Anda di halaman 1dari 36

MUSEUM SEJARAH JAKARTA

FATAHILLAH KOTA TUA

Dosen Pengampu :
Umi Kholisya, S.Hum., M.Pd.
Mata Kuliah :
Kapita Selekta Sejarah
Disusun Oleh :
Kelompok 1

Retno Harum Palupi 201915500090

Dinda Febrianty 201915500100

Ajeng Triasari 201915500115

Daffa Dev Pierro 201915500141

Silvia Rahmi Nurhamidah 201915500153

Yon Satrio Prakoso 201915500154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2022
i

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kunjungan “Museum Kota Tua” pada
mata kuliah Kapita Selekta Sejarah.
Dalam proses penyusuan tugas ini kami menjumpai hambatan, namun berkat dukungan
material dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Umi Kholisya, S.Hum., M.Pd selaku Dosen pada mata
kuliah Kapita Selekta Sejarah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami.
Tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak kami harapkan demi kemajuan penulis selanjutnya dan semoga
tugas ini berguna bagi pembaca.

Jakarta, 22 Desember 2022

Penulis Kelompok 1
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................................................
B. Tujuan Kegiatan.................................................................................................................
C. Manfaat Kegiatan...............................................................................................................
D. Waktu Pelaksanaan dan Tempat Kegiatan..........................................................................
E. Persiapan dan Rencana Kegiatan........................................................................................
F. Peserta Kegiatan.................................................................................................................
G. Kesulitan dan Hambatan ....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................
A. Profil Museum Sejarah Jakarta.............................................................................................
B. Deskripsi Objek Sejarah yang dikunjungi (Individu)..........................................................
C. Relevansi Objek dengan mata kuliah Kapita Selekta Sejarah.............................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................................
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jakarta sebagai ibu kota Negara Indonesia dikenal sebagai kota metropolitan.
Namun, di balik kesan kota modern itu ada sebuah sisi lain dari kota ini. Sebuah
wilayah bersejarah yaitu Kota Tua Jakarta. Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan
sebutan Batavia Lama. Kota ini adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia.
Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan
Jakarta Barat.

Selain perjalanan sejarah, tempat ini juga meninggalkan berbagai macam


warisan budaya. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya bangunan peninggalan zaman
Kolonial Belanda yang dapat dirasakan dari gaya arsitektur serta penataan kotanya.
Jakarta Lama dulunya dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena
lokasinya yang strategis dan sumber dayanya yang melimpah. Tidak hanya cagar
budaya berupa bangunan bersejarah, banyak budaya lain yang terbentuk di kawasan
ini.

Wisata yang dapat dilakukan di dalam Kota Tua ini antara lain wisata sejarah,
wisata bangunan, wisata jajanan, wisata malam, wisata edukasi dan masih banyak
lagi. Bagi pencinta fotografi Kota Tua dapat dijadikan lokasi hunting foto. Di dalam
kota ini antara lain terdapat Museum Wayang, Museum Sejarah Jakarta, Toko Merah
dan lain-lain. Para wisatawan dan pengunjung dapat menemukan barang-barang unik
dan kuno seperti sepeda onthel. Terdapat berbagai macam pertunjukan seni, teater,
dan yang paling dominan adalah orang-orang yang bergaya seperti batu dan
menggunakan pakaian yang unik. Tempat ini cocok dijadikan pilihan berwisata
keluarga maupun bersama teman-teman. Kota Tua bahkan telah diakui oleh dunia dan
ditetapkan oleh UNESCO sebagai nominasi dalam salah satu World Heritage Centre
dan sebagai daya tarik utama wisata Jakarta. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kota
Tua telah melakukan berbagai upaya promosi. Dinas pariwisata provinsi DKI Jakarta
juga membuat sebuah web yang didalamnya tersedia informasi singkat mengenai
sejarah dan beberapa bangunan di wilayah kota tua secara garis besar.

B. Tujuan Kegiatan
2

Adapun tujuan dari kegiatan ini, yaitu:


1. Museum memiliki peran penting dalam proses pembelajaran sejarah dan sebagai
sumber belajar.
2. Kehadiran museum akan mampu mengubah proses pendidikan sejarah dari suatu
proses kajian terhadap barang jadi (cerita sejarah) kepada proses yang
berhubungan dengan barang dasar (sumber).
3. Sangat membantu para mahasiswa untuk mengenal lebih jauh tentang apa saja
yang terjadi pada masa kolinial yag terdapat dalam museum tersebut.

C. Manfaat Kegiatan
Museum fatahilllah adalah museum yang memiliki koleksi tentang perjalan
sejarah jakarta dari masa kolonial sehingga manfaat dari museum fatahillah kita bisa
menambah wawasan kita tentang perjalanan sejarah jakarta pada masa kolonial
(historiografi kolonial jakarta) dan masih bnyak manfaat lain misalnya untuk rekreasi
sambil belajar, tempat berfoto karena museum fatahillah dan sekitarnya ini memiliki
arsitektur kuno yang masih terawat dan klasik, serta dapat menambah keingintahuan
terhadapat pembelajaran sejarah, selain itu manfaatnya juga kita jadi lebih engetahui
apa yang sebenarnya terjadi pada masa kolonial.

D. Waktu Pelaksanaan dan Tempat Kegiatan


Dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2022. Tempatnya di Museum Fatahillah,
dan berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, RT07/RW 07, Pinangsia,
Tamansari, Jakarta Barat, DKI Jakarta.

E. Persiapan dan Rencana Kegiatan


Persiapan dan rencana yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan adalah
Berkumpul di dekat stasiun Jakarta kota dan menyiapkan buku catatan serta kamera
handphone untuk mencatat dan mengabadikan sejarah penting dari berbagai
peninggalan yang ada di Museum Sejarah Jakarta. Dikarenakan selama kegiatan
kunjungan berlangsung, kami akan didampingi oleh tour guide dari Museum Sejarah
Jakarta. Tour guide akan menjelaskan mengenai sejarah peninggalan dari kegiatan
awal kami memasuki kawasan museum hingga kegiatan akhir.

F. Peserta Kegiatan
3

Peserta kegiatan berkunjung ke Museum Jakarta atau Kota Tua kali ini adalah
seluruh mahasiswa kelas R7A dan R7B Program Studi Pendidikan Sejarah.

