Anda di halaman 1dari 18

BAB.

8
TAHAP-TAHAP PEMBERIAN
KREDIT
Kelompok 3 :
1. Dini Khomsiatu Fitriyah (1518013)
2. Nurmala (1518043)
3. Utami Ramadhini (1518061)
4. Yohanes Lukiyanto (1518063)
5. Zaenab Ismi (1518067)
Dalam praktek sehari-hari study kelayakan secara mikro ini lazimnya disebut analisis
atau penilaian kredit (credit analysis atau credit appraisal).
Analisis kredit itu sendiri merupakan salah satu tahapan dari tahapan-tahapan lainnya
dalam proses pemberian kredit bank, yaitu :
1. Persiapan Kredit
Adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui informasi
dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon debitur yang baru pertama kali
akan mengajukan kredit kepada bank yang bersangkutan, biasanya dilakukan melalui
wawancara atau cara lain.
Setelah diadakan tukar menukar informasi global dengan jalan wawancara tersebut
biasanya sudah dapat digambarkan apakah permohonan kredit tersebut dimungkinkan
untuk diproses lebih lanjut. Apabila demikian maka kepada yang bersangkutan diberikan
atau diminta mengisi formular yang sudah tersedia di bank khusus untuk permohonan
atau pengajuan kredit.
2. Tahap Analisis Kredit
Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek pemohon kredit.
Penilaian tersebut meliputi berbagai aspek, pada umumnya terdiri dari :
 Aspek Management dan Organisasi
Pada dasarnya calon debitur merupakan seorang yang berjiwa wiraswasta dan mempunyai keahlian yang
cukup tentang bidang usahanya. Struktur organisasi usaha juga cukup jelas dan efisien.
 Aspek Pemasaran
Barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan harus mempunyai prospek pemasaran yang baik,
dilihat dari segi konsumen menurut jumlah maupun penebaran daerahnya.
 Aspek Teknik
Peralatan atau teknologi yang digunakan baik kapasitas maupun jenisnya, masih memberikan keuntungan
yang cukup bagi perusahaan
 Aspek Keuangan
Dari perhitungan keuangan perusahaan tercermin adanya kemampuan dari perusahaan calon debitur
untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
 Aspek Yuridis/Hukum
Usaha yang akan diberi bantuan kredit harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
termasuk hukum debitur, lengkapnya surat izin, dan surat bukti jaminan yang diperlukan
 Aspek Sosial Ekonomi
Usaha yang akan dibiayai oleh kredit bank tersebut hendaknya dapat menyerap tenaga kerja yang selama
ini menganggur dan sedapat mungkin tidak merusak atau menggangu lingkungan (pencemaran).
3. Tahap Keputusan Kredit
Atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak bank melalui
pemutus kredit, baik berupa seorang pejabat yang ditunjuk atau
pimpinan bank tersebut maupun berupa satu komite dengan anggota
lebih dari satu orang pejabat sesuai dengan yang tertuang dalam
Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) masing-masing dapat memutuskan
apakah permohonan kredit tersebut layak untuk diberi kredit atau
tidak. Dalam hal tidak, maka permohonan tersebut harus segera
ditolak, surat penolakan biasanya secara tertulis dengan disertai
beberapa alas an secara diplomatis namun cukup jelas. Andaikata
permohonan tersebut layak untuk dikabulkan maka segera pula
dituangkan dalam surat keputusan kredit, biasanya disertai beberapa
persyaratan tertentu. Pemutus kredit adalah seorang pejabat bank
atau komite yang khusus diberi wewenang untuk tugas tersebut.
4. Tahap Pelaksanaan dan Administrasi/Tata Usaha Kredit
I. Tahap Pelaksanaan Kredit
Setelah calon peminjam mempelajari dan menyetujui isi keputusan kredit
serta Bank telah menerima dan meneliti semua persyaratan kredit dari calon
peminjam terutama surat-surat asli bukti pinjaman, photo copy izin usaha
dan tempat usaha, photo copy NPWP, dan bukti pembayaran pajak tahun
terakhir (untuk kredit yang melebihi Rp 50 Juta) dan sebagainya, maka kedua
belah pihak menandatangani perjanjian kredit serta Syarat-Syarat Umum
Pemberian Kredit, beserta lampiran-lampirannya.
Lampiran-lampiran tersebut berupa pengikatan jaminan/agunan, baik berupa
Hak Tanggungan atau Fiducia (F.E.O) dan sebagainya.
Pada banyak bank, perjanjian kredit tersebut juga dilampiri oleh promes
(surat janji membayar) atau aksep yang harus ditandatangani oleh debitur.
Penandatanganan perjanjian kredit dan lampiran-lampirannya bisa
dilaksanakan secara di bawah tangan atau notarial.
5. Tahap Supervisi
I. Pengertian Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
Supervisi/pengawasan/pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada dasarnya ialah
upaya pengamanan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus
memantau/memonitor dan mengikuti jalannya perusahaan (secara langsung atau tidak
langsung), serta memberikan saran/nasihat dan konsultasi agar perusahaan/debitur
berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan
dengan baik pula.
Supervisi dan pembinaan tersebut hanyalah suatu upaya/ikhtiar meminimalisasikan
kredit-kredit yang kurang lancar, diragukan atau macet, sebab bagaimanapun ketatnya
upaya tersebut dalam kenyataannya hampir tidak mungkin bahwa segalanya akan
berjalan baik sesuai dengan yang dikehendaki.
Dimulai dari sebab-sebab yang berasal dari intern bank sendiri sampai kepada sebab-
sebab ekstern (diluar) bank. Sebab internpun sangat beraneka ragam misalnya karena
kurang baiknya pembahasan/analisis kredit yang semestinya permohonan tersebut ditolak
karena tidak feasible lantas keliru mengambil dan menghitung data sehingga seolah-olah
menjai feasible. Sedangkan faktor ekstern disebabkan oleh tingkah laku/mental debitur
sendiri misalnya usahanya berjalan baik, tetapi tidak mau menyetor ke bank karena
digunakan untuk keperluan lain.
II. Fungsi dan Tujuan Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
 Fungsi Supervisi dan Pembinaan, ialah memonitor jalannya usaha nasabah dengan jalan antara
lain :
a. Membina hubungan yang terbuka dan terus menerus dengan nasabah (debitur) tersebut
b. Menerima, mencatat, mengklasifikasi dan menganalisis laporan-laporan dari nasabah serta membuat
laporan perkembangannya
c. Menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu masalah atas usaha nasabah dan membuat rekomendasi
tentang saran-saran perbaikan atau penyelamatan
d. Memberikan saran dan konsultasi (counselling) kepada debitur dalam segala aspek yang diperlukan
antara lain :
 Pembinaan administrasi, dimana petugas supervise harus dapat mendorong kesadaran beradministrasi
dengan baik (terutama bagi pengusaha menengah dan besar yang pada umumnya harus sudah
melaksanakan administrasi dengan memadai)
 Metode kerja yang selalu diperbaiki dan ditingkatkan
 Perencanaan produksi dan quality control yang lebih baik
 Penyempurnaan manajemen dan organisasi
 Pemeliharaan dan penggunaan mesin secara efisien
 Pengawasan mutu bahan baku
 Petunjuk tentang badan/dinas/instansi mana yang dapat dihubungi dalam rangka pengembangan
usaha
 Hal-hal lain dalam rangka peningkatan efisiensi
 Tujuan Supervisi dan Pembinaan, antara lain :
a. Agar pembiayaan atau pemberian kredit atas usaha
debitur dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dan syarat-syarat yang tertuang dalam perjanjian kredit
dan agar penggunaannya sesuai dengan tujuan semula dan
dalam jadwal waktu yang telah ditetapkan
b. Agar terciptanya iklim saling mempercayai dan terbina
hubungan timbal balik yang balik antara bank dan debitur
c. Agar usaha yang dibiayai kredit bank berkembang dengan
baik sesuai dengan tujuan semula
d. Agar terlaksana administrasi yang memadai untuk
kepentingan perusahaan sendiri, bank, pemerintah dan
pihak-pihak lain
III. Beberapa Prinsip dalam Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
Dalam melaksanakan supervise kredit dan pembinaan debitur
hendaknya diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut :
 Bank tidak mencampuri urusan sehari-sehari perusahaan yang
mendapat bantuan kreditnya. Oleh karena itu hubungan tersebut
harus bersifat dan berdasarkan partnership (mitra usaha) yang
bekerja sama secara mutual benefit (saling menguntungkan).
 Bank hasus selalu merahasiakan semua informasi tentang perusahaan
debiturnya dan memelihara informasi tersebut untuk kepentingan
debitur.
 Bank harus menyadari bahwa dalam menyalurkan dananya kepada
debitur hanya bersifat suplemen/penunjang terhadap dana nasabah
sendiri. Dana tersebut diberikan dengan syarat-syarat tertentu yang
pada waktunya harus dapat ditarik Kembali, agar dapat disalurkan
kepada usaha nasabah lainnya.
IV. Alat-Alat atau Instrumen Supervisi dan Pembinaan
Untuk melaksanakan Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur dengan bank, maka
diperlukan alat-alat atau instrument sebagai acuan, yaitu :
 Laporan Hasil Analisis Kredit, merupakan alat utama untuk melaksanakan
supervisi kredit. Laporan tersebut memuat penilaian/informasi kualitatif dan
kuantitatif.
 Perjanjian Kredit dan Syarat-Syarat Umum Pemberian Kredit, merupakan dasar
hukum yang mengikat antara Bank sebagai kreditur dengan debitur.
 Informasi Tentang Perusahaan Debitur, segala informasi tentang perusahaan
debitur dipelihara dari satu file khusus yang memuat tentang segala sesuatu yang
bersangkutan dengan usaha/proyek.
 Laporan keuangan terdiri dari : Neraca, Perhitungan laba/rugi, Laporan
perkembangan penggunaan dana, Rencana kerja dan anggaran (budget)
perusahaan.
 Laporan hasil kunjungan setempat yang meliputi antara lain : Laporan fisik dari
usaha, Laporan pelaksanaan/proses produksi, Laporan pemasaran & penjualan
hasil produksi, Laporan tentang manajemen, organisasi, administrasi perusahaan
serta personalia, Data dan informasi lain yang ada pada bank
V. Cara-Cara Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
Supervisi dan Pembinaan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu :
 Supervisi dan Pembinaan secara aktif/langsung
Dilakukan dengan kunjungan-kunjungan langsung ke lokasi usaha/proyek debitur dan
mengadakan penilaian berdasarkan data fisik dan administrative yang ada pada
nasabah serta mengadakan pembicaraan dan diskusi langsung dengan nasabah.
Tujuan dari kunjungan langung tersebut antara lain :
 Untuk mengecek langsung keadaan usaha debitur
 Untuk mengecek dan menilai langsung perkembangan pelaksanaan fisik dari suatu
kredit
 Untuk mendeteksi penyimpangan yang ada serta mempelajari sebab-sebabnya
 Supervisi dan Pembinaan secara pasif
Dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis informasi dan data yang ada
pada bank. Misalnya dari data operasional kredit yang dapat dipelajari apakah
semua kewajibannya telah ditunaikan dengan baik sesuai jadwal yang ditentukan
atau terdapat tunggakan pokok maupun bunga.
VI. Tahap-Tahap atau Fase-Fase Supervisi Kredit dan Pembinaan Debitur
Tahap-tahap atau fase-fase dalam supervise dan pembinaan kredit dan dibagi sebagai berikut :
 Fase sebelum realisasi kredit
Fase ini sangat penting terutama pada kredit investasi, yaitu dimulai segera setelah
penandatangan Perjanjian Kredit dan berakhir setelah semua syarat-syarat penarikan pinjaman
dipenuhi.
 Fase realisasi/pencairan kredit
Setelah semua persyaratan disbursement dipenuhi maka bagian supervise dan pembinaan
memberikan memo/rekomendasi pada bagian pelaksana dan administrasi kredit tentang
pencairan kredit tersebut.
 Fase pembelanjaan
Dalam hal kredit untuk modal kerja maka realisasi pencairan pinjaman biasanya bersamaan
dengan pembelanjaan untuk modal kerja tersebut.
 Fase konstruksi/pembangunan
Realisasi pencairan pinjaman biasanya dilakukan bersamaan dengan dimulainya pembelanjaan
bahan-bahan bangunan kemudian pekerjaan fisik konstruksi bangunan. Dalam tahap ini perlu
dilakukan pengawasan dengan kunjungan-kunjungan ke lokasi yang dilakukan secara teliti dan
sering.
 Fase penyelesaian fisik
Pasa fase ini semua sarana fisik, (seperti bangunan pabrik, dan lainnya) selesai dilaksanakan.
Selanjutnya perlu dibuat laporan akhir penyelesaian proyek untuk kemudian dibandingkan dengan
rencana proyek. Apabila terjadi penyimpangan di luar toleransi perlu dipelajari sebabnya dan
dievaliaso akibatnya terhadap aspek keuangan proyek.
 Fase percobaan produksi
Dengan selesainya bangunan/proyek secara fisik, maka dimulailah dengan produksi percobaan
terlebih dahulu. Hasil produksi diteliti apakah mutu/kwalitas dann ukuran sudah sesuai dengan yang
telah direncanakan dan ditentukan semula.
 Fase produksi komersial
Pada fase ini pengawasan dilakukan lebih banyak dengan menerima dan meneliti laporan (pasif),
dimana Analisa trend akan semakin penting sehingga dapat melihat adanya perubahan dan
perkembangan dari waktu ke waktu.
 Fase penyelesaian/penyelamatan kredit
Terdapat 2 golongan debitur dalam menyelesaikan/menyelamatkan kredit yaitu :
 Golongan debitur yang tepat waktu sesuai dengan Perjanjian Kredit yang ditandatanganinya.
