Anda di halaman 1dari 62

OM SWASTIASTU

ASSALAMUALAIKUM WR.WB
Nama Kelompok
Devi Monika (1914320008)
Endang Pangesthy (1914320009)
Luh Gede Wulan Diah Anggreni (1914320026)
Ni Kadek Nirmala Sari (1914320033)
Ni Luh Desya Purnama Dewi (1914320037)
Niken Ayu Kartanisyah (1914320047)
Nurul Aliya Amelia (1914320038)
"PERFORASI TYPHOID"
PERFORASI

 Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid adalah suatu penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Epidemiologi Etiologi

Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi yang Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan
dijumpai seluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan oleh bakteri Salmonella typhi. Etiologi demam tifoid
subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A,
yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C
yang rendah yang mana di Indonesia dijumpai dalam (S. Hirschfeldii).Masuk ke tubuh penderita melalui
keadaan endemis saluran pencernaan. 5% penderita demam tifoid
menjadi karier sementara, 2 % akan menjadi karier
yang menahun.
Patofisiologi

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam
lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian
berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik
maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.

Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian
dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika
melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi
darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala.
Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa
diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia
kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism,
yaitu:
1. penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch,
2. bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus
mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial
3. bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah,
4. produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit
dan air ke dalam lumen intestinal. Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman
Manifestasi Klinis

 Gejala klinis demam tifoid seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai
dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan
sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang
mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala
sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi
gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan.

 Perforasi usus pada demam tifoid > penyebab dari tingginya morbiditas dan
mortalitas pada demam tifoid. Indonesia → daerah tropis → endemik demam tifoid.
Perforasi atau robek terjadi ketika dinding saluran pencernaan terluka hingga
membuat lubang. Hal ini mengakibatkan isi dari saluran pencernaan masuk ke
rongga perut (peritoneum).
PENATALAKSANAAN
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus
abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan
sebagai berikut :
4. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak
2. Perawatan yang baik untuk menghindari serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2
komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, gelas sehari. Apabila kesadaran pasien menurun diberikan
anoreksia, dan lain-lain makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
minggu setelah suhu normal kembali (istirahat 5. Pemberian antibiotik
total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan bakteri. Obat
antibiotik yang sering digunakan adalah :
- Chloramphenicol, Trimethotropin
- Ampicilin, Kotrimoksazol
- Amoxilin
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah tepi Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia


2. Pemeriksaan sumsum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella typhosa pada
urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh
4. Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan
titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan
diagnosis karema titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita
telah lama sembuh.
Tanda Utama Perforasi

• Gejala yang terjadi adalah nyeri perut hebat di kuadran kanan bawah
kemudian menyebar ke seluruh perut. Tanda-tanda lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat terjadi syok leukositosis
dengan pergeseran ke kiri dengan menyokong adanya perforasi

• Tanda utama perforasi sakit perut yang hebat, mual, dan muntah. Di rumah
sakit, penderita peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum
dilakukan prosedur operasi untuk menutup lubang pada dinding usus.
DIAGNOSA
Timbul pada minggu kedua - ketiga namun dapat pula pada minggu pertama
nyeri perut → kuadran kanan bawah → ke seluruh perut dan tanda-tanda
ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati kadang-
kadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di perut. Tanda-tanda
perforasi → nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.
foto polos abdomen (BNO / 3 posisi) → udara pada rongga peritoneum atau
subdiafragma kanan
Gambaran klinis perforasi tifoid
 Adanya riwayat klinis
demam tifoid
 Biasanya terjadi pada
minggu ketiga penyakit Faktor Predisposisi Perforasi Usus
 nyeri perut hebat ;dikuadran pada Demam Tifoid
kanan bawah
 Tekanan sistolik menurun,  Usia> 20 sampai 30 tahun
kesadaran menurun, suhu  jenis kelamin laki-laki
badan naik,dapat terjadi  ras kulit hitam
syok  stadium penyakit dan terapi
 Perut distensi yang adekuat.
 Bising usus ↓ - hilang
 Pekak hati hilang
 Defans muskuler
Diagnosa dari peritonitis perforasi tifoid

X-Ray.

Gambaran klinis

Pemeriksaan penunjang
● Foto polos abdomen;
Pemeriksaan udara bebas pada rongga peritoneum atau
laboratorium subdiafragma kanan > definit diagnostik
perforasi usus
CARA MENCEGAH PERFORASI
Cara mencegah perforasi tentu saja dengan menghindari penyebabnya.
Apabila terjadi pada sistem pencernaan, maka selalu menjaga kesehatan
sistem pencernaan menjadi satu-satunya langkah pencegahan

01 02
Memperbanyak asupan serat
(makan buah dan sayur) Menjaga higienitas makanan
dan minuman

03 04
Perbanyak minum air
Hindari konsumsi alkohol
dan kafein terlalu banyak
Tindakan operasi pada perforasi tifoid dapat berupa:

Reseksi ileostomi
Penutupan primer
 Pasien stabil Reseksi,end to end  multipel perforasi
 Perforasi tunggal anastomose,  kontaminasi feses massif
 Kontaminasi feses pada kavum peritoneum
cavum abdomen yang  pasien yang kritis
minimal  Pasien stabil
 Perforasi multiple
 Kontaminasi feses cavum
abdomen yang minimal
Tindakan operasi pada perforasi tifoid dapat berupa:

Hemikolektomi kanan
 perforasi pada ileum terminal sejauh≤ 5 cm dari ileocaecal junction dan perforasi multiple
 perforasi di caecum
 perforasi atau robek terjadi ketika dinding saluran pencernaan terluka hingga membuat lubang. Hal ini
mengakibatkan isi dari saluran pencernaan masuk ke rongga perut (peritoneum).
 Tidak seperti kulit, peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi. Oleh sebab
itu, akan berbahaya ketika bakteri penyebab tifus menyebar hingga peritoneum, atau yang dikenal dengan 
peritonitis.
 Dalam situasi ini, infeksi dapat menyebar dengan cepat melalui darah ke berbagai organ lainnya dan
mengakibatkan berbagai organ berhenti berfungsi, bahkan menyebabkan kematian jika tidak segera
ditangani.
 Tanda utama perforasi adalah sakit perut yang hebat, mual, dan muntah. Di rumah sakit, penderita
peritonitis akan diobati dengan suntikan antibiotik sebelum dilakukan prosedur operasi untuk menutup
lubang pada dinding usus
Terapi pembedahan

01 laparotomi dan penjahitan perorasi sebagai terapi untuk perforasi usus.

antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol + ampisilin


02 intravena + gentamisin atau metronidazol.

Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup penderita


03 dipuasakan dan dipasang selang nasogastrik

Transfusi darah → Kehilangan darah akibat perdarahan usus.


04  
ASKAN
PENGKAJIAN

Identitas
 Identitas Pasien : Nama, No RM, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Pendidikan, Pekerjaan,
Suku Bangsa, Kewarganegaraan, Status, Gol.Darah, Diagnosa Medis, Tanggal Pengkajian, Jam
Pengkajian, dan Jaminan.
 Identitas Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat,
Suku Bangsa, Hub.dengan pasien.

Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama (MRS) : Pada pasien Demam Typhoid keluhan utama yang didapat yaitu adannya
Suhu tubuh diatas normal
 Riwayat Penyakit Sekarang : Meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan, pada pasien Demam
Typhoid biasannya didapatkan keluhan tidak enak badan, lesu, sakit kepala, nafsu makan berkurang,
serta ansietas.
 Riwayat penyakit sistemik (meliputi diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, tb,
asma)
 Riwayat kesehatan (apakah sudah pernah masuk rumah sakit, apakah pernah operasi
atau mendapatkan transfuse darah dan apakah pernah didiagnosa penyakit menular.
Khusus pasien perempuan ditanyakan jumlah kehamilan, terakhir menstruasi dan
apakah sedang menyusui)
 Riwayat pengobatan
 Riwayat alergi
 Kebiasaan pasien (merokok, minum alcohol, teh, kopi, soda dan kebiasaan olahraga)
 Riwayat penyakit keluarga
Pola Kebutuhan Dasar

 Udara dan oksigenasi (meliputi gangguan pernafasan, alat bantu pernafasan, sirkulasi udara
dan keluhan sebelum dan saat sakit)
 Air/minum (meliputi frekuensi, jenis, cara, minum terakhir dan keluhan sebelum dan saat
sakit)
 Nutrisi/makanan (meliputi frekuensi, jenis, porsi, diet khusus, makanan yang disukai, nafsu
makan, puasa terakhir dan keluhan sebelum dan saat sakit)
 Eliminasi (meliputi frekuensi, konsistensi, warna, bau, cara dan keluhan sebelum dan saat
sakit)
 Pola aktivitas dan istirahat (pada saat sakit apakah aktivitas pasien dilakukan mandiri,
dengan alat bantu, dibantu orang lain, dibantu orang lain dan alat atau bergantung total dan
berapa jam pasien istirahat sebelum dan saat sakit)
 Interaksi social (hubungan pasien dengan masyarakat, teman dan kelompok)
 Pemeliharaan kesehatan (apakah pasien merasa aman dan nyaman)
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum (meliputi kesadaran, GCS, penampilan, TTV, tinggi badan dan berat badan)
 Pemeriksaan kepala (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan wajah (meliputi inspeksi)
 Pemeriksaan mata (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan telinga (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan hidung (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan mulut dan faring (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan leher (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan payudara dan ketiak (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan thorak dan paru (meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
 Pemeriksaan jantung (meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
 Pemeriksaan abdomen (meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi)
 Pemeriksaan tulang belakang (meliputi inspeksi)
 Pemeriksaan genetalia (meliputi inspeksi)
 Pemeriksaan anus (meliputi inspeksi dan palpasi)
 Pemeriksaan ekstremitas (meliputi inspeksi dan palpasi)
Pemeriksaan Neurologis Data Penunjang Diagnostik

 Hitungan darah lengkap dan serum


 Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak elektrolit dapat menunjukkan
 Memeriksa nervus cranialis hemokonsentrasi atau peningkatan
 Memeriksa fungsi sensorik hematocrit, peningkatan sel darah putih
dan ketidak seimbangan elektrolit pada
 Memeriksa reflek kedalaman tendon
hernia
 Sinar X abdomen dapat menunjukkan
abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
Masalah Kesehatan Anestesi
Pre Anestesi

Resiko Cidera
Nyeri Akut Ansietas
anestesi
Masalah Kesehatan Anestesi
Intra Anestesi
 Resiko cedera trauma pembedahan
 Resika cedera posisi pembedahan
 PK.Disfungsi respirasi
 PK.Disfungsi kardiovaskuler
 PK.Disfungsi sirkulasi
 PK.Disfungsi termoregulasi
 PK.Disfungsi gastrointetinal
 PK.Disfungsi hepar
 PK.Disfungsi ginjal atau perkemihan
 PK ketidakseimbangan elektrolik
 PK.Disfungsi metabolic
Masalah Kesehatan Anestesi
Post Anestesi

 Resiko Cidera
 Resiko Alergi
 Resiko Jatuh
 Nyeri Pasca Anestesi
ASKAN
Analisa Data
1. DS : Mengkonsumsi alcohol Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri pada yang berlebihan
dinding lambung  
 
- P : Ulkus lambung terjadi pada  
daerah lapisan dalam perut
- Q : Nyeri tekan Ulkus lambung
 
- R : Daerah kiri bagian perut atas  
 
- S : Skala nyeri 5
- T : Saat beraktivitas Nyeri akut
DO :
- Pasien tampak meringis.
- Terdapat nyeri tekan pada daerah
perut kiri bagian atas.
- TTV lengkap : TD : 110/70 mmHg,
Suhu : 37oC, Nadi : 80x/menit, RR
: 20x/menit.
ASKAN

1. DS : Kurangnya Ansietas
- Pasien merasa gelisah. Pengetahuan
 
- Pasien merasa khawatir dan takut  
terhadap Tindakan operasi  
- Pasien mengatakan cemas akan
penyakitnya Ansietas
 
DO :  
- Pasien tampak gelisah.
- Pasien tampak pucat
- Pasien bertanya-tanya mengenai
Tindakan operasi ber ulang-ulang
- TTV lengkap : TD : 110/70 mmHg,
Suhu : 37oC, Nadi : 80x/menit, RR
: 20x/menit.
ASKAN

1. DS : Tindakan pembedahan Resiko cedera anestesi


- Pasien mengatakan belum siap  
untuk dilakukan Tindakan
anestesi.
DO : Resiko cedera anestesi
- Pasien dengan diagnose perforasi  
typhoid akan dilakukan Tindakan  
pembedahan.
- TTV lengkap : TD : 110/70 mmHg,
Suhu : 37oC, Nadi : 80x/menit, RR
: 20x/menit.
ASKAN

1. DS : Perforasi typhoid Resiko cedera trauma


- Pasien mengatakan takut jika   pembedahan
setelah operasi merasakan nyeri
DO :
- Pasien akan dilakukan Tindakan Tindakan pembedahan
pembedahan.
- Pasien tampak tegang.  
- TTV lengkap : TD : 110/70 mmHg,  
Suhu : 37oC, Nadi : 80x/menit, RR
: 20x/menit. Resiko cedera trauma
pembedahan
ASKAN

1. DS : Tindakan anestesi PK. Disfungsi


-   kardiovaskuler

DO :
- Pasien perforasi typhoid dilakukan
Tindakan pembedahan
Vasodilatasi pembuluh
- Pasien diberikan obat-obatan
darah
anestesi lokal
 
 

Intake cairan tidak


mencukupi

PK. Disfungsi
kardiovaskuler
ASKAN

1. DS : Tindakan pembedahan PK. Disfungsi


- Pasien mengatakan dingin   Termoregulasi

DO :
- Akral teraba dingin
- Kulit pucat Terpapar suhu ruangan
- Pasien terpapar suhu rungan kamar operasi yang
yang dingin rendah

 
 

PK. Disfungsi
Termoregulasi
ASKAN

1. DS : Tindakan inhalasi Nyeri pasca bedah


- Pasien mengatakan merasa nyeri  
pada sayatan operasi, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk,
nyeri dirasakan terus menerus
Stimulus pada reseptor
DO : nyeri
- TTV lengkap : TD : 130/70
mmHg, Suhu : 37oC, Nadi :  
100x/menit, RR : 23x/menit.  

Nyeri pasca bedah


ASKAN
1. DS : Tindakan Pembiusan Risiko Jatuh
- Pasien mengatakan kaki tidak  
bisa digerakan
-
Efek obat anestesi
DO :
- Pasien tampak susah  
menggerakan kaki  
Blok saraf motorik
- Bromage score 3.
- Resiko jatuh 65

Kelemahan

Risiko Jatuh
INTERVENSI
PRE ANESTESI
Intervensi Anesietas
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan TTV Pasien
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang akan di lakukan
3. Dorong pasien untuk mengungkapkan ketakutannya
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologi

Intervensi Nyeri Akut


5. Kaji nyeri pasien secara menyeluruh dengan p, q, r, s, t
6. Ajarkan Teknik nafas dalam
7. Berikan latihan non-farmakologi untuk mengatasi nyeri pasien
8. Berikan terapi farmakologi untuk mengurangi nyeri
Intervensi Risiko Cidera Anestesi

1. Kaji kebutuhan cairan


2. Puasakan pasien selama 8 jam
3. Kosongkan kandung kemih
4. Kaji mallampati
5. Kaji tiromentalis
6. Lepaskan aksesoris yang ada di tubuh pasien : gigi palsu,
perhiasan, cat kuku
7. KIE pasien tentang prosedur operasi beserta resiko operasi
8. Cek personal hygiene (cat kuku, anting ,gigi palsu, lipstik)
9. Tetapkan ASA
10. Persiapan donor
INTERVENSI
INTRA ANESTESI
Intervensi Risiko Cidera Trauma Pembedahan

● Monitor intra anestesi


● Lakukan sign in
● Lakukan pre induksi dan maintenance
● lakukan persiapkan peralatan monitor dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan
Teknik anestesi
● Bantu pemasangan alat monitoring non invasif dan invasif
● Pasang alat ventilasi mekanik
● Lakukan time out
● Kolaborasi dalam pemberian obat anestesi
Intervensi PK. Disfungsi Kardiovaskular

● Pantau KU dan TTV pasien


● Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung
● Monitor perdarahan
● Pantau asupan keluaran
● Berikan cairan IV
● Pasang alat monitor hemodinamik
● kanulasi arteri, kanulasi vena sentral dan kanulasi arteri pulmonalis
● Kolaborasi dalam pemberian agen inotropik dan vasoaktif
Intervensi PK. Disfungsi Termoregulasi

• Kaji TTV pasien


• Berikan selimut hangat
• Gunakan matras pemanas
• Tingkatkan suhu lingkungan ruang operasi sebelum dilakukan tindakan
• Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologi
INTERVENSI
PASCA ANESTESI
Intervensi Nyeri Post Op
• Kaji nyeri pasien secara menyeluruh dengan p, q, r, s, t
• Ajarkan Teknik nafas dalam
• Berikan latihan non-farmakologi untuk mengatasi nyeri pasien
• Berikan terapi farmakologi untuk mengurangi nyeri
Intervensi Risiko Jatuh
• Pantau pasien secara berkala
• Kunci roda brankar selama pemindahan pasien
• Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien
• Berikan gelang warna kuning (risiko jatuh) pada pasien
• Naikan safety bad pasien
IMPLEMENTASI
PRE ANESTESI
Implementasi Ansietas
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x24 jam diharapkan kecemasan
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Ttv dalam batas normal
- TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/m, RR: 20x/m
- Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Pasien tampak tenang
- Pasien dapat mengerti tentang prosedur pembedahan yang dilakukan
 IMPLEMENTASI
1. Mengkaji tingkat kecemasan pasien dan TTV Pasien
2. Menjelaskan tentang prosedur tindakan yang akan di lakukan
3. Mendorong pasien untuk mengungkapkan ketakutannya
4. Berkolaborasi dalam pemberian diazepam
Implementasi Nyeri
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Pasien tampak tenang
2. Skala nyeri 1 dari 0-10 skala nyeri
3. Pasien mampu mengontrol nyeri yang dirasakan
4. Pasien menyatakan nyaman dan nyeri berkurang
 IMPLEMENTASI
1. Mengkaji nyeri pasien secara menyeluruh dengan p, q, r, s, t
2. Mengajarkan Teknik nafas dalam
3. Mengajarkan pasien teknik distraksi (dengan mengobrol) untuk mengatasi nyeri
pasien
4. Berkolaborasi dalam pemberian obat ketorolac 8 mg
Implementasi Risiko Cidera Anestesi
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x30 menit diharapkan resiko cidera anestesi
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. TTV dalam batas norma dengan TD: 120/80 mmHg RR: 12-24x/mNadi: 60-100x/m
2. Pasien tidak mengalami cidera atau komplikasi akibat tindakan anestesi
 IMPLEMENTASI
1. Mengkaji kebutuhan cairan ,Meminta pasien puasakan pasien selama 8 jam
2. Mengosongkan kandung kemih pasien ,Mengkaji mallampati
3. Mengkaji tiromentalis, Melepaskan aksesoris yang ada di tubuh pasien : gigi palsu,
perhiasan, cat kuku
4. Memberi KIE pasien tentang prosedur operasi beserta resiko operasi
5. Mengecek personal hygiene (cat kuku, anting ,gigi palsu, lipstik)
6. Menetapkan status ASA , Mempersiapan donor
IMPLEMENTASI
INTRA ANESTESI
Implementasi Risiko Cidera Trauma Pembedahan

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan tidak terjadi resiko cidera
trauma pembedahan dengan kriteria hasil:
1. Alat dan obat sesuai dengan tindakan anestesi
2. TTV dalam batas normal: TD:120/80 mmHg RR: 12-24 x/m Nadi: 60-100x/m
3. Tidak ada hambatan dalam pemasangan alat monitoring dan pemerin obat anestesi
4. Resiko trauma pembedahan dapat diminimalisir
 IMPLEMENTASI

1. Memonitor intra anestesi


2. Melakukan sign in
3. Melakukan pre induksi dan maintenance
4. Melakukan persiapkan peralatan monitor dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan
Teknik anestesi
5. Membantu pemasangan alat monitoring non invasif dan invasif
6. Memasang alat ventilasi mekanik
7. Melakukan time out
8. Bekolaborasi dalam pemberian obat anestesi
Implementasi PK. Disfungsi Kardiovaskular
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan resiko disfungsi respirasi
dapat ditangani dengan kriteria hasil:
- pH serum 7,35-7,45
- PaCO2 35-45
- PaO2 80-100
- Denyut jantung: irama teratur, frekuensi 60-100 denyut/menit
- Frekuensi pernafasan 16-20 x/menit
- Tekanan darah >90/60, <140/90 mmHg
- MAP >70
- CVP >11 dan urine >30 ml/kg/jam
 IMPLEMENTASI

1. Memantau KU dan TTV pasien


2. Memantau tanda dan gejala penurunan curah jantung
3. Memonitor perdarahan
4. Memantau asupan keluaran
5. Memberikan cairan IV
6. Memasang alat monitor hemodinamik
7. kanulasi arteri, kanulasi vena sentral dan kanulasi arteri pulmonalis
8. Berkolaborasi dalam pemberian agen inotropik dan vasoaktif
Implementasi PK. Disfungsi Termoregulasi
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan resiko disfungsi respirasi
dapat ditangani dengan kriteria hasil:
- Pasien tidak menggigil
- Suhu tubuh pasien antara 36,5-37,5 derajat celsius
- Kulit pasien hangat
 IMPLEMENTASI
1. Mengkaji TTV pasien
2. Memberikan selimut hangat
3. Menggunakan matras pemanas
4. Meningkatkan suhu lingkungan ruang operasi sebelum dilakukan tindakan
5. Berkolaborasi dalam pemberian petidhine 25 mg
IMPLEMENTASI
PASCA ANESTESI
Implementasi Nyeri Post Op
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Pasien tampak tenang
- Skala nyeri 1 dari 0-10 skala nyeri
- Pasien mampu mengontrol nyeri yang dirasakan
- Pasien menyatakan nyaman dan nyeri berkurang
 IMPLEMENTASI
1. Mengkaji nyeri pasien secara menyeluruh dengan p, q, r, s, t
2. Mengajarkan Teknik nafas dalam
3. Memberikan latihan distraksi (mengajak mengobrol, menonton film) untuk mengatasi
nyeri pasien
4. Berkolaborasi dalam pemberian terapi fentanyl 2 mcg/kg untuk mengurangi nyeri
Implementasi Risiko Jatuh
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi selama 1x24 jam diharapkan
risiko jatuh pada pasien tidak terjadi dengan kriteria hasil :’
- Pasien terbebas dari cidera
- Pasien tidak jatuh
- Safety bad terpasang
 IMPLEMENTASI
1. Memantau pasien secara berkala
2. Mengunci roda brankar selama pemindahan pasien
3. Menggunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien
4. Memberikan gelang warna kuning (risiko jatuh) pada pasien
5. Menaikan safety bad pasien
EVALUASI
Evaluasi Pre Anestesi
ANSIETAS NYERI AKUT RISIKO CIDERA
ANESTESI

S : pasien mengatakan S : Pasien mengatakan S : Pasien mengatakan


tidak takut lagi nyeri berkurang dengan siap untuk di anestesi
O : Pasien tampak tenang, skala nyeri 1 (tidak inten O : Pasien tidak
tidak gelisah, tidak agitasi, saat pasien menekuk kaki) menggunakan aksesoris
tidak O: Pasien tampak apapun, Pasien puasa 8
menunjukkan kesedihan tenang dengan jam
yang mendalam. TTV: TD: 120/90 mmHg A : Risiko Cidera Anestesi
A : masalah teratasi S: 36,5 ˚C N: 80x/m tidak terjadi, masalah
P :intervensi dihentikan RR: 20 x/m teratasi
P : Pertahankan kondisi
pasien
Evaluasi Intra Anestesi
RISIKO CIDERA TRAUMA PK. DISFUNGSI PK. DISFUNGSI
PEMBEDAHAN KARDIOVASKULAR TERMOREGULASI

S:- S:- S:-


O : Pasien telah teranestesi O : Sianosis (-) O:
dengan general anestesi, Hiperkapnia (-) 1. Tanda – tanda vital dalam
Posisi pasien supinasi, Hipoksia (-) batas normal TD: 110 –
Tidak ada tanda-tanda Nadi stabil 60-100 x/mnt 120 / 70 – 80 mmhg Nadi :
trauma pembedahan SaO2 > 95% x/menit 60 – 100 x/menit S : 36-
A : Resiko cidera trauma RR > 12-20 x/menit 37°C RR : 16 – 20 x/menit
pembedahan tidak terjadi, A : RK Disfungsi 2. Intake = Output cairan
masalah teratasi Kardiovaskular tidak terjadi, 3. Tidak terjadi
P : Intervensi dihentikan masalah teratasi edema/asites, Tidak terjadi
P : intervensi dihentikan cyanosis
5. Kulit pasien hangat, Suhu
ruangan sesuai
A : RK Disfungsi Respirasi
tidak terjadi, masalah
teratasi
P : intervensi dihentikan
Evaluasi Pasca Anestesi
NYERI POST.OP RISIKO JATUH

S: Pasien mengatakan nyeri S : Pasien tidak mengalami


berkurang dengan skala cedera
nyeri 1 (tidak inten saat O : Pasien tidak terjatuh
pasien menekuk kaki) ketika dipindahkan dari
brankar ruangan ke brankar
O: Pasien tampak tenang kamar operasi
dengan A : masalah teratasi
TTV: TD: 120/90 mmHg P : intervensi dihentikan
S: 36,5 ˚C N: 80x/m
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
OM SHANTI SHANTI SHANTI OM
ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Anda mungkin juga menyukai