G. Kesulitan dan Hambatan


Adapun kesulitan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan ini, yaitu:
1. Peserta kegiatan merasa terganggu dengan situasi didalam museum karena
keadaan didalam museum ini sangat panas dan membuat gerah.
2. Banyaknya pengunjung yang melakukan kegiatan ini membuat keadaan museum
menjadi penuh dan membuat peserta lelah menunggu antrian.
3. Dalam penyampain terkait penjelasan objek oleh tour guide terlalu panjang, yang
membuat peserta kebingungan dalam memahami cerita sejarah dari setiap onjek
tersebut.
4. Peserta mudah bosan dan lelah dengan kunjungan museum ini.
5. Waktu kegiatan yang dilakukan masih bentrok dengan kegiatan PPL mahasiswa,
sehingga masih ada mahasiswa yang tidak bisa mengikuti.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Museum Sejarah Jakarta
Museum Sejarah Jakarta telah menjadi saksi dari berbagai peristiwa yang terjadi
sejak pendiriannya hingga masa kini. Gedung balaikota atau MSJ ini dibangun oleh
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Awalnya gedung ini dipergunakan
sebagai balaikota, atau dalam bahasa Belanda disebut stadhuis. Gedung balaikota di
Batavia itu sendiri telah mengalami berbagai perubahan baik dari lokasi maupun
arsitektur.
Balaikota pertama didirikan di sebuah bidang tanah di sebelah timur Sungai
Ciliwung. Balaikota pertama tersebut tidak jauh dari jembatan gantung yang masih
terlihat sampai sekarang, yaitu Jembatan Kota Intan. Lantai dua gedung tersebut
berfungsi sebagai gereja. Lokasi balaikota pertama terlalu dekat dengan laut walaupun
aksesnya menjadi lebih mudah karena dekat dengan kapal-kapal yang dapat masuk ke
Sungai Ciliwung. Pada 27 April 1626, Gubernur Jenderal VOC Pieter De Carpentier
(1623-1627) memutuskan untuk membangun balaikota baru untuk menggantikan
gedung yang pertama. Balaikota kedua ini berdiri tepat dimana Museum Sejarah
Jakarta berdiri sekarang. Peletakan batu pertama diletakkan pada 30 Mei 1626. Tiga
orang yang berhubungan erat dengan gedung balaikota yang berdiri megah di Taman
Fatahillah saat ini yaitu Willem Jorizoon Van Der Velde sebagai arsitek, Jan Fredrick
Kemmer sebagai pemborong dan mandor kayu, dan Frank Van Balen yang
merenovasi penjara.
Belum genap seabad, bagunan balaikota dipugar kembali untuk mendapatkan
suasana baru yang lebih modern. Pemugaran juga dilakukan karena bangunan
balaikota sebelumnya lebih kecil dan sederhana sehingga tidak panyas bagi sebuah
kota yang termasyhur seperti Batavia. Pemugaran dimulai di masa Gubernur Jenderal
VOC Joan Van Hoorn (1704-1709) pada 23 Januari 1707 dan selesai pada masa
Gubernur Jenderal VOC Abraham Van Riebeeck (1709- 1713) pada 10 Juli 1710.
Museum ini berlamat di Jalan Taman Fatahillah No.1, Kota Jakarta Barat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11110, tepat berada pada kawasan Kota Tua Jakarta.
Luasan bangunan sekitar 1.300 m2 dengan disain bangunan, yang terinspirasi Istana
Dam di Amsterdam. Museum ini, bergaya arsitektur Neoklasik. Pintu masuk berada di
Jalan Pintu Besar Utara atau sisi Barat gedung museum, kawasan akses masuk ramah
untuk pejalan kaki. Untuk parkir, tersedia tempat parkir terpadu terdekat, berada di
5

kawasan Taman Kota Intan di Jalan Cengkeh, yang dapat menampung mobil, motor
maupun bus dengan tarif parkir resmi.
Pada museum ini tersedia berbagai fasilitas-fasilitas, baik yang utama, yaitu:
ruang-ruang display atau ruang pameran tetap, maupun penunjang, seperti: auditorium
(kapasitas 50 orang), cafeteria, toko-toko souvenir, dan musholla. Pada area display
digunakan alur linimasa atau timeline, yang sangat berguna untuk memberikan
informasi sejarah secara urut. Lantai 1 menampilkan sejarah dari masa prasejarah
Jakarta pada tahun 3500 SM sampai Jakarta tahun 1950, sedangkan pada lantai 2,
sebagian besar digunakan sebagai ruang display koleksi-koleksi miniatur perabotan
dari masa awal Batavia dan perabotan dari gedung Balai Kota), yang sekarang
menjadi Museum Fatahillah.
Selain fasilitas-fasilitas, yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat bagian
bangunan, yang cukup menarik perhatian pengunjung museum, yaitu penjara bawah
tanah, dimana dalam sejarahnya baru dibangun setelah bangunan ini difungsikan
sebagai dewan pengadilan. Kondisi penjara terbilang kecil dan gelap, dan pada masa
itu digunakan untuk menampung tahanan sampai 70 orang. Hal ini menyebabkan
mereka hidup berdesak-desakan, dan banyak tahanan, yang menderita sakit bahkan
meninggal, serta jasadnya dimasukkan didalam sumur, yang ada di depan penjara.
Mayoritas tahanan merupakan orang asli pribumi, yang mencoba untuk melawan para
penjajah dan 9 tahanan tersebut dibedakan ruangnya antara wanita dan pria. Pangen
Diponegoro yang merupakan salah satu pahlawan juga pernah menjadi tahanan di
penjara bawah tanah ini.
B. Deskripsi Objek Sejarah Yang Dikunjungi
1) Retno Harum Palupi (201915500090)
6

Beberapa gambar diatas menjelaskan letak posisi kamar Pangeran Diponegoro


seperti apa yang beliau inginkan, ada payung khusus bangsawan, kandang burung,
meja makan, dan tempat tidur sederhana. Selama dikamar Pangeran Diponegoro
menulis beberapa surat yang ditujukan satu pada Ibunya, Anak sulungnya, dan
dua diantara nya ditujuka untuk senjata yang beliau pegang selama memerangi
Penjajah Belanda. Selama pengansingan Pangeran Diponegoro tidak pergi
sendirian melainkan ada beberapa pengikut mulai dari keluarga, dan diluar
keluarga. Tidak hanya itu mereka selama diasingkan juga menerima penghasilan
sesuai dengan lamanya mereka ikut Pangeran Diponegoro.
7

2) Dinda Febrianty (201915500100)

