Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya dan mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi Menurut laporan WHO pada tahun 2015, di tingkat global ditemukan 9,6 juta kasus tuberkulosis baru PATOFISIOLOGI ETIOLOGI Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna tahan asam). Diketahui bahwa manusia adalah sebagai inang (host) terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan basil tersebut. DIAGNOSIS 1. Gejala klinis/ gejala utama pasien 2. Mantoux Tuberculin Skin Test 3. Radiografi/rontgen dada 4. Pemeriksaan bakteriologis dengan meggunakan sputum 5. Pemeriksaan darah menggunakan Gamma Interferon Release Assays (IGRAs) Faktor Resiko Manifestasi Klinik Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian. Pasien TB paru juga sering dijmpai konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat badan menurun. Terapi Non Farmakologi 1. Konsumsi makanan yang bergizi 2. Tinggal dilingkungan sehat 3. Olahraga secara rutin 4. Kurangi makanan natrium dan cafein Terapi Farmakologi • Tahap Awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama (6). • Tahap Lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan (6). Jenis OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer (Gangguan saraf tepi), psikosis toksik, gangguan fungsi hati, kejang. Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome(gejala influenza berat), gangguan gastrointestinal, urine berwarna merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas, anemia hemolitik. Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout arthritis. Streptomisin (S) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout arthritis. Ethambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer (Gangguan saraf tepi). Jenis OAT Lini Kedua
GROUP Golongan Jenis Obat
A Florokuinolon 1. Levofloksasin (Lfx) 2. Moksifloksasin (Mfx) 3. Gatifloksasin (Gfx)* B OAT suntik lini 1. Kanamisin (Km) kedua 2. Amikasin (Am)* 3. Kapreomisin (Cm) Streptomisin (S)** C OAT oral lini 1. Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)* Kedua 2. Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)* 3. Clofazimin (Cfz) 4. Linezolid (Lzd)
D D1 1. OAT lini pertama 1. Pirazinamid (Z)
2. Etambutol (E) 3. Isoniazid (H) dosis tinggi D2 1. OAT baru 1. Bedaquiline (Bdq) 2. Delamanid (Dlm)* 3. Pretonamid (PA-824)* D3 1. OAT tambahan 1. Asam para aminosalisilat (PAS) 2. Imipenemsilastatin (Ipm)* 3. Meropenem (Mpm)* 4. Amoksilin clavulanat (Amx-Clv)* 5. Thioasetazon (T)* Paduan OAT KDT Lini Pertama
Obat Dosis Rekomendasi
Harian 3 kali per minggu Dosis (mg/ Maksimum Dosis (mg/ kgBB) Maksimum (mg) kgBB) (mg)
absorpsi isoniazid 2. Isoniazid Ketokonazole Isoniazid dapat menurunkan konsentrasi plasma ketokonazol 3. Rifampisin Kloramfenikol Rifampisin mempercepat metabolisme kloramfenikol (menurunkan konsentrasi plasma) 4. Rifampicin Teofilin Rifampisin mempercepat metabolisme teofilin (menurunkan konsentrasi dalam plasma) 5. Pirazinamid Sulfinpirazon Pirazinamid dapat memberikan efek antagonis terhadap efek sulfinpirazon 6. Pirazinamid Probenesid Pirazinamid memberikan efek antagonis terhadap efek probenesid
7 Levofloksasin Sukralfat Sukralfat menurunkan
absorpsi Levofloksasin
8 Levofloksasin Antasida Antasida menurunkan
absorpsi Levofloksasin
9 Amikasin Indometasin Indometasin dapat
meningkatkan konsentrasi plasma Amikasin. Study Kasus Nn. S, 30 tahun dengan pendidikan terakhir SMA berdomisili di Jl. Karang Raya Barat Nomor 17 bekerja sebagai cleaning service di perusahaan swasta. Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien datang ke Puskesmas Panjang dengan keluhan batuk beradahak sejak ± satu bulan yang lalu dan tidak kunjung sembuh. Keluhan batuk disertai dengan dahak berwarna putih kental dan sulit dikeluarkan. Keluhan batuk disertai darah disangkal. Batuk dirasakan semakin memberat pada malam hari, keluhan timbul secara tiba‐tiba dan terus‐menerus, pasien juga mengeluh disertai demam yang tidak terlalu tinggi, dan berkeringat pada malam hari. Pasien juga mengaku penurunan nafsu makan sehingga pasien merasa lemas dan mengalami penurunan berat badan. Pasien pergi berobat ke dokter dan rumah sakit untuk mengobati keluhan batuknya. Setelah mengkonsumsi obat yang diberikan keluhan batuk berkurang, tetapi setelah obat habis keluhan kembali dirasakan. Pasien merasa kebingungan mengenai pengobatan yang dijalani karena berobat ke beberapa dokter dan diberikan obat yang berbeda. Akhirnya pasien berobat kembali ke puskesmas dan dicek sputum. Hasilnya pasien dinyatakan menderita tuberkulosis. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi nafas 30 x/menit, suhu tubuh 36,9 o C, berat badan 48 kg, tinggi badan 155 cm, status gizi normal (Indeks Masa Tubuh (IMT): 20,9 kg/m2 ). Status neurologis didapatkan refleks fisiologis normal, reflek patologis (‐). Rangsang raba normal. Kekuatan otot 5/5 / 5/5. Pemeriksaan laboratorium pada pemeriksaan BTA SPS didapatkan BTA +++. Terapi Di puskesmas pasien diberiksan terapi farmakologis berupa obat paket TB (Fixed Dose Combination Fixed Dose Combination (FDC)) tiga kali sehari dan vit C dua kali sehari. Pemberian terapi tersebut dirasa sudah cukup tepat. FDC merupakan obat yang digunakan dalam pengembangan strategi directly observed treatment short course (DOTS) untuk mengontrol epidemi TB dan sudah merupakan rekomendasi dari WHO. FDC pada fase intensif dengan dosis harian berisi 150 mg rifampisin, 75 mg isoniazid, 400 mg pirazinamid, dan 275 mg etambutol. Dengan berat badan 38‐54 kg, diberikan tiga tablet dalam sehari. Pelaksanaan pembinaan pada pasien ini dilakukan dengan mengintervensi pasien beserta keluarga sebanyak tiga kali, dimana dilakukan kunjungan pertama pada tanggal 22 Januari 2016.