
jembatan yang menjadi simol gembang masuk daerah kekuasaan Belanda
sayangnya, patung tersebut tidak terurus hingga sempat hilang dicuri. Bahkan
Patung Dewa Hermes sempat nyemplung ke Kali Harmoni.
Karena itu guna menghindari pencurian dan agar lebih mudah dirawat,
sehak 1999 hingga sekarang patung asli Dewa Herms dipindahkan ke Museum
Sejarah Jakarta, Kota Tua. Jika Sedulur melihat patung Dewa Hermes di
Jembatan Harmoni itu hanyalah replikanya. sekaligus menghubungkan wilayah
kota dengan luar kota Batavia kala itu.

8. Mimbar
Mimbar secara simbolis adalah tempat
keudukan imam yang memimpin shalat di
masjid dan menyampaikan khotbah. Pada
mulanya, mimbar adalah sebuah gundukan
sebagai tempat duduk Nabi Muhammad,[2]
dan kemudian diikuti oleh para khalifah
setelahnya, yang masing-masing secara
resmi menjadi pemimpin umat Islam.
Namun, belakangan mimbar akhirnya
menjadi standar untuk masjid dan digunakan

16
oleh imam setempat. Meskipun demikian, makna mimbar sebagai simbol
kewibawaan tetap dipertahankan.
Pada masa selanjutnya, Khalifah Ummayyah Mu’awiya I (memerintah
661–680) memodifikasi minbar dengan meninggikan mimbar asli
Muhammad dengan menambah jumlah anak tangga dari tiga menjadi enam,
sehingga meningkatkan keunggulannya. Selama periode Bani Umayyah
mimbar digunakan oleh para khalifah atau gubernur perwakilan mereka
untuk membuat pengumuman publik yang penting dan menyampaikan
khutbah Jumat. Pada tahun-tahun terakhir Kekhalifahan Umayyah, sebelum
kejatuhannya pada tahun 750, Bani Umayyah memerintahkan mimbar
dibangun untuk semua masjid sebagai media khotbah shalat Jumat di Mesir,
dan segera setelah itu praktik ini diperluas ke wilayah Muslim lainnya.
Pada periode awal Abbasiyah (setelah 750) telah menjadi standar di
masjid-masjid Jumat di semua komunitas Muslim Mimbar masjid sekilas
mirip dengan mimbar gereja, tetapi keduanya memiliki fungsi dan posisi
yang lebih mirip dengan podium gereja, yang digunakan oleh imam
memimpin berbagai bacaan dan doa. Mimbar terletak di sebelah kanan
mihrab, sebuah ruang yang menjorok di dinding masjid yang menandakan
kiblat shalat (yaitu menuju Makkah). Biasanya, mimbar memiliki tempat
duduk di pincakdan anak tangga untuk mencapainya di bagian depan. Bagian
bawah tangga sering memiliki pintu daun. Berbeda dengan banyak mimbar
Kristen, tangga menuju mimbar biasanya berada dalam satu garis lurus pada
sumbu yang sama dengan tempat duduk.

Di beberapa masjid, terdapat panggung (müezzin mahfili dalam


bahasa Turki) di seberang mimbar tempat penyambung imam, muadzin,
berada selama salat.
9. Lukisan Balai Kota Era Batavia

Bagaimana orang mengabadikan


momen dan pemandangan sebelum adanya
kamera? Ya benar, orang menggunakan
lukisan. Pelukis adalah profesi penting dan
relevan sebelum era kamera dimulai. Mulai
dari potret diri hingga suasana kota bisa
diabadikan dengan lukisan. Banyak orang
kaya rela menghabiskan uang untuk

17
memiliki lukisan potret diri yang bagus. Pelukis-pelukis andal pun banyak
bermunculan karena tingginya permintaan pasar tersebut.
Ernest Alfred Hardouin, seorang pelukis yang menghabiskan sebagian
hidupnya di Hindia Belanda. Lukisan itu mengabadikan suasana di sekitar
gedung Balai Kota Batavia sekitar pertengahan abad ke-19.
Setelah VOC bangkrut pada akhir tahun 1799, Hindia Belanda berada
di bawah kendali pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kehadiran
pemerintahan modern di Hindia Belanda dan birokrasinya ini merupakan
yang pertama di Asia. Gedung Balai Kota Batavia dalam lukisan ini juga
merupakan infrastruktur birokrasi pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Lukisan ini juga memperlihatkan pemandangan dan orang-orang di
sekitar gedung. Menariknya, yang terlihat jelas dalam lukisan tersebut adalah
orang Belanda dan Tionghoa, namun masyarakat Pribumi tidak tampak
beraktivitas di sekitar Balai Kota. Hal ini tidak mengherankan mengingat
orang Tionghoa memang dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda untuk memungut pajak dan cukai dari masyarakat.
Gedung Balai Kota Batavia masih ada sampai sekarang dan berfungsi
sebagai Museum Sejarah Jakarta. Jika anda berkunjung ke kawasan Kota
Tua Jakarta anda bisa memasuki gedung ini, banyak sekali wawasan yang
bisa kita lihat dari peninggalan-peninggalan yang ada di museum tersebut.
Begitu memasuki kawasan Kota Tua Jakarta pun pikiran langsung melayang
ke suasana Jakarta ratusan tahun lalu dengan bangunan-bangunan tua di
sekitar kita.

10.Miniatur Kapal VOC

18
Kapal VOC memiliki sejarah yang panjang dan signifikan. VOC atau
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (Perusahaan Hindia Timur Bersatu)
adalah perusahaan dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1602. Kapal-
kapal VOC berperan penting dalam perdagangan rempah-rempah antara Eropa
dan Hindia Timur.
Pada puncak kejayaannya, VOC memiliki armada besar yang terdiri dari
kapal-kapal dagang dan perang. Misi utamanya adalah memonopoli
perdagangan rempah-rempah seperti cengkih, lada, dan kayu manis. Kapal-
kapal VOC melakukan perjalanan panjang dari Belanda ke Hindia Timur,
membawa kembali rempah-rempah yang sangat bernilai.
Namun, pada abad ke-18, VOC mengalami kemunduran finansial dan
kebangkrutan akibat manajemen yang buruk dan persaingan dengan negara-
negara lain. Pada tahun 1799, VOC resmi dibubarkan. Sejarah kapal VOC
mencerminkan era kolonial dan dominasi perdagangan global pada masa itu.
Pada tahun 1596, kapal Belanda dibawah pimpinan Cornelis De Houtman
pertama kali mendarat di Banten. Sejak saat itu banyak kapal – kapal dagang
Belanda datang ke Indonesia. Untuk menghindari persaingan diantara para
pedagang Belanda, maka pada tahun 1602 dibentuklah kongsi dagang VOC
( Vereenigde Oast Indische ). VOC itu memperoleh hak-hak yang mana hak
tersebut membawa dampak permusuhan dengan bangsa pribumi dan penjajah
Belanda atas Indonesia.
19
11. Papan kayu bertuliskan yang memulai dan meresmikan Balai Kota
Batavia

Papan kayu panjang dengan tulisan dalam bahasa Belanda. Bila diterjemahkan
berarti, bangunan Balai Kota (Stadhuis) itu dimulai pembangunannya pada 25
Januari 1707 ketika pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn.
Bangunan itu kemudian diresmikan dan digunakan oleh Gubernur Jenderal
Abraham van Riebeeck sejak 10 Juli 1710.
Itu berarti untuk pembangunan Balai Kota tersebut membutuhkan waktu tak
kurang dari 3 tahun.

12.Pisau di masa lampau.


Alat serpih, baik yang diretus
maupun tidak, biasanya
mempunyai ukuran yang
cukup nyaman untuk
dipegang dengan tangan,
terutama dengan telunjuk, jari
tengah, dan jempol. Serpih
berukuran besar dipakai
dengan digenggam dengan
seluruh tangan. Serpih dapat
digunakan untuk mengiris,
memotong, meraut, atau
mengupas sesuatu.
Sementara, beliung dalam
pemakaiannya harus
diikatkan pada gagang.

20
13.Miniatur Kursi

Rumah - rumah bangsawan di Batavia abad 19 umumnya dihiasi dengan


ornamen berbahan dasar kayu. Hasan kursi ini sendiri merupakan tren baru di
Batavia pada masa itu. Gayanya dikenal dengan isti- lah Gaya Raffles yang
mengacu pada Thomas Stanford Raffles, gubernur Batavia pada awal abad ke-
19 Bentuknya sangat indah dengan penyangga bagian belakang yang
melengkung sempurna. Bentuk kursi yang apik ini memperlihatkan status
pemilikinya yang tinggi pula pada masa itu.

