Anda di halaman 1dari 48

LABORATORIUM UJI MINERAL

Mineral merupakan senyawa alami yang mana mineral ini dapat terjadi dengan


melalui proses geologis yang sangat lama sekali.

Definisi Mineral

Definisi Mineral tidak hanya ada satu, bayak para ahli yang mendefinisikan apa itu
Mineral, Dan berikut ini definisi-definisi tentang Mineral:

Definisi A.W.R. Potter & H. Robinson tahun1977


Mineral adalah zat yg homogen mempunyai komposisikimia tertentu dan
mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu kehidupan.

Definisi L.G. Berry & B. Mason  tahun 1959


Mineral adalah Benda padat homogen terdapat di alam, mempunyai komposisi
kimia tertentu & mempunyai susunan atom yg teratur.

Definisi D.G.A. Whitten & J.R.V. Brooks tahun 1972


Mineral = Bahan padat dengan struktur homogen mempunyai kompisisi kimia
tertentu, di bentuk oleh proses alam yg anorganik.
DEFINISI BAHAN GALIAN INDUSTRI

Bahan Galian Industri Merupakan Semua Mineral dan Batuan kecuali mineral
logam dan energi, yang digali dan diproses untuk penggunaan akhir industri
dan konstruksi termasuk juga minerallogam yang bukan untuk dilebur
seperti bauksit, kromit, ilmenit, bijih, mangan, zircon dan lainnya.

Penggolongan bahan galian berdasarkan Pemanfaatannya

Bahan galian menurut pemanfaatannya dikelompokkan atas tiga golongan :


-Bahan galian Logam / Bijih (Ore); merupakan bahan galian yang bila dioleh
dengan teknologi tertentu akan dapat diambil dan dimanfaatkan logamnya,
seperti timah, besi, tembaga, nikel, emas, perak, seng, dll
-Bahan galian Energi; merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk
energi, misalnya batubara dan minyak bumi.
-Bahan galian Industri; merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk
industri, seperti asbes, aspal, bentonit, batugamping, dolomit, diatomae,
gipsum, halit, talk, kaolin, zeolit, tras
Di Indonesia, penggolongan bahan galian dapat dilihat dalam Undang-Undang No 11
tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam UU ini,
bahan galian dibagi atas tiga golongan :

golongan bahan galian strategis (Golongan A)

golongan bahan galian vital (Golongan B)

golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam Golongan A atau B.


1) Golongan A, yaitu golongan bahan galian yang strategis. Artinya bahan galian
tersebut penting untuk pertahanan/keamanan Negara atau untuk menjamin
perekonomian negara.
Contoh: semua jenis batu bara, minyak bumi, bahan radioaktif tambang aluminium
(bauksit), timah putih, mangaan, besi, dan nikel.

2) Golongan B, yaitu golongan galian yang vital, yang dapat menjamin hajat hidup
orang banyak.
Contoh: emas, perak, magnesium, seng, wolfram, batu permata, mika, dan asbes.

3) Golongan C, yaitu bahan galian yang tidak termasuk ke dalam golongan A maupun
B.
Bahan Galian Industri

Penggolongan bahan galian industri berdasarkan atas asosiasi dengan


batuan tempat terdapatnya, dengan mengacu pada Tushadi dkk [1990,
dalam Sukandarumidi, 1999] adalah sebagai berikut :

A. Kelompok I : BGI yang berkaitan dengan Batuan Sedimen. 


Kelompok ini dapat dibagi menjadi :
Sub Kelompok A : BGI yang berkaitan dengan batugamping :
Batugamping, dolomit, kalsit, marmer, oniks, Posfat, rijang, dan gipsum.
Sub Kelompok B : BGI yang berkaitan dengan batuan sedimen lainnya :
bentonit, ballclay dan bondclay, fireclay, zeolit, diatomea, yodium,
mangan, felspar.
B. Kelompok II, BGI yang berkaitan dengan batuan gunung api : 
obsidian, perlit, pumice, tras, belerang, trakhit, kayu terkersikkan,
opal, kalsedon, andesit dan basalt, paris gunung api, dan breksi
pumice.

C. Kelompok III, BGI yang berkaitan dengan intrusi plutonik batuan


asam & ultra basa : 
granit dan granodiorit, gabro dan peridotit, alkali felspar, bauksit,
mika, dan asbes

D. Kelompok IV, BGI yang berkaitan dengan batuan endapan residu &
endapan letakan : 
lempung, pasir kuarsa, intan, kaolin, zirkon, korundum, kelompok
kalsedon, kuarsa kristal, dan sirtu

E. Kelompok V, BGI yang berkaitan dengan proses ubahan


hidrotermal : barit, gipsum, kaolin, talk, magnesit, pirofilit, toseki,
oker, dan tawas.

F. Kelompok VI, BGI yang berkaitan dengan batuan metamorf : 


kalsit, marmer, batusabak, kuarsit, grafit, mika dan wolastonit.
Definisi di atas sekarang ini sudah tidak tepat lagi, karena dengan semakin
berkembangnya teknologi industri manufaktur menuntut produk-produk
bahan galian industri sebagai bahan baku yang mempunyai spesifikasi
tertentu (uniform berderajad tinggi), yang untuk memperolehnya kadang-
kadang memerlukan proses pengolahan yang panjang dan komplek. Demikian
pula dengan batas-batas bahan galian industri sangat sukar ditetapkan,
sebagai contoh, bahan galian kromit, zirkon, bauksit, mangan, dan tanah
jarang yang merupakan bahan galian logam, namun dapat pula
diklasifikasikan sebagai bahan galian industri bila produknya berbentuk
mineral yang telah diolah dan digunakan langsung sebagai bahan baku dalam
industri manufaktur. Dalam industri manufaktur dan konstruksi, peranan
bahan galian industri sebagai bahan baku sangat penting, yang pada
umumnya berfungsi untuk memperbaiki mutu ataupun untuk memperoleh
produk akhir dengan spesifikasi tertentu.
Secara garis besarnya penggolongan terbagi: mineral logam dan mineral bukan
logam.( Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negri No 01/DAGLU/PER/5/2012)

Potensi mineral non logam hampir dijumpai di semua wilayah indonesia, dan jenis
komiditinya mungkin lebih dari 100 jenis, dgn waktu yg sngt sempit akan sangat
sulit untuk dapat memahami keseluruhan mineral ini.
NIKEL
Endapan laterit nikel Indonesia telah diketahui sejak tahun 1937.Informasi mengenai
endapan laterit nikel yang tertera pertama kali dalam literatur adalah Pomalaa
padatahun 1916 oleh pemerintah Belanda. Pomalaa adalah sebuah distrik yang terletak
diSulawesi Tenggara. Sejak itu, endapan-endapan laterit nikel lainnya baru disebut-
sebut,seperti Gunung Cycloops (1949) dan Pulau Waigeo (1956) di Irian Jaya (Papua
Barat),Sorowako di Sulawesi (1968), Pulau Gebe (1969), Maluku (Tanjung Buli) dan Obi
diPulau Halmahera (1969) serta Pulau Gag (1982). Pada pertengahan kedua abad
ini,melalui prospeksi yang sistematis telah ditemukan beberapa endapan lain .

Genesa umum nikel laterit


       Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik
pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai
dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses
pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur
memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit
dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah,
stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga
tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
Secara
   mineralogi nikel laterite dapat dibagi dalam tiga kategori (Brand et al,1998). 

1.      Hydrous Silicate Deposits


Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas: Ore horizon pada lapisan saprolite
(Mg - Ni silicate), kadar nikel antara 1,8% - 2,5%. Pada zona ini berkembang box-works,
veining, relic structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang
kaya dengan nikel; Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe-
Oxyhydroxide) dan terendapkan bersama mineral silika hydrous atau mensubstitusi
unsur Mg pada serpentinite yang teralterasi (Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterit
adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa proses meningkatkan
supergene sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan
hydrous silicate ini. Tipe ini dapat ditemui di beberapa tempat seperti di New Caledonia,
Indonesia, Philippina, Dominika, dan Columbia.
2. Clay Silicate Deposits
       Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui air tanah, sisanya
akan bergabung dengan Fe, Ni, dan Al membentuk mineral lempung (clay
minerals) seperti Ni-rich Nontronite pada bagian tengah profil saprolite (lihat
profil). Ni-rich serpentine juga dapat digantikan oleh smectite atau kuarsa jika
profil deposit ini tetap kontak dalam waktu lama dengan air tanah. Kadar nikel
pada endapan ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni sekitar 1,2%
(Brand et al,1998).

3. Oxide Deposits
       Tipe terakhir adalah Oxide Deposit. Berdasarkan profil yang ditampilkan,
bagian bawah profil menunjukkan protolith dari jenis harzburgitic peridotite
(sebagian besar terdiri dari mineral jenis olivin, serpentine dan piroksen). Endapan
ini angat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Di atasnya
terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan ferricrete.
Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini berasosiasi dengan goethite (FeOOH)
dan Mn-Oxide. Sebagai tambahan, nikel laterit sangat jarang atau sama sekali
tidak terbentuk pada batuan karbonat yang mengandung mineral talk.
  Profil Nikel Laterit

Profil secara keseluruhan dari nikel laterit terdiri dari 5 zona gradasi sebagai
berikut :

  Iron Capping 
       Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit.
Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik
lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar
nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan
lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang
tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
  Limonite Layer 
       Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya
meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini
rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun
dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku
ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-
mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil
dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan
kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah
yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir
di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,
tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
 

 Silika Boxwork 
       putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian
mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal,
magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari
nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang
serpentinized.
Saprolite 

       Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat.
Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering
dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan
garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran
halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz,
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona
transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi
rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan
biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
 
  Bedrock 
       bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar
dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama
dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit
yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit
yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan
silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan
intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi
oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi
penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi.
1. KAOLIN

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan
kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan.
Kaolin mempunyai komposisi hidrous alumunium silikat (2H2O.Al2O3.2SiO2),
dengan disertai mineral penyerta.

Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat terjadi melalui proses pelapukan dan
proses hidrotermal alterasi pada batuan beku felspartik. Endapan kaolin ada dua
macam, yaitu: endapan residual dan sedimentasi.

Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan
halloysit (Al2(OH)4SiO5.2H2O), yang mempunyai kandungan air lebih besar dan
umumnya membentuk endapan tersendiri.
Sifat-sifat mineral kaolin antara lain, yaitu: kekerasan 2 – 2,5, berat jenis 2,6 – 2,63,
plastis, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah, serta pH bervariasi.

Potensi dan cadangan kaolin yang besar di terdapat di Kalimantan Barat,


Kalimantan Selatan, dan Pulau Bangka dan , serta potensi lainnya tersebar di Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, dan Sulawesi Utara.
MANGAN

Mangan termasuk unsur terbesar yang terkandung dalam kerak bumi. Bijih mangan
utama adalah pirolusit dan psilomelan, yang mempunyai komposisi oksida dan terbentuk
dalam cebakan sedimenter dan residu. Mangan mempunyai warna abu-abu besi dengan
kilap metalik sampai submetalik, kekerasan 2 – 6, berat jenis 4,8, massif, reniform,
botriodal, stalaktit, serta kadang-kadang berstruktur fibrous dan radial. Mangan
berkomposisi oksida lainnya namun berperan bukan sebagai mineral utama dalam
cebakan bijih adalah bauxit, manganit, hausmanit, dan lithiofori, sedangkan yang
berkomposisi karbonat adalah rhodokrosit, serta rhodonit yang berkomposisi silika.

Cebakan mangan dapat terjadi dalam beberapa tipe, seperti cebakan hidrotermal, cebakan
sedimenter, cebakan yang berasosiasi dengan aliran lava bawah laut, cebakan
metamorfosa, cebakan laterit dan akumulasi residu.
Sekitar 90% mangan dunia digunakan untuk tujuan metalurgi, yaitu untuk proses
produksi besi-baja, sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non-metalurgi antara
lain untuk produksi baterai kering, keramik dan gelas, kimia, dan lain-lain.

Potensi cadangan bijih mangan di cukup besar, namun terdapat di berbagai lokasi yang
tersebar di seluruh . Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau
Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua .
. PASIR BESI

Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan
butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar,
ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari
magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous
magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari
magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan
basaltik dan andesitik volkanik.

Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah
banyak dimanfaatkan pada industri semen
Pasir besi ini terdapat seperti di Sumatera, Lombok, Sumbawa, Sumba,
Flores.
. ZIRKON

Mineral utama yang mengandung unsur zirkonium adalah zirkon/zirkonium silika


(ZrO2.SiO2) dan baddeleyit/zirkonium oksida (ZrO2). Kedua mineral ini dijumpai
dalam bentuk senyawa dengan hafnium. Pada umumnya zirkon mengandung unsur
besi, kalsium sodium, mangan, dan unsur lainnya yang menyebabkan warna pada
zirkon bervariasi, seperti putih bening hingga kuning, kehijauan, coklat kemerahan,
kuning kecoklatan, dan gelap, sisitim kristal monoklin, prismatik, dipiramida, dan
ditetragonal, kilap lilin sampai logam, belahan sempurna – tidak beraturan,
kekerasan 6,5 – 7,5, berat jenis 4,6 – 5,8, indeks refraksi 1,92 – 2,19, hilang pijar
0,1%, dan titik lebur 2.5000C.

Zirkon terbentuk sebagai mineral asseccories pada batuan yang mengandung Na-
feldspa (batuan beku asam dan batuan metamorf). Jenis cebakannya dapat berupa
endapan primer atau endapan sekunder.
Kegunaann zirkon adalah untuk bahan elektronik, keramik.

Potensi zirkon menyebar di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan
bagian barat. Potensi ini mengikuti penyebaran kasiterit, yang dikenal dengan nama
tin belt.
Secara garis besarnya, sistem dan metode penambangan dibagi atas 4
(empat) bagian, yaitu :

Tambang terbuka (surface mining).


Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
Tambang bawah air (underwater mining).
Tambang di tempat (insitu mining).

1 Tambang terbuka (surface mining).


Tambang terbuka (surface mining) adalah metode penambangan yang
segala kegiatan atau aktifitas penambangannya dilakukan di atas atau relatif
dekat dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan langsung
dengan udara luar.
2.Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining) adalah
metode penambangan yang segala kegiatan atau aktifitas penambangannya
dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung
berhubungan dengan udara luar.

3. Tambang bawah air (underwater mining).


Tambang bawah air (underwater mining) adalah metode penambangan yang
kegiatan penggaliannya dilakukan di bawah permukaan air atau endapan
mineral berharganya terletak di bawah permukaan air.

4.Tambang di tempat (insitu mining)


Tambang di tempat (insitu mining) adalah metode penambangan yang
dilakukan terhadap endapan mineral dan batuan yang terbentuk secara
khusus (model endapan geologi tertentu), di mana penambangannya
langsung dilakukan di tempat tersebut dengan cara khusus pula.
PREPARASI DAN UKURAN SAMPEL

A. PREPARASI SAMPEL
Preparasi merupakan langkah yg paling penting dalam pengolahan atau
penanganan bahan galian yg akan dianalilis, karena sngt berpengaruh terhadap
keberhasilan analisis kimia yg dilakukan. Tahapan pengerjaan preparasi antara
lain:

1. Pengeringan (Drying)
Pada umumnya sampel yg diterima adalah dalam bentuk batuan, lempung,
lumpur atau bentuk pasir.Apabila sampel yg diterima dlm keadaan basah maka
langkah pertama pengerjaan adalah pengeringan, yaitu: pengeringan pada
suhu kamar(dikering anginkan), dijemur dibawah matahari dan pengeringan
dalam oven pd suhu 100 – 110 Celcius.

2. Peremukan (Crushing)
Peremukan adalah proses mereduksi ukuran yg masih kasar (biasanya berupa
bongkahan) menjadi ukuran + 5 cm dgn menggunakan jaw crusher, terus
diperkecil lagi sampai 10 mesh dgn alat roll crusher.

3. Sampling
Sampling merupakan proses pengambilan sampel dari sampel awal yg banyak
dgn tidak merubah komposisinya dan mewakili(bersifat representatif).
Proses sampling dapat dilakukan dgn beberapa cara,diantaranya:

a) Cone and Quartering(perempatan),yaitu membagi sampel menjadi empat bagian


dengan mengambil dua bagian yg berseberangan.
b) Random, sama halnya dengan cone quatering hanya sampel tidak dibagi empat,
tetapi diambil secara melingkar sampai didapat jumlah sampel yg diinginkan.
c) Splitting, yaitu membagi sampel menjadi dua bagian apabila sampel dalam jumlah
banyak dgn mengambil satu bagian dgn menggunakan alat splitter.
d) Grab sampling.

4. Penggerusan (Grinding)
Penggerusan dibagi menjadi 3 kelompok:

a) Penggerusan kasar, produk yg dihasilkan berukuran mak 6 – 20 mesh.

b) Penggerusan sedang, produk yg dihasilkan berukuran antara 28 -75 mesh.

c) Penggerusan halus, produk yg dihasilkan paling kasar 100 mesh.


B. UKURAN SAMPEL

Untuk keperluan analisis, ukuran butiran sampel yg diperlukan tidak selalu


sama tergantung pada jenis analisis yg dilakukan. Adapun jenis analisis yg
dilakukan yg membedakan ukuran sampel antara lain, analisis kimia, analisis
fisika dan analisa emas perak metode fire assay.

1. Analisis Kimia
Ukuran sampel yg diperlukan adalah 150 – 200 mesh.

2. Analisis Fisika
a. Penentuan berat jenis = 100 mesh
b. Penentuan porositas ukuran 4 X 5 cm atau 5 x 5 cm
c. Penentuan viskositas = 100 mesh
d. Penentuan Kapasitas tukar kation (KTK) = 60 – 100 mesh
e. Penentuan distribusi ukuran, seadanya sampel itu sendiri.

3. Analisa Perak dan Emas metode fire assay, ukuran 200 mesh
X-Ray Fluoresnce (XRF)

Pengertian XRF
XRF merupakan alat yg digunakan untuk menganalisis komposisi kimia beserta
unsur unsur yg terkandung dlm suatu sampel dgn menggunakan metode
spektrometri.XRF umumnya digunakan untuk menganalisa unsur dlm mineral
atau batuan.Analisis unsur dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif,kualitatif dilakukan untuk mengetahui jenis unsur yg terkadung dalam
bahan, dan analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi/kadar unsur dlm
batuan.

Jenis XRF
-WDXRF (Wave Length Dispersi XRF)
-EDXRF(Energy Dispersi XRF)

Secara umum perbedaannya kedua jenis sbb:


WDXRF lebih besar lebih komplek,menggunakan water chiller
Lebih sensitif lebih akurat menggunakan vacump pump
Menggunakan gas Argon
Prinsip kerja XRF
Berdasarkan identifikasi dan pencacahan karakteristik sinar X yg terjadi akibat efek
foto listrik.efek foto listrik terjadi karena electron dlm atom target pd sampel
terkena sinar berenergi tinggi(radiasi gamma, sinar X)
Karakteristik sampel pada XRF
a) Sampel halus 100 mesh
b) Logam, plastik,keramik dgn syarat tinggi 2.5 mm dan diameter 2, cm
c) Presed Powder,sampel ditekan dgn alat press pellet
d) Fused bead, sampel dicampur dgn flux dan dipanaskan pd suhu 1000 C

Keunggulan XRF:
1. Mudah digunakan
2. Tidak merusak sampel(non destructive Test)
3. Konsentrasi dari ppm hingga 100%
4. Hasil analisis keluar dalam beberapa detik

Kelemahan XRF:
5. Mahal
ALAT XRF
AAS ( ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY)

Analisis dgn metode AAS pertama kali diperkenalkan di Australia oleh Welsh
pada tahun 1955.Merupakan metode yang populer karena sangat efektif dan
sensitif.
Spektrofotometri Serapan Atom

1.       Teori Spektrofotometri Serapan Atom


Prinsip dasar  Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode
yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).  Teknik
ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.  Teknik-teknik ini
didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom.  Komponen kunci pada metode
spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan
uap atom dalam sampel. (Anonim, 2003)
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan
sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu
katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan.
Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu
menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
 Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi
elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang
memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi.
 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)


1.       Sumber Sinar
Sumber radiasi SSA adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Setiap
pengukuran dengan SSA kita harus menggunakan Hallow Cathode
Lamp khusus misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu
cuplikan.  Maka kita harus menggunakanHallow Cathode khusus.  Hallow
Cathode akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang
diperlukan untuk transisi elektron atom.
 Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang
terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang
terbuat dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu,
logam mulai memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan
teruapkan dengan pemercikan.  Atom akan tereksitasi kemudian
mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 1990).
   2.  Sumber atomisasi
Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem
tanpa nyala.  Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala
dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan.  Sampel masuk ke
nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer
(pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber
spray).  Jenis nyala yang digunakan secara luas untuk pengukuran analitik
adalah udara-asetilen dan nitrous oksida-asetilen.  Dengan kedua jenis
nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit dapat
ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan
juga fluorosensi.
3. Monokromator
Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan
radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan
oleh Hallow Cathode Lamp

4.   Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya
radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka.
Teknik-teknik analisis
Dalam analisa secara spektrometri teknik yang biasa dipergunakan antara lain:
1.       Metode kurva kalibrasi
Dalam metode kurva kalibrasi ini, dibuat seri larutan standard dengan berbagai
konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan SSA.  Selanjutnya
membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan
merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε. B atau slope = a.b,
konsentrasi larutan sampel diukur dan diintropolasi ke dalam kurva kalibrasi atau
di masukkan ke dalam persamaan regresi linear pada kurva kalibrasi
2.       Metode standar tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang
telah diketahui konsentrasinya (Cstd).  Selanjutnya absorbsi larutan standard (Astd)
dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrofotometri.
3.       Metode adisi standard
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan
standard. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari
sampel dipindahkan ke dalam labu takar.  Satu larutan diencerkan sampai
volume tertentu, kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat
standard, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya
ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu larutan standard dan
diencerkan seperti pada larutan yang pertama
TEKNIK PELARUTAN

Setelah sampel dipersiapkan maka tahap selanjutnya adalah pelarutan sampel.


Pelarutan sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan jalan peleburan.

1. Pelarutan dengan asam


Asam-asam yang biasa digunakan untuk melarutkan diantaranya asam sulfat, asam
nitrat, asam klorida, asam fluorida, asam perklorat. Beberapa cara melarutkan sampel
dengan asam, yaitu:

a.     Pelarutan dengan HCl


HCl baik digunakan untuk melarutkan mineral-mineral karbonat, fosfat, gips dan
mineral-mineral oksida. Pelarutan dapat dilakukan pada suhu kamar atau pada suhu tinggi
(dengan pemanasan).

b.    Pelarutan dengan HNO3


Asam nitrat bukan hanya dapat melarutkan mineral-mineral karbonat, tetapi
juga  digunakan untuk melarutkan mineral-mineral sulfida. Kegunaan lain dari asam nitrat
untuk pelarutan logam-logam seperti tembaga, kobalt, seng dan timbal. Asam ini sering
ditambahkan untuk melarutkan unsur besi dan unsur lainnya menjadi unsur yang bervalensi
tinggi.
c.     Pelarutan dengan HCl-HNO3
Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral yang sukar  larut
dan memerlukan oksidasi, misalnya untuk melarutkan logam-logam yang kurang
aktif, seperti emas, platina, tembaga, timbal, dan  raksa.

d.    Pelarutan dengan asam campur (HF-HClO4-HNO3)


Digunakan untuk mineral-mineral yang sukar larut dalam asam biasa,
memerlukan oksidasi dan banyak mengandung silikat yang mengganggu analisis
selanjutnya.

e. Pelarutan dengan asam campur (H2SO4-HCl-HNO3)


Untuk melarutkan mineral lempung yang sukar larut, misalnya zeolit, kaolin,
bentonit, dan  pasir besi.

f.     Pelarutan dengan KBr-Br2-HNO3


Pelarutan ini dipakai untuk melarutkan mineral-mineral belerang dan
senyawaannya, juga untuk mengoksidasikan semua belerang dalam bentuk
apapun menjadi bentuk sulfat. Larutan KBr-Br2, yaitu 160 gram KBr + 400 ml
air, setelah larut ditambahkan 100 ml Br2 dan diencerkan sampai 1 liter, aduk
dan biarkan sampai 1 minggu.
2. Peleburan

Peleburan berdasarkan jenis senyawa yang dipergunakan dapat digolongkan


sebagai berikut:

a.  Peleburan dengan kalium pirosulfat (K2S2O7)


Kalium pirosulfat dapat digunakan untuk melebur mineral-mineral titan, hasil
peleburan dapat dilarutkan dengan asam klorida encer. Mineral-mineral silikat
tidak dapat dilebur langsung dengan kalium pirosulfat, karenanya hanya dapat
digunakan untuk melebur residu setelah dilarutkan dengan HF.

b. Peleburan dengan lithium metaborat kering (LiBO 2)/ lithium tetraborat


(Li2B4O7)
Litium metaborat/ litium tetraborat baik digunakan pada clay mineral atau
batuan silikat yang dapat meleburkan semua unsur menjadi garam rangkap
diantaranya silikon, aluminium, besi, titan, kalsium, magnesium, kalium,
natrium dan mangan. Peleburan dilakukan pada cawan platina dalam tanur
pada suhu ± 900 oC selama 15 menit. Penambahan litium metaborat/ litium
tetraborat sebanyak 5 kali bobot sampel. Hasil peleburan dilarutkan kembali
dengan asam nitrat 1 : 24.
c.     Peleburan degan NaKCO3
Peleburan ini dapat  digunakan untuk melebur hampir semua unsur batuan.
Peleburan di dalam tanur pada suhu 900 - 950 °C selama 1 - 2 jam dengan
penambahan NaKCO3 sebanyak 1:5. Hasil peleburan dilarutkan kembali dengan
HCl encer. Peleburan tidak dapat dilakukan untuk mineral-mineral
seperti kyianite,silimanite, andalusite, atau mineral-mineral yang banyak
mengandung alumunium karena mineral-mineral tersebut cenderung melebur
dan membentuk lelehan yang sukar larut dengan asam klorida.

d.    Peleburan dengan Natrium Peroksida (Na2O2)


Peleburan dengan natrium peroksida dapat melarutkan hampir semua jenis
mineral. Peleburan dilakukan dalam cawan zirkon/ cawan nikel di atas pembakar
meker pada suhu 450 - 500 °C sampai benar-benar melebur sempurna.
Na2O2yang digunakan harus benar-benar kering dengan perbandingan antara
sampel dengan Na2O2 adalah 1:5. Hasil peleburan dilarutkan kembali dengan HCl
1:1.
LAPORAN HASIL ANALISIS

PARAMETER SATUAN METODE


KKM

Fe % 53.34 AAS
Al2O3 % 0.91 AAS
SiO2 % 16.66 AAS
CaO % 0.33 AAS
MgO % 0.17 AAS
Na2O % 0.35 AAS
K2O % 0.38 AAS
TiO2 % 0.67 AAS
P % 0.09 SPEKTROFOTOMETRI
MOISTURE % 7.09 GRAVIMETRI
Sulfure % 0.07 GRAVIMETRI
LOI 900 C % 0,25 GRAVIMETRI
PARAMETER SATUAN METODE

ZrO2 % 66.38 AAS


SiO2 % 31.87 AAS
Al2O3 % 0.06 AAS
Fe2O3 % 0.09 AAS
CaO % 0.12 AAS
MgO % 0.05 AAS
Na2O % 0.24 AAS
K2O % 0.09 AAS
TiO2 % 0.67 AAS
P % 0.07 SPEKTROFOTOMETRI
MOISTURE % 0.29 GRAVIMETRI
LOI 900 C % 0.35 GRAVIMETRI
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai