Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANALISA KIMIA ANORGANIK


“Analisa Ca Pada Batu Kapur”

Disusun Oleh :
Nama :Azmi Alvian
No : 06
Kelas : 4K1/4 Kimia Analis 1

SMKN 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG


Jl. Kadar Maron Kotak POS 104 Telp.(0293) 4901639
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Batu kapur ialah jenis batuan sedimen yang mengandung senyawa karbonat. Pada
umumnya batu kapur yang banyak terdapat adalah batu kapur yang mengandung kalsit. Batu
kapur memiliki warna putih, putih kekuningan, abu–abu hingga hitam. Pembentukan warna
ini tergantung dari campuran yang ada dalam batu kapur tersebut, misalnya : lempung,
kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik. Batu kapur terbentuk dari sisa–sisa kerang di
laut maupun dari proses presipitasi kimia. Berat jenis batu kapur berkisar 2,6 - 2,8 gr/cm 3
dalam keadaan murni dengan bentuk kristal kalsit (CaCO3), sedangkan berat volumenya
berkisar 1,7 – 2,6 gr/cm3 Jenis batuan karbonat dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu
batu kapur (limestone) dan dolomit (dolostone).

Di Indonesia terdapat beberapa batuan yang mengandung senyawa karbonat, antara lain
ialah batu kapur, batu kapur kerang dan batu kapur magnesium. Batu kapur merupakan salah
satu bahan galian industri yang potensinya sangat besar dengan cadangan di perkirakan lebih
dari 28 milyar ton yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Menurut Data dan Informasi
Pertambangan Propinsi bali Tahun 2001, Propinsi Bali sendiri memiliki potensi batu kapur
dan masih tersisa sekitar 11.220.945.960 m3 dengan luar areal 25.559 Ha pada akhir tahun
2000. Produksi batu kapur di Bali sebagian besar dipergunakan untuk bahan bangunan,
biasanya digunakan untuk pondasi gedung maupun jalan raya. Batu kapur murni digunakan
sebagai bahan baku dalam pengolahan kaca, kalsinasi dan beberapa kapur digunakan dalam
pengolahan dari campuran struktural semen. Batu kapur digunakan dalam pembuatan dari
bubuk pemucat dimana digunakan dalam bidang tekstil dan kertas gulung. Kini batu kapur
banyak digunakan sebagai bahan baku semen Portland
BAB II

DASAR TEORI
A. BAHAN GALIAN
1. Pengertian Bahan Galian
 Bahan galian adalah semua produk dari pertambanganang diperoleh dengan cara
pelepasan dari batuan induknyadi dalam kerak bumi, terdiri dari mineral-mineral.
 Mineral adalah suatu benda berbentuk padat,cair, atau gas yang homogeny dan
terdapat dialam, terbentuk secara alamiah dari bahan-bahan an-organis, mempunyai
komposisi kimia tertentu dengan struktur atom dan sifat fisik yang sama.

2. Klasifikasi Bahan galian


“Berdasarkan Undang- Undang”
A. Golongan A (Bahan galian strategis), yaitu bahan galian yang penting untuk
pertahanan, keamanan negara atau untuk menjamin perekonomian Negara.
Contoh :
- Minyak Bumi,bitumen cair, lilin bumi, gas alam;
- Bitumen padat,aspal
- Antrasit, batubara, batubara muda
- Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya.
B. Golongan B (Bahan galian vital), yaitu golongan bahan galian yang untuk memenuhi
hajat hidup orang banyak.
Contoh :
- Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan
- Bauksit, tembaga, timbal, seng
- Emas, platina, perak, air raksa, intan
- Arsin, antimon, bismut
- Yttrium, rthutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;
- Berillum, krudium, zirkon, Kristal kwarsa;
- Kriolit, fluorspar, barit;
- Yodium, brom, khior, belerang;
C. Golongan C (Bahan galian bukan strategis dan vital), yaitu bahan galian yang tidak
termasuk bahan galian strategis dan vital berarti karean sifatnya tidak langsung
memerlukan pasaran yang bersifat internasional.
Contoh :
- Nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite)
- Abes, talk, mika, grafit, magnesit
- Yarosit, leusit,twas 9alum), oker
- Batu permata, batu setengah permata
- Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit
- Batu apung, tras, obsidian, perilit, tanah datome, tanah serap (fullers earth)
- Marmer, batu tulis
- Batu kapur, dolomit, kalsit
- Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak
mengandung unsus-unsur mineral golongan A maupun B dalam jumlah yang
berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.

Dasar-dasar penggolongan bahan-bahan galian, yaitu :

a. Nilas strategi/ekonomis bahan galian terhadap Negara


b. Terdapatnya suatu bahan galian dalam alam (genese)
c. Penggunaan bahan galian bagi industry
d. Pengaruhnya terhadap hidup rakyat banyak
e. Pemberian kesempatan pengembangan pengusaha

“Berdasarkan kandungan mineralnya bahan galian”

1. Bijih (ore), bahan galian sebagai sumber bahan logam,contohnya kasiterit(Sn),


Hematit(Fe), Bauksit(Al) dll.
2. Bukan bijih, sebagian bahan bukan logam, contohnya beleran fosfat,
kaolin,kapur,dll.

“Berdasarkan Meineral ekonomi”

1. Metalic Mineral :
o Precious metal : tembaga,seng dan timah
o Steel Industry : besi, nikel, chromium, mangan, tungsten,
dan vanadium
o Electronic Industry : cadmium, bismuth, dan germanium
o Radio Active : uranium dan radium

2. Non-Metalic Mineral :
o Isolator : mika dan asbes
o Refractory material : silica,alumina,zircon dan grafit
o Abresive Mineral : corundum,garnet,intan dan topaz
o General Industry Mineral : fosfat, belerang, batu gamping,garam,
barit, boraks, feldspar, magnesit, gypsum, clay(lempung)dll.
3. Fuel Mineral :
o Solid (zat padat) : coal,lignite dan oil shale
o Liquid (Zat Cair) : minyak bumi.

“Berdasarkan cara terbentuknya”

1. Bahan Galian Magmatik, yaitu bahan galian yang terjjadi dari magma dan
bertempat didalam / berhubungan dan dekat dengan magma.
2. Bahan Galian Pematit, yaitu bahan galian yang terbentuk didalam diatrema
dan dalam pembentukan instrusi (gang dan apofisa)
3. Bahan Galian hasil pengendapan didasar sungai / genangan air melalui proses
pelarutan pada batuan hasil pelapukan.
4. Bahan Galian hasil pengayaan skunder, yaitu bahan galian yang terkonsentrasi
karena proses pelarutan pada batuan hasil pelapukan.
5. Bahan galian hasil metamorfosis kontak, yaitu batuan sekitar magma berubah
menjadi mineral ekonomik.
6. Bahan Galian Hidrotermal, yaitu resapan magma cair yang membeku dicelah-
celah struktur lapisan bumi atau pada lapisan yang bersuhu relative rendah
dibawah 500°C.

3. Sifat-Sifat Bahan Galian


Pada pengolahan bahan galian dalam prosesnya lebih mendasrkan pada sifat fisik mineral
dari pada sifat fisik kimia.
Sifat-sifat fisik mineral yang penting adalah :
1. Kekerasan/Kelunakan (hardness/softness)
2. Kerapuhan (brittleness)
3. Structure dan Fracture
4. Agregasi (aggregation)
5. Warna dan Kilap (listre)
6. Berat Jenis (specific gravity)
7. Sifat Kemagnetan (magnetic susceptibility)
8. Sifat kelistrikan (electro-conductivity)

B. BATU KAPUR
Batu kapur ialah jenis batuan sedimen yang mengandung senyawa karbonat. Pada
umumnya batu kapur yang banyak terdapat adalah batu kapur yang mengandung kalsit. Batu
kapur memiliki warna putih, putih kekuningan, abu–abu hingga hitam. Pembentukan warna
ini tergantung dari campuran yang ada dalam batu kapur tersebut, misalnya : lempung,
kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik. Batu kapur terbentuk dari sisa–sisa kerang di
laut maupun dari proses presipitasi kimia. Berat jenis batu kapur berkisar 2,6 - 2,8 gr/cm 3
dalam keadaan murni dengan bentuk kristal kalsit (CaCO3), sedangkan berat volumenya
berkisar 1,7 – 2,6 gr/cm3 Jenis batuan karbonat dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu
batu kapur (limestone) dan dolomit (dolostone).
Di Indonesia terdapat beberapa batuan yang mengandung senyawa karbonat, antara lain
ialah batu kapur, batu kapur kerang dan batu kapur magnesium. Batu kapur merupakan salah
satu bahan galian industri yang potensinya sangat besar dengan cadangan di perkirakan lebih
dari 28 milyar ton yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Menurut Data dan Informasi
Pertambangan Propinsi bali Tahun 2001, Propinsi Bali sendiri memiliki potensi batu kapur
dan masih tersisa sekitar 11.220.945.960 m3 dengan luar areal 25.559 Ha pada akhir tahun
2000. Produksi batu kapur di Bali sebagian besar dipergunakan untuk bahan bangunan,
biasanya digunakan untuk pondasi gedung maupun jalan raya. Batu kapur murni digunakan
sebagai bahan baku dalam pengolahan kaca, kalsinasi dan beberapa kapur digunakan dalam
pengolahan dari campuran struktural semen. Batu kapur digunakan dalam pembuatan dari
bubuk pemucat dimana digunakan dalam bidang tekstil dan kertas gulung. Kini batu kapur
banyak digunakan sebagai bahan baku semen Portland

Komposisi dari batu kapur yang dianalisa dengan pengujian XRF dapat ditunjukan pada tabel
2.1

No Komposisi kimia Persen (%) Wt


1. Kalsium (Ca) 92,1
2. Besi (Fe) 2, 38
3. Magnesium (Mg) 0,9
4. Silika (Si) 3,0
5. Indium (In) 1,4
6. Titanium (Ti) 0,14
7. Mangan (Mn) 0,03
8. Lutetium (Li) 0,14

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Batu Kapur Hasil Pengujian dengan XRF (X Ray Flourescence)

C. METODE SAMPLING
 Metode Sampling Di Lapangan
a) Metode Paritan (Channel Sampling)
Metode ini adalah metode yang paling banyak dipakai, terutama sangat cocok
untuk deposit mineral yang berlapis, “banded”, dan deposit jenis urat (vein), dimana
terdapat variasi yang jelas dalam ukuran butir dan warna, yang kemungkinan juga
berbeda dalam komposisi dan kadar dari bahan-bahan berharga yang dikandungnya.
Metode ini dapat dilakukan pada deposit mineral baik yang tersingkap di permukaan
maupun yang berada di bawah permukaan tanah pada dinding cross-cut, raise, shaft,
sisi-sisi stope, ataupun dinding samurai uji (testpit). Sebaiknya untuk tidak melakukan
metode channel ini pada lantai terowongan, karena bagian tersebut biasanya kotor
oleh bahan jatuhan yang sering dapat mengisi rekahan-rekahan yang ada. Kalau
terpaksa membuat channel pada lantai, maka lantai harus dibersihkan dulu dari
kotoran pada rekahan yang ada, kemudian permukaannya dibuat benar-benar bersih,
setelah itu metode ini dapat dilakukan.

Contoh paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan dalamnya sekitar 3
sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus jurus lapisan. Jarak antara satu parit
dengan parit lainnya tergantung dari keseragaman dari bahan galiannya. Untuk
kebanyakan deposit, jarak antar parit kira-kira satu setengah meter, akan tetapi untuk
deposit bijih yang kaya dan tersebar setempat-setempat jarak tersebut hanya dapat
sekitar sepertiga meter saja. Umumnya satu contoh sudah cukup untuk mewakili
sepanjang 2 meter dari parit yang dibuat.

b) Metode Selokan Uji (Trenching)


Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk memperoleh data-
data mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang bersangkutan, seperti ketebalan,
sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya, dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada tubuh
bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu dimana lapisan
penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat sebaiknya
diusahakan dengan cara-cara berikut :
· Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan mengeringkan
sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan adanya pompa.
· Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para pekerja
masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan lemparan.
· Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya
digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan
untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat
menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan.
Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat
parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya

Gambar 2. Bentuk Penampang Trenching dan Arah Penggalian Trenching

c) Metode Chipping
Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh pada endapan bijih yang
keras dan seragam, dimana pembuatan paritan sangat sukar karena kerasnya batuan.
Contoh diambil dengan cara dipecah dengan plu geologi dalam ukuran-ukuran yang
seragam dan tempat pengambilan tersebut dibuat secara teratur di permukaan batuan.
Jarak dari setiap titik pengambilan baik secara horisontal dan vertikal dibuat sama
(seragam) dan besarnya tergantung dari endapannya sendiri.

d) Metode Sumur Uji (Test Pitting)


Metode ini digunakan jika lapisan penutup (over burden) agak tebal (lebih
dari setengah meter), sehingga metode trenching menjadi tidak praktis karena
pembuatan selokannya harus agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada
pembuangan tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin
menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang lebih lama. Dalam
keadaan tersebut maka dipakai metode dengan pembuatan sumur uji (test pitting)
untuk mengambil contoh bahan galian. Pada umumnya ukuran lubang test pit ini
adalah dan kedalamannya dapat mencapai 35 meter, akan tetapi untuk jenis over
burden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit harus dibuat lebih besar
untuk menghindari longsornya dinding, misalnya . Demikian pula ketika
kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus dibuat lebih besar, kemudian
setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran lubang diperkecil. Jika lapisan
penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pit-nya dibuat miring, sedangkan untuk
material yang kompak dinding dibuat tegak dengan ukuran .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit, maka hal-hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
 Test pit harus bebas dari bongkah karena jika terhalang oleh bongkah maka
pembuatantest pit tersebut akan memakan waktu yang lama sehingga memakan
biaya yang mahal.
 Penggunaan penyangga yang seadanya, untuk batuan yang kompak penyanggaan
tidak perlu dilakukan.
 Penyanggaan dapat dihindari dengan cara dinding lubang dibuat miring dan
kemiringan tergantung material dari over bunden.

Gambar 3. Macam-macam Bentuk Penampang Test Pit

e) Metode Pemboran (Borehole Sampling)


Perkerjaan pengambilan contoh batuan dengan pemboran ini dapat dibagi
menjadi dua berdasarkan tenaga penggerak dari bornya, yaitu metode pemboran
tangan (hand auger) dan metode pemboran mesin (core drilling). Cara pemboran
tangan sangat cocok untuk endapan bahan galian yang tidak terlalu kompak dan
terletak dangkal, misalnya endapan alluvial pasir di Cilacap. Jarak antara satu
pemboran dengan pemboran lainnya tergantung keadaan, sedangkan harga rata-
ratanya makin baik jika pemboran makin rapat. Kadar dihitung dengan rumus :
K= (Berat Mineral)/(Berat Contoh) x 100%

Sebaliknya, dalam pengambilan contoh batuan dengan bor mesin supaya diperhatikan
faktor-faktor di bawah ini :
· Keadaan medan,dimana untuk keadaan medan yang berbukit-bukit, sebaiknya
digunakan mesin bor yang ringan atau yang dapat dilepas-lepas untuk memudahkan
pembawaan.
· Kedalaman endapan, dimana untuk endapan yang cukup dangkal cukup dipakai bor
tangan, sedangkan yang dalam digunakan bor mesin.
· Sifat-sifat fisik batuan.
· Sumber air.
· Keadaan peralatan seperi keadaan pahat, stang bor, pipa casing, dan sebagainya.
Pada pemboran inti, contoh batuan yang terambil dapat berupa inti
dan sludge yang masing-masing diletakkan dalam core box untuk inti dan sludge
box untuk sludge. Sludgeadalah hasil gesekan pahat dengan batuan yang kemudian
diangkat oleh air pembilas, karena itu sludge akan berupa lumpur.

 Sampling Di Laboratorium
Percontoh batuan untuk diuji berupa inti bore (core) dari hasil pemboran inti di
lapangan atau dapat dibuat di laboratorium. Pembuatan percontoh di lapangan yaitu
dengan melakukan pemboran inti (core drillling) langsung ke dalam batuan yang akan
diselidiki di lapangan, sehingga diperoleh inti yang berbentuk silinder. Inti tersebut
langsung dapat digunakan untuk pengujian di laboratorium dengan syarat tinggi
percontoh dua kali diameternya.
Pembuatan percontoh di laboratorium dapat dibuat dari blok batuan yang diambil di
lapangan kemudian di bor dengan pengintian di laboratorium. Hasil percontoh yang
diperoleh umumnya berbentuk silinder dengan diameter 50 – 70 mm, kemudian
dipotong dengan mesin potong batu untuk mendapatkan ukuran tinggi percontoh dua kali
diameternya. Ukuran percontoh dapat lebih kecil maupun lebih besar dari ukuran tersebut
di atas tergantung dari maksud dan tujuan pengujian.
Pembuatan percontoh di laboratorium dapat juga dilakukan dengan membuat model fisik
percontoh dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi praktikum. Perbandingan
campuran ini disesuaikan dengan kebutuhan. Semakin besar campuran semennya maka
percontoh akan semakin kuat

D. PENGELOMPOKAN MINERAL PEMBENTUK BATUAN


Mineral pembentuk batuan dikelompokan sebagai berikut :
1. Mineral Silikat
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal.
Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari
mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2.900 km dari
kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen,
batuan beku maupun batuan malihan. Silikat pembentuk batuan yang umum adalah
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan non-
ferromagnesium.
Berikut adalah Mineral Silikat:
 Kuarsa: ( SiO2 )
 Felspar Alkali: ( KAlSi3O8 )
 Felspar Plagiklas: (Ca,Na)AlSi3O8)
 Mika Muskovit: (K2Al4(Si6Al2O20)(OH,F)2
 Mika Biotit: K2(Mg,Fe)6Si3O10(OH)2
 Amfibol: (Na,Ca)2(Mg,Fe,Al)3(Si,Al)8O22(OH)
 Pyroksen: (Mg,Fe,Ca,Na)(Mg,Fe,Al)Si2O6
 Olivin: (Mg,Fe)2SiO

2. Mineral Ferromagnesium:
Umumnya mempunyai warna gelap atau hitam dan berat jenis yang besar.
 Olivine
Dikenal karena warnanya yang olive. Berat jenis berkisar antara 3.27- 3.37, tumbuh
sebagai mineral yang mempunyai bidang belah yang kurang sempurna.
 Augitit
Warnanya sangat gelap hijau hingga hitam. BD berkisar antara 3.2 - 3.4 dengan
bidang belah yang berpotongan hampir tegak lurus. Bidang belah ini sangat penting
untuk membedakannya dengan mineral hornblende.
 Hornblende
Warnanya hijau hingga hitam BD. 3.2 dan mempunyai bidang belah yang
berpotongan dengan sudut kira-kira 56° dan 124° yang sangat membantu dalam cara
mengenalnya.
 Biotite
Mineral mika bentuknya pipih yang dengan mudah dapat dikelupas. Dalam keadaan
tebal, warnanya hijau tua hingga coklat-hitam; BD 2.8 - 3.2.

3. Mineral Non-ferromagnesium.
 Muskovit
Disebut mika putih karena warnanya yang terang, kuning muda, coklat , hijau atau
merah. BD. berkisar antara 2.8 - 3.1.
 Felspar
Merupakan mineral pembentuk batuan yang paling banyak . Namanya juga
mencerminkan bahwa mineral ini dijumpai hampir disetiap lapangan. Feld dalam
bahasa Jerman adalah lapangan (Field). Jumlahnya didalam kerak Bumi hampir 54 %.
Nama-nama yang diberikan kepada felspar adalah plagioklas dan orthoklas.
Plagioklas kemudian juga dapat dibagi dua, albit dan anorthit. Orthoklas adalah yang
mengandung Kalium, albit mengandung Natrium dan Anorthit mengandung Kalsium.
Orthoklas: mempunyai warna yang khas yakni putih abu-abu atau merah jambu. BD.
2.57.
 Kuarsa
Kadang disebut silica Adalah satu-satunya mineral pembentuk batuan yang terdiri
dari persenyawaan silikon dan oksigen. Umumnya muncul dengan warna seperti asap
atau smooky, disebut juga smooky quartz. Kadang-kadang juga dengan warna ungu
atau merah-lembayung (violet). Nama kuarsa yang demikian disebut amethyst, merah
massif atau merah-muda, kuning hingga coklat. Warna yang bermacam-macam ini
disebabkan karena adanya unsur-unsur lain yang tidak bersih

4. Mineral oksida.
Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara oksigen dan unsur tertentu.
Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras
dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur
yang paling utama dalam oksida adalah besi, Chroom, mangan, timah dan aluminium.
Beberapa mineral oksida yang paling umum adalah es (H2O), korondum (Al2O3),
hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).

5. Mineral Sulfida.
Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu dengan sulfur
(belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan merkuri. Beberapa dari mineral
sulfida ini terdapat sebagai bahan yang mempunyai nilai ekonomis, atau bijih, seperti
pirit (FeS3), chalcocite (Cu2S), galena (PbS), dan sphalerit (ZnS).

6. Mineral-mineral Karbonat dan Sulfat.


Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2−, dan disebut karbonat, umpamanya
persenyawaan dengan Ca dinamakan kalsium karbonat, CaCO3 dikenal sebagai mineral
kalsit. Mineral ini merupakan susunan utama yang membentuk batuan sedimen.

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Gelas Beaker
b. Corong
c. Penangas
d. Gelas Ukur
e. Batang Pengaduk
f. Erlenmeyer
g. Pipe Tetes
h. Termometer
i. Neraca Aanalitik
j. Eksikator
k. Kaca Arloji
l. Tabung Reaksi
m. Mortal dan alu
n. Tisu
o. spektrofotometer FT-IR
p. tanur
q. magnetic stirrer

2. Bahan
a. HCl encer dan 6 M
b. Batu kapur
c. Amonium oksalat
d. H2O (aquades)
e. AgNO3
f. BaCl2
g. HNO3
h. Na2C2O4 0,1 M
i. CH3COONH4
j. NH4OH
k. HNO3
l. gas CO2

B. Prosedur Analisa
A. Sampling di Lab dan Preparasi Sampel
 Sampling
Percontoh batuan untuk diuji berupa inti bore (core) dari hasil pemboran inti
di lapangan atau dapat dibuat di laboratorium. Pembuatan percontoh di lapangan yaitu
dengan melakukan pemboran inti (core drillling) langsung ke dalam batuan yang akan
diselidiki di lapangan, sehingga diperoleh inti yang berbentuk silinder. Inti tersebut
langsung dapat digunakan untuk pengujian di laboratorium dengan syarat tinggi
percontoh dua kali diameternya.
Pembuatan percontoh di laboratorium dapat dibuat dari blok batuan yang
diambil di lapangan kemudian di bor dengan pengintian di laboratorium. Hasil
percontoh yang diperoleh umumnya berbentuk silinder dengan diameter 50 – 70
mm, kemudian dipotong dengan mesin potong batu untuk mendapatkan ukuran tinggi
percontoh dua kali diameternya. Ukuran percontoh dapat lebih kecil maupun lebih
besar dari ukuran tersebut di atas tergantung dari maksud dan tujuan pengujian.
Pembuatan percontoh di laboratorium dapat juga dilakukan dengan membuat
model fisik percontoh dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi praktikum.
Perbandingan campuran ini disesuaikan dengan kebutuhan. Semakin besar campuran
semennya maka percontoh akan semakin kuat

 Prepearasi Sampel

1. Menghaluskan sampel menggunakan mortar


2. Menyaring dengan penyaring 150 mesh
3. Menganalisa dengan spektrofotometer FT-IR
4. Mengkalnisasi pada suhu 9000 C selama 20 menit hingga terbentuk CaO
5. Menganalisa serbuk CaO yang terbentuk dengan spektrofotometer FT-IR

B. Analisa pendahuluan

1. Memasukkan sedikit sampel kedalam tabung reaksi


2. Menabahkan mbeberapa tetes larutan Na2C2O4 0,1 M. Terbentuknya endapan putih
dari CaC2O4 menunjukkaadanya Ca2+.
3. Lakukan juga test nyala terhadap 1 ml Ca(NO3)3 1 M yang sudah diasamkan dengan
beberapa tetes 6 M HCl. Terbentuknya nyala yang berwarna merah-bata menandakan
adanya Ca2+

C. Analisa kualitatif H2S

1. Mengendapkan sampel sampai terbentuk endapan golongan IV (Ba2+, , Ca2+, dan Sr 2+)
2. Menambahkan CH3COONH4 sedikit demi sedikit sambil dikocok dan dipanaskan
3. Mendidihkan selama 2 menit
4. Menyaring dan mencuci endapan dengan air dingin
5. Menambahkan NH4OH pada filtrate sampai warna jingga menjadi kuning
6. Menambahkan alcohol 65 % secara kontinyu
7. Menyintrifugasi atau menyaring filtrate
8. Menambahkan sedikit K2CrO4 pada filtrate yang baru
9. Menyentrifugasi filtrat sampai terbentuk endapan putih
10. Melakukan uji nyala, jika bewarna merah-kuning maka sampel positif mengandung
Ca

D. Analisa kuantitatif

 Metode gravimetri
1. Menimbang 0,5 gr kapur tulis yang sudah di tumbuk dan di larutkan pada 15 ml
HCl 1 M
2. Dipanaskan di atas penangas air pada suhu 70o-80oC.setelah pada suhu ini larutan
di angkat
3. Menambahkan ammonium oksalat 4% sebanyak 20 ml (tetes demi setetes).
4. Ditambahkan 3 tetes indicator MM
5. Setelah warna menjadi merah mudah larutan di tambah dengan NH4OH setes
demi setetes, sampai warna berubah menjadi kuning.kemudian di panaskan lagi
pada suhu 70o-80oC.yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya kopresipitasi
6. Mendiamkan larutan sejenenak,kemudian uji dengan menetesi ammonium oksalat
4%,apabila masih timbul endapan tetesi lagi hingga larutan tidak menimbulkan
endapan lagi
7. Menyaring larutan yang sudah didiamkan ,setelah di saring residu lalu dicuci
dengan aquadest
8. Menaruh endapan di cawan porselin. sebelumnya cawan dan kertas saring telah di
timbang dan di oven pada suhu 105-110oC selama 1 sampai 2 jam
9. Memasukan endapan kedalam oven selama 1-2 jam pada suhu 105-110 oC. Dan
setelah itu didinginkan dengan desikator lalu di timbang.
10. Melakuakan perlakuan no 9 sampai memperoleh berat endapan yang konstan

 Metode karbonisasi
1. Menimbang 5,6 gram CaO hasil kalsinasi
2. Menambahkan 20 ml HNO3 dan aquades hingga volumenya menjadi 200 ml
3. Mengaduk campuran selama 30 menit dengan kecepatan 700 rpm sambil
dipanaskan pada suhu 65 0C
4. Menyaring campuran
5. Menambahkan larutan NH3 25% pada filtrate hingga pH-nya 12
6. Mengaliri gas CO2 dengan laju 0,5 dan 2L/menit sambil diaduk
7. Mengeringkan endapan pada suhu 100-105 0 C hingga diperoleh berat konstan
8. Menganalisa endapan dengan spektrofotometer FT-IR
DAFTAR PUSTAKA
 https://bisakimia.com/2013/06/07/metode-analisis-kualitatif-untuk-beberapa-kation-dan-
anion/

 http://teknikterowongankristallo.blogspot.co.id/2016/01/laboratorium-pengujian-sifat-
fisik.html

 http://fmipa.unesa.ac.id/kimia/wp-content/uploads/2015/07/6-10-Fanny-Prasetia.pdf

 http://minnewlogddress.blogspot.co.id/2015/02/laporan-penentuan-kalsium-dari-
batu.html

 http://evanskristosalu.blogspot.co.id/2013/07/metode-pengambilan-sample-bahan-
galian.html

 https://www.researchgate.net/publication/304115174_ANALISA_KIMIA_DAN_IDENT
IFIKASI_MUTU_BATU_KAPUR_TUBAN_BERDASARKAN_SYARAT_MUTU_BA
TU_KAPUR_UNTUK_PEMBUATAN_KERAMIK_HALUS_SII1279-85
 http://dunia-atas.blogspot.co.id/2011/03/bahan-galian.html

 http://evanskristosalu.blogspot.com/2013/07/metode-pengambilan-sample-bahan-
galian.html

Anda mungkin juga menyukai