Anda di halaman 1dari 13

Islam dan Larangan Suht (Korupsi),

Tadlis (Fraud) dan Risywah


(Gratifikasi)
KORUPSI

Pengertian
Secara umum korupsi adalah : tingkah laku seseorang atau bersama-sama yang menggunakan wewenang dan
jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.
Menurut bahasa, korupsi sebagai :
 Buruk, rusak –fasad (Arab)
 Busuk, suka menerima uang sogok – risywah (Arab)
 Mengorup, merusak (ifsad)
 Menyelewengkan (jur)
 Menggelapkan (ghulul)
Korupsi Menurut Pandangan Islam
 Menurut Islam, korupsi merupakan tindakan amoral yang bertentangan dengan kepribadian seorang
muslim. Karena seorang muslim dituntut untuk bersifat al shadiq (jujur) dan al Amin (menjunjung
amanah) dan koruptor mempunyai sifat berkebalikan yaitu al thama (serakah) dan al Kadzib
(penipu). Seperti yg dijelaskan dalam Q.S. Al- Nisa’ (4):58, yang artinya: “Allah memerintahkan
kamu untuk menyampaikan amanat kedalam yang berhak menerimanya, dan (memerintahkan
kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia, lakukan secara adil“
 Menggunakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana korupsi sama saja dengan hasil rampasan,
hasil judi, hasil curian. Maka ulama fikih dalam urusan ini juga sepakat jika menggunakan harta
yang didapat dengan cara terlarang maka hukumnya adalah haram. Dijelaskan juga dalam QS An-
Nisa’ :29 yang anrtinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu."
 Dalam kitab Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah disebutkan, “Para ulama tidak
berselisih pendapat mengenai terlarangnya hadiah bagi pejabat.” Dari kesepakatan ulama’ di
atas, hukuman yang ditetapkan bagi para pejabat atau pekerja yang menerima hadiah di luar
yang resmi adalah:

1. Mengembalikan harta yang ia korupsi di luar gaji resmi yang didapat dalam kapasitasnya
sebagai pekerja, pegawai atau pejabat.

2. Dihukum dengan hukuman mencuri atau ghosob, yaitu : dipotong tangan, atau dihukum mati,
atau di potong tangan dan kaki, dan diasingkan (dipenjara).

3. Diberhentikan dari tugas dan jabatannya, karena syarat pekerja adalah amanah, dan amanah
bertentangan dengan perilaku korupsi atau khianat.
Tadlis (Fraud)

 Pengertian Tadlis (Fraud)

Tadlis berasal dari bahasa Arab dengan bentuk mashdar dari kata dallasa–yudallisu–
tadliisan yang mempunyai makna: tidak menjelaskan sesuatu, menutupinya, dan penipuan. Ibn
Manzhur di dalam Lisan al-‘Arab mengatakan bahwa dallasa di dalam jual beli dan dalam hal
apa saja adalah tidak menjelaskan aib (cacat)-nya. Tadlis juga didefinisikan sebagai “suatu
transaksi yang sebagian informasinya tidak diketahui oleh salah satu pihak karena adanya
penyembunyian informasi buruk oleh pihak lainnya”.
Macam-macam Tadlis
1. Tadlis dalam Kuantitas.
Tadlis dalam kuantitas terjadi ketika pihak yang bertransaksi menyembunyikan informasi berkenaan dengan kuantitas sesuatu
yang ditransaksikan. Misalnya : pedagang yang mengurangi takaran/timbangan barang yang dijualnya.
2. Tadlis dalam Kualitas (Ghisy).
Tadlis dalam kualitas ini terjadi dalam bentuk penyembunyian informasi tentang kualitas barang yang ditransaksikan.
Misalnya : penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya.
3.  Tadlis dalam Harga.
Tadlis dalam harga ini terjadi ketika sesuatu barang dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar karena penjual atau
pembeli memanfaatkan ketidaktahuan lawan transaksinya terhadap harga pasar. Misalnya: seorang tukang becak yang
menawarkan jasanya kepada turis asing dengan tarif 10 kali lipat daripada tarif normal
4. Tadlis dalam Waktu Penyerahan.
Tadlis ini terjadi ketika penjual, misalnya, tahu persis dirinya tidak akan sanggup menyerahkan (mengirim) barang yang
dijualnya pada esok hari, namun dia menyembunyikan ketidaksanggupannya itu dan tetap menjalin akad dengan pembeli.
Misalnya : petani buah yang menjual buah di luar musimnya padahal si petani tahu bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah
yang dijanjikannya itu pada waktunya.
Landasan Hukum Larangan Tadlis
 Berdasarkan Firman Allah SWT
 QS. al-An’am ayat 152
Artinya :  “...dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikul beban kepada
seseorang melainkan sekadar kesanggupannya”.
 QS. Al-A’raaf ayat 85
Artinya : “Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dana janganlah kalian kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah
Tuhan memperbaikinya”.
 QS. Huud ayat 84
Artinya : “Dan janganlah kalian kurangi takaran dan timbangan sesungguhnya aku melihat kalian dalam
keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadap kalian aka adzab yang membinasakan
(kiamat)”.
 QS.Al-Baqarah : 42
Artinya : “ Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak denga yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya”.
 Berdasarkan hadits
 H.R. Ahmad