Gambar diatas merupakan penjara bawah tanah. Suatu penjara bawah tanah yang
menyeramkan!Tentunya tak asing bila mendengar nama museum ini. Ya museum
Fatahillah yang menjadi ikon kota Jakarta ini berada di kawasan kota tua,dulunya
kawasan ini adalah kawasan pusat pemerintahan sewaktu Belanda masih berkuasa di
Indonesia. Museum Fatahillah sendiri dulunya adalah balai kota dimana gubernur
Batavia (nama Jakarta dulu) melakukan aktivitas pemerintahannya.Untuk
mencapainya kamu hanya perlu naik busway jurusan kota dan berhenti di perhentian
terakhir. Kemudian sedikit berjalan kaki (tidak sampai 10 menit dari halte busway) ke
kawasan Kota Tua dan kamu akan menemukan Museum Fatahillah!Museum ini
dikelilingi oleh Museum Seni Rupa, Museum Wayang, Museum Pos dan beberapa
kafe-kafe khas Jakarta yang sebagian dikunjungi orang asing. Untuk masuk ke
Museum Fatahilah, pengunjung dikenakan biaya administrasi sebesar 5.000 rupiah.
Pertama kali menginjakkan kaki di sini sangat terasa panas udaranya karena museum
ini tidak memiliki pendingin ruangan.Museum Fatahillah menjadi salah satu saksi
sejarah Jakarta atau dikenal Batavia dulu. Banyak tersimpan lukisan orang belanda
dan benda peninggalan sejarah yang dulu digunakan, seperti meja, kursi dan guci.
Ada juga meriam yang berada di belakang museum. Museum ini sempat mengalami
pemugaran karena ada beberapa bagian dalam gedung yang mengalami kerusakan.
Terdiri dari 2 lantai dan dari atas museum ini kita dapat melihat suasana di depan
8

museum yang menyerupai alun-alun dengan banyak warga Jakarta yang


menghabiskan waktunya untuk bersantai sejenak atau berfoto-foto di
sana.Menariknya, di belakang museum ini terdapat penjara bawah tanah, khusus
wanita dan pria yang terpisah. Penulis pun mencoba melihat penjara bawah tanah
untuk wanita, terkesan seram dan masih dibiarkan apa adanya.Terdapat genangan air
yang berada di penjara wanita. Penjara wanita ini pun sangat kecil dan sempit dengan
ukuran hanya 6x 9 meter. Konon, dulu penjara ini dihuni sekitar 40-50 orang di dalam
nya dan mereka dibiarkan begitu saja tanpa diberi makanan dan minuman, sebagian
dari tahanan ini meninggal sebelum adanya proses persidangan. Tahanan yang sempat
merasakan dinginnya penjara wanita ini, dikabarkan pahlawan wanita dari Aceh, Cut
Nyak Dhien.Beralih ke penjara pria, menurut penulis dari segi ukuran lebih
manusiawi penjara pria karena lebih besar dan terdapat beberapa ruang penjara pria
yang berjejer. Di dalam penjara ini, masih terdapat bola-bola berat yang dulu
digunakan untuk mengikat kaki para tahanan agar tidak melarikan diri. Namun dalam
penjara ini, tidak terdapat lampu sama sekali sehingga ketika penulis masuk ke
dalamnya sangat gelap dan hawa di dalam penjara tersebut yang tidak enak.Coba
lewatkan akhir pekanmu dengan mengunjungi museum ini dan masuk ke dalam bekas
penjara tersebut! Sangat seru dan tentunya akan jadi pengalaman tak terlupakan
mengingat museum inilah salah satu saksi sejarah kota Jakarta.

Selanjutnya ada terbentuknya Batavia. Batavia didirikan di pelabuhan bernama


Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten,
bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kelapa, dan merupakan salah satu titik
9

perdagangan Kerajaan Sunda. Dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan


perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di wilayah Nusantara. Nama
Batavia dipakai sejak sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika Hindia
Belanda jatuh ke tangan Jepang. Sebagai bagian dari de-Nederlandisasi, nama kota
diganti menjadi Jakarta. Bentuk bahasa Melayunya, yaitu "Betawi", masih tetap
dipakai sampai sekarang. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat.
Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di
selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh
banyak parit.

Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-
mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar
Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara
lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (1628-1629) yang tidak mau
pulang. Batavia atau Batauia adalah ibu kota Hindia Belanda, yang wilayahnya kini
kurang lebih menjadi Jakarta, ibu kota Indonesia. Nama Batavia berasal dari suku
Batavia, sebuah suku Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein pada
Zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah
keturunan dari suku ini.

Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal
Belanda yang dimililki perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische
Compagnie atau VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinakhodai oleh Kapten
Adriaan Jakobsz. Kapal tersebut kini berada di sebuah museum di Fremantle,
Australia. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat.
Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci
darurat menuju kota Batavia ini.
10

Berikutnya ada kelomppok masyarakat Batavia. Adapun penduduk Batavia pada abad
18 M terbagi dalam enam kelompok besar yang terdiri dari orang Eropa, Mestizo atau
Eurasia (indo), Timur Asing (Cina), Mardiker, dan orang pribumi.

Ini adalah foto saya dengan latar belakang tulisan yaitu banda neira.

Banda Neira adalah salah satu pulau di Kepulauan Banda, yang terletak di provinsi
Maluku Indonesia. Kota ini terletak di pulau pusat Bandas, Banda Neira. Banda Neira
pernah menjadi pusat perdagangan pala dan gada, karena Kepulauan Bandas adalah
satu-satunya sumber rempah-rempah yang berharga ini sampai pertengahan abad ke-
19. Kota modern ini didirikan oleh anggota Perusahaan India Timur Belanda sebagai
ibu kota dari Provinsi Kepulauan Banda. Belanda memaksa keluar atau mengusir
sebagian besar penduduk asli suku asli untuk mengeksploitasi sumber daya yang
menguntungkan ini.
11

Foto selanjutnya yaitu saya beroto di depan tuisan beserta gambar balaikota kembar
atau twin city hall.

Foto berikutnya yaitu wabah di Batavia serta masalah lingkungan yang terjadi di
Batavia ini berhubugan dengan akan beakkhirnya masa koloialisme yang terjadi
ppada masa itu.

Dan yang terakhir yaitu bangkrutnya VOC dan kemunduran Batavia.


Dengan demikian, faktor yang menyebabkan VOC mengalami kemuduran hingga
dibubarkan adalah adanya korupsi, adanya perdagangan ilegal, anggaran biaya
pegawai dan perang yang terlampau besar, kalah saing dengan perserikatan dagang
lainnya, serta ternjadinya pendudukan Prancis di Belanda. kemudian dilakukan oleh
12

banyak oknum pejabat VOC dan di hampir di seluruh sektor


perniagaan. VOC menjadi sarang koruptor. Sejak itulah korupsi kian ganas dan
merajalela di Batavia. Pada 31 Mei 1799, akibat utang-utang yang menumpuk
(sebesar 140 juta Gulden), VOC dinyatakan bangkrut.

selanjutnya Batavia mengalami kemunduran dalam lingkungan fisik perkotaannya,


sehingga mendapat julukan lain yang berkebalikan dari julukan sebelumnya, yaitu
“Kuburan Orang Belanda”.