 Golongan debitur yang sulit memenuhi kewajibannya dan menyimpang dari Perjanjian Kredit
yang ditandatanganinya.
Contoh-contoh upaya atau cara-cara penyelamatan kredit yang tidak tepat waktu adalah sebagai
berikut :
a. Kredit diperpanjang
Apabila berdasarkan penilaian supervisor, suatu pinjaman memenuhi syarat untuk diperpanjang
jangka waktunya. Maka cara penyelamatan ini adalah cara yang paling baik.
Syarat-syarat untuk perpangan kredit ialah :
 Pinjaman dari bank masih dipakai dan berputar pada perusahaan secara efektif
 Modal tersebut masih diperlukan
 Tidak terdapat tunggakan bunga
 Debitur harus tersedia menandatangani perjanjian perpanjangan kredit.
b. Penjadwalan Kembali kredit
Adalah dengan memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengadakan konsolidasi usahanya
dengan cara menjadwalkan Kembali kredit. Syaratnya antara lain sebagai berikut :
 Perusahaan masih mempunyai prospek untuk bangkit Kembali
 Adanya keyakinan bahwa debitur akan tetap berniat menjalankan usahanya dengan sungguh-
sungguh
 Adanya keyakinan bahwa debitur tersebut masih mempunyai itikad untuk membayar.
c. Persyaratan kembali kredit (reconditioning)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat pinjaman. Bedanya pada reconditioning
ini diberikan pembebasan sebagian bunga tertunggak atau penghentian perhitungan bunga
disamping yang menyangkut perubahan jadwal pembayaran/angsuran kredit.
d. Penataan kembali kredit (restructuring)
Disamping perubahan-perubahan syarat pinjaman seperti pada reconditioning, maka pada
cara restructuring bank menambah Kembali jumlah pinjaman atau mengkonversi sebagaian
atau seluruh pinjaman tersebut menjadi equity/penyertaan modal bank terhadap perusahaan
tersebut.
e. Barang jaminan/agunan dijual
Andaikata prospek perusahaan makin tidak menentu, kemudian tidak lagi ditemukan sumber-
sumber pembaran lain dari debitur, maka sebaiknya bank menyarankan agar debitur menjual
jaminannya. Kalau debitur setuju, maka kedua belah pihak mencari calon pembeli yang
potensil. Harga penjualan pada dasarnya harus disepakati oleh pihak bank dan debitur. Hasil
penjualan inilah yang menjadi sumber pengembalian kredit sehingga menjadi lunas.
f. Menyerahkan penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)/Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN)
Untuk bank-bank milik Negara/Pemerintah (Pusat dan Daerah) ada ketentuan
yang mengharuskan penyerahannya kepada PUPN/BUPLN. Sedangkan untuk Bank
Swasta Nasional dan Bank Asing ke Pengadilan Negeri.
Kredit-kredit yang diserahkan kepada kedua lembaga diatas umumnya kredit
yang sudah termasuk kategori macet, dimana pihak debitur disamping itikad
baiknya diragukan juga prospek usahanya sudah suram. Dengan perkataan lain
penyerahan kepada Pengadilan Negeri atau PUPN/BUPLN apabila cara-cara lain
yang telah disebutkan tidak dapat dilaksanakan sehubungan tidak terpenuhinya
syarat-syarat tersebut.
g. Dihapus (write off)
Jalan lain, andaikatan keenam cara diatas tidak bisa ditempuh, maka bank akan
melakukan penghapusan atas kredit macet (bad debt) tersebut sebagian atau
seluruhnya.
VII. Beberapa Peringatan atau Tanda Bahaya dalam Supervisi Kredit dan Pembinaan
Debitur
Gejala-gejala yang dapat dianggap sebagai peringatan dini kepada bank tentang akan atau
telah terjadinya suau masalah dalam perusahaan debitur, antara lain sebagai berikut :
 Keterlambatan dalam menyampaikan laporan periodic yang menjadi kewajiban debitur
 Keterlambatan pembayaran kewajiban kepada bank
 Terjadinya penyimpangan yang mencolok dalam pelaksanaan fisik atau keuangan
proyek/perusahaan debitur
 Dalam hal modal kerja, terjadinya penyimpangan yang mencolok dari penggunaan
kredit bila dibandingkan dengan rencana semula.
 Persediaan (stock) menumpuk secara tidak wajar
 Meningkatnya piutang (account receivable) secara tidak wajar
 Modal kerja yang semakin menurun
 Profitability yang semakin menurun
 Volume penjualan yang semakin menurun

Anda mungkin juga menyukai