Pada awal abad ke-17, para pedagang India datang ke Batavia dengan
membawa banyak benda berharga untuk dijual. Miniatur bangku cantik ini
adalah salah satunya. Dibawa ke Batavia sekitar tahun 1630-1680, miniatur ini

21
termasuk salah satu koleksi paling langka. Bentuknya dikenal dengan Gaya
India dan merupakan replika settre asli yang dibawa ke Batavia dari Pantai
Coromandel (Inha Seluruh rangka kursi dihiasi dengan detail ukiran bunga dan
dedaunan.
14.Gereja Belanda

Gereja Belanda (Belanda:


De Hollandsche Kerk) adalah
sebuah gereja tua yang terletak
di Heerenstraat (sekarang Jalan
Pintu Besar Utara). Gereja yang
memiliki nama Kruiskerk ini
sudah tiada karena hancur
dihantam gempa hebat tahun
1808. Sebagai gantinya,
Pemerintah Hindia Belanda
menggunakan lahan bekas
gereja tersebut untuk
dibangunkan sebuah bangunan
dengan gaya Neo-Reinaissance yang diperuntukkan sebagai gudang milik
perusahaan Geo Wehry & Co. Gudang tersebut sekarang menjadi Museum
Wayang.
Setelah VOC sepenuhnya menguasai wilayah Batavia, Mereka mulai
membangun infrastruktur penting di tanah bekas kota Jayakarta itu. Salah
satunya adalah membangun sebuah gereja yang berada di dalam Kastel
Batavia. Kemudian pembangunannya pun dimulai pada tahun 1640. Gereja
ini dibangun di atas bekas tikungan Kali Ciliwung yang ditimbun tanah
sewaktu sungai itu diluruskan untuk menjadi Kali Besar dan belokan
sebelumnya ditimbun.
Pada tahun 1632, Gubernur-Jenderal Jacques Specx pertama kali
melakuan pemancangan tiang pertama untuk bangunan gereja. Setelah
selesai, Gereja tersebut dinamakan Kruiskerk (Gereja Salib). Penyebutan ini
sebenarnya mengacu pada kemiripan bentukan gereja ini dengan gereja
Norderkerk di Amsterdam, Belanda. Kemudian Gereja tersebut dirombak
lalu direnovasi pada tahun 1733 karena sebuah orgel yang didatangkan dari
Belanda tidak dapat dipasang di dalamnya. Setelah selesai, Gereja ini
berganti nama menjadi De Grote Hollandse Kerk (Gereja Besar Belanda)

22
atau De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) yang kemudian
dipakai sebagai Gereja utama kota Batavia sampai pada akhirnya hancur
oleh gempa bumi pada tahun 1808.

15.Patung Yunani

Pada akhir tahun 400-an SM,


Yunani, khususnya Athena, hancur lebur
akibat perang besar yang melibatkan
hampir seluruh negara-kota di Yunani,
yakni Perang Peloponnesos. Seusai perang,
bangsa Yunani menjadi terlalu miskin
untuk membuat patung, namun pada
akhirnya mereka kembali berhasil
membuat patung, bahkan mereka
menciptakan gaya baru. Kali ini para
pematung menampilkan lebih banyak
emosi pada patungnya, terutama perasaan-perasaan sedih, misalnya duka cita.
Para pematung juga lebih tertarik membuat patung perempuan, dan kini patung
perempuan ditampilkan tanpa pakaian. Patung tokoh tertentu juga banyak
dibuat. Patung dari Zaman Hellenistik yang disebut Nike Samothrakia
Ada beberapa pematung terkenal dari periode Hellenistik. Salah satunya
adalah Praxiteles, yang berkarya sekitar tahun 340-an SM. Dia membuat patung
Hermes dan bayi Dyonisos di kuil. Patung Hermes dan Bayi Dyonisos karya
Praxiteles.
Praxiteles juga membuat patung Aphrodite yang menurut orang-orang
begitu hidup, sampai-sampai ada pria yang jatuh cinta dan berusaha mencium
patung itu. Namun patung aslinya kini sudah tidak ada dan hanya ada tiruannya
buatan Romawi. Tiruan buatan Romawi dari patung Aphrodite karya Praxiteles
Lysippos adalah pematung Hellenistik terkenal lainnya. Dia adalah
pematung favorit Aleksander Agung. Karyanya yang paling terkenal adalah
Apoxyomenos, yaitu patung seorang pria muda yang sedang membuang minyak

23
dari tubuhnya menggunakan strigil. Patung ini dibuat sekitar tahun 320 SM,
tidak lama setelah kematian Aleksander. Sayangnya, patung aslinya, yang
dibuat dari perunggu, sudah tidak ada, dan yang kini masih bertahan adalah
tiruannya buatan Romawi yang dibuat dari marmer

16. Lukisan Jan Pieterszoon Coon

Pangeran Wijayakrama adalah penguasa Jayakarta di awal abad ke-17.


Dia adalah bawahan Banten.
Nama sebenarnya adalah Tubagus Sungerasa Jayawikarta. Sebagai
penguasa Sunda Kelapa/Jayakarta, ia juga digelari Pangeran Jayakarta, atau
tepatnya adalah Pangeran Jayakarta III, sebagai kelanjutan suksesi
kepemimpinan wilayah Sunda Kelapa/Jayakarta sejak dari Pangeran Jayakarta I
(Fatahillah) dan Pangeran Jayakarta II (Ratu Bagus Angke).
Ibunya, Ratu Pembayun, adalah salah seorang putri Sultan Hasanuddin,
penguasa Banten. Desember 1618, laksamana Inggris Thomas Dale mengusir
Jan Pieterszoon Coen dari pelabuhan Jayakarta. Coen lari ke Maluku, saat itu
pangkalan utama VOC. Kemudian Dale, dibantu Wijayakrama, mengepung
benteng VOC.

24
Januari 1619, prajurit VOC ingin menyerah. Pasukan Banten membela
mereka. Dale lari ke kapalnya sedangkan Wijayakrama harus lari ke bukit di
sebelah selatan Jayakarta. Bulan Mei, Coen balik dengan 17 kapal, menyerang,
menaklukkan dan menghancurkan Jayakarta.
Sepeninggal dirinya, putranya yang bernama Ahmad Jaketra, melanjutkan
kepemimpinan sebagai penguasa Sunda Kelapa/Jayakarta juga dengan gelar
yang sama, Pangeran Jayakarta, atau tepatnya Pangeran Jayakarta IV.

17. Prasasti Batu Tulis

Prasasti Batutulis merupakan salah satu


bukti sejarah yang kita miliki dan merupakan
peninggalan dari Kerajaan Sunda. Cagar
budaya ini terletak di seberang Istana
Batutulis, Bogor, Jawa Barat yang merupakan
tempat peristirahatan milik Presiden Sukarno.
Penemuan akan prasasti tersebut sangat
penting bagi kita untuk mengetahui sejarah
masa lampau. Istilah prasasti berasal dari
bahasa Sanskerta. Isinya biasanya berupa
maklumat resmi dari seorang raja atau pejabat
tinggi kerajaan akan penetapan daerah atau aspek kehidupan sosial budayanya.
Prasasti sering disebut juga dengan istilah lain yakni inskripsi yang berasal dari
bahasa Latin inscriptio.
Prasasti Batutulis dipahatkan pada sebuah lempengan batu pipih
berbentuk meruncing seperti “gugunungan” yang terdapat dalam wayang.
Bertuliskan aksara tipe Jawa Kuno dalam 9 baris dan berbahasa Sunda Kuno.
Ternyata, prasasti ini pertama kali ditemukan oleh ekspedisi pasukan
VOC, dipimpin oleh Kapten Adolf Winkler pada 25 Juni 1690. Pada masa itu,
diketahui bahwa prasasti Batutulis ditemukan di daerah pedalaman di selatan
Batavia yang saat ini dikenal sebagai Batutulis, Bogor.
Hingga saat ini, prasasti Batutulis disimpan pada tempat asalnya atau
insitu. Bentuknya merupakan sebuah lempengan batu pipih yang dibentuk
meruncing seperti gugunungan yang terdapat dalam wayang.

25
Kapten Winkler, menuliskan laporan akan penemuan prasasti tersebut.
Laporan tersebut kemudian disusul oleh laporan dari ekspedisi VOC lainnya
yang masih berisikan terkait penemuan prasasti Batutulis.
Melalui bukunya yang berjudul The History of Java, II Thomas Stamford
Raffles turut menuliskan tentang prasasti ini. Uniknya, penulisan akan prasasti
Batutulis tersebut disertai dengan sebuah faksimil.
Setelah itu, penerbitan karya tulis akan prasasti Batutulis terus berlanjut
dan diterbitkan oleh beberapa peneliti. Mereka akan menuliskan transliterasi
dan terjemahannya dalam bahasa Belanda serta pertanggalan prasasti Batutulis.
Hingga pada tahun 1921, seorang epigraf terkemuka, yaitu R.Ng.
Poerbatjaraka menerbitkan tulisan yang berjudul De Batoe Toelis nabij
Buitenzorg. Setelahnya, tulisan akan prasasti ini masih diterbitkan oleh para
sejarawan maupun ahli filologi Sunda.
18. Lukisan Jan Pieterszoon Coon

Sultan Agung merupakan raja ketiga Kesultanan Mataram yang


memerintah dari 1613-1645. Perjuangan raja sekaligus panglima perang yang
melawan Belanda diabadikan oleh pelukis, S Sudjojono, dalam lukisan
berukuran 3x10 meter yang saat ini disimpan di Museum Sejarah Jakarta.

26
Lukisan tersebut menggambarkan pertempuran antara pasukan Sultan
Agung melawan pasukan Belanda yang dipimpin Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Jan Pieterszoon Coen (JP Coen). Di balik lukisan yang telah berusia
48 tahun tersebut, terdapat cerita di balik pembuatan lukisan yang dituangkan S
Sudjojono dalam 38 sketsa.
Pelukis kelahiran 1913 ini melakukan riset hingga ke Belanda untuk
menghasilkan maha karya pesanan Gubernur DKI Ali Sadikin waktu itu.
Sebanyak 38 sketsa tersebut dipamerkan dalam pameran bertajuk Mukti
Negeriku di Tumurun Private Museum, Solo, Jawa Tengah, sejak 28 Agustus
2021 sampai 28 Februari 2022 mendatang.
Replika lukisan berukuran 3x10 meter juga ditampilkan dalam pameran
itu. Bukti Negeriku mengangkat dua sosok yakni Sultan Agung dan S
Sudjojono. Pameran menyajikan sejarah Sultan Agung dan sejarah S Sudjojono.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Museum FATAHILLAH merupakan rumah dari salah satu istri mantan presiden
pertama Indonesia, Ir. Soekarno, yaitu Ratna Sari Dewi Soekarno yang
dialihfungsikan menjadi museum dan diresmikan pada tahun 1972 oleh mantan
Presiden Indonesia, Soeharto. Dalam perjalanan sejarah dapat disarikan bahwa sejarah
perjuangan nasional termasuk didalam sejarah TNI mempunyai peran penting dalam
meningkatkan jiwa dan semangat serta memperkuat jati diri bangsa dalam mencapai
tujuan nasional. Karena dengan belajar sejarah masyarakat bangsa diharapkan mampu
bersikap serta bertindak arif dan bijaksana dalam menghadapi masa depan sehingga
dengan mengunjungi sebuah museum di antaranya adalam Museum FATAHILLAH
yang merupakan Museum yang berada dalam lingkungan Pusjarah TNI, menyajikan
peninggalan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya sejarah perjuangan TNI
dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan melalui diorama-diorama
sehingga kita bisa membayangkan peristiwa yang terjadi dahulu dengan melihat
diorama.

3.2 SARAN

27
Karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kesalahan kata maupun
kekurangan bahan materi penelitian, karena terbatasnya kemampuan saya
sendiri dalam penyusunan. Oleh karena itu, diharapkan pada semua pihak
untuk memberikan saran yang membangun, bimbingan yang bermanfaat, serta
kritik untuk perbaikan dalam penyusunan karya tulis ilmiah selanjutnya. Kritik
akan sangat bermanfaat guna memperbaiki penulisan sebuah karya tulis agar
kedepannya lebih sempurna lagi dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik maupun secara non akademik.

28

Anda mungkin juga menyukai