MASA kehamilan adalah salah satu masa yang paling
rentan dan perlu dijaga dengan baik demi kesehatan calon ibu dan janin. Kesehatan para calon ibu dan janin dapat dijaga dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium saat hamil memiliki banyak manfaat. Berikut di antaranya: 1. Untuk mempersiapkan masa kehamilan, persalinan, dan menyusui yang sehat dan aman bagi ibu hamil dan janin. Mengetahui risiko genetis yang akan diturunkan kepada janin, sehingga bisa melakukan pencegahan yang tepat, mengetahui kesehatan ibu hamil dan janin secara keseluruhan. 2. Mencegah risiko terjadinya pre-eklampsia, gangguan obesitas, riwayat hipertensi, dan gangguan kehamilan lainnya yang sekiranya bisa menghambat masa kehamilan. 3. Memperkecil potensi janin gugur, penyebab janin cacat sejak dalam kandungan, atau meninggal di dalam kandungan, dan masih banyak lagi. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Sementara pemeriksaan laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan atas indikasi. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat kehamilan tersebut meliputi: a. Pemeriksaan Golongan Darah Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu, namun juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan seperti perdarahan hebat selama kehamilan atau kelahiran. Ada 4 golongan darah A, B, AB atau O. Selain golongan darah juga diperiksa resus ibu hamil. Jika resusnya berbeda dengan janin, maka ibu hamil akan diberi suntikan imunoglobulin guna mencegah pembentukkan antibodi yang dapat menyerang darah janin. Di mana antibodi pada janin dapat melintasi plasenta dan menghancurkan sel-sel darah bayi yang mengarah ke suatu kondisi disebut penyakit Rhesus atau penyakit hemolitik. Jikapenyakit Rhesus tidak segera diobati, dampak buruknya dapat menyebabkan lahir mati atau kerusakan otak pada janin. b. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya. Karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil pada trimester kedua dilakukan atas indikasi. c. Pemeriksaan Protein dalam urin Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya pre- eklampsia pada ibu hamil. f. Pemeriksaan Tes Sifilis Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan. Jika ibu hamil terdiaonosa memiliki sifilis, maka perlu dilakukan penanganan khusus lanjutan, di antaranya: Venereal Diease Research Laboratory (VDRL), yaitu salah satu terapi untuk penyakit sifilis. Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA), yaitu pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi adanya penyakit sifilis pada seseorang. g. Pemeriksaan HIV Pada umumnya infeksi yang diperiksa dalam cek laboratorium kehamilan yaitu rubella (campak Jerman), sipilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sementara di Indonesia, beberapa ibu hamil memiliki angka kasus HIV yang tinggi, sehingga ibu hamil sangat dianjurkan untuk menjalani tes HIV. Jika ternyata di awal kehamilan dinyatakan positif HIV, maka penanganan medis akan segera dilakukan untuk mengurangi risiko penularan HIV kepada bayi dan mencegah berkembangnya infeksi HIV menjadi lebih berat. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga. (Biasanya dilakukan antara 24 dan 28 minggu usia kehamilan) Apabila berisiko tinggi mengidap penyakit diabetes yang disebabkan faktor keturunan ataupun pola makan, sebaiknya melakukan tes kadar gula dalam urine pada awal kehamilan. e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi. f. Pemeriksaan Hepatitis B Pemeriksaan Hepatitis B disarankan pada seluruh wanita hamil di awal kehamilan. Rekomendasi tersebut didasarkan pada fakta bahwa sekitar 85 persen bayi lahir dari ibu terinfeksi hepatitis B (biasanya pada wanita dengan HBsAg positif dengan status infeksi aktif) akan menjadi pembawa dan dapat berkembang menjadi penyakit kronis, seperti sirosis, gagal hati atau kanker. Penularan virus hepatitis B dari ibu ke janin dapat dicegah dengan pemberian vaksin hepatitis B dan immunoglobulin pada bayi ketika lahir. Oleh karena itu setiap ibu hamil diharapkan dengan rajin untuk mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat dan melakukan tes laboratorium guna mencegah terjadinya komplikasi yang dan menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu.