Anda di halaman 1dari 264

Para Mahasiswa

Prodip III PBB/Penilai PKN STAN


PERKENALAN
CURICULUM VITAE
 Nama :Drs. Darwin, MBP
 Kantor :Rumah Pribadi
 NIP :Sudah tidak ada
 Jabatan :Pensiunan PNS
 Pendidikan :S2 USA, Adelaide, SA,1992
 S1 Fekon UISU, Medan,1982

 Email :hendradarwin@yahoo.com
:darwinsupomo53@gmail.com
 HP :0815-951-2016
 WA :0878-8760-8830
MATERI:
Pajak Bumi
& Bangunan
Rencana Pembelajaran
Semester

1. Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan,


Objek, Subjek dan Wajib Pajak
2. NJOP, NJKP, Tarif, Cara Menghitung, Saat
Terutang, Tahun Pajak, Tempat Terutang
3. SPOP & LSPOP PBB P3L dan NOP PBB
4. Penilaian utk NJOP (Pendekatan Penilaian)
5. SPPT, SKP, dan STP, Pembayaran, Penagihan,
Pemeriksaan dan Penelitian PBB
6& 7. Keberatan, Banding, Pengurangan, Pembetulan
Pembatalan, Restitusi, Imbalan Bunga,
Ketentuan Bagi Pejabat, Ketentuan Pidana, Bagi Hasil 5
Rencana Pembelajaran
Semester

8. PBB sektor Perkebunan


9. PBB sektor Perhutanan
10-12. PBB sektor Pertambangan Migas dan
Panas Bumi
13. PBB sektor Pertambangan Minerba
14. PBB sektor Lainnya

6
Buku Rujukan:

1. Pajak Bumi dan Bangunan dalam


Tataran Praktis Edisi 2
oleh: Drs. Darwin, MBP

2. Cara Menghitung PBB Sektor P3


dan Sektor Lainnya, dan Bea Meterai
oleh: Heru Supriyanto, BEM, MSi

7
(UU NO.12/1985 jo. UU NO.12/1994)
PBB
PBB Sektor P2 yang
dikelola PBB Sektor P3L yang dikelola Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah

Sektor Sektor Sektor Sektor


Sektor Pertambangan Sektor Lainnya
Pedesaan Perkotaan Perkebunan Perhutanan

Usaha Perikanan Tangkap;


Mineral Usaha Pembudidayaan Ikan;
Minyak
Panas dan Jaringan Pipa; Jaringan Kabel
Bumi Telekomunikasi; Jaringan
Bumi Batubar
dan Gas Kabel Listrik; dan/atau Ruas
a
Jalan Tol.
Dasar Hukum
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek
Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan
Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan

 Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal


Pajak (yang mengatur masing-masing PBB Sektor P3L)
Dasar Hukum
No Sektor PBB Peraturan Direktur Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Jenderal Pajak
1 Perkebunan PER-31/PJ/2014 SE-42/PJ/2014
2 Perhutanan PER-42/PJ/2015 SE-05/PJ/2016
3 Pertambangan Migas PER-45/PJ/2013 SE-64/PJ/2013
dan Panas Bumi
4 Pertambangan PER-47/PJ/2015 SE-53/PJ/2016
Mineral dan
Batubara
5 Lainnya PER-20/PJ/2015 SE-33/PJ/2015
Sejarah PBB
Abad XIII-XIX
Prasejarah
Abad V-XVI Kerajaan 1600-1800
Upeti Indonesia Islam
Tanah pertanian
Hindu Tanah pertanian VOC
Tanah sawah & darat
Hasil bumi:
1816-1942 1811-1816 1800-1811 Padi dll.
Masa Awal
Kolonial
Inggris Hindia
Belanda Belanda
Landrente Landrent
1/5 hasil padi sawah
1942-1945

Jepang Pajak Bumi


Kemerdekaan Pph Tanah Pertanian
Pajak Hasil Bumi
Pajak Tanah
Ipeda
12
PBB
Zaman Pra-Sejarah

- Merupakan upeti atau penyerahan wajib ini


natura kpd para penguasa
- Sebagai pengakuan atas kepemimpinan
- Sebagai rasa syukur atas pengayoman
- Objek pungutan: tanah pertanian

13
Zaman Indonesia Hindu
(Abad V – XVI)

- Dilakukan oleh Kerajaan2


- Sudah ada peraturan2 perpajakan yang ditaati
- Objeknya meliputi tanah sawah dan darat
- Yang dipungut pajak bukan atas sewa tanah
- Raja bukan pemilik mutlak atas tanah tetapi
selaku penguasa yg mempunyai hak (drwyahaji)
atas sebagian hasil panen
14
Zaman Kerajaan2 Islam
( abad XIII-XIX)

- Raja mempunyai penguasaan mutlak atas


seluruh kekayaan alam dalam kerajaan
- Pungutan mirip sewa tanah
- Objek pajak: Tanah pertanian (padi dan palawija)
- Pajak dipungut sebagai bagian dari beban2 tanah
atas pemanfaatan tanah milik raja
- Sistem pemungutan “maro” atau “mertelu”
- Fiskus: Raja dan pejabat2 dibawahnya

15
Zaman VOC (Kompeni)
( 1600-1800 )

- Penyerahan seluruh panen hasil bumi tertentu dg harga rendah


- Objeknya: padi dan hasil pertanian rakyat lainnya termasuk
hasil hutan dll tanpa pembayaran harga
- Para Bupati bertanggung jawab utk menagih ke rakyatnya

16
Zaman Awal Hindia Belanda
( 1800-1811 )
- Instruksi No. 2 tahun 1810 ttg dipungut pajak in natura atas
tanah sawah seb 1/5 bagian dari hasil panen padi
- Setiap org tanpa kecuali wajib bayar blasting (tanah sawah,
gaga, tipar)
- Komisi tdk diperkenankan memungut lebih atau kurang dari
1/5 bagian dari hasil panen (hasil panen baru)
- Komisi wajib mengawasi bagian padi yg diserahkan
- Komisi tdk boleh menaksir tanaman padi kemudian memungut
1/5 bagiannya
- Disamping pajak ada zakat
17
Zaman Pemerintah Inggris
( 1811-1816 )
- Disebut Land rent (sewa tanah)
- Dalil: tanah milik raja
- Kepala Desa dianggap menyewa
- Tidak dikenakan kpd rakyat jelata
- Sewa berbentuk natura secara tetap sebesar
20% - 50% dari hasil sawah

18
Zaman Kolonial Belanda
( 1816-1942 )
- Land rent menjadi land rente
- Petani wajib menanami 1/5 dari luas tanahnya dg
komoditas yg diperlukan pemerintah Belanda dan
wajib menyerahkannya ke organisasi desa
- Land rente merupakan pendapatan Negara
terbesar (Ordonansi Land Rente 1939)
Zaman Pendudukan Jepang
( 1942=1945 )

- Land Rente menjadi Land Tax


- Aturan lama tidak diubah
- Adminstrasi ditangani kantor pajak yang
disebut “ Zaimubu Shuzeika “

20
Zaman Kemerdekaan
1945-1951:
- Land Tax menjadi Pajak Bumi dan dikelola Jawatan
Pajak Bumi kemudian berubah menjadi Jawatan
Pendaftaran dan Pajak Pendapatan Daerah
- Pajak Bumi dihapus diganti dng Pajak Penghasilan
atas Tanah Pertanian (PPTP) dan dikelola oleh
Jawatan Pajak Bumi

21
1951-1956:
- Jawatan Pajak Bumi diubah menjadi Jawatan
Pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik
Indonesia (P3TMI) dg tugas melakukan pendaftaran
atas tanah2 milik adat di Indonesia
- P3TMI diubah menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah
Milik Indonesia (PTMI) dg tugas sama dengan
P3TMI ditambah kewenangan mengeluarkan Surat
Pendaftaran Sementara terhadap tanah milik
22
1959-1965
- Dari materi Ordonansi Land Rente 1939 diterbitkan
PRP No.11 Tahun 1959 yg mengatur Pajak Hasil Bumi
kemudian disahkan menjadi UU No.1 Tahun 1961
- Dengan berlakunya UU No.5 Tahun 1960 (UUPA), Pajak
Hasil Bumi makin luas dan dikelola Dit.Pajak Hasil Bumi

23
1965-1985
- Berdasarkan SK Menteri Iuran Negara tgl 29-11-1965
No.PMPPU 1-1-3 Dit. Pajak Hasil Bumi diubah
menjadi Dit.Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA)
dan Ipeda dikenakan atas: - Perdesaan, - Perkotaan,
- Perkebunan, - Perhutanan, - Pertambangan
- 27 Desember 1985 terbit UU No.12 Tahun 1985
ttg Pajak Bumi dan Bangunan

24
Objek PBB apa yaaa???
Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi : adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yg ada di bawahnya
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
(Ps.1 angka 1)

Bangunan : Konstruksi teknik


yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah
dan/atau perairan
(Ps.1 angka 2)
Jalan Fasilitas
Lingk. Lain

JaLan Kilang,
Tol Pipa

BANGUNAN
(penjelasan)
Kolam Gal.Kapal,
Renang Dermaga

Pagar Taman Tempat


Mewah Mewah Olahraga
Man teman sekalian....ada gak
Objek yang tidak dikenakan PBB??
Kepentingan umum
dibid.ibadah, sosial
kesehatan, dikbudnas

Kuburan, pening-
Objek yg tdk galan purbakala
Dikenakan PBB
Ps.3 a(1)
Hutan lindung/suaka alam/
wisata, tmn nasional, tnh
penggembalaan desa

Perwkl.diplo/ kon
sulat berdsr azas
Badan/Organ. timbal balik
internasional
Subjek Pajak
(Ps.4 a(1)

Orang Pribadi atau Badan


yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas BUMI, dan / atau


memperoleh manfaat atas BUMI ,

dan / atau memiliki ,


menguasai ,
dan / atau memperoleh manfaat atas BANGUNAN.
Tarif Pajak
sebesar
0,5 %
(Ps.5)

Dasar Pengenaan

(1). Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu :
Harga rata2 yg diperoleh dari transaksi jual beli yg terjadi secara
wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentu
kan melalui perbandingan harga dg objek sejenis atau nilai pero
lehan baru atau NJOP pengganti
(Ps.1 angka 3 dan Ps.6 a(1)

2). NJOP ditetapkan oleh Men Keu R I.


(Ps.6 a(2)
Pendekatan Penilaian
1. Harga rata2 dr Transaksi jual beli Pendekatan
yg terjadi secara wajar atau melalui data pasar/ per
pebandingan harga dgn objek lain
yg sejenis band.harga

2. Nilai perolehan baru Pendekatan


biaya

Pendekatan
3. Nilai Jual Objek Pajak Pengganti
pendapatan
Tapi hrs diingat bahwa utk perhitungan PBB
nilai yg diperoleh hrs di Konversi ke klas utk mendpt NJOP
dengan melihat Tabel Klasifikasi T dan B

Contoh :
Luas tanah : 1.000 M2 ; Nilainya Rp1 milyar
Nilai tanah / M2 = Rp1 M : 1.000 = Rp1 juta
Nilai tanah Rp1 jt di Konversi ke Klas = Klas 065
Utk perhitungan PBB Klas 065 = Rp1.032.000 / M2

Luas bangunan : 400 M2 ; Nilainya = Rp800 juta


Nilai bangunan / M2 = Rp800 jt : 400 = Rp2 juta
Nilai bangunan Rp2 jt di Konversi ke Klas = Klas 019
Utk perhtungan PBB Klas 019 = Rp1.833.000 / M2
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK
(Ps. 2 a(2)
Yang dimaksud dengan klasifikasi Bumi dan Bangunan adalah
pengelompokan Bumi dan Bangunan menurut Nilai Jualnya dan
digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitung
an pajak yang terutang.
Dalam menentukan Klasifikasi diperhatikan
Faktor-faktor :
Bumi / Tanah :
Bangunan :
1.Letak ; 1. Bahan yg digunakan
2.Peruntukan ; 2. Rekayasa
3.Pemanfaatan ; 3. Letak
4.Kondisi Lingkungan dan 4. Kondisi Lingkungan dll
lain- lain.
DASAR PENGHITUNGAN PAJAK.
(Ps.6 a(3)

Dasar penghitungan Pajak adalah :

Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP ) ,


yang ditetapkan :

Serendah-rendahnya 20% dan


Setinggi-tingginya 100%
Dari

NJOP
Peraturan Pemerintah No25 Tahun 2002 Ttg.
Penetapan Besarnya prosentase NJKP pada PBB.

NJKP: 20 @ 40
1. OP dengan nilai 1 Milyar/lebih
NJKP = 40% dari NJOP

2. OP Perkebunan, Perhutanan, dan


Pertambangan, NJKP = 40%
dari NJOP

3. OP lainnya, NJKP = 20% dari NJOP


Batas Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
--> (Ps.3 a(3) & a(4)
 PerMenKeu RI : No.23/PMK.03/2014
 Tgl. 3 Pebruari 2014
 NJOPTKP sebesar
Rp12 juta per WP selain Pds & Pkt
MENGHITUNG PBB
(Ps.7)

PBB= TARIF x NJKP x (NJOP-NJOPTKP)

0,5 % x 20 % x (NJOP-NJOPTKP)
0,5 % x 40 % x (NJOP-NJOPTKP)
TARIF EFEKTIF

FORMULA UU.No. 12 / 1994


NJOP = ( NJOP BUMI + NJOP BNGN ) - NJOPTKP
Contoh Perhitungan
1. PBB Perkebunan
Darwin: hal.56-58; Heru: hal. 48-50
2. PBB Perhutanan
Darwin: hal. 72-75; Heru: hal. 57-58
3. PBB Pertambangan Minerba
Darwin: hal. 78-80; Heru: hal, 73-76
4. PBB Pertambangan Migas
Darwin: hal. 82-83; Haru: hal. 87-90
5. PBB Pertambangan Panasbumi
Darwin: hal. 86-87; Heru: hal. 90-91
6. PBB Sektor Lainnya
Heru: hal. 96-102
Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang menentukan Pajak
Terutang.
(Ps.8)

(1). Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim .

(2). Saat yang menentukan pajak yg terutang adalah menurut


keadaan OP pada tanggal 1 Januari ;

(3). Tempat pajak terutang :


a) Untuk daerah Jakarta, di Wil. DKI Jakarta;
b) Untuk Daerah lainnya, Dati II,
yang meliputi letak objek pajak
PENAGIHAN DAN SANKSI ADMINISTRASI PBB
30 HARI TIDAK
SPOP DIKEMBALIKAN SKP + denda 25%
Dari POKOK

SPPT ya

SPOP tdk Benar SKP + 25% dari


6 bulan Selisih Pajak

Jatuh Tempo
1 bulan

STP + Bunga 2% 1 bulan 7 hari 21 hari


Per bln maks 24 bl Jatuh tempo tegoran SP
2x24 jam
Permintaan jadual
tercepat SPMP
KPKLN Waktu & tempat lelang
10 hari
NAMA KELOMPOK

Ketua : _________
Anggota : _________
_________
_________
_________
_________

42
Tugas kelompok
• Kel.1: SPOP Perkebunan
• Kel.2: SPOP Perhutanan Hutan Alam
• Kel 3: SPOP Perhutanan Hutan
Tanaman
• Kel 4: SPOP Pertambangan Minerba
• Kel 5: SPOP Pertambangan Migas
• Kel 6: SPOP Panas Bumi
• Kel 7: SPOP Perikanan Tangkap
• Kel 8: SPOP Budidaya Ikan
• Kel 9: SPOP Jaringan Pipa
Pemeriksaan & Penelitian
Pajak Bumi dan Bangunan

( PMK No. 256/PMK.03/2014 tgl. 30-12-2014 )

44
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan:
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan PBB.

1 dan/
2
atau
tujuan lain dalam
menguji kepatuhan rangka melaksanakan
pemenuhan kewajiban ketentuan peraturan
PBB perundang-undangan
PBB.
Pemeriksaan untuk Satu atau beberapa Tahun Pajak,
menguji kepatuhan untuTahun Pajak Berjalan atau tahun-
pemenuhan tahun sebelumnya
kewajiban PBB

Pemeriksaan untuk
tujuan lain dalam Penilaian, penentuan, pencocokan,
rangka melaksanakan dan/atau pengumpulan materi yang
ketentuan peraturan berkaitan dengan Pemeriksaan.
perundang-undangan
PBB
Tujuan Pemeriksaan

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB


Dapat dilakukan dalam hal:

a. Terdpt indikasi jumlah PBB terutang berdasarkan analisis resiko lebih


besar drpd jumlah PBB terutang berdasarkan SPOP
b. SP atau WP tidak menyampaikan SPOP sebagaimana mestinya
c. Penelitian PBB dihentikan dan diusulkan menjadi Pemeriksaan
d. Terdapat data baru yang belum dan/atau tdk diungkap oleh SP/WP dalam
pemeriksaan atau penelitian PBB sebelumnya

Tidak dapat dilakukan dlm hal SPPT/SKP PBB sedang diajukan


keberatan atau dilakukan upaya hukum
Tujuan Pemeriksaan

Untuk tujuan lain


Dapat dilakukan dalam hal:

a. WP mengajukan keberatan PBB


b. Penagihan PBB
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) disusun oleh Pemeriksa
dan berfungsi sebagai:
1. Bukti bhw Pemeriksa telah melaksanakan pemeriksaan
sesuai standar pemeriksaan
2. Bahan dlm melakukan PAHP dg SP/WP mengenai temuan
hasil pemeriksaan
3. Dasar pembuatan LHP
4. Sumber data/informasi bagi peyelesaian keberatan PBB
atau banding yg diajukan oleh WP

49
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN UTK
MENGUJI KEPATUHAN

4 bln Sejak
PENGUJIAN Tgl SPHP
penyampaian
dismpaikan
SP2

Dpt diperpanjang Terdpt konfirmasi atau permintaan data kpd


2 bln Pihak ke-3
Pertimbangan kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan

PAHP dan 2bln Tgl SPHP Tgl


Pelaporan dismpaikan LHP

Apabila jk waktu pengujian dan jk waktu perpanjangannya telah


berakhir, maka SPHP hrs disampaikan kpd SP/WP
JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
UTK TUJUAN LAIN

Paling lama 2 bln

Terhitung sejak tgl surat pemberitahuan


pemeriksaan disampaikan sd tgl LHP

Dapat diperpanjang paling lama 1 bln dlm hal


terdapat konfirmasi atau permintaan data kpd pihak
ke-3 atau atas pertimbangan kepala unit pelaksana
pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan

1. Menguji Kepatuhan: LHP >>Nothit >> terbit SKP PBB


2. Tujuan lain: Keputusan Keberatan dan Penagihan PBB

PBB terutang dalam SKP dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali:


1. SP/WP tdk hadir dalam PAHP tetapi menyampaikan lembar
pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan
2. SP/WP tdk hadir dalam PAHP, tetapi menyampaikan surat
sanggahan, maka dihitung sesuai PAHP
3. SP/WP tdk hadir dalam PAHP dan tdk menyampaikan surat
tanggapan tertulis, maka dihitung sesuai PAHP
SKP PBB dpt dibatalkan apabila hasil pemeriksaan dilaksanakan
tanpa penyampaian SPHP dan/atau PAHP
52
Penelitian
Pajak Bumi dan Bangunan

53
Penelitian adalah serangkaian kegiatan:
pengujian pemenuhan kewajiban PBB
berdasarkan keterangan yang diperoleh dan/atau dimiliki Dirjen Pajak
atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak

Pengujian Pemenuhan Kewajiban PBB


Meliputi 1 (satu) atau beberapa tahun
pajak untuk Tahun Pajak berjalan
dan/atau tahun-tahun sebelumnya

Dilakukan dlm hal

a. Terdapat keterangan lain


b. WP mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan PBB
Penelitian PBB dilakukan

Terdapat keterangan lain sehingga dpt diketahui:

a. PBB terutang atas SPOP yg tdk disampaikan oleh SP/WP


b. PBB terutang lebih besar dari umlah PBB yg dihitung
berdasarkan SPOP

WP mengajukan permohonan pengembalian kelebihan PBB al.

1. Pembayaran PBB lebih besar dari yg ditetapkan dlm SPPT/SKP/STP


2. Pelunasan PBB dilakukan lebih dari satu kali untuk objek PBB yg sama
3. Kekeliruan dlm penulisan data dlm SSP PBB atau sarana administrasi pembayaran
lain yg menyebabkan kelebihan pembayaran PBB
JANGKA WAKTU PENELITIAN PBB

2 bln Sejak surat


KET. LAIN pemberitahua Tgl LHP
n dan PAHP

PENGEMBALI Sesuai dengan PMK yg mengatur


AN
Hasil Penelitian PBB

LHP + PAHP

Nota Perhitungan SKP PBB &/ SKKP PBB


Dpt dibatalkan apabila
hasil penelitian tanpa
penyampaian SPHP dan
PAHP
58
Hak-hak
Wajib Pajak

1. Keberatan sebagai SP
2. Keberatan PBB
3. Banding
4. Pengurangan PBB
5. Pembetulan SPPT/SKP
6. Pembatalan SPPT
7. Penghapusan SPPT
8. Pengangsuran dan Penundaan
9. Restitusi/Kompensasi

59
Kalau saya keberatan atas
PBB bisa gak ya...???
TIMBULNYA KEBERATAN PBB
 WP dapat mengajukan keberatan terhadap materi dalam
penetapan besarnya PBB yang terutang pada SPPT/SKP
 Penetapan besarnya PBB terutang:
1. Keluasan Objek Pajak
2. Nilai Jual Objek Pajak
3. Perbedaan Penafsiran UU/Peraturan
SYARAT-SYARAT PENGAJUAN KEBERATAN
1. Satu surat keberatan utk satu SPPT atau satu SKP
2. Diajukan secara tertulis dlm bahasa Indonesia
3. Ditujukan kpd Dirjen Pajak melalui KPP
4. Dilampiri SPPT/SKP PBB asli
5. Dikemukakan jumlah PBB terhutang menurut WP
6. Diajukan dlm waktu 3 bln sejak terima SPPT/SKP
7. Ditandatangani WP atau Kuasanya

Yang tdk memenuhi pesyaratan tdk dipertimbangkan dan tdk


diterbitkan SK Keberatan
Surat Keberatan hrs dilampiri:

a. Fotokopi identitas WP/Kuasanya


b. Fotokopi izin pemanfaatan atas bumi atau kepemilikan
hak atas bumi
c. Fotokopi IMB
d. Fotokopi data pendukung lainnya

Pengajuan keberatan tdk menunda kewajiban membayar PBB

63
Force Mayeur:

1. Bencana alam
2. Kebakaran
3. Huruhara/kerusuhan masal
4. Diterbitkan SK Pembetulan secara jabatan yang
mengakibatkan jumlah pajak terutang berubah
5. Keadaan lain bedasarkan pertimbangan Dirjen Pajak

64
Pengiriman Surat
Keberatan

1. Langsung
2. Melalui Pos
3. Melalui Jasa Pengiriman

Tanggal Surat Keberatan


Diterima

a. Tanggal tanda terima apabila dikirim langsung


b. Tanggal pengiriman pada bukti pengiriman surat

65
Pencabutan Surat Keberatan

WP dpt mengajukan permohonan pencabutan Surat Keberatan


sebelum tranggal diterimanya SPUH oleh WP dg syarat:

1. Diajukan secara tertulis dan mencantumkan alasan


2. Ditujukan kpd Dirjen Pajak melalui KPP
3. Ditandatangani WP/Kuasanya

66
Penyelesaian Keberatan

1. Proses dilakukan melalui penelitian keberatan


2. DJP berwenang: meminjam buku, catatan, meminta WP
memberikan keterangan, meminta bukti, melaksanakan
peninjauan di lokasi op, melakukan pembahasan dan
klarifikasi dan melakukan pemeriksaan utk tujuan lain
3. Wp hrs memenuhi dlm waktu 15 hari kerja setelah tgl
surat
4. Apabila point 3 tdk dipenuhi DJP menyampaikan surat ke 2
dan WP hrs memenuhi dlm waktu 10 hari kerja
5. Sebelum SK Keberatan diterbitkan WP dpt menyampaikan
alasan tambahan
6. Keputusan Keberatan paling lama 12 bulan, lewat waktu
dianggap dikabulkan
7. Dalam hal terjadi perubahan SPPT/SKP tanggal jatuh tempo
pembayaran tidak diubah.

67
MEKANISME KEBERATAN PBB

permohonan
3 bln sejak
terima SPPT/SKP
KPP Pratama
WP
Penelitian

Banding
( 3 bln )
Keputusan
(12 bln)

1. Menerima
2. Menolak
Pngdl.Pajak 3. Menambah pajak
Saya mau minta
Pengurangan PBB

Bisa gak ya..???

Kita lihat dulu sebab


Sebabnya nih..!
SEBAB-SEBAB PENGURANGAN
(Ps.19 UU PBB; PerMenKeu:82/PMK.03/2013; Tgl.12-4-2013)

 Karena kondisi tertentu OP yg ada hubungannya dg SP


atau sebab-sebab tertentu lainnya
 Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab-sebab
lain yang luar biasa (maks: 100%)
Ket: Bencana Alam: gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah
longsor.
Sebab lain yg luar biasa: kebakaran, wabah
penyakit tanaman, wabah hama tanaman
KONDISI TERTENTU OP yg ada hubnya
dgn SP dn/a karena sebab2 tertentu lainnya
 Objek Pajak yg Wpnya op veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela
kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/dudanya (
75%)
 Objek Pajak berupa pertanian/perkebunan/ perikanan /peternakan yg
hasilnya sangat terbatas milik op yang berpenghasilan rendah (maks:75%)
 Objek Pajak milik op berpenghasilan rendah yg NJOPnya meningkat krn
perub.lingk dan dampak pembangunan (maks: 75%)
 Objek Pajak milik op yg penghasilannya semata-mata dari pensiunan shg
kewajiban PBB sulit dipenuhi (maks: 75%)
 Objek Pajak milik op yg berpenghasilan rendah shg kewajiban PBBnya sulit
dipenuhi (maks: 75%)
 Objek Pajak milik badan yg mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pd
thn pajak sebelumnya shg tdk dpt memnuhi kewajiban rutin (maks: 75%)
MEKANISME PENGURANGAN PBB

permohonan
3 bln sejak
terima SPPT/ 1 bln
sejak terimaSKP KPP Pratama
WP

Pen.Lap.

Keputusan

1. Menerima sel/sbgn
2. Menolak
PEMBETULAN DAN PEMBATALAN

 PEMBETULAN : Salah tulis, salah hitung, kekeliruan


penerapan uu/peraturan dlm SPPT/SKP/STP
 PEMBATALAN : OP tidak ada, Hak SP thd OP batal
(put.pengadilan), OP menjadi Fasum/Fasos, Bukti lainnya
RESTITUSI PBB

 Sebab-sebab Restitusi :
1. Pajak dibayar > pajak terutang :
a. Permohonan pengurangan dikabulkan
b. Permohonan keberatan dikabulkan
c. Permohonan banding dikabulkan
d. Perobahan peraturan
2. Pajak dibayar yg seharusnya tdk terutang
MEKANISME RESTITUSI PBB

permohonan

KPP Pratama
WP

Penelitian & pemeriksaan

12 bln
Keputusan

SPMKP
1. SKPKP PBB
PBB
2. SPb
(2 bln)
3. SKP
IMBALAN BUNGA
(PerMenKeu: 121/PMK.06/2005; 5-12-05)
 SEBAB-SEBAB IMBALAN BUNGA :
1. Keterlambatan penerbitan SKKP PBB
2. Keterlambatan penerbitan SPMKP PBB
3. Kelebihan pembayarn PBB krn Permohonan
Keberatan/Banding diterima sebagian/seluruhnya
4. Kelebihan pembayaran sanksi adm krn
pengurangan/penghapusan sbg akibat diterbitkan
Kep.Keberatan/Put.Banding
Pembayaran
Dan
Pembagian Hasil PBB

77
Pembayaran Pajak

Lihat dan Baca: PMK 242/PMK.03/2014


Tanggal: 24 Desember 2014

( tugas individu: Resume PMK 242 )

78
79
Pembagian Hasil PBB

Penerimaan PBB : 100%


Pemerintah Pusat : 10%
-----------
90%
Biaya Pemungutan : 9%
------------
81%
Propinsi 20% = 16,2%
Kabupaten/Kota 80% = 64,8%

80
NOMOR OBJEK PAJAK
(n o p)
NOMOR OBJEK PAJAK

 Nomor identitas objek PBB yg


diberikan pada saat pendaftaran
dan/atau pendataan objek dan subjek
PBB yg digunakan dalam adm
perpajakan dan sbg sarana wajib pajak
dlm melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya
Sifat NOP:

1. Unik: setiap bidang tanah sbg OP diberikan 1 NOP


yg berbeda dg NOP bidang tanah lainnya

2. Tetap: OP yg diberikan pada setiap bidang OP tdk


berubah dlm jangka waktu yg lama

3. Standar: secara nasional hanya ada satu sistem


pemberian NOP
Maksud dan Tujuan Pemberian NOP:

1. Utk menciptakan identitas yg standar dan tetap


bagi semua objek PBB secara nasional

2. Utk tertib adm pengelolaan PBB dan menyederhanakan


pembukuan PBB

3. Utk membentuk file induk (master file) yg terdiri atas


beberapa file yg saling berkaitan melalui NOP

4. Identik dengan nomor SPPT, STTS, DHKP, dan dokumen


penagihan PBB lainnya
Manfaat Pemberian NOP:

