Anda di halaman 1dari 51

KARAKTER HUKUM

UNDANG-UNDANG
ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA

YULI INDRAWATI
DEFINISI APBN:

“suatu daftar atau pernyataan terperinci mengenai


penerimaan dan pengeluaran negara yang ditetapkan
oleh pemerintah untuk masa jangka waktu tertentu
yang harus mendapatkan persetujuan parlemen
sebagai esensi kedaulatan rakyat di dalam anggaran.”

2
TUJUAN PENGANGGARAN
(Richard Goode)
Merupakan penjabaran kerangka kerja dari
kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
merupakan alat implementasi dari kebijaksanaan,
sebagai alat manajemen dan alat kontrol
administrasi.
merupakan alat kontrol hukum.
merupakan sumber informasi bagi masyarakat
luas mengenai kegiatan yang telah dilakukan,
keputusan yang diambil, dan gambaran yang akan
datang mengenai kegiatan pembangunan.

3
TUJUAN PENYUSUNAN APBN
menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber
daya yang tersedia,
mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai
kebijakan pemerintah,
mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan
anggaran secara baik.

4
FUNGSI PENGANGGARAN APBN
 memberikan arah kebijakan perekonomian dan
menggambarkan secara tegas penggunaan
sumber daya yang dimiliki masyarakat
 untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro
dalam perekonomian
 merupakan sarana sekaligus pengendali untuk
mengurangi ketimpangan dan kesenjangan
dalam berbagai hal di suatu negara.

5
FUNGSI APBN

ALOKASI sumber-sumber ekonomi dalam bentuk


barang dan jasa.
DISTRIBUSI pendapatan dan kekayaan masyarakat,
dan pemerataan pembangunan.
STABILISASI pertahanan keamanan, ekonomi dan
moneter.

6
HAKIKAT UU APBN

MERUPAKAN GAGASAN KONSTRUKSI KEBIJAKAN


ANGGARAN NEGARA SEBAGAI STIMULUS
PEREKONOMIAN NASIONAL YANG BERDAMPAK
PADA KESEJAHTERAAN RAKYAT

7
LANDASAN HUKUM UU APBN (PASAL 23 UUD)
PRA-PERUBAHAN PASCA-PERUBAHAN KE-3

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja (1) Anggaran pendapatan dan belanja
ditetapkan tiap-tiap tahun dengan negara sebagai wujud dari pengelolaan
undang-undang. Apabila DPR tidak keuangan negara dan dilaksanakan
menyetujui anggaran yang diusulkan secara terbuka dan bertanggung jawab
pemerintah, maka pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
menjalankan anggaran tahun yang rakyat.
lalu. (2) Rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah
menjalankan Anggaran pendapatan dan
belanja tahun lalu.
8
KARAKTERISTIK & SIFAT HUKUM UU APBN
 BENTUK LUAR:
 UU:
 kedaulatan rakyat
 otorisasi
 keharusan untuk dipertanggungjawabkan
 pertanggungjawaban dalam bentuk UU
 JIKA TIDAK DISETUJUI HARUS MENGGUNAKAN UU SEBELUMNYA
 TIDAK MUNGKIN ADA PERPU
 LANDASAN HUKUM: PasaL 23 UUD:
 fungsi anggaran
 hak budget
 PERATURAN PELAKSANA: Peraturan Presiden
 MATERI MUATAN: Mengikat Pemerintah
 SIFAT HUKUM: Penetapan - BUKAN Pengaturan
 PENYUSUNAN & PENGAJUAN:
 kewenangan penyusunan pada pemerintah
 tidak ada kewenangan untuk usul inisiatif
 diajukan langsung oleh presiden
 waktu pengajuan tertentu
 MASA LAKU:
 tertentu 9
 perubahan dalam masa tertentu
KEDUDUKAN RAKYAT DALAM PENGANGGARAN
PADA PAHAM KEDAULATAN RAKYAT

RAKYAT
YANG BERDAULAT
(subyek penganggaran)

RAKYAT
YANG DIPERINTAH
(obyek penganggaran)
10
WUJUD RAKYAT
YANG BERDAULAT

DPR

11
LEMBAGA NEGARA PEMBENTUK UU
APBN

PRESIDEN DPR DPD

memberikan
pertimbangan

UU APBN
12
KEDUDUKAN DPR

UU APBN UU LAIN

REPRESENTASI REPRESENTASI
PEMEGANG KEKUASAAN
KEDAULATAN NEGARA

PERSETUJUAN =
OTORISASI PERSETUJUAN =
KEPADA LEGISLASI
PEMERINTAH
TIDAK ADA
KEWENANGAN UNTUK KEWENANGAN UNTUK
MEMINTA MEMINTA
PERTANGGUNGJAWABAN PERTANGGUNGJAWABAN
13
PERANAN DPR
Realitas & skematisasi yang diusulkan pemerintah dalam
RUU APBN membutuhkan pengujian berdasarkan
LEGITIMASINYA oleh DPR, yang menentukan proses
persetujuannya.
Dalam menguji legitimasi RUU APBN DPR tidak
menguji atas angka yang tercantum di dalamnya tetapi
menguji ada tidaknya kepentingan umum yag dilindungi
dan menguji kesahihan prediksi pemerintah mengenai
asumsi dasar APBN dan pos pendapatan dan belanja.
DPR berperan mutlak dalam mengendalikan tindakan
kepemerintahan dalam APBN.

14
Makna Tata Kelola Keuangan Negara

ANGGARAN
RAKYAT HAK BUDGET OTORISASI
NEGARA

PARLEMEN PEMERINTAH
KEDAULATAN

PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN APBN

15
HAL KEUANGAN
1
Penyusunan APBN
mengajukan
[Pasal 23 (2)]

RAPBN

Presiden DPR memberi


pertimbangan DPD
[Pasal 23 (2)]

TIDAK

3 4b
4a
membahas Pemerintah Pemerintah
4
bersama menjalankan menjalankan
[Pasal 20 (2)] persetujuan YA

RAPBN APBN
APBN
Tahun lalu
[Pasal 23 (3)]
16
KARAKTER HUKUM UU APBN
legitimasi atas
perwujudan membangun
pengelolaan
kesejahteraan asumsi ekonomi
keuangan
rakyat secara makro
negara

- sangat
mendorong ke arah Mendorong penggunaan
bergantung pada perubahan ekonomi dan keuangan negara untuk
proses transformasi sosial kepentingan masyarakat
pengambilan
keputusan
parlemen dan
pemerintah atas
kebijakan ekonomi UU APBN harus dapat secara optimal
makro mengatasi kesenjangan kebutuhan sosial
- harus didukung
masyarakat dan mempunyai komitmen
oleh perencanaan mendasar pada keadilan sosial
yang (mewujudkan kesejahteraan dan
komprehensif pemerataan)
dalam proses
penyusunan APBN 17
KONSEP KEADILAN SOSIAL DALAM UU APBN

Meningkatkan peran birokrasi agar mewujud-nyatakan


komitmen terhadap kesejahteraan rakyat

Membuat kebijakan anggaran negara yang faktual-reformis

Mewujudkan kebijakan anggaran negara yang secara umum


meningkatkan kualitas kehidupan rakyat
FILOSOFI
KEBERA- Komitmen dalam kebijakan anggaran negara adalah kecukupan
DAAN dana yang ditujukan pada kebutuhan dan kepentingan rakyat
NEGARA
Pemerintah dan DPR dituntut untuk mewujudkan kebutuhan
dan kepentingan rakyat ke dalam kebijakan anggaran melalui
pembelanjaan yang produktif mendorong /mengartikulasikan
harapan kesejahteraan rakyat

DPR harus didorong agar proses kebijakan anggaran negara


berpihak pada strategi tujuan yang dikehendaki rakyat
18
IMPLIKASI PERSETUJUAN DPR SAMPAI
PADA JENIS BELANJA

Discretionary corruption yaitu kondisi seolah-olah


persetujuan anggaran dilakukan secara legal dan sah,
tetapi pada hakikatnya terkandung janji-janji
terselubung dalam pemberian persetujuan.
Mercenery corruption yaitu tindakan mengambil
keuntungan atas adanya informasi pengadaan barang
dan jasa pemerintah yang ditetapkan APBN untuk
memperoleh kepentingan pribadi.

(Guy Benveniste)
19
KEDUDUKAN PEMERINTAH

Pemerintah memiliki OTONOMI RELATIF dalam


menyusun RUU APBN karena DPR memiliki hak
budget.
Dengan otonomi relatif tersebut, pemerintah
independen dari kemungkinan tuntutan hukum warga
masyarakat dalam menyusun dan menentukan APBN.

20
IMPLIKASI HUKUM PEMERINTAH SEBAGAI
PENERIMA OTORISASI

pemerintah memiliki kekuasaan sah untuk


menentukan pos pendapatan dan belanja negra
berdasarkan kemampuan realitas dan skematisasi
fenomena riil pada saat penyusunan RUU APBN.

21
THE CONSTITUTION LIMITATION
OF APBN FUNCTION
PREAMBLE: ARTICLE 23
PANCASILA (FIFTH PARAGRAPH
PRINCIPLE) (1)
THE WELFARE APBN LAW:
OF SOCIAL PROSPERITY FOR
JUSTICE ALL INDONESIAN
PEOPLE

IMPERATIVE GOAL
(BUDGET OBLIGATORY
GOVERNMENT)

APBN LAW

22
The Preamble of
Constitution
THE WELFARE
OF SOCIAL
POLITICAL
JUSTICE
MORAL
PRINCIPLE
Article 23
paragraph (1)
PUBLIC
UUD 1945 CHOICE of
PROSPERITY THEORY
FOR ALL
INDONESIAN
PEOPLE POLITICIANS SELF
INTEREST
&
NON-ECONOMIC
APBN FORCES
LAW
23
PERBANDINGAN KEPENTINGAN DPR DAN PEMERINTAH

DPR PEMERINTAH
1. Pemegang kedaulatan anggaran negara, 1. Pemegang kekuasaan penyelenggaraan
restriktif terhadap kepentingan pemerintahan, restriktif terhadap
masyarakat yang lebih luas. kepentingan pemerintah dalam
menjalankan kekuasaan.

2. Konsesi maksimum untuk menjamin 2. Optimalisasi biaya untuk menjamin tujuan


kepentingan publik. dan kepentingan pemerintahan.

3. Memaksimalkan kewajiban pemerintah 3. Memaksimalkan kewajiban warga


terhadap warga masyarakat melalui masyarakat terhadap negara melalui pajak,
pembiayaan yang berdampak manfaat dan pengurangan insentif yang berdampak
kepada publik. buruk terhadap penerimaan negara.

4. Menekankan pembiayaan pembangunan 4. Menekankan pembiayaan pembangunan


yang berdampak pada pemenuhan yang berdimensi kewajiban negara,
kebutuhan pokok masyarakat, khususnya khususnya dalam pengembalian pinjaman
dalam hal pendidikan, kesehatan, dan luar negeri dan utangnya, dan kegiatan
pangan. yang mendorong sektor riil.
24
PERENCANAAN

25
ALUR HUKUM PENGELOLAAN /PENYUSUNAN
KEUANGAN NEGARA MENURUT UU NO. 17 TAHUN 2003

DIKUASAKAN kepada MENTERI


KEUANGAN untuk fiskal &
kekayaan negara yang
dipisahkan
PASAL 4 AYAT PASAL 6 AYAT (1) UU
(1) NO. 17 TAHUN 2003
UUD Presiden selaku kepala DIKUASAKAN kepada
PRESIDEN pemerintahan memegang MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA
memegang kekuasaan pengelolaan sebagai pengguna
kekuasaan keuangan negara sebagai anggaran/barang
pemerintahan bagian dari kekuasaan
menurut UUD pemerintahan
DISERAHKAN kepada
TIDAK TERMASUK GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA
kewenangan moneter untuk keuangan daerah &
kekayaan daerah yang
dipisahkan

26
DASAR PENYUSUNAN APBN
Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Kerangka ekonomi makro
Pokok-pokok kebijakan fiskal

27
Perencanaan dan Penganggaran
APBN/APBD harus disusun berdasarkan rencana
terlebih dahulu.
Rencana diarahkan pada rencana penerimaan dan
pengeluaran, serta rencana utang.
Rencana penerimaan meliputi rencana pemungutan
pajak dan pemungutan penerimaan bukan pajak.
Rencana pengeluaran meliputi rencana belanja
pemerintah dan pelayanan umum, dan biaya transfer
daerah untuk mendukung pembangunan daerah.
Rencana utang adalah cara menutup defisit anggaran.

28
PERENCANAAN NASIONAL
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP)
(20 tahun)

Rencana Pembangunan Jangka


Menengah (RPJM)
(5 tahun)

Rencana Kerja Pemerintah (RKP)


(1 tahun)

29
APBN DALAM PERSPEKTIF HAN

30
Struktur dan Susunan (Postur) APBN

A. Pendapatan Negara dan Hibah


- Penerimaan Pajak
- Penerimaan Bukan Pajak (PNBP)
B. Belanja Negara
- Belanja pemerintah pusat
- Anggaran Belanja untuk Daerah
C. Keseimbangan Primer Perbedaan Statistik
D. Surplus/ Defisit Anggaran
E. Pembiayaan

31
PENDAPATAN NEGARA

32
Pajak sebagai PENDAPATAN NEGARA

PAJAK/ NEGARA/
PAJAK DAERAH DAERAH

berdasarkan UU/Perda
bersifat memaksa

33
Pajak sebagai Pendapatan Negara
 Pajak yang dipungut negara dan Pajak daerah yang
dipungut daerah merupakan iuran yang kemudian
disetorkan ke kas negara/daerah. Pajak dan pajak daerah
harus berdasarkan undang-undang/peraturan daerah,
sehingga memiliki sifat memaksa untuk dipungut kepada
subyek pajak/pajak daerah.

 P.J.A. Adriani menyebut “Pajak adalah iuran masyarakat


kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut undang-undang dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.” 34
PERAN PAJAK DALAM
APBN/APBD

PAJAK/
APBN
PAJAK DAERAH

Digunakan untuk
kebutuhan &
kepentingan publik

35
PAJAK & APBN/APBD
Menurut prinsip hukum, pajak/pajak daerah digunakan
untuk menutup belanja kebutuhan dan kepentingan
publik yang harus dilindungi. Misalnya, anggaran
belanja pendidikan dan anggaran belanja infrastruktur.
Dengan demikian, APBN/APBD yang baik adalah ketika
pajak/pajak daerah dapat menutup belanja kebutuhan
dan kepentingan publik. Misalnya, mendirikan sarana
sekolah, membiayai asuransi sosial masyarakat, dan
transportasi, dan sarana jalan.
Pajak/Pajak daerah yang digunakan hanya untuk belanja
rutin atau belanja konsumtif negara, misalnya pembelian
mobil mewah pejabat negara, merupakan “ketidak-etisan
anggaran”
36
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
(PNBP) sebagai PENDAPATAN NEGARA
Selain pajak, segala pungutan lain harus berdasarkan undang-
undang dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

PNBP terdiri dari:


1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan;
4. penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah
5. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal
dari pengenaan denda administrasi;
6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah
7. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri

37
PENGELUARAN
DEFISIT/SURPLUS
PEMBIAYAAN

38
PENGADAAN
BARANG & JASA

39
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pengadaan barang/jasa pemerintah mengacu pada


peraturan presiden, yang merupakan pelaksanaan lebih
lanjut dari undang-undang perbendaharaan negara.
Pengadaan barang/jasa pemerintah dibiayai oleh
APBN/APBD, dengan mekanisme yang diatur secara
prinsip dengan lelang/tender.
Pelelangan/tender sebagai proses membeli barang/jasa
pemerintah dengan cara menawarkan kepada penyedia
barang/jasa, di mana yang menawarkan harga murah
akan ditunjuk sebagai penyedia.

40
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pelelangan/tender harus mengacu pada sistem yang


jujur, tidak kolusi, dan bersaing, artinya dilarang
lelang yang sudah dirancang pemenangnya, atau
dinaikkan harganya untuk kepentingan tertentu tanpa
hak, atau dilakukan penunjukan langsung tanpa
alasan sah tanpa persaingan sehat.
Semua pengadaan barang/jasa pemerintah
prinsipnya harus dilelang/tender, kecuali
penunjukan langsung atau pemilihan langsung
dengan syarat yang ditetapkan dalam peraturan
presiden mengenai pengadaan barang/jasa.
41
Sistem Pengadaan Barang
Pelelangan umum, yaitu membuka semua yang
memenuhi syarat untuk mengikuti pengadaan barang/jasa.
Pelelangan terbatas, yaitu hanya diarahkan pada
penyedia barang/jasa yang mampu mengerjakan
barang/jasa secara kompleks (berbagai jenis) dan sedikit
yang mampu karena kriterianya yang tinggi.
Seleksi langsung, yaitu untuk barang/jasa di bawah 100
juta dapat dilakukan seleksi beberapa penyedia jasa.
Penunjukan langsung, yaitu dilakukan karena keadaan
tertentu misalnya darurat bencana atau perang, dan
keadaan khusus misalnya pekerjaan pemilu dan pilkada.

42
GOOD GOVERNANCE

43
GOVERNANCE

Tata hubungan pelaksanaan peran


para aktor sesuai dengan fungsi
masing-masing dalam mencapai
tujuan bersama

44
FUNGSI GG DALAM
PERENCANAAN

PENYELENG- TUJUAN
GARAAN GOOD GOVERNANCE
NEGARA
PEMERINTAHAN

45
PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
(penjelasan UU 17/2003)

Akuntabilitas berorientasi pada hasil.


Profesionalisme.
Proporsionalitas.
Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa
yang bebas dan mandiri.

46
PRINSIP “ONE-GATE” BUDGET POLICY

Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003:

“Semua penerimaan yang menjadi hak dan


pengeluaran yang menjadi kewajiban negara
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBN.”

47
GOOD GOVERNANCE DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Pengelolaan APBN didasarkan pada prioritas


yang berbasis kinerja yang akan dilegitimasi
oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan
asas pengelolaan keuangan negara seperti
asas tahunan, asas universalitas, asas
kesatuan, dan asas spesialitas

48
TUJUAN PENERAPAN
GOOD GOVERNANCE
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN

1. Menghindari tindakan di luar hukum


sebagai akibat kurangnya atau terbatasnya
anggaran rutin bagi optimalisasi
pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
2. Menghapus terjadinya praktik suap untuk
menghindari keterlambatan pencairan
anggaran untuk kegiatan yang mendesak.
3. Mencegah kemungkinan sikap penolakan
anggaran dengan alasan yang tidak
rasional.
TERIMA KASIH
YI
KUIS

Bagaimana anggaran
pendapatan dan belanja
negara dapat berperan bagi
kemajuan bangsa?

51

Anda mungkin juga menyukai