“Orang muslim adalah bersaudara. Tidak halal bagi seseorang menjual barang yang
cacat kepada saudaranya, tanpa menerangkan cacat benda itu”.

 H.R. Ibnu Majah

“Barang siapa menjual barang yang ada cacatnya, tetapi tidak diterangkannya
kepada pembeli, maka ia senantiasa dalam kebencian Allah, dan malaikat senantiasa
mengutuknya”.
Riswah (Grativikasi)

 Pengertian Riswah (Grativikasi)


 Pengertian risywah menurut etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu upah, hadiah, komisi atau suap.
 Definisi Risywah secara istilah (terminologi). Di dalam al Mu‟jam al Wasith disebutkan bahwa makna
risywah adalah
.‫ما عٌطى لقضاء مطلحت أو ما عٌطى إلحقاق باطل أوإبطال حق‬ 
“Apa saja yang diberikan (baik uang maupun hadiah) untuk mendapatkan suatu manfaat atau segala
pemberian yang bertujuan untuk mengukuhkan sesuatu yang batil dan membatilkan suatu yang haq.”

 Menurut Abdullah Ibn Abdul Muhsin risywah adalah sesuatu yang diberikan kepada hakim atau orang
yang mempunyai wewenang memutuskan sesuatu supaya orang yang memberi mendapatkan kepastian
hukum atau mendapatkan keinginannya.

 Adapun menurut MUI risywah (suap) adalah pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang
lain atau penjabat , dengan maksud meluluskan sesuatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut
syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak.
Unsur - Unsur Risywah

a) Penerima risywah, yaitu orang yang menerima suatu dari orang lain
baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya melaksanakan
permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’ baik berupa
perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.

b) Pemberi risywah, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau
jasa untuk mencapai tujuan.

c) Suapan, yaitu harta atau uang maupun jasa yang diberikan sebagai
sarana untuk mendapatkan sesuatu yang didambakan, diharapkan atau
diminta
Bentuk-Bentuk Risywah

Ibn Abidin, dengan menguti kitab al-Fath, mengemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu :

 Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannnya, yaitu risywah untuk
mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.

 Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia
mesti melakukan hal itu.

 Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudaratan dan
mengambil manfaat.

 Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi
orang yang mengambil.
Landasan Hukum Risywah

Risywah adalah bentuk praktek yang tidak jujur, merampas hak orang
Oleh karena itu, Islam menetapkan keharaman praktek suap menyuap.
 Terdapat banyak dalil yang menunjukkan akan keharaman perbuatan ini.
Diantaranya adalah berikut:
Berdasarkan Firman Allah SWT
 QS. Al-Baqarah 188
 QS Al Maidah 42
 QS. Al-Maidah : 62
Perbedaan Antara Risywah dan Hadiah

 Perbedaan yang mendasar, terang Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah dalam kitab Ar


Ruh, antara suap dan hadiah, terletak pada niat Sang Pemberi. Suatu pemberian
tergolong suap (risywah) apabila dimaksudkan untuk washilah membenarkan
yang salah atau untuk merealisasikan yang sebenarnya bukan haknya.

 Adapun pengertian hadiah adalah, pemberian yang diniatkan untuk memupuk


rasa kasih sayang, mempererat tali persaudaraan, atau berbuat baik kepada
sesama. Tanpa ada tujuan lain selain tujuan-tujuan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai