Anda di halaman 1dari 18

Pemeriksaan Laboratorium

Pada Saat Kehamilan


MAESAROH, S.ST., M.KES
Pengantar

 MASA kehamilan adalah salah satu masa yang paling


rentan dan perlu dijaga dengan baik demi kesehatan
calon ibu dan janin. Kesehatan para calon ibu dan
janin dapat dijaga dengan banyak cara. Salah satunya
adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium saat hamil memiliki banyak
manfaat. Berikut di antaranya:
1. Untuk mempersiapkan masa kehamilan, persalinan,
dan menyusui yang sehat dan aman bagi ibu hamil dan
janin. Mengetahui risiko genetis yang akan diturunkan
kepada janin, sehingga bisa melakukan pencegahan
yang tepat, mengetahui kesehatan ibu hamil dan janin
secara keseluruhan.
2. Mencegah risiko terjadinya pre-eklampsia, gangguan
obesitas, riwayat hipertensi, dan gangguan kehamilan
lainnya yang sekiranya bisa menghambat masa
kehamilan.
3. Memperkecil potensi janin gugur, penyebab janin
cacat sejak dalam kandungan, atau meninggal di
dalam kandungan, dan masih banyak lagi.
Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu
hamil adalah pemeriksaan laboratorium rutin dan
khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin adalah
pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada
setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah,
dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/epidemi
(malaria, HIV, dll). Sementara pemeriksaan laboratorium
khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang
dilakukan atas indikasi.
 Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat
kehamilan tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan Golongan Darah
 Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak
hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu,
namun juga untuk mempersiapkan calon pendonor
darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi
situasi kegawatdaruratan seperti perdarahan hebat
selama kehamilan atau kelahiran.
 Ada 4 golongan darah A, B, AB atau O. Selain
golongan darah juga diperiksa resus ibu hamil.
 Jika resusnya berbeda dengan janin, maka ibu hamil
akan diberi suntikan imunoglobulin guna mencegah
pembentukkan antibodi yang dapat menyerang darah
janin.
 Di mana antibodi pada janin dapat melintasi plasenta
dan menghancurkan sel-sel darah bayi yang mengarah
ke suatu kondisi disebut penyakit Rhesus atau
penyakit hemolitik.
 Jikapenyakit Rhesus tidak segera diobati, dampak
buruknya dapat menyebabkan lahir mati atau
kerusakan otak pada janin.
b. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin darah (Hb)
 Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil
dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan
sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut
menderita anemia atau tidak selama kehamilannya.
Karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang janin dalam kandungan.
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil pada
trimester kedua dilakukan atas indikasi.
c. Pemeriksaan Protein dalam urin
 Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil
dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas
indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria
merupakan salah satu indikator terjadinya pre-
eklampsia pada ibu hamil.
f. Pemeriksaan Tes Sifilis
 Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan
risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga menderita
sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini
mungkin pada kehamilan.
 Jika ibu hamil terdiaonosa memiliki sifilis, maka perlu
dilakukan penanganan khusus lanjutan, di antaranya:
Venereal Diease Research Laboratory (VDRL), yaitu
salah satu terapi untuk penyakit sifilis.
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA),
yaitu pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi
adanya penyakit sifilis pada seseorang.
g. Pemeriksaan HIV
 Pada umumnya infeksi yang diperiksa dalam cek
laboratorium kehamilan yaitu rubella (campak
Jerman), sipilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV
(Human Immunodeficiency Virus).
 Sementara di Indonesia, beberapa ibu hamil
memiliki angka kasus HIV yang tinggi, sehingga ibu
hamil sangat dianjurkan untuk menjalani tes HIV.
 Jika ternyata di awal kehamilan dinyatakan positif
HIV, maka penanganan medis akan segera dilakukan
untuk mengurangi risiko penularan HIV kepada bayi
dan mencegah berkembangnya infeksi HIV menjadi
lebih berat.
 Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi,
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil
secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang
persalinan.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.
 Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus
harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama
kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama,
sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester
ketiga. (Biasanya dilakukan antara 24 dan 28 minggu
usia kehamilan)
 Apabila berisiko tinggi mengidap penyakit diabetes
yang disebabkan faktor keturunan ataupun pola
makan, sebaiknya melakukan tes kadar gula dalam
urine pada awal kehamilan.
e. Pemeriksaan darah Malaria
 Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada
kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria
dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan Hepatitis B
 Pemeriksaan Hepatitis B disarankan pada seluruh
wanita hamil di awal kehamilan. Rekomendasi
tersebut didasarkan pada fakta bahwa sekitar 85
persen bayi lahir dari ibu terinfeksi hepatitis B
(biasanya pada wanita dengan HBsAg positif dengan
status infeksi aktif) akan menjadi pembawa dan dapat
berkembang menjadi penyakit kronis, seperti sirosis,
gagal hati atau kanker. Penularan virus hepatitis B
dari ibu ke janin dapat dicegah dengan pemberian
vaksin hepatitis B dan immunoglobulin pada bayi
ketika lahir.
 Oleh karena itu setiap ibu hamil diharapkan dengan
rajin untuk mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat
dan melakukan tes laboratorium guna mencegah
terjadinya komplikasi yang dan menurunkan angka
kematian dan kesakitan ibu.

Anda mungkin juga menyukai