Perubahan lingkungan perkotaan Batavia dari abad 16 – 18 M, menurut beberapa ahli


dilatarbelakangi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain
disebabkan oleh rekayasa lingkungan alam Batavia yang menggunakan teknologi
Eropa (Belanda), terutama sistem kanal dan parit yang difungsikan untuk
mengeringkan lahan rawa, mencegah banjir, mempertinggi permukaan lahan, serta
sebagai sarana pertahanan dan transportasi. Faktor eksternal lebih banyak disebakan
oleh akibat ikutan yang timbul dari faktor internal. Kota yang semula berfungsi
sebagai pusat pemerintahan serta perdagangan lokal dan regional berkembang
menjadi pusat perdagangan internasional, perbentengan dan pusat pemerintahan
kolonial. Perubahan fungsi tersebut menyebabkan Batavia menjadi lebih terbuka
terhadap imigran luar dan asing, sehingga menimbulkan pertambahan jumlah
penduduk yang pada akhirnya juga mendorong perluasan areal kota. Penduduk kota
menjadi lebih heterogen dan muncul kelompok-kelompok etnis yang berbeda sosio
kulturalnya, yang pada akhirnya memunculkan nilai-nilai baru di Batavia (Haris,
2007).

Tidak ada data resmi dan akurat mengenai jumlah penduduk Kota Batavia pada abad
18 M. F. de Haan memperkirakan jumlah penduduk Kota Batavia pada tahun 1700
sampai 1730 adalah antara 30.000 – 35.000 jiwa dengan jumlah 10.000 – 15.000 jiwa
di antaranya tingal di luar benteng. Sedangkan Valentijn melaporkan bahwa penduduk
Kota Batavia pada  tahun 1722  sekitar 100.000 jiwa yang terdiri dari berbagai bangsa
dan suku bangsa (Haris, 2007).

Seperti lazimnya masyarakat perkotaan, kelompok-kelompok masyarakat di Kota


Batavia menempati daerah-daerah kelompoknya sendiri dan terpisah dengan
kelompok etnis lain. Jejak kehidupan sosial masa itu masih dapat dilihat melalui
sejumlah nama daerah (toponim) di Jakarta yang menggunakan nama-nama suku
13

bangsa atau kelompok etnis. Data kompeni tahun 1779 menyebut jumlah penduduk
Batavia sebanyak 172.682 jiwa. Data pada tahun tersebut menggambarkan 89%
penduduk tinggal di luar benteng, dan dari 89% tersebut, 59% di antaranya tinggal di
bagian depan sebelah barat kota. Data itu juga menggambarkan bahwa pada abad 18,
permukiman penduduk terutama berkembang ke arah barat kota. Adapun penduduk
Batavia pada abad 18 M terbagi dalam enam kelompok besar yang terdiri dari orang
Eropa, Mestizo atau Eurasia (indo), Timur Asing (Cina), Mardiker, dan orang
pribumi.

Orang Belanda tidak menempati lokasi khusus untuk tempat tinggalnya. Mereka dapat
tinggal dimana saja, di dalam atau pun di luar benteng, meskipun gambaran dari data
abad 18 M memperlihatkan bahwa orang Belanda di luarkota lebih banyak bertempat
tinggal di depan kota sebelah timur dan selatan. Orang Mestizo dan Eurasia banyak
bertempat tinggal di dalam kota sisi timur dan di timur bagian depan kota. Setelah
peristiwa kerusuhan tahun 1740, orang-orang Cina dilarang tinggal di dalam kota
Batavia. Pada tahun 1766, untuk pertama kalinya diangkat Kapiten dari golongan
Cina peranakan. Nama kapiten tersebut menggunakan nama pribumi. Meskipun
begitu, orang Cina peranakan tetap tinggal terpisah, menyebar di sejumlah kampung
dan beribadat menggunakan rumah ibadat atau masjid di kampung tempat mereka
tinggal. Baru pada tahun 1786, orang Cina peranakan membangun masjid di atas
tanah milik Kapiten mereka, di sebelah timur Molenvliet. Saat ini masjid Cina
peranakan tersebut dikenal sebagai Masjid Kebun Jeruk (Haris, 2007).

Masuk dalam kelompok timur asing lainnya adalah orang Moor. Sebutan Moor pada
awalnya digunakan untuk menyebut orang-orang Islam dari Kalingga, Koromandel,
India. Tapi de Haan juga menggunakan sebutan ini untuk menyebut orang-orang
Islam dari daerah lain seperti Gujarat, Benggala, Parsi, dan orang-orang Arab. Mereka
umumnya adalah pedagang tekstil (Haris, 2007).

Dalam kelompok orang pribumi, etnis Jawa memiliki jumlah terbesar. Mereka
bertempat tinggal di luar benteng, di sekitar Kali Krukut, dan di sebelah utara kota
bagian barat. Orang Bali juga memiliki jumlah yang besar, mereka bertempat tinggal
di sejumlah kampung di luar kota, yaitu Kampung Krukut, Kampung Angke, dan
Kampung Pisangan Batu, yang menurut de Haan telah ada sejak tahun 1687. Satu
kampung baru untuk orang Bali adalah Kampung Gusti yang dibangun pada tahun
14

1709 (Haris, 2007). Menurut data tahun 1779, Etnis Banda bertempat di luar benteng
kota, terutama di depan kota bagian barat dan timur. Pada tahun 1715, diberitakan
adanya satu masjid di luar pintu gerbang Roterdam (timur bagian depan kota) sebagai
tempat ibadah orang Banda yang memeluk agama Islam (Haris, 2007).

Meskipun faktor ras, etnis, dan profesi dominan dalam pengelompokan penduduk dan
masyarakat kota pada masa VOC, faktor agama pun ikut berperan, baik dalam
pengelompokan penduduk maupun alokasi pekerjaan. Batas-batas wilayah yang
didasarkan pada perbedaan agama, tidak hanya tampak pada kehidupan sosial-
ekonomi. Hak-hak warga masyarakat yang beragama Kristen, termasuk budak,
dilebihkan, demikian juga dalam permukiman. Pada umumnya, banyak penduduk
yang beragama Islam bermukim di sisi depan kota bagian barat, sedangkan orang
Kristen bermukim atau dimukimkan di sisi depan kota bagian timur yang tercermin
pada sejumlah peninggalan sejarah dan purbakala berupa gereja dan masjid. Dengan
melihat gambaran heterogennya Batavia di masa lalu, tidak mengherankan jika
kondisi tersebut tetap bertahan pada saat ini.

3) Ajeng Triasari (201915500115)

Saya foto di depan Batu Timbangan dan Alat Ukur Bata. Batu Timbangan Batavia ini
pada abad ke-18 ternyata telah mengenal sistem timbangan dengan menggunakan
pemberat. Pemberat ini sendiri dibuat oleh pemerintah Batavia dalam satu set. Pada
masing-masing perrnukaannya terdapat tanda X,V,IIII,III dan II K yang sama dengan
ukuran berat sebesar 5 kg, 2,5 kg, 2 kg, 1,5 kg, dan 1 kg. Jika diperhatikan, pada tiap-
tiap batu timbangan terdapat ukiran pedang dan bunga mawar. Ukiran ini adalah
simbol resmi pemerintah Batavia untuk batu timbangan yang mereka buat.
Sedangkan Alat Ukur Bata tidak hanya bertugas untuk membuat standar bentuk
genteng. Seorang Juru Tera juga bertugas untuk membuat standar ukuran bentuk bata
yang digunakan untuk mendirikan bangunan. Juru tera yang bertugas untuk membuat
bentuk bata ini bernama Abraham Crena pada tahun 1709. Bentuk alat ukurnya
15

berupa bingkai persegi panjang dengan hiasan cantik berupa kepala naga. Bagian
dalam bingkai inilah yang dijadikan sebagai standar bentuk bata.

Saya foto di depan lemari buku Schepenkast. Lemari ini asli yang digunakan oleh
Dewan Pengadilan. Jadi dewan ini berkantor di Kastil Batavia tetapi kemudian
berpindah ke Balai Kota, tepat di ruangan ini. Pada sebuah catatan rapat, para anggota
dewan pengadilan mengeluhkan kurangnya tempat penyimpanan berkas dan buku
perpustakaan mereka, pada tahun 1747 lemari inipun dipesan. Pengerjaannya
memakan waktu satu tahun dengan sepuhan emas dan ukiran yang detail. Sisi kiri
atasnya dihiasi dengan patung Dewi Keadilan, sedangkan sisi kanan atas berhiaskan
patung Dewi Kebenaran. Pada bagian atas terdapat 14 lambang dari anggota Dewan
Pengadilan pada masa itu.

Diatas adalah foto Cara Pemakaian Alat Batu. Alat serpih, baik yang diretus maupun
tidak, biasanya mempunyai ukuran yang cukup nyaman untuk dipegang dengan
tangan, terutama dengan telunjuk, jari tengah dan jempol. Serpih berukuran besar
dipakai dengan digenggam dengan seluruh tangan. Serpih dapat digunakan untuk
16

mengiris, memotong, meraut, atau mengupas sesuatu. Sementara, beliung dalam


pemakaiannya harus diikatkan pada gagang.

Diatas adalah Patung Wijayakrama. Patung ini merupakan imajinasi sosok dari tokoh
penguasa Jayakarta yang terakhir, beliu adalah anak dari Tubagus Angke yang
merupakan cucu dari Sultan Hasannudin banten. Tahun 1618 saat pengepungan
benteng VOC di Batavia yang dibantu oleh pihak Inggris dan banten saat itu
Gubernur Jenderal J.P. Coen melarikan diri ke Maluku, dan yang bertahan dibenteng
tersebut adalah seorang kepercayaan dari J.P. Coen yang bernama Pieter van Der
Brug, maka terjadilah penangkapan beliu oleh pasukan Jayakarta, sehingga Jayakarta
meminta tebusan kepada VOC, namun yang terjadi malah sebaliknya, sejak kejadian
tersebut pihak banten justru menyalahkan Wijayakrama karena rumor yang beredar
apabila benteng VOC ditaklukan akan diberikan kepada pihak Inggris dan saat itu
terjadilah pencopotan jabatan dan akhirnya raden Wijayakrama diasingkan ke desa
katengahan banten sampai akhir hayatnya.

Diatas adalah foto Cara Pembuatan Alat Batu. Alat-alat batu sederhana, seperti serpih
dibuat dengan memukulkan perkutor (alat pemukul) dari batu kerakal atau tanduk
pada sebongkah batu yanga akan dijadikan alat. Pecahan-pecahan yang dihasilkan
memiliki berbagai bentuk dan ukuran, dan disebut serpih. Serpih yang mempunyai
bagian tajaman yang baik kemudian dijadikan alat tanpa dimodifikasi. Kadangkala,
bagian tajaman diserpih (diretus) lebih lanjut agar dapat berfungsi dengan lebih baik.
17

Alat batu yang lebih maju, seperti beliung dibuat dalam beberapa tahap. Pada tahap
pertama batu inti yang menjadi calon beliung dipangkas untuk menghasilkan bentuk
dasar suatu beliung. Calon beliung ini bentuknya persegi dan seluruh permukaannya
menunjunkkan faset-faset pelepasan serpih. Bila ukuran dan bentuk yang diinginkan
telah diperoleh, baru calon beliung ini diupam sampai menghasilkan bentuk akhirnya.
Pengumpaman biasa dilakukan dengan menggosok calon beliung pada permukaan
batuan yang tidak sekeras bahan calon beliung tersebut.

Diatas adalah foto Tulisan yang ada di Prasasti Tugu. Prasasti Tugu merupakan
prasasti terpanjang yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja Purnawarman, Raja Kerajaan
Tarumanegara. Ditemukan pada tahun 1878 di Kampung Batu tumbuh, kecamatan
Koja, Jakarta Utara. Melalui Prasasti Tugu diketahui bahwa Raja Purnawarman
memerintahkan untuk menggali Sungai Gomati yang panjangnya 6122 busur (±12km)
dalam waktu 21 hari, selain Sungai Candrabhãgã yang telah digali sebelumnya.
Sungai Chandrabhagã oleh para ahli dikaitkan dengan kali Bekasi pada masa kini.
Bambang Sumadio (1993:41) memperkirakan bahwa pada saat penggalian sungai
tersebut sedang terjadi musim kemarau, sehingga penggalian Sungai Gomati
merupakan salah satu upaya untuk menghindari banjir yang saat itu menjadi ancaman
di masa pemeriantahan Purnawarman, sekaligus mengatasi kekeringan yang terjadi di
musin kemarau. Prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti Taruma yang ditemukan
di pantai utara Jawa Barat. Penemuan Prasasti Tugu ini turut menguatkan kisah
sejarah hahwa Jakarta di masa lalu merupakan hagian dari kerajaan turtua dan sangat
berpengaruh, yaitu Tarumanegara, sebelum kemudian berganti menjadi Kerajaan
Sunda. Prasasti Tugu yang asli disimpan di Museum Nasional, dan yang berada di
Museum Sejarah Jakarta merupakan replika dan prasasti asli.
18

Diatas adalah foto Rekaman Kehidupan Di Batavia Dalam Sketsa Dan Litografi
Beserta Penjelasannya.

Diatas adalah Foto saat Masa Bercocok Tanam beserta penjelasannya.

4) Daffa Dev Pierro (201915500141)

KERAJAAN TARUMANEGARA
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, para ahli meyakini letak pusat
Kerajaan Tarumanegara kira-kira di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Dari
namanya, Tarumanegara dari kata taruma, mungkin berkaitan dengan kata tarum
19

yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat
yakni Sungai Citarum. Kebanyakan ahli yakin kerajaan ini pusatnya dekat kota Bogor
Jawa Barat.

Letak geografis kerajaan Tarumanegara adalah di wilayah pulau Jawa bagian barat,
yang sekarang masuk wilayah provinsi Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Tarumanegara
adalah kerajan bercorak Hindu yang berdiri di pulau Jawa bagian barat pada abad ke 5
M.
Raja Tarumanegara yang paling terkenal adalah raja Purnawarman, yang
meninggalkan berbagai prasasti, sebagai bukti kejayaan kerajaan ini.
Kerajaan ini adalah merupakan kerajaan Hindu Buddha tertua di pulau Jawa.
Beberapa peninggalan Tarumanegara ini misalnya Prasasti Muara Cianten, Prasasti
Pasir Awi, Prasasti Cidanghiang, dan Parasasti Jambu Kerajaan Tarumanegara mulai
mundur setelah meninggalnya raja Purnawarman. Kemudian pada tahun 670 M,
Tarumanegara dibagi menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh,
dengan sungai Citarum sebagai batasnya.
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara:
1). Prasasti Ciaruteun, Prasasti Ciaruteun ditemukan di tepi aliran Sungai Ciaruteun
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Prasasti Ciaruteun ini dikenal dengan adanya
bekas jejak kaki Raja Purnawarman. Prasasti ini ditulis dalam aksara Wenggi atau
Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Isi Prasasti Ciaruteun terdiri dari empat baris
masing-masing 8 suku kata yang apabila diterjemahkan berbunyi: “Kedua jejak
telapak kaki yang sepeti jejak telapak kaki Wisnu ini kepunyaan penguasa dunia yang
gagah berani yang termasyhur Purnawarman Raja Tarumanagara.”

2). Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Kebon Kopi ditemukan di Kampung Muara tidak
jauh dari prasasti Ciaruteun ada sebuah prasasti di tengah perkebunan kopi milik
Jonathan Rig. Pada Prasasti Kebon Kopi ini tertera dua buah ukiran telapak kaki
gajah. Di atas prasasti ini hanya ada satu baris tulisan dengan aksara Palawa dengan
bahasa Sansekerta, yang bila diterjemahkan berbunyi: “ dua jejak telapak kaki
Airawata yang perkasa dan cemerlang, gajah kepunyaan penguasa Taruma yang
membawakan kemenangan.”
20

3). Prasasti Jambu, Prasasti Jambu ditemukan di puncak bukit Koleangkak Kecamatan
Leuwiliang Kabupaten Bogor, pada kaki bukit mengalir sungai kecil Cikasungka yang
terdapat perkebunan Jambu. Pada Prasasti Jambu di atas tulisan terdapat lukisan
sepasang telapak kaki raja Purnawarman. Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa
dan berbahasa Sansekerta yang apabila diterjemahkan berbunyi: “Lukisan dua telapak
kaki ini kepunyaan yang termasyhur setia dalam tugasnya (yaitu) raja tanpa tandingan
yang dahulu memerintah Taruma bernama Sri Purnawarman yang baju perisainya
tidak dapat ditembus oleh tumbak musuh-musuhnya, yang selalu menghancurkan kota
(benteng) musuh yang gemar menghadiahkan makanan dan minuman lezat kepada
mereka (yang setia kepadanya) tetapi merupakan duri bagi musuhmusuhnya”.
4). Prasasti Muara Cianten, Prasasti Muara Cianten ditemukan di tepi Sungai
Cisadane. Isi dari Prasasti Muara Cianten apabila diterjemahkan adalah sebagai
berikut: "Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8)
panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada Raja Sunda."

5). Prasasti Pasir Awi, Prasasti Pasir Awi ditemukan di kawasan hutan perbukitan
Cipamingkir, Kabupaten Bogor. Isi Prasasti Awi bukan berupa aksara, melainkan
berupa pahatan gambar dahan, ranting, daun, buah-buahan, serta sepasang telapak
kaki.
6). Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Cidanghiang ditemukan di Sungai Cidanghiang di
desa Lebak Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang. Pada prasasti ini terdapat
lukisan sepasang kaki Raja Purnawarman, yang apabila diterjemahkan isinya sebagai
21

berikut: “Ini tanda penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh
kepahlawanan, yang menjadi panji segala raja, yang termashur Purnawarman.”

7). Prasasti Tugu, Prasasti Tugu prasasti ini ditemukan di Batutumpu, Desa Tugu
Kecamatan Tarumajaya (Cilincing) di Kabupaten Bekasi. Isi Prasasti Tugu terdiri dari
lima baris kalimat, beraksara Pallawa dan berbahasa Sansekerta yang apabila
diartikan adalah sebagai berikut: “ Dahulu Sungai Cadhrabaga ini digali oleh
Rajadirajaguru yang berlengan kuat (besar kekuasaannya), setelah mencapai kota
yang mashur, mengalirlah ke laut. Dalam tahun ke 22 pemerintahannya makin
sejahtera, panji segala raja yeng termashur Purnawarman, telah menggali saluran
Sungai Gomati yang indah, murni airnya, mulai tanggal 8 bagian gelap bulan Palguna
dan selesai tanggal 20 bagian terang bulan Caitra, selesai dalam 20 hari. Panjangnya
6122 busur mengalir ke tengah tengah tempat kakeknya, Sang Rajeresi. Setelah
selesai dihadiahkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana.”

Tulisan yang ada di Prasasti Tugu. Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang
dikeluarkan oleh Sri Maharaja Purnawarman, Raja Kerajaan Tarumanegara.
Ditemukan pada tahun 1878 di Kampung Batu tumbuh, kecamatan Koja, Jakarta
Utara. Melalui Prasasti Tugu diketahui bahwa Raja Purnawarman memerintahkan
untuk menggali Sungai Gomati yang panjangnya 6122 busur (±12km) dalam waktu
21 hari, selain Sungai Candrabhaga yang telah digali sebelumnya. Sungai
Chandrabhaga oleh para ahli dikaitkan dengan kali Bekasi pada masa kini. Prasasti ini
merupakan satu-satunya prasasti Taruma yang ditemukan di pantai utara Jawa Barat.
Penemuan Prasasti Tugu ini turut menguatkan kisah sejarah hahwa Jakarta di masa
lalu merupakan hagian dari kerajaan turtua dan sangat berpengaruh, yaitu
22

Tarumanegara, sebelum kemudian berganti menjadi Kerajaan Sunda. Prasasti Tugu


yang asli disimpan di Museum Nasional, dan yang berada di Museum Sejarah Jakarta
merupakan replika dan prasasti asli.
Prasasti-prasasti di atas menunjukkan kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai
kerajaan pengaruh Hindu Budha di Jawa. Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara
merupakan kerajaan Hindu Budha terbesar pertama di Jawa.
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir
China yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M
membuat catatan tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma. Istilah To-lo-mo
ini tentu dimaksudkan pada kerajaan Tarumanegara. Fa Hien diketahui membuat
catatan tersebut pada awal abad ke- 5 yang mencatat bahwa aspek ekonomi Kerajaan
Tarumanegara berasal dari pertanian, peternakan, perburuan, dan perdagangan.
Dalam kehidupan keagamaan berdasarkan berita dari Fa-Hien, di Tolomo ada tiga
agama, yakni agama Hindu, agama Budha dan agama nenek moyang (kepercayaan
animisime). Raja memeluk agama Hindu, yang diperkuat dengan adanya gambar
tapak kaki raja pada prasasti Ciaruteun yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu.
Adanya dua agama dan kepercayaan tersebut menunjukkan bahwa sikap toleransi
telah dijunjung tinggi. Inilah nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Bangsa yang agamis,
namun tetap menghormati kepercayaan orang lain. Hal ini sangat wajar, mengingat
agama adalah hak asasi manusia.

Perkembangan kerajaan Tarumanegara masih dapat diketahui sampai dengan abad ke-
7M. Pada masa tersebut Tarumanegara mengirim utusan ke Cina. Selain menjalin
hubungan dagang, tentu untuk menjalin hubungan keagamaan. Perlu diingat bahwa
pada masa tersebut China telah berkembang agama Budha yang sangat pesat. Akan
tetapi dalam perkembangan setelah abad VII tidak ada keterangan yang jelas. Hanya
saja pada masa selanjutnya berkembang kerajaan-kerajaan lain seperti Pajajaran di
Jawa Barat dan Mataram di Jawa Tengah.
Bukti Peninggalan Batu pada Zaman Dahulu
23

Zaman Batu adalah masa zaman prasejarah yang luas, ketika manusia menciptakan
alat dari batu (karena tak memiliki teknologi yang lebih baik). Zaman batu juga bisa
disebut zaman sebelum manusia mengenal logam sehingga menggunakan batu
sebagai bahan utama untuk membuat peralatan.
Pembagian tersebut didasari oleh penemuan benda hasil kebudayaan manusia purba,
fosil, dan artefak. Pada Zaman Batu, manusia hidup dengan peralatan yang terbuat
dari batu. Periode ini berlangsung sangat lama, diperkirakan selama ratusan ribu
tahun. Oleh karena itu, para ahli membagi Zaman Batu ke dalam empat periode,
yaitu : Zaman Batu Tua (Paleolitikum), Zaman Batu Tengah (Mesolitikum), Zaman
Batu Muda (Neolitikum), Zaman Batu Besar (Megalitikum).

Cara Pembuatan Alat Batu. Alat-alat batu sederhana, seperti serpih dibuat dengan
memukulkan perkutor (alat pemukul) dari batu kerakal atau tanduk pada sebongkah
batu yanga akan dijadikan alat. Pecahan-pecahan yang dihasilkan memiliki berbagai
bentuk dan ukuran, dan disebut serpih. Serpih yang mempunyai bagian tajaman yang
baik kemudian dijadikan alat tanpa dimodifikasi. Bagian tajaman diserpih (diretus)
lebih lanjut agar dapat berfungsi dengan lebih baik. Alat batu yang lebih maju, seperti
beliung dibuat dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama batu inti yang menjadi
calon beliung dipangkas untuk menghasilkan bentuk dasar suatu beliung. Calon
beliung ini bentuknya persegi dan seluruh permukaannya menunjunkkan faset-faset
pelepasan serpih. Bila ukuran dan bentuk yang diinginkan telah diperoleh, baru calon
beliung ini diupam sampai menghasilkan bentuk akhirnya. Pengumpaman biasa
dilakukan dengan menggosok calon beliung pada permukaan batuan yang tidak
sekeras bahan calon beliung tersebut.
24

Cara Pemakaian Alat Batu. Alat serpih, baik yang diretus maupun tidak, biasanya
mempunyai ukuran yang cukup nyaman untuk dipegang dengan tangan, terutama
dengan telunjuk, jari tengah dan jempol. Serpih berukuran besar dipakai dengan
digenggam dengan seluruh tangan. Serpih dapat digunakan untuk mengiris,
memotong, meraut, atau mengupas sesuatu. Sementara, beliung dalam pemakaiannya
harus diikatkan pada gagang.
Dari Balai Kota Menjadi Museum Jakarta
Pada awal mulanya, balai kota
pertama di Batavia dibangun pada
tahun 1620 di tepi timur Kali Besar.
Bangunan ini hanya bertahan selama
enam tahun sebelum akhirnya
dibongkar demi menghadapi serangan
dari pasukan Sultan Agung pada
tahun 1626. Sebagai gantinya,
dibangunlah kembali balai kota
tersebut atas perintah Gubernur-
Jenderal Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe
Markt (sekarang Taman Fatahillah).

Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan pembangunan
tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat buruk.
Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan
perlahan-lahan turun dari permukaan tanah. Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah
Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang
dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai kota ketiga dilakukan oleh
Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli 1710, dua tahun
sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai kota Batavia
ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga digunakan
25

sebagai tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja) dan Raad van Justitie
(Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil
Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke
gedung pengadilan yang baru pada tahun 1870.

Balai kota Batavia juga mempunyai ruang tahanan yang pada masa VOC dijadikan
penjara utama di kota Batavia. Sebuah bangunan bertingkat satu pernah berdiri di
belakang balai kota sebagai penjara. Penjara tersebut dikhususkan kepada para
tahanan yang mampu membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun berbeda
dengan penjara yang berada di bawah gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan
minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya banyak tahanan yang meninggal
sebelum diadili di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka meninggal karena
menderita kolera, tifus dan kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun ditutup
pada tahun 1846 dan dipindahkan ke sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa
tahanan yang pernah menempati penjara balai kota adalah bekas Gubernur Jenderal
Belanda di Sri Lanka Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro. Di
akhir abad ke-19, kota Batavia mulai meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan
kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente Batavia. Akibat perluasan kota Batavia,
aktivitas balai kota Batavia dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West
(sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan dipindahkan lagi ke
Koningsplein Zuid pada tahun 1919 (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9,
Jakarta Pusat) sampai saat ini Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor
Pemerintah Jawa Barat sampai tahun 1942. Selama masa pendudukan Jepang,
bangunan ini dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah
Indonesia merdeka, bangunan ini kembali digunakan sebagai Kantor Pemerintah
Provinsi Jawa Barat disampingditempati markas Komando Militer Kota I sampai
tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi DKI Djakarta.
Pada tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini ditetapkan sebagai bangunan
Cagar Budaya.
5) Silvia Rahmi Nurhamidah (201915500153)
26

Gambar diatas menjelaskan terkait keterangan Dari Buni Ke Jabodetabek. Pada


gambar tersebut menjelaskan bahwa terdapat peninggalan arkeologi yang
ditemukan di Jakarta yang memiliki ciri yang serupa dengan Gerabah Buni.

Gambar diatas menjelaskan terkait bentuk peninggalan batu yang dijadikan


perhiasan pada zaman tersebut. Sehingga pada zaman tersebut bentuk perhiasan
yang digunakan oleh kaum wanita seperti itu yang terbuat dari bebatuan.

Gambar diatas merupakan Peta Ciela. Peta Ciela ini ditemukan oleh seorang
controleur Belanda pada tahun 1858, di desa Ciela, Palembang, Garut. K.F. Holle
yang pada saat itu menjadi administratur perkebunan teh Cikajang membuat
27

salinan peta tersebut pada tahun 1862. Menurut Holle, peta tersebut paling tidak
sudah berumur 300 tahun, sehingga kemungkinan berasal dari abad ke-16.
Pada tahun 1975, diketahui bahwa Peta Ciela yang asli telah hilang. Kemudian
berdasarkan salinan peta yang dibuat oleh Holle, peta tersebut dibuat kembali
yang ditulis diatas kain putih (boweh/kain kapan) yang kemudian dijaga oleh
masyarakat setempat.

Gambar tersebut merupakan prasasti Tugu. Prasasti ini ditemukan di daerah


kampung Tugu, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini
menjelaskan terkait pembangunan dua buah sungai pada masa kerajaan
Tarumanegara pada tahun ke 22 yang pada saat itu Raja Purnamawan yang
sedang memerintah. Adapun kedua sungai yang dimaksud tersebut yaitu sungai
Chandrabagha dan Sungai Gomati.
28

Gambar tersebut merupakan Prasasti Padrao. Padrao merupakan Batu Peringatan


Perjanjian Antara Portugis Dan Kerajaan Sunda pada tanggal 21 agustus 1522.
perjanjian ini membahas tentang perdagangan dan pertahanan, karena masa itu
Kerajaan Sunda mengalami ancaman dan kemunduran karena berdirinya
kerajaan-kerajaan islam di pulau Jawa yaitu Demak dan Cirebon.

Gambar diatas merupakan Kotak Penyimpanan. Kotak penyimpanan ini banyak


ditemukan di rumah-rumah bangsawan Batavia pada abad ke-17. Fungsi dari
kotak penyimpanan ini untuk menyimpan perhiasan hingga barang-barang yang
kecil.
29

Gambar diatas merupakan Miniatur Kursi. Kursi ini sering ada dirumah
bangsawan di Batavia pada abad ke-19. Kursi ini dihiasi dengan ornamen
berbahan kayu yang merupakan tren baru di Batavia pada masa itu. Gaya kursi ini
mengikuti gaya Raffles.

Gambar diatas merupkan Batu Timbangan. Batavia di abad ke-18 ternyata telah
mengenal sistem timbangan dengan menggunakan pemberat. Pemberat ini telah
dibuat sendiri oleh pemerintah Batavia dalam satu set.
30

Gambar diatas merupakan lukisan Van Der Parra. Beliau merupakan seorang
gubernur jenderal di Batavia. Ia dikenal sebagai seseorang yang menyukai
kemewahan dan kekayaan. Pada masa kepemimpinannya mulai berkembang
pesat kegiatan korupsi. Dan beliau wafat pada tahun 1775 di Waltevreden
(Lapangan Bnatemg).

6) Yon Satrio Prakoso (201915500154)

Padrao Merupakan Batu Peringatan Perjanjian Antara Portugis Dan Kerajaan


Sunda. Pada Tahun 1522, Gubernur Portugis Di Malaka Jorge d’Albuquerque
Mengutus Henrique Leme Untuk Mengadakan Hubungan Dagang Dengan Raja
Sunda Yang Bergelar “Samiam”. Perjanjian Antara Portugis Dan Kerajaan Sunda
Dibuat Pada Tanggal 21 Agustus 1522. Isi Dari Perjanjian Tersebut Antara Lain :
Portugis Diizinkan Untuk Mendirikan Kantor Dagang Berupa Sebuah Benteng Di
Wilayah Kalapa Dan Di Tempat Tersebut Didirikan Batu Peringatan (Padrao)
Dalam Bahasa Portugis. Kerajaan Sunda Menyetujui Perjanjian Tersebut, Selain
Karena Hubungan Perdagangan, Juga Untuk Mendapatkan Bantuan Portugis
Dalam Menghadapi Kerajaan Islam Demak. Namun Perjanjian Tersebut Tidak
Terlaksana, Karena Pada Tahun 1527 Fatahillah
Berhasil Menguasai Sunda Kelapa. Padrao ini
terbuat dari batu setinggi 165 cm. Di bagian atas
prasasti ini terdapat gambar bola dunia
(armillarium) dengan garis khatulistiwa dan lima
31

garis lintang sejajar. Lambang ini sering digunakan pada masa pemerintahan Raja
Manuel I dan João III dari Portugal. Di atas lambang tersebut terdapat gambar
trefoil kecil, yaitu tumbuhan dengan tiga daun. Pada baris pertama tulisan prasasti
tersebut terdapat lambang salib, dan di bawahnya terdapat tulisan DSPOR yang
merupakan singkatan dari Do Senhario de Portugal (penguasa Portugal). Pada
kedua baris berikutnya terdapat tulisan esferяa/Mo yang merupakan singkatan
dari Esfera do Mundo (bola dunia) atau Espera do Mundo (harapan dunia).

C. Relevansi Objek Dengan Mata Kuliah Kapita Selekta Sejarah


32

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
33

DAFTAR PUSTKA

Debby Novita Sari, Wibowo, Rika Febriani. Perancang Buku Wisata Budaya Kota Tua
Jakarta. Universitas Kristen Petra. Hlm 1. Situs Online :
https://media.neliti.com/media/publications/86374-ID-perancangan-buku-wisata-
budaya-kota-tua.pdf diakses pada tanggal 10 Desember 2022 pukul 10:10 WIB.
Fanny Siahaan. 2012. Pengenalan Bidang Arsitektur Pada Anak: “Menilik Bangunan
Bersejarah Di Jakarta; Museum Fatahillah. Situs Online:
https://repository.uki.ac.id/8753/1/LAPORANPKMMENILIKBANGBESEAJARAH
MUSEUMFATAHILLAH.pdf diakses pada tanggal 19 Desember 2022 pukul 19:00
WIB.
Adrianus Waranei Muntu. 2018. Evaluasi Pengembangan Museum Sejarah Jakarta Sebagai
Daya Tarik Wisata Sejarah. Situs Online:
https://journal.ubm.ac.id/index.php/hospitality-pariwisata/article/download/1399/1214
diakses pada tanggal 20 Desember 2022 pukul 17:00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai