Anda di halaman 1dari 17

1.

Mawaddah Utami
2. Sri Rezki Amaliya
3. Mega Syamsuri
4. Nursadila A. Sugoro
5. Sri Wahyuni
6. Musvyta Nur Aliya
7. Anisa
Pelayanan kebidanan adalah semua tugas yang menjadi
tanggung jawab praktik profesi bidan dalam sistem pelayanan
kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan kaum
perempuan. Pelayanan kebidanan yang tepat meningkatkan
keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.

Dalam sejarah, tidak dimungkiri bahwa bidan merupakan salah


satu profesi tertua yang ada di Dunia sehingga pelayanan
kebidanan pun juga berkembang sepanjang sejarah yang ada.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian
seorang ibu dan anak sangat tinggi. Pada zaman tersebut, tenaga
penolong persalinan bayi hanyalah dukun.
Tahun 1807 (zaman Jenderal Hendrik William Deandels), para dukun
telah dilatih untuk menolong persalinan, tetapi hal tersebut tidak
berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Pelayanan
kebidanan hanya diperuntukan bagi orang-orang Belanda yang ada di
negara Indonesia. Pada tahun 1849 telah dibuka pendidikan Dokter
Jawa di Batavia, lebih tepatnya di Rumah Sakit Militer Belanda. Saat itu,
ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran. Pada tahun 1889 ,
barulah ilmu kebidanan dibuka secara sukarela oleh Straat, Obstetrikus
Austria dan Masland. Seiring dengan berjalannya waktu, pada
tahun1851 telah dibuka pula pendidikan bidan bagi wanita pribumi
oleh dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Sejak saat itu, pelayanan
kesehatan untuk ibu dan anak telah dilakukan oleh dukun dan bidan.
Tahun 1952, diadakan pelatihan bidan secara formal untuk
meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Berbagai bentuk
perubahan yang berupa pengetahuan dan keterampilan mengenai
pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan melalui kursus tambahan
diseluruh masyarakat Indonesia. Kursus tersebut dikenal dengan istilah
Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta. Dengan
berjalannya pelatihan tersebut, didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan
Anak (BKIA).

BKIA berubah menjadi suatu pelayanan yang terintegrasi dalam


masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
pada tahun 1957. Puskesmas pada umumnya memberikan pelayanan
yang berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan
Keluarga Berencana.
Pembentukan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dimulai
pada Pelita l (1969-1974), akan tetapi baru berkembang pesat
dalam Pelita ll (1974-1979). Pada pertengahan 1979, terdapat 4353
Puskesmas; disamping terdapat 6593 Puskesmas Pembantu.

Tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata


kepada seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu kebijakan yang
mengaturnya dikeluarkan melalui Instruksi Presiden secara lisan
pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan
untuk penempatan di desa-desa. Beberapa tugas pokok bidan di
desa adalah sebagai seorang pelaksana kesehatan KIA, khususnya
pada pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta
pelayanan kesehatan pada bayi yang baru lahir, termasuk
pembinaan duku bayi.
Dalam melaksanakan tugas pokok, seorang bidan didesa
akan melakukan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang
membutuhkan pelayanan, mengadakan pembinaan di
Posyandu di wilayah kerja dan juga mengembangakan pondok
bersalin yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Beberapa bentuk pelayanan yang diberikan oleh bidan
desa berorientasi pada kesehatan masyarakat. Hal tersebut
akan berbeda dengan bidan yang bekerja di rumah sakit di
mana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu.
Bidan di sebuah rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik
antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga
berencana , senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin,
kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya
didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang
diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang
menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
serta kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380 atau XI atau 1963, wewenang bidan terbatas
pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas
lain.

b. Permenkes No. 363 atau XI atau 1980, yang kemudian diubah


menjadi Permenkes 623 atau 1989 wewenang bidan terbagi menjadi
dua, yaitu Permenkes khusus. Dalam wewenang khusus ditetapkan bila
bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter.
Hal ini berarti bahwa bidan, dalam melaksanakan tugasnya,
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. Pelaksanaan
Permenkes ini yaitu, bidan dalam melaksanakan praktiknya secara
perorangan dibawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572 atau VI atau 1996, wewenang ini
mengatur praktiknya, diberi kewenangan yang mandiri.
Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam
melaksanakan tindakan.
Wewenang tersebut mencakup:
1. Pelayanan kebidanan, yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
2. Pelayanan Keluarga Berencana
3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
4. KepMenKesRI No. 900 atau MenKes atau SK atau 2002 pasal 1
ayat 1 (tentang registrasi dan praktik bidan)
Untuk mencapai pelayanan kebidanan yang baik
diperlukan bidan yang berkualitas dan monitoring atau
pemantauan pelayanan yang ada dari badan konsil
kebidanan. Untuk membentuk bidan-bidan yang
berkualitas dan memiliki kemampuan penelitian,
dibutuhkan pula pendidikan kebidanan yang berorientasi
pada akademik.
Sejarah pelayanan kebidanan di Indonesia, meliputi:
1. Zaman Dahulu
a. Kehamilan
Semua wanita hamil di adakan pemeriksaan kehamilan
yang dilakukan oleh dukun bayi. Memberikan nasihat
melakukan pantangan:
1. Pantangan makanan tertentu
2. Pantangan terhadap pakaian
3. Pantangan terhadap jangan pergi malam
4. Pantangan jangan duduk didepan pintu
5. Kenduri pada hamil 3 dan 7 bulan
b. Persalinan
1. Persalinan dilakukan dengan duduk dilantai diatas tikar.

2. Ibu bersalin tidak boleh makan dan minum sampai persalinan selesai

3. Dukun mengurut perut ibu

4. Dukun membaca mantra-mantra

5. Setelah anak lahir “digebrek” atau diciprati air agar menangis

6. Tali pusat dipotong menggunakan bambu dan diberi ramuan

7. Bayi dipakaikan gurita dan bedong

8. Minuman pertama air kelapa/madu

9. Diberi makan pisang dan nasi yang dihaluskan kemudian disusui

10. Bayi tidak dimandikan sampai tali pusat lepas


c. Nifas
Setelah bersalin ibu dimandikan oleh dukun selanjutnya
ibu sudah harus bias merawat dirinya sendiri lalu ibu diberikan
jamu untuk peredaran darah dan laktasi. Cara ibu tidur
setengah duduk agar darah kotor lekas keluar. Ibu masa

nifas tidak boleh minum banyak.


d. Perawatan Bayi
Bayi diurut baru dimandikan oleh dukun selama 40 hari,
ramuan tali pusat tiap hari diganti sampai putus. Tali pusat yang
sudah lepas dibuat jimat atau obat. Bayi ditidurkan disamping
ibu, tidak boleh dibawa jauh dari rumah sebelum berumur 35
hari. Ubun-ubun besarnya tertutup tapel.
Kenduri 1 pada waktu anak baru dilahirkan, kenduri 2
dilakukan pada saat bayi berumur 5 hari saat lepasnya tali
pusat, kenduri 3 saat bayi berumur 35 hari, 7 bulan, dan 1 tahun.
Mencukur anak yang pertama setelah anak umur 35/40 hari.

Anda mungkin juga menyukai