1. Mempermudah mengetahui lokasi OP

2. Mempermudah pemantauan pelaksanaan


pendaftaran
dan pendataan OP dan SP

3. Sebagai sarana integrasi data atributik dg data


spasial

4. Mengurangi kemungkinan ketetapan ganda

5. Memudahkan penyampaian SPPT

6. Memudahkan pemantauan tunggakan PBB


Pemberian NOP PBB

Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak


No. PER-48/PJ/2015 tgl 30 Desember 2015

86
Struktur NOP
 Dua digit pertama: Kode Propinsi
 Digit ke-3 dan ke-4 : Kode Kabupaten/Kota
 Digit ke-5 s/d ke-7 : Kode Kecamatan
 Digit ke-8 s/d ke-10 : Kode KPP
 Digit ke-11 : Kode subsector
 Digit ke-12 : Kode jenis bumi
 Digit ke-13 : Kode rincian
 Digit ke-14 s/d ke-17 : Kode nomor urut
Objek Pajak
 Digit ke-18 : Kode sektor Objek Pajak

87
Pemberian NOP
PBB Perkebunan
Digit 1 & 2 : Propinsi
Digit 3 & 4 : Kabupaten/Kota
Digit 5-7 : Kecamatan
Digit 8-10 : KPP
Digit 11 : 1
Digit 12 : 1
Digit 13 : 0
Digit 14-17 : Nomor urut OP
Digit 18 : 1

88
Contoh Pemberian NOP
untuk Objek Pajak yang Melampaui Batas Kabupaten
 Perkebunan batas
Kabupaten, ditetapkan
menjadi 2 Objek Pajak
disesuaikan dengan batas
wilayah Kabupaten,
 Kode Nomor
Kabupaten/Kota ditulis
dengan angka sesuai
dengan Kode Nomor
Kabupaten/Kota yang
wilayahnya meliputi letak
objek pajak.
Contoh Pemberian NOPuntuk Objek Pajak yang Melampaui
Batas Kecamatan dalam Satu Kabupaten

• Objek pajak melampaui


empat batas Kecamatan,
yaitu Kecamatan a, b, c
dan d.

• Areal terluas berada di


Kecamatan “d”, sehingga
kode nomor Kecamatan
ditulis sesuai dengan kode
nomor kecamatan d.
Pemberian NOP
PBB Perhutanan

Digit 1 & 2 : Propinsi


Digit 3 & 4 : Kabupaten/Kota
Digit 5-7 : Kecamatan
Digit 8-10 : KPP
Digit 11 : 2
Digit 12 : 1
Digit 13 : 0
Digit 14-17 : nomor urut OP
Digit 18 : 2
91
Pemberian NOP
PBB Migas dan Panas Bumi

92
Kode Propinsi dan Kabupaten/Kota: 00
- PBB Migas: offshore
bangunan
tubuh bumi

- PBB Panas Bumi: tubuh bumi

Kode Kecamatan: 000


- PBB Migas
- PBB Panas Bumi

93
Kode Subsektor (digit 11):
- PBB Migas: 4
- PBB Panas Bumi: 5

Kode Jenis Bumi (digit 12):


- Onshore: 1
- Tubuh bumi: 2
- Offshore: 3

94
Kode Rincian (digit 13):
- PBB Migas: 0
- PBB Panas Bumi: 0

Kode Sektor (digit 18):


- PBB Migas: 3
- PBB Panas Bumi: 3

95
Pemberian NOP
PBB Mineral dan Batubara

96
Kode Kecamatan (digit 5-7): 000

Kode Subsektor (digit 11): 3

Kode Jenis Bumi (digit 12): - Onshore: 1


- Tubuh bumi: 2
- Offshore: 3

Kode Rincian (digit 13): - Mineral logam: 1


- Mineral bukan logam: 2
- Batuan: 3
- Batubara: 4

Kode Sektor (digit 18): 3

97
Pemberian NOP
PBB Sektor Lainnya

98
Kode Propinsi dan Kabupaten/Kota: 00

Kode Kecamatan: 000

Kode Subsektor (digit 11):


- Perikanan Tangkap: 1
- Budidaya Perikanan: 2
- Jaringan Pipa: 3
- Kabel Telkom: 4
- Kabel Listrik: 5
- Ruas Jalan Tol: 6

99
Kode Jenis Bumi (digit 12):
- Onshore (ruas tol): 1
- Offshore: 3

Kode Rincian (digit 13): 0

Kode Sektor (digit 18): 4

100
PERUBAHAN NOP
1. Mutasi seluruh OP
2. Mutasi sebagian OP kepada satu
atau lebih SP
3. Penggabungan beberapa OP
menjadi satu OP
4. Penghapusan NOP: faktor alam,
penggabungan krn berbatasan
(1SP), perubahan sektor, double
NOP.
KETENTUAN BAGI PEJABAT
( Ps. 21 & 22 )

 Pejabat yg dlm jabatannya/tugasnya berkaitan langsung


dg objek pajak, wajib:
a. Menyampaikan lapbul. mengenai mutasi & perubahan
op kpd DJP
b. Memberikan ket yg diperlukan atas permintaan DJP
Pejabat yg tdk memenuhi kewajiban dikenakan sanksi sesuai
per/peruu yg berlaku
SANKSI PIDANA

KEALPAAN
{ 1. Tidak mengembalikan SPOP
2. Menyampaikan SPOP ttp isinya tdk lengkap /
tdk benar dan menimbulkan kerugian bagi
negara .

PIDANA KURUNGAN MAKSIMUM


6 BULAN ATAU DENDA

SETINGGI-TINGGI NYA 2 X PAJAK .

TERUTANG.
SANKSI PIDANA

1. TIDAK MENGEMBALIKAN
KESENGAJAAN SPOP
2. MENYAMPAIKAN SPOP TTP
ISINYA TDK LENGKAP / TDK
BENAR
3. MEMPERLIHATKAN SURAT
/ DOKUMEN PALSU / DIPAL
SUKAN
PIDANA KURUNG
4. TIDAK MEMPERLIHATKAN /
AN SELAMA-LAMA
MEMINJAMKAN SURAT DO
NYA 2 TAHUN ATAU
KUMEN LAINNYA
DENDA SETINGGI-
5. TIDAK MENYAMPAIKAN /
TINGGINYA 5 X
MENUNJUKKAN DATA YANG
PAJAK TERUTANG
DIPERLUKAN .
KETENTUAN PIDANA
TERHADAP BUKAN WAJIB PAJAK YANG BERSANGKUTAN YANG
DENGAN SENGAJA MELAKUKAN TINDAKAN :
* TIDAK MEMPERLIHATKAN ATAU TIDAK MEMINJAMKAN
SURAT ATAU DOKUMEN LAINYA;
* TIDAK MENUNJUKKAN DATA ATAU TIDAK MENYAMPA
KAN KETERANGAN YANG DIPERLUKAN ;
DIPIDANA DENGAN PIDANA KURUNGAN SELAMA-LAMANYA 1
(SATU) TAHUN ATAU DENDA SETINGGI-TINGGINYA Rp 2 JUTA ,-
( DUA JUTA RUPIAH ) .

* ANCAMAN PIDANA DILIPATKAN DUA , BILA SESEORANG MELAKU


KAN LAGI TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN SEBELUM LE
WAT 1 (SATU) TAHUN.
* TINDAK PIDANA TIDAK DAPAT DITUNTUT SETELAH LAMPAU WAK
TU 10 (SEPULUH) TAHUN SEJAK BERAKHIRNYA TAHUN PAJAK YG
BERSANGKUTAN.
Review Materi
1. Sejarah PBB
2. Dasar Hukum PBB
3. Objek dan Subjek PBB
4. Tarif, DPP (NJOP), NJKP dan NJOPTKP
5. Penilaian untuk NJOP
6. Tahun Pajak, Saat dan Tempat Pajak terutang
7. Penagihan dan Sanksi
8. Hak-hak WP (keb, banding, pengurangan,
pembetulan, pembatalan, restitusi, imbalan bunga)
9. Pembayaran dan Pembagian Hasil PBB
10. Nomor Objek Pajak
11. Ketentuan bagi Pejabat
12. Sanksi Pidana PBB

106
Kisi-kisi

107
Ujian Tengah Semester
PBB PERKEBUNAN
Sebuah Perusahaan Perkebunan memiliki data
sbb: Monggo hitung
PBBnya mas..!
1. Areal Produktif : Ingat cara
ngitung PBB
- tanaman menghasilkan: 40 Ha; NT: ya..

Rp3.000,00/m2
- Standar Investasi Tanaman:
Rp35.714.709,00/Ha
2. Areal Belum Produktif: 10 Ha;
NT=Rp2.500,00/m2
3. Areal Emplasemen: 2 Ha; NT: Rp4.000,00/m2
4. Bangunan Emplasemen:
- rumah karyawan: 0,5 Ha;
NB=Rp700.000,00/m2
- gudang: 20m x 50m ; NB=Rp500.000,00/m2
Permenkeu No: 139/PMK.03/2014 tanggal 10 Juli 2014 tentang
Klasifikasi dan Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB

PER-31/PJ/2014 tanggal 24 Nopember 2014 tentang Pengenaan PBB Sektor Perkebunan

SE-42/PJ/2014 tanggal 24 Nopember 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan


Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2014 tentang Pengenaan PBB Sektor Perkebunan
Objek PBB perkebunan
itu apa saja ya...???
OBJEK PBB PERKEBUNAN

Bumi dan/atau bangunan yg berada di dalam kawasan


yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan

Meliputi:
1. Wilayah yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan yg
mempunyai HGU atau yg sedang dlm proses mendapatkan
HGU
2. Wilayah diluar HGU atau yg sedang dlm proses mendapatkan
HGU yg merupakan satu kesatuan yg digunakan utk kegiatan
usaha perkebunan

PMK: 139/PMK.03/2014

113
OBJEK PBB PERKEBUNAN

Wilayah yg sedang dlm proses mendapatkan HGU meliputi:


1. Wilayah yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan yg HGUnya
sedang dlm proses perpanjangan
2. Wilayah yg digunakan utk kegiatan usaha perkebunan dan telah
memiliki izin usaha perkebunan yg HGUnya wajib diselesaikan

Kegiatan usaha perkebunan meliputi:


1. Usaha budidaya tanaman pekebunan yg diberikan izin usaha
perkebunan utk budidaya (IUP-B)
2. Usaha budidaya tanaman perkebunan yg terintegrasi dg usaha
pengolahan hasil perkebunan yg diberikan izin usaha perkebunan

PMK: 139/PMK.03/2014

114
PENGENAAN PBB SEKTOR PERKEBUNAN

 Pengenaan adalah kegiatan untuk menetapkan Wajib


Pajak serta besarnya pajak terutang untuk Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Perkebunan berdasarkan peraturan
perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan
PENGENAAN PBB
SEKTOR PERKEBUNAN
(PER-31/PJ/2014 DAN SE-42/PJ/2014)

Form Administrasi
o SPOP dan LSPOP
o FDM (Formulir Data Masukan)
o RPN (Rincian Perhitungan Nilai)
o SK Kakanwil tentang SIT langsung ditetapkan oleh Kakanwil (tidak
menunggu usulan KPP Pratama)
• Untuk jenis tanaman tertentu yang belum ada SBPK dari Ditjenbun,
diupayakan dari Dinas Perkebunan daerah masing-masing
Man teman sekalian....sekarang
kita lihat alur proses ketetapan
perkebunannya.....!
ALUR PROSES KETETAPAN
PBB SEKTOR PERKEBUNAN

WAJIB PAJAK K P P P R AT A M A

Penilai Seksi PDI

Lembar Kerja SPPT


SPOP &
Perhitungan Nilai
LSPOP
atau
SEKTOR
Laporan Penilaian Aplikasi
PERKEBUNAN
SISMIOP
untuk RPN
Sektor
FDM Perkebunan
Report
Lainnya
Hayooo...siapa
yang tahu Dasar
Pengenaan PBB
Perkebunan!
DASAR PENGENAAN PBB SEKTOR PERKEBUNAN

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Bumi = NJOP Bumi/m2 x luas bumi


NJOP Bumi/m2 sudah termasuk SIT/m2

NJOP Bangunan = NJOP bangunan/m2 x luas bangunan


SPOP PBB SEKTOR PERKEBUNAN

1. Pendaftaran OP atau pemutakhiran data OP PBB dilakukan oleh subjek


pajak atau WP dengan cara mengisi SPOP & LSPOP, dengan jelas, benar,
dan lengkap

2. LSPOP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP

3. SPOP harus ditandatangani oleh subjek pajak atau WP

4. Dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau WP,


harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus
SPOP PBB SEKTOR PERKEBUNAN

 SPOP dan LSPOP yang telah diisi dan ditandatangani, disampaikan


kepada KPP Pratama selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak.

 Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak adalah:


 tanggal stempel pos pengiriman, jika dikirim oleh KPP Pratama melalui
pos;
 tanggal diterima secara langsung, jika diterima secara langsung oleh subjek
pajak.
 Tanggal dikirim kepada KPP Pratama yang dijadikan dasar untuk
menentukan waktu paling lambat diterima KPP Pratama adalah:
 tanggal stempel pos pengiriman, jika dikirim oleh subjek pajak
melalui pos;
 tanggal diterima secara langsung, jika diterima
secara langsung oleh KPP Pratama.
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENAAN PBB
SEKTOR PERKEBUNAN
(SE-42/PJ/2014 tanggal 24 Nopember 2014)

• Pembentukan Basis Data adalah serangkaian kegiatan utk


membentuk basis data objek pajak untuk pengenaan PBB Sektor
Perkebunan ke dalam basis data SISMIOP untuk Sektor Perkebunan
• Pemutakhiran/Pemeliharaan Basis Data adalah kegiatan untuk
menyesuaikan data objek pajak untuk pengenaan PBB Sektor
Perkebunan dalam basis data SISMIOP untuk Sektor Perkebunan.
TAHAPAN PENGADMINISTRASIAN PBB
SEKTOR PERKEBUNAN
 SPOP dan LSPOP yg telah diisi oleh SP/WP digunakan sebagai
dasar penghitungan nilai tanah dan nilai bangunan
 Hasil perhitungan nilai tanah dan nilai bangunan dituangkan ke
FDM
 SPOP (copy) dan FDM digunakan sebagai sarana perekaman data
ke dalam aplikasi SISMIOP untuk Sektor Perkebunan

SPOP dan LSPOP sebagai lampiran :


 Lembar Kerja Perhitungan Nilai (LKPN) atau
 Laporan Penilaian
Sekarang kita lihat secara detail
objek PBB Perkebunan
dan konsep penilaian serta
perhitungan PBBnya!
OBJEK PAJAK PBBSEKTOR PERKEBUNAN
1. Bumi
o Areal Produktif, yaitu areal yang sudah ditanami, meliputi :
a. Areal tanaman belum menghasilkan;
b. Areal tanaman menghasilkan;
o Areal Belum Produktif, terdiri dari:
a. Areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami; dan/atau
b. Areal belum diolah;
c. Areal Pembibitan

o Areal Emplasemen, yaitu areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana
pelengkap lainnya dalam perkebunan;
o Areal tidak produktif (tidak dapat diusahakan)
o Areal pengaman (areal jalan, tanggul, parit)
o Areal Lainnya (tidak dikenakan PBB)

2. Bangunan
 Meliputi segala konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan, yaitu bangunan dan infrastruktur lainnya seperti jalan, jembatan dan
sebagainya.
Nilai Tanah

a. Areal Produktif = Luas x (Nilai Tanah/m2 + SIT/m2)


Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Tanah/m2
c. Areal Emplasemen = Luas x Nilai Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Tanah/m2

Nilai Tanah/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah NJOP BUMI

(+)
Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

Total Nilai Bgn : Total Luas Bgn NJOP BUMI + BGN


Nilai Bangunan (-)
NJOP TKP
a. Pabrik/Kilang h. Poliklinik/Baskebun/Puskebun
b. Perkantoran i. MCK
c. Perumahan j. Jalan diperkeras
(X)
d. Mess/Guest House k. Landasan Pesawat NJKP
e. Gudang l. Pelabuhan
f. Ruang WorkShop m. Jembatan (X)
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi n. Gorong-gorong PBB
o. Bangunan Lainnya Terhutang Tarif
PENGHITUNGAN NILAI TANAH AREAL PERKEBUNAN
Nilai Tanah/m2
Areal Perkebunan = (NT Areal Produktif + NT Areal Belum Produktif + NT Areal Emplasemen + NT Areal lainnya)
(L Areal Produktif + L Areal Belum Produktif + L Areal Emplasemen + L Areal lainnya)
= Total Nilai Tanah Areal Perkebunan
Total Luas Areal Perkebunan

NT Areal Produktif = perbandingan harga tanah sekitarnya + SIT


NT Areal Belum Produktif
a. Areal yang sudah diolah
tetapi belum ditanami = penyesuaian thd nilai bumi per m2 utk areal belum diolah
b. Areal pembibitan = penyesuaian thd nilai bumi per m2 utk areal belum diolah

c. Areal belum diolah = perbandingan harga tanah sejenis disekitarnya

NT Areal tdk produktif = penyesuaian thd nilai bumi per m2 utk areal belum diolah
NT Areal Emplasemen = perbandingan harga tanah sejenis disekitarnya
NT Areal Pengaman = penyesuaian thd nilai bumi per m2 areal produktif
NT Areal Lainnya = perbandingan harga tanah sejenis disekitarnya
• Sekarang kita coba melihat
yang namanya Standar Investasi
Tanaman (SIT) Perkebunan

Ada 2 jenis SIT yaitu:


1. Utk tanaman berumur panjang
2. Utk tanaman berumur pendek
1. SIT UNTUK TANAMAN BERUMUR PANJANG
Standar Investasi Tanaman (SIT) adalah jumlah
biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang
diinvestasikan untuk pembukaan lahan,
penanaman, dan pemeliharaan tanaman.

• Biaya tenaga kerja, bahan dan alat secara empiris


adalah sebesar 71% dari biaya dalam Satuan Biaya
Pembangunan Kebun (SBPK)
• Sisanya (29%) antara lain biaya Infrastruktur,
Sertifikasi lahan, Management Fee dan
Administrasi
SIT UNTUK TANAMAN BERUMUR PANJANG
Rp. 4.846.228 = 0,7418 X Rp 6.533.065 CONTOH PERHITUNGAN SIT KELAPA SAWIT WILAYAH III

FASE

IBT

SBPK 2009

Rp29.499.151 + Rp5.626.929 = Rp35.126.080


Penjelasan Contoh Perhitungan
KOLOM PENJELASAN

(1) Fase tanaman dikelompokkan menjadi fase TBM dan fase TM.
Fase TBM terdiri dari TBM1 (kegiatan P0 dan kegiatan P1), TBM2 (kegiatan P2) dan seterusnya.
Fase TM terdiri dari TM1 sampai dengan TM22.

(2) Umur tanaman kelapa sawit mulai dari umur 1 tahun sampai dengan umur 25 tahun.

(3) IBT yang digunakan sebagai dasar perhitungan SBT pada fase TM.

(4) SPBK per ha yang diterbitkan oleh Ditjen Perkebunan pada tahun sebelum Tahun Pajak berjalan pada fase TBM.

(5) SBT per ha pada fase TBM untuk Tahun Pajak berjalan.

Perhitungan SBT untuk fase TBM sebagai berikut:

a.SBT TBM1 (P0) = 71% x (SBPK P0) = 71% x Rp13.768.000 = Rp9.775.280


b. (P1) = 71% x (SBPK P1) = 71% x Rp 7.950.000 = Rp5.644.500
c.SBT TBM2 (P2) = 71% x (SBPK P2) = 71% x Rp 7.688.000 = Rp5.458.480
d.SBT TBM3 (P3) = 71% x (SBPK P3) = 71% x Rp 8.365.000 = Rp5.939.150

(6) SBT per ha pada fase TM untuk Tahun Pajak berjalan.

Perhitungan SBT untuk fase TM sebagai berikut:

a.SBT TM1 = (SBT TBM3) x (IBT TM1) = Rp5.939.150 x 0,9514 = Rp5.650.507


b.SBT TM2 = (SBT TBM3) x (IBT TM2) = Rp5.939.150 x 0,9052 = Rp5.376.119
c.SBT TM3 = (SBT TBM3) x (IBT TM3) = Rp5.939.150 x 0,8613 = Rp5.115.390
d.dan seterusnya.

(7) SIT per ha untuk Tahun Pajak berjalan, dihitung dengan cara sebagai berikut :

a.SIT TBM1 = (SBT TBM1)


b.SIT TBM2 = (SBT P0) + (SBT P1) = Rp 9.775.280 + Rp5.644.500 = Rp15.419.780
c.SIT TBM3 = (SIT TBM1) + (SBT TBM2)= Rp15.419.780 + Rp5.458.480 = Rp20.878.260
d.SIT TM1 = (SIT TBM2) + (SBT P3) = Rp 20.878.260+ Rp5.939.150 = Rp26.817.410
e.SIT TM2 = (SIT TBM3) + (SBT TM1) = Rp 26.817.410+ Rp5.650.507 = Rp32.467.917
f.SIT TM3 = (SIT TBM3) + (SBT TM2) = Rp 26.817.410+ Rp5.376.119 = Rp32.193.529
g.dan seterusnya = (SIT TBM3) + (SBT TM3) = Rp 26.817.410+ Rp5.115.390 = Rp31.932.800

(8) SIT per m2 sebagai dasar perhitungan SIT. SIT merupakan bagian nilai tanah Areal Produktif.
1. SIT UNTUK TANAMAN BERUMUR PANJANG
Penghitungan SIT
1. SIT pada fase TBM
a. SIT fase TBM1 merupakan SBT pada fase TBM1;

b. SIT fase TBM2 merupakan penjumlahan dari SIT pada fase TBM1 dengan SBT pada
fase TBM2;
c. SIT fase TBMn merupakan penjumlahan dari SIT fase TBMn-1 dengan SBT fase TBMn.

2. SIT pada suatu tahun dalam fase TM ditetapkan sebesar SIT pada fase TBM terakhir
(TBMn) ditambah dengan SBT pada fase TM tahun tersebut.
3. Rincian fase TBM dan TM sesuai umur tanaman masing-masing jenis tanaman
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II A SE-149/PJ/2010
4. Apabila terdapat tanaman yang berumur lebih dari umur maksimal tanaman
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II A SE-149/PJ/2010, SIT tanaman pada umur
tersebut ditetapkan sama dengan SIT pada fase TM terakhir (TMn).
5. Apabila di wilayah kerja kanwil terdapat jenis tanaman yang tidak tercantum dalam
Rincian fase TBM dan TM sesuai umur tanaman (Lampiran II A SE-149/PJ/2010), maka
fase TBM dan TM jenis tanaman tersebut agar diupayakan untuk diperoleh pada dinas
terkait di wilayah setempat.
Penghitungan SBT
1. SBT pada fase TBM
a. SBT pada fase TBM1 adalah sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK
untuk kegiatan P0 dan kegiatan P1.
b. SBT pada fase TBM2 adalah sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK
untuk kegiatan P2, dan seterusnya.
c. SBPK yang digunakan adalah SBPK untuk tahun sebelum Tahun Pajak berjalan.
d. Dalam hal SBPK tahun sebelum tahun pajak tidak diterbitkan, maka SBT pada fase
TBM Tahun Pajak berjalan ditentukan berdasarkan penyesuaian SBT pada fase TBM
Tahun Pajak sebelumnya dengan tingkat diskonto 10% (sepuluh persen).
2. SBT pada fase TM ditetapkan sebesar SBT pada fase TBM terakhir (TBMn) dikalikan
dengan IBT pada fase TM tersebut.
Besarnya IBT
IBT ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B SE-149/PJ/2010

134
1. Mengingat Tanaman Berumur Pendek berumur kurang
dari 1 tahun, maka SIT ditentukan sebesar biaya
pengolahan tanah, penanaman, dan pemeliharaan
untuk tanaman tersebut.
2. Penentuan Sektor Perkebunan untuk tanaman berumur
pendek didasarkan pada keadaan objek pajak yang
digunakan untuk mengusahakan jenis tanaman
berumur pendek yang sama secara terus menerus
dalam kurun waktu lebih dari 5 tahun.
RINCIAN FASE TBM DAN TM SESUAI UMUR TANAMAN

Apabila di wilayah kerja Saudara terdapat jenis tanaman yang tidak tercantum dalam Rincian fase TBM dan TM
sesuai umur tanaman sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II A Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, maka fase
TBM dan TM jenis tanaman tersebut agar diupayakan untuk diperoleh pada dinas terkait di wilayah setempat.
INDEKS BIAYA TANAMAN (IBT)
7 WILAYAH PERKEBUNAN
MENURUT DITJEN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Wilayah I Wilayah III Wilayah V


Banten
Nanggroe Aceh Wilayah IV Sulawesi Utara
Jawa Barat Wilayah II Wilayah VI Wilayah VII
Jawa Tengah Darussalam Sulawesi Tengah
Daerah Istimewa Sumatera Selatan Sumatera Utara Nusa Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Papua
Yogyakarta Barat
Jambi Riau Sulawesi Tenggara Maluku Utara Papua Barat
Jawa Timur
Bali Bengkulu Kepulauan Riau Nusa Tenggara Gorontalo
Lampung Kalimantan Barat Timur Sulawesi Barat
Sumatera Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah
Bangka Belitung Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
SBPK 2009
SBPK 2009
(LANJUTAN)
DAFTAR TANAMAN DALAM SBPK 2009

1. Kelapa Sawit Jika terdapat jenis tanaman selain


2. Karet 14 jenis tanaman yang ada, SBPK
3. Kakao diupayakan untuk diperoleh dari
4. Kelapa Hibrida dinas perkebunan masing-masing
daerah.
5. Kelapa Dalam
6. Kopi
7. Teh
8. Pala
9. Lada
10. Kemiri
11. Melinjo
12. Pinang
13. Kapulaga
14. Cassiavera
PENYESUAIAN SBT (1)
PENYESUAIAN SBT (2)
SBPK TIDAK DITERBITKAN
1. Dalam hal SBPK pada tahun sebelum Tahun Pajak berjalan tidak diterbitkan, SBT
pada fase TBM Tahun Pajak berjalan ditentukan berdasarkan penyesuaian SBT
pada fase TBM Tahun Pajak sebelumnya dengan tingkat diskonto 10% (sepuluh
persen), dengan formula sebagai berikut:

SBTt = SBTt-1 x ( 1+i )

dimana :
SBTt = SBT Tahun Pajak berjalan;
SBTt-1 = SBT Tahun Pajak sebelumnya;
i = tingkat diskonto yang ditetapkan sebesar10%.

144
PENGHITUNGAN NILAI BANGUNAN
AREAL PERKEBUNAN

Nilai Bangunan = Nilai Bangunan/m2 x luas

Nilai Bgn/m2 = jumlah nilai seluruh bangunan


jumlah luas seluruh bangunan
Nilai Tanah Areal Produktif
Diperoleh melalui penghitungan biaya perolehan tanah (produktif) dengan cara
quantity survey atau perbandingan dengan objek pajak sejenis ditambah dengan
Standar Investasi Tanaman (SIT).
Nilai Areal Belum Produktif
Diperoleh melalui penghitungan biaya perolehan tanah dengan cara quantity
survey atau perbandingan dengan objek pajak sejenis ditambah dengan biaya
pengolahan tanah jika sudah diolah.
Nilai areal emplasemen
Diperoleh melalui penghitungan biaya perolehan tanah matang (telah
terbangun) baik dengan cara quantity survey atau melalui perbandingan dengan
areal terbangun lainnya.
Nilai areal lainnya (areal tidak produktif)
Diperoleh melalui penghitungan biaya perolehan tanah baik dengan cara
quantity survey atau perbandingan dengan objek pajak sejenis.
Kesesuain lahan S1, S2, S3, N
Analisis Nilai tanah sesuai
dengan prinsip Jenis tanah Gambut, mineral
SE-25/PJ.6/2006 dan
Aksesibilitas Jalan, jarak ke pemukiman
SE-26/PJ/2006
Kontur Datar, bergelombang

infrastruktur Listrik, komunikasi, parit

Cadangan lahan Untuk pengembangan

FAKTOR produktivitas Standar produksi rata-rata


PENYESUAIAN
luas lahan Standar luas lahan optimal

Jarak dari PKS Dalam KM

Jarak dari Dalam KM


Pelabuhan

Status Hak HGU, hak milik

Pengelolaan Badan, perorangan


PROSEDUR PEMBENTUKAN BASIS DATA
OBJEK PAJAK PBB SEKTOR PERKEBUNAN
1. Kepala KPP Pratama memerintahkan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk melaksanakan
penyampaian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(LSPOP).
2. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneruskan perintah kepada Account Representative (AR).
3. AR membuat konsep Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP.
4. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti, memaraf konsep Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP dan
menyampaikan kepada Kepala KPP Pratama.
5. Kepala KPP Pratama menyetujui dan menandatangani Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP serta
mengembalikan ke Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
6. AR menyampaikan Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP kepada Wajib Pajak.
7. Wajib Pajak mengisi SPOP dan LSPOP dan menyerahkan kembali ke KPP Pratama.
8. Setelah menerima SPOP dan LSPOP yang telah diisi oleh Wajib Pajak, Kepala KPP Pratama memerintahkan
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk meneliti SPOP dan LSPOP.
9. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan meneliti dan memberikan usulan tindak lanjut kepada Kepala KPP
Pratama.
10. Kepala KPP Pratama meneliti dan mempelajari usulan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
11. Kepala KPP Pratama memerintahkan Penilai untuk melakukan penilaian dan pengisian Formulir Data
Masukan (FDM) berdasarkan SPOP, LSPOP dan Lembar Kerja Penilaian/Laporan Penilaian.
12. Penilai melakukan penilaian, mengisi FDM dan menandatangani SPOP dan FDM serta meneruskan ke Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan
13. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menandatangani SPOP dan FDM kemudian meneruskannya ke Seksi
PDI.
14. Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console (OC) untuk melakukan perekaman SPOP dan FDM ke
dalam Aplikasi SISMIOP untuk Sektor Perkebunan.
15. OC merekam SPOP dan FDM ke dalam aplikasi SISMIOP untuk Sektor Perkebunan, kemudian meneruskan
SPOP dan FDM ke Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk ditatausahakan dan diarsipkan.
16. Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menatausahakan dan mengarsipkan SPOP dan FDM.
17. Proses selesai.
PROSEDUR PEMUTAKHIRAN/PEMELIHARAAN BASIS DATA
OP PBB SEKTOR PERKEBUNAN
1. Kepala KPP Pratama memerintahkan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk melaksanakan
pemutakhiran/pemeliharaan basis data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan.
2. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempelajari, melakukan penelitian/analisis untuk mempersiapkan
pemutakhiran/pemeliharaan basis data PBB Sektor Perkebunan. Setelah itu Kepala Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan melaporkan dan memberikan usulan kepada Kepala Kantor apakah pemutakhiran/pemeliharaan data
dilaksanakan dengan penyampaian SPOP dan LSPOP kepada Wajib Pajak atau dilaksanakan dengan penilaian
kembali berdasarkan data yang sudah ada pada basis data.
3. Kepala Kantor meneliti dan mempelajari usulan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
a. Apabila diperlukan penyampaian SPOP dan LSPOP kepada Wajib Pajak, maka prosedur kerja dilakukan sesuai dengan SOP/Tata
Cara Tata Cara Pembentukan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan.
b. Apabila tidak diperlukan penyampaian SPOP dan LSPOP kepada Wajib Pajak, Kepala KPP Pratama memerintahkan Penilai untuk
melakukan penilaian dan pengisian Formulir Data Masukan (FDM) dan membuat salinan SPOP berdasarkan data pada basis data.
Prosedur kerja dilanjutkan dengan prosedur kerja nomor 4.
4. Penilai melakukan penilaian, mengisi dan menandatangani salinan SPOP dan FDM, kemudian meneruskan ke
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
5. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menandatangani salinan SPOP dan FDM, kemudian meneruskan ke Seksi
PDI.
6. Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console (OC) untuk melakukan perekaman FDM ke dalam Aplikasi
SISMIOP untuk Sektor Perkebunan.
7. OC merekam FDM ke dalam aplikasi SISMIOP untuk Sektor Perkebunan, kemudian meneruskan SPOP dan FDM ke
Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk ditatausahakan dan diarsipkan.
8. Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menatausahakan dan mengarsipkan SPOP dan FDM.
9. Proses selesai.
PROSEDUR PENYELESAIAN PERMOHONAN PENCETAKAN
RINCIAN PERHITUNGAN NILAI (RPN)

1. Wajib Pajak mengajukan Surat Permohonan Pencetakan RPN melalui TPT.


2. Petugas TPT menerima Surat Permohonan Pencetakan RPN, meneliti kelengkapan dan
menerbitkan BPS kemudian meneruskan berkas permohonan ke Pelaksana Seksi
Pelayanan.
3. Pelaksana Seksi Pelayanan meneruskan berkas permohonan ke Kepala Seksi Pelayanan.
4. Kepala Seksi Pelayanan meneruskan berkas permohonan kepada Kepala Seksi PDI.
5. Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console mencetak RPN.
6. OC mencetak RPN dan menyerahkan kepada Kepala Seksi PDI.
7. Kepala Seksi PDI meneliti dan memaraf dan meneruskan RPN ke Kepala KPP Pratama.
8. Kepala KPP Pratama meneliti dan menandatangani RPN dan menyerahkan kepada
Kepala Seksi PDI.
9. Kepala Seksi PDI meneruskan RPN ke Kepala Seksi Pelayanan.
10. Kepala Seksi Pelayanan meneruskan RPN ke Pelaksana Seksi Pelayanan dan
memerintahkan untuk ditatausahakan dan disampaikan ke Wajib Pajak.
11. Pelaksana Seksi Pelayanan menatausahakan dan menyampaikan RPN ke Wajib Pajak.
12. Proses selesai.
Tata Cara Penyelesaian Permohonan Pencetakan Rincian Perhitungan Nilai (RPN)

Pelaksana Seksi
Wajib Pajak Petugas TPT Kasi Pelayanan Operator Console Kasi PDI Kepala Kantor
Pelayanan

Mulai

Menerima,
Permohonan meneliti
Meneruskan Meneruskan Memerintahkan
Pencetakan RPN kelengkapan,
permohonan permohonan pencetakan RPN
menerbitkan BPS,
dan meneruskan

Mencetak

BPS

Konsep RPN Meneliti dan Meneliti dan


memaraf menandatangani

SOP Memerintahkan
Pemrosesan dan penatausahaan RPN
Meneruskan
Penatausahaan dan penyampaian
Dokumen dokumen

SOP Tata Cara


RPN
Penyampaian
Dokumen di KPP

Selesai
KEMBALI KE ALUR
NAMA KELOMPOK

Ketua : _________
Anggota : _________
_________
_________
_________
_________

YEL-YEL :
_____________________
_____________________
(Max. 10 detik)

156
Tugas kelompok
• Kel.1: Menyusun SIT Perkebunan Sawit Tahun
2020 Wilayah I
• Kel.2: Menyusun SIT Kebun Sawit Tahun 2022
Wilayah III
• Kel 3: Menyusun SIT Kebun Coklat Tahun
2020 Wilah II
• Kel 4: Menyusun SIT Kebun Coklat Tahun
2022 Wilayah IV
• Kel 5: Menyusun SIT Kebun Karet Tahun 2020
Wilayah I
• Kel 6: Menyusun SIT Kebun Karet Tahun 2022
Wilayah III
• Kel 7: Menyusun SIT Kebun Karet Tahun
2024 Wilayah VI
PBB PERHUTANAN
Sebuah Perusahaan mengelola hutan alam memiliki data sbb:
1. Areal Produktif blok tebangan: 100 Ha
2. Areal belum produktif: 200 Ha; NT=Rp250,00/m2
3. Log yards: 5 Ha; NT=Rp300,00/m2
4. Areal Emplasemen: 2 Ha; NT=Rp350,00/m2
5. Bangunan emplasemen:
- rumah karyawan: 0,5Ha; NB=Rp800.000,00/m2
- gudang: 1.000 m2 ; NB=Rp750.000,00/m2
6. Pendapatan Kotor= Rp1,5 milyar
7. Biaya Produksi= Rp300 juta
8. Angka kapitalisasi= 8,5

Hitung PBB atas hutan alam tersebut!


Permenkeu No: 139/PMK.03/2014 tanggal 10 Juli 2014 tentang
Klasifikasi dan Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB

PER-42/PJ/2015 tanggal 10 Desember 2015 tentang Pengenaan PBB Sektor Perhutanan

SE-05/PJ/2016 tanggal ........ 2016 tentang Pengenaan PBB Sektor Perhutanan


OBJEK PBB PERHUTANAN

Bumi dan/atau bangunan yg berada di dalam kawasan


yg digunakan utk kegiatan usaha perhutanan

Kegiatan usaha perhutanan meliputi:


1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu termasuk IUPHHK-RE
2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
3. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu
4. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu
5. Hak Pengusahaan Hutan
6. Hak Pemungutan Hasil Hutan
7. Izin lain yang sah, antara lain berupa penugasan khusus terkait
dg usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan pada hutan
produksi
PER: 42/PJ/2015
161
OBJEK PBB PERHUTANAN

Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan meliputi:


1. Wilayah yg digunakan utk kegiatan usaha perhutanan yg diberikan
izin seperti tersebut sebelumnya
2. Wilayah di luar wilayah yg digunakan utk kegiatan usaha perhutanan
yg diberikan izin-izin tsb yg merupakan satu kesatuan dan digunakan
utk kegiatan usaha perhutanan

PMK: 139/PMK.03/2014

162
ALUR PROSES PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN

K P P P R AT A M A

Penilai Seksi PDI

Lembar Kerja SPPT


Perhitungan Nilai
atau
SPOP & LSPOP Laporan Penilaian
SEKTOR Aplikasi
PERHUTANAN SISMIOP RPN
Sektor
Perhutanan
Report
FDM Lainnya
WAJIB PAJAK
ISTILAH DAN DEFINISI

Pengenaan

kegiatan menetapkan Wajib Pajak dan besarnya


pajak terutang untuk PBB Sektor Perhutanan
berdasarkan peraturan perundang-undangan PBB
Heemm
disini ada
areal apa
saja ya..??

165
AREAL DI DALAM KAWASAN YG DIGUNAKAN UTK KEGIATAN
USAHA PERHUTANAN

Areal Produktif
areal hutan yang telah ditanami pada Hutan Tanaman, atau
areal blok tebangan pada Hutan Alam, dan areal blok pemanenan pd hutan alam

Areal Belum Produktif

areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan areal blm diolah pada Hutan Tanaman, atau
areal hutan yang dapat ditebang selain blok tebangan, dan areal blok pemanenan pada Hutan Alam

Areal Tidak Poduktif Tidak dapat diusahakan: sungai, buffer zone, kawasan perlindungan setempat

Areal Pengaman Pendukung dan pengaman: log ponds, log yards, jalan, kanal, parit

Areal Emplasemen Tempat berdirinya bangunan, pekarangan dan areal penunjang lainnya

Areal yg tdk dikenakan PBB Pasal 3 ayat(1) UU PBB


Sekarang kita lihat
beberapa istilah dan
definisi di dlm PBB
sektor Pht
ISTILAH DAN DEFINISI

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil
1 Hutan Kayu (IUPHHK) hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan
alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan
2 Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pemasaran

izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada


Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu
3 (IPHHK)
hutan produksi melalui kegiatan pemanenan,
pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan
volume tertentu
Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan
4 Kayu

izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung
dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-
getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu

Untuk membangun kawasan dalam hutan alam pd


Izin Usaha Pemafaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Produksi yg memiliki ekosistem penting sehingga
Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dpt dipertahankan fungsi dan keterwakilannya
ISTILAH DAN DEFINISI

kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil


1 Hutan Produksi hutan
[Permenhut No. P69/Menhut-II/2009]

hutan produksi yang dibangun dan dimanfaatkan melalui


serangkaian kegiatan berupa penyiapan lahan, perbenihan atau
2 Hutan Tanaman pembibitan, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau
penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan
[Permenhut No. P03/Menhut-II/2005]

3 Hutan Alam

hutan produksi yang di dalamnya telah bertumbuhan pohon-pohon alami


dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa pemanenan atau
penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan
pemasaran hasil hutan
[PP 6 Th 1999 dan PP 6 Th 2007]
ISTILAH DAN DEFINISI

jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk
Standar Investasi
1 Tanaman (SIT)
pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman

angka yang digunakan untuk mengonversi pendapatan bersih


2 Angka Kapitalisasi setahun menjadi nilai tanah Areal Produktif pada Hutan Alam

seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil


hutan, sampai di log ponds/log yards untuk hasil hutan kayu atau
3 Biaya Produksi sampai di tempat pengumpulan lain untuk hasil hutan bukan kayu,
pada Hutan Alam

Rasio Biaya Produksi


4

persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata Biaya Produksi


setahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor setahun
ISTILAH DAN DEFINISI

harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang


terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual
Nilai Jual Objek Pajak
1 (NJOP)
beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP
pengganti

surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk
Surat Pemberitahuan Objek
2 Pajak (SPOP)
melaporkan data objek pajak sektor perhutanan ke Direktorat
Jenderal Pajak

Lampiran Surat formulir yang dipergunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak
3 Pemberitahuan Objek Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak sektor perhutanan
(LSPOP)

Daftar Biaya Komponen


4 Bangunan (DBKB)

daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan


berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama
dan/atau biaya komponen material bangunan dan/atau biaya komponen
fasilitas bangunan.
Tahukah Sdr siapakah
yg menjadi SP dan WP
Sektor Perhutanan??
SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PBB SEKTOR PERHUTANAN

Subjek Pajak PBB Sektor Perhutanan

Yang dikenakan kewajiban


membayar PBB Sektor
Perhutanan menjadi Wajib
orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai Pajak PBB Sektor
suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat Perhutanan
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
4
memperoleh manfaat atas bangunan, yang digunakan untuk
kegiatan usaha perhutanan
DASAR PENGENAAN PAJAK

NJOP PBB
Sektor
Perhutanan

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan


KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN TANAMAN

Nilai Tanah
a. Areal Produktif = Luas x (Nilai Tanah/m2 + SIT/m2)
b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Tanah/m2
Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
c. Areal Emplasemen = Luas x Nilair Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Tanah/m2

Nilai Tanah/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah NJOP BUMI

NJOP

Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

Total Nilai Bangunan : Total Luas Bangunan Tarif NJKP NJOP TKP

Nilai Bangunan

a. Pabrik/Kilang i. MCK PBB


b. Perkantoran j. Jalan diperkeras Terhutang
c. Perumahan k. Landasan Pesawat
d. Mess/Guest House l. Pelabuhan
e. Gudang m.Jembatan
f. Ruang WorkShop n. Gorong-gorong
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi o. Bangunan Lainnya
h. Poliklinik
KONSEP PENILAIAN DAN PERHITUNGAN PBB SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN ALAM

Nilai Tanah
a. Areal Produktif = Nilai Tanah Areal Produktif
b. Areal Belum Produktif = Luas x Nilai Tanah/m2
Total Nilai Tanah : Total Luas Tanah
c. Areal Emplasemen = Luas x Nilai Tanah/m2
d. Areal Lainnya = Luas x Nlilai Tanah/m2

Nilai Tanah/m2 Klasifikasi NJOP Bumi/m2 x Luas Tanah NJOP BUMI

NJOP

Nilai Bgn/m2 Klasifikasi NJOP Bgn/m2 X Luas Bgn NJOP BGN

Total Nilai Bangunan : Total Luas Bangunan Tarif NJKP NJOP TKP

Nilai Bangunan

a. Pabrik/Kilang i. MCK PBB


b. Perkantoran j. Jalan diperkeras Terhutang
c. Perumahan k. Landasan Pesawat
d. Mess/Guest House l. Pelabuhan
e. Gudang m.Jembatan
f. Ruang WorkShop n. Gorong-gorong
g. Sarana Olah Raga/Rekreasi o. Bangunan Lainnya
h. Poliklinik
PERHITUNGAN NILAI TANAH AREAL PRODUKTIF
HUTAN ALAM

Nilai Tanah (Areal Produktif) = Pendapatan Bersih x Angka Kapitalisasi

Pendapatan Bersih = Pendapatan Kotor – Biaya Produksi

Pendapatan Kotor = Jumlah Produksi Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu x
Harga Satuan produksi

Biaya Produksi = Ratio Biaya Produksi x Pendapatan Kotor

Catatan: Angka kapitalisasi dan rasio biaya produksi ditetapkan dengan


Keputusan Direktur Jenderal Pajak
SPOP PBB SEKTOR PERHUTANAN
1. Pendaftaran OP atau pemutakhiran data OP PBB dilakukan oleh subjek
pajak atau WP dengan cara mengisi SPOP & LSPOP, dengan jelas, benar,
dan lengkap

2. LSPOP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP

3. SPOP harus ditandatangani oleh subjek pajak atau WP

4. Dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau WP,


harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus

5. LSPOP dapat berupa LSPOP Hutan Alam atau LSPOP


Hutan Tanaman
SPOP PBB SEKTOR PERHUTANAN

 SPOP dan LSPOP yang telah diisi dan ditandatangani, disampaikan kepada
KPP Pratama selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal
diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak.

 Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak adalah:


 tanggal stempel pos pengiriman, jika dikirim oleh KPP Pratama melalui pos;
 tanggal diterima secara langsung, jika diterima secara langsung oleh subjek pajak.

 Tanggal dikirim kepada KPP Pratama yang dijadikan dasar untuk


menentukan waktu paling lambat diterima KPP Pratama adalah:
 tanggal stempel pos pengiriman, jika dikirim oleh subjek pajak
melalui pos;
 tanggal diterima secara langsung, jika diterima
secara langsung oleh KPP Pratama.
PENDAFTARAN & PENDATAAN

Sarana pendaftaran atau pendataan OP PBB adalah SPOP dan LSPOP

KPP menyampaikan SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak paling
lambat akhir bulan September sebelum tahun pajak

SPOP dan LSPOP yang sudah diisi dengan lengkap, benar dan jelas serta
ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak harus disampaikan ke KPP
paling lambat akhir bulan Oktober sebelum tahun pajak.

KPP menatausahakan SPOP dan LSPOP dan merekam ke dalam basis data PBB
Sektor Perhutanan
TAHAPAN PENGADMINISTRASIAN PBB SEKTOR
PERHUTANAN

 SPOP dan LSPOP digunakan sebagai dasar penghitungan nilai


tanah dan nilai bangunan
 Hasil perhitungan nilai tanah dan nilai bangunan dituangkan ke
FDM
 SPOP, LSPOP dan FDM digunakan sebagai sarana perekaman data
ke dalam aplikasi SISMIOP Sektor Perhutanan

SPOP dan LSPOP sebagai lampiran:


 Lembar Kerja Perhitungan Nilai (LKPN) atau
 Laporan Penilaian
• Sekarang kita coba melihat
yang namanya Standar Investasi
Tanaman (SIT) sektor
Perhutanan
PENGHITUNGAN SIT

Standar Investasi Tanaman (SIT)


jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk
pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman

Satuan Biaya Tanaman (SBT)

satuan biaya yang diinvestasikan tiap tahun berdasarkan umur dan


jenis tanaman

Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman (SBPHT)


satuan biaya tahunan per kegiatan yang meliputi kegiatan
pembukaan lahan dan penanaman (P0), pemeliharaan
tahun pertama (P1), dan seterusnya sampai pemeliharaan
tahun terakhir (Pn) untuk setiap hektar pembangunan
hutan tanaman di suatu wilayah, yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan,
Kementerian Kehutanan.
PENGHITUNGAN SIT

SBPHT

SBT
1 Terendah-Tertinggi

2 Per Wilayah Median SBPHT x 72% x Index Wilayah x Indeks Tanaman

3 Per Jenis Tanaman


SIT

SIT P1 = SBT P0 + SBT P1


SIT P2 = SBT P0 + SBT P1 + SBT P2
SIT Pn = SBT P(n-1) + SBT Pn
INDEKS WILAYAH

Wilayah I Wilayah II Wilayah III Wilayah IV

Sulawesi Selatan Kalimantan Timur Papua


Banten Papua Barat
Sulawesi Tengah Riau
Jawa Barat Maluku
Sulawesi Utara NAD
Jawa Tengah Maluku Utara
Gorontalo Kep. Riau
DIY Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Tenggara Bangka Belitung
Jawa Timur
Kalimantan Tengah Bali
Sumatera Utara
Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat
Sumatera Barat
Sumatera Selatan Kalimantan Selatan
1,100
Jambi
Bengkulu 1,030
Lampung 0,970
0,900
SATUAN BIAYA PEMBANGUNAN HUTAN
TANAMAN

Dalam hal SBPHT pada tahun sebelum Tahun Pajak tidak


diterbitkan, SBT ditentukan berdasarkan penyesuaian SBT
Tahun Pajak sebelumnya dengan tingkat diskonto 10%

SBTt = SBTt-1 x ( 1+i )


SBTt = SBT Tahun Pajak
SBTt-1 = SBT Tahun Pajak sebelumnya
i = tingkat diskonto (10%)
INDEKS TANAMAN
PERHITUNGAN SIT PERHUTANAN
JATI
TAHUN 2013 (WILAYAH III KALIMANTAN TIMUR)

SBPHT Tahun 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013


UMUR (Per Ha)
Fase
(Tahun) SIT
MEDIAN INDEKS SBT(Per Ha) SBT(Per Ha)
WILAYAH INDEKS TANAMAN (Per Ha) (Per M2)
1 2 3 4 5 6(3X72%X4X5) 7(6x(1+0,1)) 7 8

Rp 8,754,200 Rp 875
P0 Rp 10,573,298 1.0330 1.0120 Rp 7,958,364 Rp 8,754,200
1
Rp 9,783,111 Rp 978
P1 Rp 1,242,715 1.0330 1.0120 Rp 935,373 Rp 1,028,910

2
P2 Rp 978,816 1.0330 1.0120 Rp 736,740 Rp 810,414 Rp 10,593,525 Rp 1,059

3
P3 Rp 859,208 1.0330 1.0120 Rp 646,713 Rp 711,384 Rp 11,304,910 Rp 1,130

4
P4 Rp 488,658 1.0330 1.0120 Rp 367,806 Rp 404,586 Rp 11,709,496 Rp 1,171

5
P5 Rp 244,261 1.0330 1.0120 Rp 183,852 Rp 202,237 Rp 11,911,732 Rp 1,191
RINCIAN FASE PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN
FDM Hutan Tanaman
FDM Hutan Alam
FORMAT SIT
RINCIAN PERHITUNGAN NILAI
SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN TANAMAN

NOP : TAHUN PAJAK :


ALAMAT OP :
DESA/KEL : NILAI TANAH PER M2 :
KECAMATAN : NILAI BANGUNAN PER M2 :
KAB/KOTA : PBB TERUTANG :
PROVINSI :
NAMA WAJIB PAJAK :
NPWP :

I. PERHITUNGAN NILAI TANAH


NILAI DASAR PER NILAI DASAR SIT NILAI TANAH
NO. JENIS AREAL LUAS
M2 (Rp) TANAH (Rp) (Rp) (Rp)
1 2 3 4 5(3x4) 6 7 (5+6)
1 AREAL PRODUKTIF
2 AREAL BELUM PRODUKTIF
3 AREAL EMPLASEMEN
4 AREAL LAINNYA
a. Log Ponds
b. Log Yards
c. Areal Tidak Produktif
Tanah Hutan Blok Tebangan diluar RKT
JUMLAH

II. PERHITUNGAN NILAI BANGUNAN

NILAI BANGUNAN
NO. JENIS BANGUNAN
LUAS PER M2 NILAI BANGUNAN
(M2) (Rp) (Rp)
1 2 3 4 5 (3x4)
1 Pabrik/Kilang
a. Bangunan Pabrik
b. Pipa
c. Tangki
d. Silo
2 Perkantoran
3 Perumahan 25/10/2007
4
5
6
Mess/Guest House
Gudang
Ruang Workshop
RPN HUTAN TANAMAN
7 Sarana Olah Raga/Rekreasi
8 PolikliniK Nur Salam
9 MCK
10 Jalan diperkeras 20/10/2007
11 Landasan Pesawat Udara/Helipad
12 Pelabuhan
13 Jembatan
14 Bangunan Lainnya Ratna Sari
JUMLAH
III. PERHITUNGAN PBB TERHUTANG
OBJEK PAJAK LUAS (M2) KELAS NJOP PER M2 TOTAL NJOP
1 2 3 4 5
BUMI
BANGUNAN
NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB =
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) =
NJOP untuk penghitungan PBB =
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) = 40% x
PBB yang Terutang = 0,5% x
PBB YANG HARUS DIBAYAR (Rp)

............................., ......................
Kepala Kantor

Nama
NIP
RINCIAN PERHITUNGAN NILAI
SEKTOR PERHUTANAN
HUTAN ALAM

NOP : TAHUN PAJAK :


ALAMAT OP :
DESA/KEL : NILAI TANAH PER M2 :
KECAMATAN : NILAI BANGUNAN PER M2 :
KAB/KOTA : PBB TERUTANG :
PROVINSI :
NAMA WAJIB PAJAK :
NPWP :

I. PERHITUNGAN NILAI TANAH


NILAI DASAR PER NILAI TANAH
NO. JENIS AREAL LUAS
M2 (Rp) (Rp)
1 2 3 4 5(3x4)
1 AREAL PRODUKTIF
2 AREAL BELUM PRODUKTIF
3 AREAL EMPLASEMEN
4 AREAL LAINNYA
a. Log Ponds
b. Log Yards
c. Areal Tidak Produktif -
Tanah Hutan Blok Tebangan diluar RKT
JUMLAH
x
NILAI TANAH AREAL PRODUKTIF
A. Pendapatan Kotor ........................................................................
(a)
:
........................................................................
B. Biaya Produksi (b)
Pendapatan Kotor x Rasio Biaya Produksi ( .... % )
C. Pendapatan Bersih ........................................................................
(c)
( a - b )
D. Angka Kapitalisasi (d) ...........
E. Nilai ........................................................................
(e)
( c - d )
F. Luas ........................................................................
(f)
G. Nilai Tanah Per M² (g)........................................................................
( e : f )

II. PERHITUNGAN NILAI BANGUNAN

NILAI BANGUNAN
NO. JENIS BANGUNAN
LUAS PER M2 NILAI BANGUNAN
(M²) (Rp) (Rp)
1 2 3 4 5 (3x4)
1 Pabrik/Kilang

RPN HUTAN ALAM


a. Bangunan Pabrik
b. Pipa
c. Tangki
d. Silo
2 Perkantoran
3 Perumahan 25/10/2007
4 Mess/Guest House
5 Gudang
6 Ruang Workshop
7 Sarana Olah Raga/Rekreasi
8 PolikliniK Nur Salam
9 MCK
10 Jalan diperkeras 20/10/2007
11 Landasan Pesawat Udara/Helipad
12 Pelabuhan
13 Jembatan
14 Bangunan Lainnya Ratna Sari
JUMLAH
III. PERHITUNGAN PBB TERHUTANG
OBJEK PAJAK LUAS (M2) KELAS NJOP PER M2 TOTAL NJOP
1 2 3 4 5
BUMI
BANGUNAN
NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB =
NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) =
NJOP untuk penghitungan PBB =
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) = 40% x
PBB yang Terutang = 0,5% x
PBB YANG HARUS DIBAYAR (Rp)

........................., ......................
Kepala Kantor

Nama
NIP
PBB PERTAMBANGAN
(MIGAS DAN PABUM)
Permenkeu No: 139/PMK.03/2014 tanggal 10 Juli 2014 tentang
Klasifikasi dan Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB

PMK-26/PMK.03/2015 tanggal 10 Pebruari 2015 tentang Penatausahaan PBB Sektor


Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi

Perdirjen dan SE Drjen ttg Pengenaan PBB Sektor Pertambangan untuk Pertambangan
Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi
Pengertian
PBB Minyak dan Gas Bumi
PBB Migas adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan
Gas Bumi.

PBB Panas Bumi


PBB Panas Bumi adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam
kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi.
Pengertian
Kawasan yg digunakan utk kegiatan usaha pertambangan Migas dan
Pabum meliputi:
a. Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya
b. Wilayah di luar Wilayah Kerja atau Wilayah Sejenisnya yg
merupakan satu kesatuan dan digunakan utk kegiatan usaha
pertambangan Migas dan Pabum yg merupakan wilayah
penunjang kegiatan usaha pertambangan Migas dan Pabum yg
menjadi bagian yg secara fisik tdk terpisahkan dgn permukaan
bumi yg dikenakan PBB Migas dan Pabum di dalam Wilayah Kerja
atau Wilayah Sejenisnya

PMK: 139/PMK.03/2014

198
Hayoo...tahu
gak objek
PBB Migas
dan Pabum

199
Objek Pajak PBB Migas dan Pabum
Objek pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di
dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak
Bumi dan Gas Bumi.

Obyek Pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan yang berada
di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas
Bumi.

Objek Pajak Bumi terdiri dari:


a. Permukaan Bumi yang meliputi onshore dan offshore
b. Tubuh Bumi yang meliputi: Eksplorasi dan Eksploitasi

Objek Pajak Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan


atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
Objek Pajak PBB Pertambangan Migas dan Pabum
Areal Belum Produktif
Permukaan bumi Areal Tidak Produktif
onshore Areal Emplasemen
Tahap Areal Lainnya
Eksplorasi Permukaan bumi Areal Offshore
offshore Areal Lainnya

1. BUMI Tubuh Bumi Eksplorasi

Areal Produktif
Permukaan bumi Areal Belum Produktif
onshore Areal Tidak Produktif
Areal Emplasemen
Areal Lainnya

Permukaan bumi Areal Offshore


offshore Areal Lainnya

Tahap Tubuh Bumi Eksploitasi, dalam hal:


1. terdapat hasil produksi yang terjual; atau
Eksploitasi 2. tidak terdapat hasil produksi yang terjual.
1. Bangunan Umum
2. BANGUNAN 2. Bangunan Khusus
Permukaan Bumi Onshore

minyak
bumi/pan Keterangan:
Areal yang dikenakan PBB
as bumi Areal Produktif
Migas atau PBB Panas Bumi
Areal Belum Produktif
Areal Tidak Produktif Areal Wilayah Kerja (WK)/WS
Areal Emplasemen
Permukaan Bumi Offshore
Keterangan:
Areal yang dikenakan PBB
Migas
Areal Wilayah Kerja (WK)

Minyak Bumi
Objek Pajak PBB Migas dan Pabum

PERMUKAAN BUMI
PERMUKAAN BUMI
Areal PERAIRAN Lepas
Areal DARATAN
Pantai (offshore)
(onshore)

Garis pantai

TUBUH BUMI TUBUH BUMI


(PRODUKSI) (PRODUKSI)
Sekarang subjek
pajak dan wajib
pajaknya tahu
gak...??

205
SUBJEK PAJAK & WAJIB PAJAK

Orang pribadi atau badan yg secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek
pajak PBB Migas atau PBB Pabum

dikenakan kewajiban bayar pajak

WAJIB PAJAK
Penatausahaan PBB Migas dan PBB Pabum

Pendaftaran OP

Pengadministrasian Objek Pajak

Penilaian NJOP

Perhitungan dan Penetapan

Pembayaraan dan Penagihan PBB Migas dan PBB Pabum


SPOP PBB Migas dan Pabum
Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)

Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) adalah surat yang


digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data obyek pajak
menurut ketentuan UU PBB.

Lampiran SPOP
PBB Migas Onshore & Offshore: LSPOP Migas Onshore &
Offshore, LSPOP PBB Migas Bangunan Umum & Khusus, LSPOP
PBB Migas Tubuh Bumi

PBB Pabum Onshore: LSPOP Pabum Onshore, LSPOP PBB


Pabum Bangunan Umum & Khusus, LSPOP PBB Pabum Tubuh
Bumi
Penilaian Objek Pajak (1)

Total Nilai Bumi


Areal
Onshore
Total Luas Areal
Nilai bumi Areal
per meter Offshore
persegi Kepdirjen Pajak
Tubuh Bumi
Eksplorasi

209
Penilaian Objek Pajak (2)
Nilai bumi per m² - Tubuh Bumi Eksploitasi

nilai bumi untuk tubuh


Nilai bumi per meter persegi bumi Eksploitasi
untuk tubuh bumi Eksploitasi
luas Wilayah Kerja
Nilai bumi untuk tubuh bumi Eksploitasi tersebut ditentukan
berdasarkan hasil perkalian :

Angka Hasil Harga produksi Minyak


Kapitalisasi Produksi Bumi dan/atau Gas Bumi PBB Migas
Angka Hasil Harga produksi uap
Kapitalisasi Produksi dan/atau listrik
PBB Pabum
Pembangkit listriknya dikelola sendiri
oleh Pengusaha Panas Bumi

Angka Hasil
Kapitalisasi Produksi
Harga produksi uap PBB Pabum
Pembangkit listriknya
dikelola sendiri oleh Pengusaha
Panas Bumi
Harga yg ditetapkan dlm
Harga Produksi
APBN/P satu tahun seblm
Minyak Bumi tahun pajak

Harga Gas Bumi Seb: 17,96% dari harga


minyak bumi

Harga Uap Rata2 harga kontrak uap


dan/atau listrik ditetapkan dg
dan/atau Listrik
Kepdirjen Pajak

Apabila ditetapkan
Menkeu Ini tdk berlaku
211
Angka Kapitalisasi & Hasil Produksi
Angka kapitalisasi sebagaimana dimaksud merupakan suatu
faktor untuk mengkonversi hasil produksi menjadi nilai jual
objek
Hasil produksi minyak bumi yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak adalah berupa minyak bumi yang terjual
(lifting) dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
Hasil produksi gas bumi yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak adalah berupa gas bumi yang terjual dalam
satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
Hasil produksi panas bumi yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak adalah berupa uap dan listrik yang terjual
dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
212
Penatausahaan dan Pembayaran
Penatausahaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi
adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pendaftaran
objek pajak, pengadministrasian objek pajak,
penilaian NJOP, perhitungan, penetapan dan
penagihan PBB Migas dan PBB Panas Bumi

Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi


adalah kegiatan pemindahbukuan penerimaan PBB
Migas dan PBB Panas Bumi dari rekening Migas dan
rekening Panas Bumi ke rekening Bank Persepsi
sesuai peraturan perundang-undangan

213
Alur Penatausahaan PBB Migas
(Ming. Ke-2 Juni)
SeluruhSPPT
Migas (1)
Ditjen
(Ming ke 2 Maret)

KK Anggaran SPOP offshore


(awal Maret) & tubuh bumi

KS
(akhir Jan) SPOP SPOP offshore (Akhir Maret)
& tubuh bumi Usul Perhitungan
BP (awal Peb)
(Mei) (Ming. Ke 2 April)
SPPT offshore Persetujuan
Migas SPOP KPP yang
Perhitungan
KP DJP & tubuh bumi (2)
Kanwil ditunjuk
(akhir April)
(awal Maret) (SPPT
akhir April)
onshore (2) SPPT offshore
SPOP (Ming ke 2 Maret) & tubuh bumi (3)
onshore SPOP onshore
(Akhir Maret)
Usul Perhitungan

(Ming. Ke 2 April)
Persetujuan Perhitungan
Kanwil
(akhir April) KPP
SPPT onshore (3) Pratama
214
Alur Penatausahaan PBB Panas Bumi
Pertamina
/KOB
(akhir Jan) SPOP
Ming. Ke 2 Juni)
(awal Peb)
Ditjen PT.
SPPT Pabum (1)
Anggaran SPOP
PGE
KP DJP
(awal Maret) (SPPT
akhir April)
Pabum (2)
SPOP (Ming ke 2 Maret)
onshore SPOP onshore
(Akhir Maret)
Usul Perhitungan

(Ming. Ke 2 April)
Persetujuan Perhitungan
Kanwil
(akhir April) KPP
SPPT Pabum (3) Pratama
215
Khusus KKKS yang
Alur Penatausahaan PBB Migas Tunduk Pada
Ketentuan PP.79/2010
(Tidak Melalui Pemindahbukuan)
KK
KS (Ming ke 2 Maret)
Seluruh SPPT
SPOP offshore
SPOP
(akhir Jan)

Migas (1)
(awal Maret) & tubuh bumi
(Juni)

SPOP offshore (Akhir Maret)


(awal Peb) & tubuh bumi Usul Perhitungan
BP SPOP
(Juni)
(Mei) (Ming. Ke 2 April)
Persetujuan
SPPT offshore KPP yang
Migas Seluruh SPPT
KP DJP & tubuh bumi (2) Perhitungan
ditunjuk
Migas (1)
Kanwil (akhir April)
(awal Maret) (SPPT
akhir April)
onshore (2) SPPT offshore
SPOP (Ming ke 2 Maret) & tubuh bumi (3)
onshore SPOP onshore
(Akhir Maret)
Usul Perhitungan

(Ming. Ke 2 April)
Persetujuan Perhitungan
Kanwil
(akhir April) KPP
SPPT onshore (3) Pratama
216
Khusus Kontrak
Pengusahaan Pabum
yang Tunduk Pada Alur Penatausahaan PBB Panas Bumi
Ketentuan UU
No.27/2003 (Tidak Melalui Pemindahbukuan)

(awal Peb)
(akhir Jan)

(Juni)
SPOP PT. SPOP Pertamina
SPPT Pabum (1) PGE (Juni)
/KOB
SPPT
KP DJP Pabum (1)

(awal Maret) (SPPT


akhir April)
Pabum (2)
SPOP (Ming ke 2 Maret)
onshore SPOP onshore
(Akhir Maret)
Usul Perhitungan

(Ming. Ke 2 April)
Persetujuan Perhitungan
Kanwil
(akhir April) KPP
SPPT Pabum (3) Pratama
217
TUGAS KPP PRATAMA
• Melakukan pengadministrasian data objek pajak PBB Migas untuk areal
daratan (onshore) dan PBB Panas Bumi berdasarkan wilayah
kabupaten/kota atau wilayah DKI Jakarta, yang wilayah kerjanya meliputi
letak objek pajak.(Pasal 12)
• Membuat analisis penentuan nilai tanah dan nilai bangunan
untuk
menetapkan NJOP atas objek pajak PBB Migas dan PBB Pabum dan
mengusulkan dalam SK Kakanwil.
• Membuat usulan kepada Kantor Wilayah yang wilayah kerjanya meliputi
letak OP.
• Menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Migas atau PBB Pabum
menurut Keadaan OP pada tanggal 1 Januari berdasarkan SPOP. (Pasal 15
ayat (1))
• Berdasarkan surat persetujuan perhitungan dari Kakanwil, menerbitkan
SPPT (rangkap 4) paling lambat akhir bulan April tahun pajak. (Pasal 15
ayat (2))
• Menyampaikan salinan dan rekapitulasi penerbitan SPPT kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan Mei tahun pajak. (Pasal 15 ayat
(3)) 218
TUGAS KPP MIGAS
• Melakukan pengadministrasian data objek pajak PBB Migas untuk
areal lepas pantai (onshore) dan tubuh bumi.
• Membuat analisis penetuan nilai tanah dan nilai bangunan untuk
menetapkan NJOP atas objek pajak PBB Migas dan mengusulkan
dalam SK Kakanwil.
• Membuat usulan kepada Kantor Wilayah Jakarta Khusus.
• Menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Migas atau PBB Pabum
menurut Keadaan OP pada tanggal 1 Januari berdasarkan SPOP.
(Pasal 15 ayat (1))
• Berdasarkan surat persetujuan perhitungan dari Kakanwil,
menerbitkan SPPT (rangkap 4) paling lambat akhir bulan April tahun
pajak. (Pasal 15 ayat (2))
• Menyampaikan salinan dan rekapitulasi penerbitan SPPT kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan Mei tahun pajak.
(Pasal 15 ayat (3))

219
TUGAS KANWIL DJP
 Menerima SPOP PBB Migas dan PBB Pabum dari Kantor Pusat DJP dan
meneruskannya kepada KPP Pratama.
 Menerima usulan perhitungan PBB Migas dan PBB Pabum dari KPP Pratama.
 Menelaah keseimbangan, kesesuaian dan kebenaran perhitungan PBB Migas
dan PBB Panas Bumi yang diusulkan oleh KPP Pratama.
 Menerbitkan surat persetujuan penghitungan PBB Migas dan PBB panas
Bumi serta menyampaikannya kepada KPP Pratama.
 Menerbitkan SK Kakanwil terkait Klasifikasi NJOP Bumi dan Bangunan atas
OP PBB Migas dan PBB Pabum.
 Menerima SPPT (rangkap 3) PBB Migas dan PBB Pabum dari KPP Pratama
dan Menyampaikan SPPT (rangkap 2) PBB Migas dan PBB Pabum tersebut ke
Kantor Pusat DJP.

220
TUGAS KANTOR PUSAT DJP
 Menerima SPOP dari KKKS (yang dikoordinir melalui BP Migas),
mengadinistrasikan dan menyampaikannya kepada Kanwil DJP.
 Menerbitkan Kep Dirjen terkait dengan kebijakan perhitungan PBB Migas
dan PBB Panas Bumi ( Kapitalisasi, Harga Minyak/Gas, Harga Uap/Listrik
dan NJOP area offshore)
 Menerima SPPT (rangkap 2) PBB Migas dan PBB Pabum dari tiap-tiap Kanwil
DJP.
 Mengadministrasikan SPPT dan menyampaikan SPPT (rangkap 1) berserta
permintaan pembayaran PBB Migas per Kab/Kota untuk onshore, per
KKKS untuk Offshore dan Tubuh Bumi dan per Kab/Kota untuk PBB
Pabum.
 Menunjuk KPP tertentu yang menangani penatausahaan PBB Migas untuk
Offshore dan Tubuh Bumi.

221
PERMINTAAN PEMINDAHBUKUAN
(1) Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan pembayaran PBB
Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran paling
lambat minggu kedua bulan Juni.
(2) Besarnya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi
yang diajukan dihitung berdasarkan SPPT yang diterbitkan oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud dilakukan melalui
pemindahbukuan dana dari rekening Minyak dan Gas Bumi dan
rekening Panas Bumi ke rekening Bank Persepsi.
(4) Permintaan pembayaran PBB Migas dan Panas Bumi dilengkapi dengan
dokumen berupa:
a. Daftar Ketetapan PBB Migas per KKKS serta salinan SPPT per KKKS per
kabupaten/kota untuk onshore dan salinan SPPT per KKKS untuk
offshore dan tubuh bumi;
b. Daftar Ketetapan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas Bumi serta
salinan SPPT per Pengusaha Panas Bumi per kabupaten/kota.
(2) Permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi, dilunasi
berdasarkan Daftar Ketetapan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dan salinan
SPPT yang diterima secara lengkap oleh Direktorat Jenderal Anggaran. 222
Penelitian Kelengkapan Permintaan
Pemindahbukuan
 Direktur Jenderal Anggaran meneliti kelengkapan permintaan
pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi berdasarkan
kelengkapan dokumen.
 Penelitian sebagaimana dimaksud meliputi dokumen PBB
Migas per KKKS dan dokumen PBB Panas Bumi per Pengusaha
Panas Bumi yang sudah menyetorkan bagian pemerintah dan
belum menyetorkan bagian pemerintah
 PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas
Bumi yang sudah menyetorkan bagian pemerintah digunakan
sebagai faktor pengurang dalam rangka perhitungan DBH SDA
Migas dan DBH SDA Panas Bumi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
 PBB Migas per KKKS dan PBB Panas Bumi per Pengusaha Panas
Bumi yang belum menyetorkan bagian pemerintah menjadi
beban pemerintah pusat.
223
PEMINDAHBUKUAN
(1) Berdasarkan hasil penelitian, Direktur Jenderal Anggaran
mengajukan permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB
Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan tembusan kepada instansi terkait.
(2) Permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas dan PBB
Panas Bumi sebagaimana dimaksud disampaikan oleh Direktur
Jenderal Anggaran kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya
permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dari
Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas dan PBB
Panas Bumi sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dalam 4
(empat) tahap.
(4) Dalam hal permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas
dan PBB Panas Bumi dilaksanakan secara bertahap, Direktur
Jenderal Anggaran menyampaikan besaran dan waktu
pembayaran untuk setiap tahap kepada Direktur Jenderal Pajak.
(5) Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dilunasi paling lambat minggu kedua bulan Desember.
224
PENYALURAN DBH PBB MIGAS & PANAS BUMI

PERMINTAAN
PERMINTAAN
SURAT TRANSFER PBB
PENYELESAIAN
PERINTAH MIGAS PER KKKS
PEMBAYARAN PBB
REK 600.000… TRANSFER Sesuai SPPT
MIGAS

Setor

Rekening Koran
(Non MPN) REK DJA DJP
WP PBB
MIGAS
500.000… DJPBN
PERMINTAAN
PENYELESAIAN
PEMBAYARAN PBB
MIGAS
TRANSFER

SURAT PERINTAH
HARI YANG SAMA

MEMBAYAR
MELIMPAHKAN

LAPORAN
PENERIMAAN/PELIMPAHAN

KPPN Jkt-2 DJPK


Laporan
Pembagian PBB
PBB = 16,2 %
SURAT PERMINTAAN
Migas,
PENCAIRAN DANA

BAGIAN PEMDA PROV


BP PBB

BANK PERSEPSI
PBB = 64,8%
Bank Operasional I

BP PBB BAGIAN PEMDA KAB/KOTA


225
PBB PERTAMBANGAN
(MINERAL DAN BATUBARA)
Permenkeu No: 139/PMK.03/2014 tanggal 10 Juli 2014 tentang
Klasifikasi dan Penetapan NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB

PER-47/PJ/2015 tanggal 22 Desember 2015 tentang Pengenaan PBB Sektor Pertambangan


untuk Pertambangan Mineral dan Batubara

SE-53/PJ/2015 tanggal 22 Desember 2015 tentang Juklak Per-47/PJ/2015 ttg Pengenaan


PBB Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
Pengertian
PBB Mineral dan Batubara

PBB Minerba adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam
kawasan yg digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minerba
Kawasan yg digunakan

Wilayah Izin Pertambangan


atau Wilayah Pertambangan
Sejenis

Wil diluar wil izin pertambngan atau wil


pertambangan sejenis yg merupakan satu
kesatuan yg digunakan utk kegiatan usaha
pertambangan Minerba

PMK: 139/PMK.03/2014

229
OBJEK PBB PERTAMBANGAN MINERBA

Areal Produktif
Permukaan
Bumi Cadangan
Onshore Produksi
Areal Blm Produktif

Belum
Dimanfaatkan
Areal Tdk Produktif
Tubuh
Bumi
Areal Emplasemen

Operasi Areal Pengaman


Eksplorasi
Produksi
230
SUBJEK PAJAK & WAJIB PAJAK

Orang pribadi atau badan yg secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek
pajak PBB Mineral dan Batubara

dikenakan kewajiban bayar pajak

WAJIB PAJAK

231
Penatausahaan PBB Minerba
Pendataan OP

Pengadministrasian Objek Pajak

Penilaian Objek Pajak

Perhitungan Nilai Jual Objek Pajak

Penetapan dan Penagihan PBB Minerba


SPOP PBB Mineral & Batubara
Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)

Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) adalah surat yang


digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data obyek pajak
menurut ketentuan UU PBB.

Lampiran SPOP

LSPOP Minerba Onshore & Offshore


LSPOP Tubuh Bumi
LSPOP Rincian Tubuh Bumi Operasi Produksi
LSPOP PBB Minerba Bangunan Umum & Khusus
Penilaian Objek Pajak (1)

Total Nilai Bumi


Areal
Onshore
Total Luas Areal
Nilai bumi Areal
per meter Offshore
persegi
Kepdirjen Pajak
Tubuh Bumi
Eksplorasi

234
Penilaian Objek PBB Minerba (2)
Nilai bumi per m² - Tubuh Bumi Operasi Produksi

nilai bumi untuk tubuh


Nilai bumi per meter persegi bumi Operasi Produksi
untuk tubuh bumi opr.produksi
Luas wil.izin pertambgn
Nilai bumi untuk tubuh bumi Operasi Produksi tersebut ditentukan
berdasarkan hasil perkalian : Angka Kapitalisasi x Hasil Bersih

Kep.Dirjen
Angka Kapitalisasi
Pajak
Pendapatan Biaya
Hasil Bersih Kotor Produksi

Pendapatan
Hasil Produksi Harga Jual
Kotor
Rata2 harga patokan
mineral logam
Kemeterian
Rata2 harga patokan ESDM
batubara
Harga Jual
Produksi
Rata2 harga patokan
mineral bkn logam
Gubernur/Bupati/
Walikota
Rata2 harga patokan
batuan

Harga rata2 yg
Apabila tdk ada disepakati penjual
dan pembeli
236
Pengupasan
Lapisan Tanah

Pengambilan
Biaya Hasil Produksi
Produksi
Pengolahan/Pemurni
an Hasil Produksi

Pengangkutan
Hasil Produksi

237
PBB Sektor Lainnya
 Objek pajak PBB Sektor Lainnya, meliputi:
a.bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk:
1)Usaha Perikanan Tangkap;
2)Usaha Pembudidayaan Ikan;
3)Jaringan Pipa;
4)Jaringan Kabel Telekomunikasi;
5)Jaringan Kabel Listrik; atau
6)Ruas Jalan Tol;
b.bangunan berupa konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada bumi sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 Perairan lepas pantai, meliputi laut teritorial Indonesia, perairan


kepulauan, laut pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan perairan
di dalam batas Landas Kontinen Indonesia.
Potensi PBB Usaha Perikanan Tangkap di
wil. Samudera Hindia (sebelah Barat
Sumatera) dan Selat Sunda (WPP-RI 572)
Bagaimana cara menghitung PBB???

PBB = Tarif x NJKP x (NJOP – NJOPTKP)

0,5% 40%
( UU PBB ) ( PP ) Rp12 jt
( PMK )

????
Penentuan Nilai Bumi Areal Perikanan Tangkap

Jumlah Luas
Luas Kapal Areal/Kapal 418.792.
Bumi = (748 kapal)
X
(559.883m2) = 484 m2

Kepdirjen
Ijin KKP Pajak
(2015) (126/201
5)
Nilai Nilai Produksi 7.919.334.00
Bumi = - BO X AK = 0.000
(26.397.781juta – (10)
70%)
Nilai
Nilai Luas
Bumi = Bumi Bumi = Rp18.909,92
per m2
Penentuan NJOP Bumi Areal Perikanan Tangkap

Nilai
Klas 134
Bumi Konversi
(sesuai PMK) (NJOP)
per m2
Rp18.909,92 Rp19.000/m2
Luas NJOP
NJOP
Bumi = Bumi X Bumi per =Rp7.957.057.196.000
total m2
total
418.792.484 m2 Rp19.000/m2

Potensi PBB Areal Perikanan Tangkap WPP-RI 572


PBB = Tarif x NJKP x (NJOP –
NJOPTKP)
0,5% x 40% x (7.957.057.196.000 – 12.000.000)

PBB =
Rp15.914.090.392,00
PBB Sektor Lainnya (Budidaya Perikanan)

Contoh: PT. Mutiara Laut yg berusaha dibidang pembenihan


budidaya laut terpadu diperairan Teluk Jakarta seluas 5 Ha.
ikan yg dibudidayakan Sepat Mutiara berukuran 10-11 cm.
sebanyak 19.000 ekor dg harga Rp3.000,-/cm
Pertanyaan: Berapa besarnya NJOP dan PBB terutang

243
Jawaban:
Nilai Bumi:
Pendapatan kotor: 19.000 x 10,5 x 3.000 = 598.500.000
Rasio Biaya Produksi: 70% = 418.950.000
Pendapatan bersih = 179.550.000
Angka Kapitalisasi: 10
Nilai Bumi = 10 x 179.550.000 = 1.795.500.000
Nilai Bumi/m2 = 1.795.500.000 : 50.000 = Rp35.910
NJOP Bumi/m2: Klas:121 = Rp36.000,-
NJOP Bumi seluruhnya= 50.000 x 36.000 = Rp1.800.000.000
NJOPTKP : 12.000.000
PBB= 0,5% x 40% x 1.788.000.000 = Rp3.576.000,-

244
PBB Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telkom
Jaringan Kabel Listrik dan Jalan Tol

Luas bumi jaringan (pipa, kabel telkom, kabel listrik)


= panjang pipa/kabel x lebar areal pengaman

Luas bangunan jaringan (pipa, kabel telkom/listrik)


= panjang pipa/kabel x diameter pipa/kabel

Luas bumi jalan tol= lebar areal x panjang areal

Luas bangunan jalan tol= lebar perkerasan x panjang

245
Review Materi
PBB Perkebunan
- Pengertian objek dan subjek
- Kawasan perkebunan: HGU non HGU kawasan terkait
- Alur proses ketetapan
- Areal2 : Prod, blm prod, emplasemen, tdk prod,
pengaman, lainnya
- Konsep penilaian
- SIT PKB
- Pembagian wilayah: 7 wilayah

246
Review Materi
PBB Perhutanan
- Pengertian objek dan subjek
- Kegiatan usaha perhitanan: 7 jenis
- Kawasan perhutanan: sesuai 7 jenis ijin
- Alur proses ketetapan
- Areal2 : Hutan tanaman dan alam: prod, blm prod, tdk
prod, emplasemen,pengaman, lainnya
- Konsep penilaian: SIT (hutan tanaman), AK, Biaya
Produksi
- Pembagian wilayah: 4 wilayah

247
Review Materi
PBB Migas dan Pabum
- Pengertian objek dan subjek
- Kawasan Pertamb: wil kerja/sejenisnya, kawasan terkait
- Areal2 : Onshore, Offshore, Tubuh bumi, Eksplorasi,
Eksploitasi
- Konsep penilaian: Onshore (total nilai/total luas)
offshore & tubuh bumi ekplor: Kepdirjen
tubuh bumi eksploitasi: AK x harga jual
- Harga jual: APBN/P, 17,96%harga minyak, Harga
kontrak (uap/listrik Kepdirjen) atau Kepmenkeu

248
Review Materi
PBB Minerba
- Pengertian objek dan subjek
- Kawasan: Wil Ijin Ptb/ Ptb sejenis, kawasan terkait
- Areal2 : onshore, tubuh bumi (eksplor, op.produksi)
- Konsep penilaian: onshore (total nilai/total luas), tubuh
bumi eksplor (Kepdirjen), Op.produksi: Ak x Hasil
Bersih
- Harga jual: KemESDM, Gub/Bup/Wal atau Harga
Pasar

249
Review Materi
PBB Sektor Lainnya
- Perikanan Tangkap
- Budidaya ikan dll
- Jaringan pipa, kabel Telkom, kabel listrik
- Ruas jalan tol

250
Pendaftaran dan Pendataan
Objek Pajak dan Subjek Pajak/Wajib Pajak
Indikasi kewajiban Melakukan penilaian
perpajakan dalam tidak untuk menentukan
SPOP pengisian SPOP tidak besarnya NJOP
kembali sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
perpajakan yang berlaku Pembetulan
SPPT
SPOP

ada 1.Tidak menanggapi


Penyampaian 2.tidak melakukan
SPOP pembetulan SPOP
KPP SP/WP
3.melakukan
melakukan
pembetulan berbeda
Klarifikasi dengan laporan
pelaksanaan
klarifikasi

SPOP tdk KPP menerbitkan


kembali surat teguran Bahan usulan
Penelitian PBB/
Pasal 9 dan Pasal 10 (1) UU PBB usulan
PMK 254/PMK.03/2014 Pemeriksaan
Penelitian dan Pemeriksaan PBB

YA SP/WP YA
membetulkan Kembali dari
SPPT SPOP hasil SP/WP? SPOP
Klarifikasi?

TIDAK Permohonan
TIDAK
(setelah ditegor) Pengembalian
Data Baru LB PBB

Indikasi isian YA Ada YA


SPOP tidak keterangan
benar? lain?
Dapat
TIDAK diusulkan

PEMERIKSAAN PENELITIAN PBB


Pengungkapan
Ketidakbenaran Isian SPOP

Persandingan Data
Atribut Pemanfaatan Data
• SPOP vs Laporan Rutin Spasial
WP ke Dinas terkait
• Overlay Citra Satelit untuk
koreksi/identifikasi keluasan
OP
Sektor Perkebunan
1. Tahap operasional
namun seolah-olah
“non produktif”
2 atau masih tahap
pembangunan
1 pada isian
komposisi/breakd
own luas bumi.

2. Mengecilkan luas
areal produktif
dan/atau pelaporan
tidak seluruhnya,
meliputi : jenis
3 tanaman, tahun
tanam, dan/atau
luas per tahun
Sektor Perhutanan Alam

1 1. Siklus produktif namun


seolah-olah “non produktif”
atau siklus kemunduran pada
isian komposisi/breakdown

2 luas bumi dan/atau


menganggap setelah
penebangan, dimasukkan
kategori areal tidak produktif,
sedangkan saat ini pada teknik
penebangan tidak
memperbolehkan
menggunakan teknik
penebangan habis pada isian
Areal Tidak Produktif.

2. Memperbesar luas areal


produktif, mengecilkan

3 volume produksi/tebangan,
dan/atau mengecilkan harga
jual produksi pada
isian/komponen Areal
Produktif.

3. Pelaporan tidak seluruhnya


pada isian data dan luas
bangunan.
Sektor Pertambangan Minerba
1
1. Mayoritas keluasan terdapat
pada Areal Tidak Produktif
pada isian
komposisi/breakdown luas
bumi.

2 2. Pelaporan tidak seluruhnya


pada isian data dan luas
bangunan.

3. Mengecilkan hasil produksi


setahun, mengecilkan harga
jual produksi, dan/atau
memperbesar biaya produksi
pada pengisian LSPOP
Tubuh Bumi

3
Sektor Lainnya
1. Mengecilkan hasil produksi
setahun dan/atau pelaporan
tidak seluruhnya pada isian
data yang diperlukan untuk
menghitung pendapatan
kotor.

1 2 2. Mengecilkan harga jual


produksi pada isian data
yang diperlukan untuk
menghitung pendapatan
kotor.

3. Melaporkan WPP NRI


dan/atau jumlah kapal
yang tidak seharusnya
dengan tujuan agar
dihitung dengan keluasan
bumi yang lebih kecil pada
isian data yang diperlukan
untuk menghitung luas
bumi.

3
Kapan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan ?

SP/WP Tidak
Mengembalikan SPOP atau
Indikasi SPOP tidak benar
=
Penelitian atau
Pemeriksaan PBB?

SP/WP Tidak Mengembalikan SPOP


atau
Indikasi SPOP tidak benar
+“kriteria tambahan”
=
Pemeriksaan Bukti Permulaan?

“kriteria tambahan” = terdapat niat kesengajaan SP/WP dan mengakibatkan kerugian negara
“Kriteria tambahan”
 Terdapat inkonsistensi pengisian SPOP-LSPOP minimal
pada 3 tahun pajak terakhir, misalnya rincian jenis
tanaman, tahun tanam dan masing-masing luasnya.

 Terdapat konsistensi ketidakbenaran pengisian SPOP-


LSPOP yang “signifikan” pada 2 tahun pajak terakhir ,
misalnya luas bumi yang dikenakan PBB hanya sebagian
dari luas izin.
Salam Sinergi !

Anda mungkin juga menyukai