Anda di halaman 1dari 23

ETIKA KEPERAWATAN

KELOMPOK 1 :
1) Aditya Maulana.P
2) Nadya Liher.S
3) Ramba
4) Rina
5) Sri Wahyuni
HATI NURANI SEBAGAI PENOMENAL
MORAL
 Definisi Hati Nurani
Hati nurani berkaitan dengan kenyataan jika manusia memiliki
kesadaran mengenai apa yang dilakukannya, apakah baik, buruk,
pantas atau tidak pantas. Hati nurani memerintahkan atau melarang
kita melakukan sesuatu. Pelanggaran atas apa yang diperintahkan hati
nurani, berrati pelanggaran terhadap integritas diri kita sendiri. Hati
Nurani adalah instansi dalam diri kita yang menilai tentang moralitas
perbuatan –perbuatan kita secara langsung, kini, dan di sini.
 Kesadaran Moral
Kesadaran adalah keinsafan keadaan mengerti. Moral berasal dari
bahasa latin mores, yang berarti akhlak, tabiat, kelakuan, cara hidup,
adat istiadat (yang baik). Kesadaran moral merupkan faktor terpenting
dalam manusia bertindak. Kesadaran moral didasarkan atas nilai-nilai
yang benar-benar esensial, fundamental.
Tindakan yang bermoral berdasarkan atas kesadaran. Prof Notonagoro
yang dikutip oleh Achmad Charris Zubair berpendapat:
a. Sebelum
Sebelum melakukan tindakan, kata hati sudah memutuskan satu
diantara empat hal, yaitu memerintahkan, melarang, menganjurkan,
membiarkan.
b. Sesudah
Sesudah melakukan tindakan, bila bermoral diberi penghargaan, bila
tidak bermoral dicela atau dihukum.
Hati nurani kita maksudkan penghayatan tentang baik buruk
berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Tidak mengikuti hati
nurani ini berarti menghancurkan integritas pribadi kita dan
menghianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan
kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Kesadaran berarti turut mengetahui dan mengingatkan kita pada gejala
penggandaan. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan
serupa. Bukan saja manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang
bersifat moral (baik buruk) tapi ada juga yang turut mengetahui
tentang perbuatan-perbuatan moral kita.
Hati nurani terdiri dari dua kata, hati dan nurani. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia hati adalah sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia
yang dianggap sebagi tempat menyimpan pengertian, perasaan dan lain
sebagainya. Sedangkan nurani adalah hati yang telah mendapat cahaya
Tuhan, yaitu perasaan hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya.

Hati nurani dibedakan menjadi dua; pertama, hati nurani retrospektif


yang memberikan penilaian tentang perbutan-perbuatan yang telah
berlangsung di masa lampau. Seakan-akan menoleh ke belakang dan
menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa
perbuatan yang telah dilakukan itu baik atau tidak baik.[9]

Kedua, hati nurani prospektif yang melihat ke masa depan dan menilai
perbuatan-perbuatan yang akan datang
HATI NURANI DAN SUPER EGO
Seperti halnya tubuh lahir manusia yang memiliki struktur anatomi mulai dari
kepala sampai kaki, batin manusia juga memiliki struktur atau bagian-bagian
penting. Batin atau psikis kita memiliki tiga bagianId, Ego dan Superego.
ID, adalah bagian alam bawah sadar manusia. Aktivitas bawah sadar manusia
dilakukan dalam bagian psikis manusia yang disebut ID. Jadi ketika kita
melakukan sesuatu yang tidak kita sadari, menurut Sigmund Freud, yang
melakukan bukanlah aku, melainkan ada yang melakukan dalam diri aku.
EGO, atau AKU, berkembang dari ID, melalui kontak dengan dunia luar.
Aktivitasnya bisa sadar, tidak sadar maupun prasadar. Tapi bisa dikatakan
sebagian besar aktivitas EGO dilakukan manusia dalam keadaan sadar.
SUPEREGO, dianggap di atas EGO, karena cenderung bersifat sangat kritis.
Ia muncul dalam bentuk observasi diri, kritik diri, instropeksi, larangan dan
tindakan penilaian terhadap diri sendiri lainnya. Sehingga cukup beralasan
jika SUPEREGO dikatakan merupakan dasar daru apa yang kita sebut HATI
NURANI.
Lanjutan…

Tetapi apakah SUPEREGO sama dengan HATI NURANI?


Superego memang berhubungan dengan hati nurani, tetapi keduanya tidak bisa disamakan.
NO SUPEREGO HATI NURANI
1 Digunakan dalam konteks psiko analisis atau Digunakan dalam konteks
analisa bagian psikis manusia. etis atau moral
2 Aktivitas psikis manusia dalam keadaan sadar, pra Aktivitas psikis manusia
sadar bahkan keadaan tidak sadar dalam keadaan sadar
3 Baik sumber rasa bersalah atau rasa tidak bersalah Dengan hati nurani, orang
bisa tetap tidak disadari bisa menyadari rasa
bersalah.
Jadi jelaskan hubungan SUPEREGO dan HATI NURANI hanya
sebatas SUPEREGO merupakan basik psikologis bagi fenomena etis atau moral hati nurani
L. Kohlberg tentang perkembangan
kesadaran moral
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg
terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2
tahap diantaranya sebagai berikut :

Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.


Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam
teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan
kata lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku
yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk
mendapatkan hukuman.
Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan
Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral
didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut
mereka untuk taat.
Tahap II. Individualisme dan tujuan
Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan
kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila
yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang
benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap
menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua : Penalaran Konvensional


Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi
individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-
stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar
orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap III. Norma-norma Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan
kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-
pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang
tuanya sebagai yang terbaik.
Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional
Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.
Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual
Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa
standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.
Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal
Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang
didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam artian bila sseorang
itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan
mengikuti suara hati.
Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin
bahwa dalam ketentuan diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan
dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak cenderung pada
prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional
dan pada awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional.
Demikian hasil teori perkembangan moral menurut kohlberg dalam
psikologi umum.
Teori perkembangan moral dari sisi pendidikan pada peserta didik yang
dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3 tingkat dan 6
tahap yaitu :

Tingkat Satu : Moralitas Prakonvensional


Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana
mulai dari usia 4-10 tahun yang belum menganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini anak masih belum
menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.
Pada tingkat pertama ini terdapat 2 tahap yaitu :

Tahap 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman.


Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-
anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.
Dengan kata lain sangat memperhatikan ketaatan dan hukum. Dalam
konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan perilaku
berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan
perilaku baik akan dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman.
Tahap 2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan.
Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan
kebutuhan sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain.

Tingkat Dua : Moralitas Konvensional


Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan
yuwana pada usia 10-13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai
kesepakatan tradisi sosial.

Pada Tingkat II ini terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik
 Maksudnya : anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan
patokan moral agar dapat memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan
untuk menghindari hukuman.
 Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada
perkembangan kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat
pada pendidikan anak.
Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional
ialah : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan
kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-
pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar
moral orang tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya
sebagi seorang anak yang baik.
Tahap 4. Memperhatikan Hukum dan Peraturan.
 Anak dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang
dan aturan.
 Hukum harus ditaati oleh semua orang.

Tingkat Tiga : Moralitas Pascakonvensional


Yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan
pascayuwana dari mulai usia 13 tahun ke atas yang memandang moral
lebih dari sekadar kesepakatan tradisi sosial. Dalam artian disini
mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan moral itu sendiri adalah
nilai yang harus dipakai dalam segala situasi.
Pada perkembangan moral di tingkat 3 terdapat 2 tahap yaitu :
Tahap 5. Memperhatikan Hak Perseorangan.
 Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja
dan dewasa mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai
dengan aturan ddan patokan sosial.
 Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk
mencapai hal-hal yang paling baik.
 Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsan-alasan
tertentu.

Tahap 6. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Etika


Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan
atas prinsip-prinsip moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal
yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain.
 Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat
meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat
untuk menetapkan aturan sosial.
SHAME CULTURE DAN GUILT
CULTURE
• Budaya Malu (Shame Culture)
Faktor kebudayaan yang dimaksud adalah "kebudayaan malu" atau "budaya
malu" (shame culture) dan "kebudayaan kebersalahan "atau "budaya salah"
(guilt culture) dan kebudayaan hukum atau "budaya hukum" (legal culture).
Sebagai ilustrasi tentang kebudayaan malu maka dapat dikemukakan disini
penelitian W. Keeler." yang mengemukakan bahwa anak-anak di Jawa dan
Bali di didik untuk bermoral "malu"
Dalam konsep shame culture seluruhnya ditandai oleh rasa malu dan disitu
tidak dikenal rasa bersalah. Menurut pandangan ini "budaya malu" (.I·hame
culture) adalah kebudayaan dimana pengertian seperti "hormat", “reputasi"
"nama baik", '''status'' dan "gengsi" sangat ditekankan. Bila seseorang
melakukan suatu kejahatan, hal ini tidak dianggap sesuatu yang buruk
begitu saja, melainkan sesuatu yang harus disembunyikan untuk orang lain.
Dalam shame culture, sanksinya datang dari luar yaitu apa yang dipikirkan
atau apa yang di katakan oleh orang lain dan yang pasti dalam shame
culture ini tidak dipersoalkan masalah hati nurani.
• Budaya Salah (Guilt CultuTe)
Adapun yang dimaksud dengan "budaya kebersalahan" atau
"budaya salah" (guilt culture) adalah suatu bentuk kebudayaan
dimana pengertian-pengertian "dosa" (sin), kebersalahan (guill).
penyesalan dan sebagainya sangat dipentingkan. Sekalipun suatu
kejahatan tidak akan pernah di ketahui orang lain, namun si pelaku
merasa bersalah juga. la menyesal dan merasa kurang tenang karen
a perbuatan itu sendiri, bukan karena di eela atau di kutuk orang
lain, jadi bukan karena tanggapan pihak luar. Dalam guilt culture
sanksinya tidak datang dari luar melainkan dari dalam atau dari
batin orang bersangkutan. Dapat dimengerti bahwa dalam guilt
culture semaeam itu maka hati nurani memegang peranan yang
sangat penting.
Para ahli yang mengemukakan perbedaan kedua model budaya ini
berpendapat bahwa kebanyakan kebudayaan adalah shame culture
sedangkan guilt culture hanya sedikit. Menurut hemat mereka,
kebanyakan kebudayaan yang disebut "kebudayaan primitif"
(seperti suku-suku Indian di Amerika) dan hampir semua
kebudayaan Asia adalah digolongkan sebagai shame culture.
Sedangkan kebudayaan Barat di Eropa dan Amerika adalah guilt
culture.
KONSEP DASAR KEBEBASAN
pengertian ‘kebebasan’ dan pengertian yang
paling sederhana dan klasik adalah ‘tidak
adanya larangan.’ Meskipun demikian,
konsep dasar ‘kebebasan’ juga harus
memperhatikan ‘tidak adanya intervensi’ dari
kebebasan yang telah dilakukan tersebut
terhadap kebebasan orang lain. Jadi ada dua
kebebasan yang seimbang, yakni bebas untuk
melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi
oleh tindakan tersebut.
Jenis-jenis kebebasan :
1.Kebebasan untuk diterima orang lain (sosial),artinya Kebebasan yang
tidak menghina dan melampui kebebasan orang lain. Tidak mengambil
hak orang lain dan juga kebebasan yang bertanggung jawab bukan
kebebasan yang seenaknya tanpa aturan.

2.Kebebasan untuk menentukan diri kita sendiri (eksistensial),artinya


kebebasan seseorang untuk menentukan kegiatan dan perilaku
seseorang dan ambil keputusan dan mengintropeksi diri sendiri untuk
menjadi lebih baik dari sebelum

3.Kebebasan fisik makhluk-makhluk yang berjuang secara sadar


(manusia dan binatang) dan bahkan tumbuh-tumbuhan , meskipun
dalam derajat yang lebih rendah menikmati kebebasan fisik sejauh
rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material tidak
menghalangi makhluk-makhluk tersebut.

4.Kebebasan Moral, dalam arti luas : Tercapai karena kemampuan


untuk menentukan sendiri sesuatu tanpa di hambat oleh sebab luar
misalnya (ancaman-ancaman) yang bertindak secara batin (interior)
pada pikiran (dengan jalan imajinasi)
Lanjutan….

5.Kebebasan Psikologis, tidak mengecualikan tetapi sesungguhnya


mengandaikan pembatasan pembatasan psikis dan kewajiban-kewajiban
moral.Kebebasan ini tercapai karena kemampuan menentukan sendiri sesuatu
tanpa tekanan-tekanan psikis mana pun, yang mendahului keputusan yang akan
memaksa secara jelas kehendak dalam satu jurusan yang sudah di tentukan.
Deengan kata lain, Kebebasan Psikologis tercapai karena kemampuan “untuk
memilih sebagaimana seseoang inginkan” tanpa keunggulan tertentu dari yang
batinlah atas lahiriah, yang tidak ada dalam dunia inorganis, seseorang tidak
pantas menyebut “bebasan”

6.Kebebasan yang dapat dimengerti, tercapai karena fakta bahwa kehendak,


yang tidak tergantung pada semua pengaruh dorongan indera, ditentukan oleh
akal budi murni belaka.Sejauh ditentukan oleh akalbudi murni sendiri,
kehendak menaati imperatif kategoris dan karenanya secara niscaya merupakan
kehendak moral.

7.Kebebasan Eksistensial, kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut


seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja.
Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi.
Lanjutan…

8.Kebebasan Yuridis, kebebasan ini berkaitan dengan


hukum dan harus dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis
merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia.

9.Kebebasan Sosial Politik, dalam perspektif etika,


kebebasan juga bisa dibagi antara kebebasan sosial-politik
dan kebebasan individual. Subyek kebebasan sosial-politik
–yakni, yang disebut bebas di sini adalah suatu bangsa atau
rakyat.
Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di
sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung
jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia
merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat
baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula
bahwa pihak lain memerlukan mengabdian atau
pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan
kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha
melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jenis-jenis tanggung jawab :
1.Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiapp
orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan
kepribadian sebagai manusia pribadi.

2.Tanggung Jawab kepada Keluarga


Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-
istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi
anggota keluarga.

3.Tanggung Jawab terhadap Masyarakat


Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi denhan
manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini
merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung
jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya
harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contohnya: Safi’i
terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina orang lain
yang mungkin lebih sederhana dari pada dia.
Lanjutan…..

4.Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara


Suatu kenyataan lagi, bahwa setiiap manusia, tiap individu
adalah warga negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat,
bertindak, bertinggah laku manusia terikat oleh norma-
norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.
Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila
perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung
jawab kepada negara. Contohnya: Dalam novel “Jalan Tak
Ada Ujung” karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang terkenal
sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang
milik sekolah demi rumah tangganya.
TerimaKasih 

Anda mungkin juga menyukai