Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH TATANIAGA PERTANIAN

SHARE HARGA DI TINGKAT PETANI

 Disusun oleh kelompok 4:

FITRI WULANDARICBA 117 006


HASAN HARKANI CBA 117 014
DONI ARMANDO PURBA CBA 117 022
RIFQI FAIZAN NADILLAH CBA 117 024
GOGO RISWANDA SIREGAR CBA 117 032
ELOK YANUA PRASASTI CBA 117 040
MARTINA CBA 117 048
DIMAS CBA 117 056
JIMMY A.BAHAK CBA 117 066
DEDE SUKMA CBA 117 074
DIDI PRASTOWO CBA 117 084
 
 
 
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet merupakan komoditas pertanian yang penting
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama
peralatan rumah tangga yang menggunakan bahan
baku karet, seperti sol sepatu, kursi, slang, sekat,
penahan getaran, pelapis kaca mobil, ban, oil seals,
demikian banyak ragam arti karet untuk kehidupan
sehari-hari. Semakin marata share keuntungan pada
setiap lembaga pe-masaran, dan marjin pemasaran
lebih kecil lebih kecil dari 50%, pemasaran dikatakan
efisien (Nazari dan Wedastra, 1998).
Bahan baku seperti ojol, skrep, lump tanah dan slab
tebal yang merupakan bahan baku bagi pabrik karet
remah pada umumnya mempunyai mutu yang kurang
baik. Guna memperbaiki mutu bahan olah karet yang
berasal dari Perkebunan Karet Rakyat ini, Badan
Standarisasi Nasional (1998) menetapkan selain latek
kebun terdapat 3 jenis bokar yang perbuatannya
dianjurkan kepada petani. Ketiga jenis bokar tersebut
yaitu :
(i) sit dengan ketebalan 3-10 mm;
(ii) (ii) slab dengan ketebalan 50-150 mm;
(iii) (iii) lump dengan ketebalan 50-150 mm. Ketiga jenis
bokar ini merupakan bahan baku bermutu baik bagi
pabrik karet remah yang menghasilkan SIR.
Melalui UPH karet ini petani dianjurkan untuk
menghasilkan sit angin (Unsmoked Sheet/USS) atau sit
asap (Rubber Smoked Sheet/RSS), karena ditinjau dari
segi mutu maupun harganya, sit angin ini mempunyai
mutu dan harga yang lebih baik dibandingkan dengan
slab tebal yang dihasilkan oleh petani secara tradisional
selama ini. Sebagaimana keadaan bokar pada umumnya,
rendahnya mutu bokar yang dihasilkan petani Kalimantan
Tengah ditandai oleh KKK yang rendah yaitu hanya
mencapai 45%, kadar kotoran tinggi mencapai 15% serta
ketebalan tidak teratur dan rata-rata diatas 5 cm.
Rendahnya mutu bokar yang dihasilkan oleh petani ini
mengakibatkan share harga yang diterima petani menjadi
rendah yaitu hanya mencapai 16,87% dari harga f.o.b.
 
– Rumusan Masalah
• Dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan yaitu :
• Berapa besar share harga di tingkat petani meningkat
apabila petani melakukan perbaikan mutu bokar?
• Berapa share keuntungan pedagang dalam pemasaran mutu
bokar?
• Berapa margin pemasaran pedagang di tingkat desa,
kecamatan, dan eksportir?
– Tujuan Penulisan
• Bertitik tolak dari uraian latar belakang dan perumusan
masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
• Untuk mengetahui besarnya share harga ditingkat petani
apabila petani melakukan perbaikan mutu bokar oleh petani.
• Untuk mengetahui besarnya share keuntungan pedagang
perantara dan eksportir.
• Untuk mengetahui margin pemasaran di tingkat petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Bahan Olah Karet dan Prosesnya
Menurut Nazaruddin dan Paimin (1992), beberapa kalangan
menyebutkan bahwa bokar (bahan olah karet) bukan produksi
perkebunan besar melainkan merupakan bahan olah karet yang
biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun
karet. Sedangkan Badan Standarisasi Nasional mendefinisikan
bahan olah karet (bokar) adalah latek kebun dan gumpalan
latek yang diperoleh dari pohon karet (Havea brasilliensis).
Berdasarakan cara pengolahannya, Standar Nasional Indonesia
(SNI) membedakan 4 jenis bahan olah karet yaitu:
(i) Latek kebun
Latek kebun adalah getah pohon karet yang diperoleh dari
pohon karet (Havea brasilliensis), berwarna putih dan berbau
segar. Umumnya latek kebun hasil pendapatan mempunyai
KKK anatar 20% - 35% serta bersifat kurang mantap sehingga
harus diolah sesegera mungkin.
• (i) Latek kebun
Latek kebun adalah getah pohon karet yang
diperoleh dari pohon karet (Havea brasilliensis),
berwarna putih dan berbau segar. Umumnya latek
kebun hasil pendapatan mempunyai KKK anatar 20%
- 35% serta bersifat kurang mantap sehingga harus
diolah sesegera mungkin.
• (ii) Sit
Sit adalah lembaran tipis yang berasal dari
gumpalan latek kebun dengan menggunakan asam
semut, dikempa airnya dengan cara penggilingan dan
selanjutnya dikeringkan (penganginan untuk sit angin
(Unsmoket Sheet/USS) dan pengasapan untuk
menghasilkan sit asap (Rubber Smoket Sheet/RSS).
• (iii) Slap
Slap adalah gumpalan yang berasal dari
letek kebun yang sengaja digumpalkan dengan
asam semut atau dari lump mangkok segar
yang direkatkan dengan atau tanpa latek. Slap
tipis tidak boleh dikotori ole tatal sadap, kayu,
daun, pasir dan benda-benda asing lainnya.
• (iv) Lump
Lump merupakan gumpalan alamiah latek
kebun di dalam wadah sadap yang tidak boleh
dikotori oleh benda-benda lain seperti tatal
sadap, kayu, daun, pasir dan kotoran lainnya.
– Pengertian Share Harga
• Share harga adalah besarnya bagian harga
yang diterima petani terhadap harga ekspor
karet SIR-20. Peningkatan share harga di
tingkat petani adalah besarnya selisih bagian
harga yang diterima petani antara bokar slab
tebal dengan sit angin. Peningkatan share
harga dinyatakan dalam persen (%).
• 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu
• Selengkapnya perbandingan harga, margin
pemasaran, keuntungan petani dan
pedagang sesudah perbaikan mutu bokar
oleh petani pada Tabel 4 berikut.
Sebelum Sesudah

Jumlah (Rp/kg) Share Jumlah (Rp/kg) Share


Uraian

Harga di tingkat petani 425 16,87 588 23,34

Biaya pemasaran/pengolahan 1411,83 56,05 542,77 21,55

Keuntungan pedagang 682,17 27,08 1388,17 55,11

Margin pemasaran 2094,00 83,13 1930,94 76,66

Harga ekspor 2519,00 100,00 2519,00 100,00


Selain berbagai keuntungan seperti
dikemukaan pada Tabel 4 diatas,
Darussamin, et al. (1990) mengemukakan,
perbaikan mutu bokar berpengaruh nyata
terhadap efisiensi pengolahan di pabrik.
Efisiensi tersebut antara lain adalah: (i)
dapat menghemat energi per satuan berat
SIR, (ii) turunnya hari kerja per satuan
SIR, (iii) diperlambatnya pengausan
mesin, (iv) sampah di pabrik maupun di
partit limbah berkurang, (v) penggunaan
air untuk pencucian bokar berkurang, (iv)
kemampuan olah pabrik meningkat, dan
(vii) mutu SIR lebih konsisten.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dikakukan di lima desa
di kecamatan Dusun Timur, kabupaten
Barito Selatan provinsi Kalimantan Tengah
dimana sarana UPH karet rakyat telah
banyak didirikan, tetapi oleh petani unit-
unit pengolahan hasil karet rakyat ini tidak
lagi dimanfaatkan untuk menghasilkan sit
angin seperti yang dianjurkan dan petani
hanya menghasil slab secara tradisional.
3.3. Penentuan Petani Sampel dan
Lembaga Pemasaran
Unit sampel terkecil pada penelitian ini
adalah petani penyedap karet yang
berstatus sebagai kepala rumah tangga
yang terdapat pada desa sampel. Banyak-
nya petani sampel (n) ditentukan secara
berimbang (Proportionate Stratified Random
Sampling) dengan terlebih dahulu
menentukan jumlah sampel minimum
berdasarkan rumus Neyman dalam Parel, et
al. (1973) sebagai berikut:
n = (∑Nh Sh)2
Z2 N2
d2 + ∑Nh Sh
Dimana: n = Jumlah sampel minimum
N = Jumlah populasi
Nh = Jumlah populasi pada strata ke-i
S2h = Varian strata ke-i
Nh = Jumlah sampel pada strata ke-i
D2 = Kesalahan maksimum yang
diinginkan (α= 0,07)
Z2 = Nilai Z 0,035 (= 1,48)
Sh = Standar deviasi strata ke-i
3.6. Analisis Data
3.6.1. Share Harga di Tingkat Petani
Untuk mengetahui besarnya share harga di tingkat
petani diunakan rumus:
Spf = Pf X 100%
pr
dimana:
Spf = Share harga di tingkat petani (%)
Pf = Rata-rata harga di tingkat petani (Rp/kg)
Pr = Harga ekspor karet SIR 20 (Rp/kg)

 
3.6.2. Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah selisih harga ekspor
dengan harga di tingkat petani dengan rumus
sebagai berikut:
MP = Pr – Pf atau MP = ∑πi + ∑Ci
dimana:
MP = Margin Pemasaran (Rp/kg)
∑πi = Jumlah keuntungan pedagang
perantara/eksportir (Rp/kg)
∑Ci = Jumlah biaya pemasaran/pengolahan
pedagang prantara/eksportir (Rp/kg)
Pf = Rata-rata harga di tingkat petani (Rp/kg)
Pr = Harga ekspor karet SIR-20 (Rp/kg)
3.6.3. Share Keuntungan Pedagang
Perantara dan Eksportir
Ski = πi
x 100%
P r – Pf
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Share Harga di Tingkat Petani
Besarnya harga yang diterima petani cukup bervariasi
dan terhantung kepada keadaan bokar. Berdasarkan jenis
koagulum yang digunakan terlihat bahwa harga yang
diterima petani paling rendah pada penggunaan koagulum
jenis tawas yaitu sebesar Rp. 1.300/kg. Harga tertinggi
terdapat pada penggunaan koagulum jenis nenas sebesar
Rp. 1.500/kg. Rata-rata harga slab di Kecamatan Dusun
Timur adalah sebesar Rp. 1.515/kg. Share harga yang
diterima petani rata-rata sebesar 31,66% terhadap harga
slab dengan KKK 100% dan 27,84% terhadap harga f.o.b
SIR-20. Share harga tertinggi diterima petani di desa
Jaweten dan terendah diterima petani di desa Dorong
yaitu sebesar 26,04%. Selengkapnya rata-rata harga slab
dan besarnya share harga yang diterima petani seperti
pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Rata-rata Harga Slab dan Besarnya Share Harga yang
Diterima Petani di Kecamatan Dusun Timur Tahun 2000
      Harga Pada Harga Rata- Share Harga yang Diterima
No. Desa Jenis Tingkat Petani rata Slab petani (%)
Koagulum (Rp/kg) (Rp/kg) KKK 100% f.o.b

1. Magantis Tawas Asam 1.500 1.500 1.500 31,35 27,57


Semut
2. Dorong Nenas 1.300      
  1.450      
  1.500      
Tawas 1.300      
  1.400      
  1.500      
Ubi gadung 1.400      
Asam semut 1.400      
1.500 1.417 29,62 26,04

3. Haringen Nenas 1.400      


1.500 1.500 31,35 27,57
1.600
4. Jawetan Nenas 1.400      
1.500      
1.600      
1.700      
1.800      
1.950 1.658 34,65
30,47

5. Jaar Tawas 1.500      


Ubi gadung 1.500      
Nenas 1.400      
  1.500      
  1.600      
Asam semut 1.500 1.500 31,35 27,57

Kecamatan Dusun Timur   1.515 31,66 27,84

Rata-rata Harga SIR-20 5.441,47     100.00


Rata-rata Harga Slab KKK 100% 4.784,50 100,00
Sedangkan rata rata yang di terima petani
yang menghasilkan sit ingin adalah
sebesar Rp. 3.760/kg shere harga
diterima rata rata sebesar 88,54%
terhadap harga sit dengan KKK 100%
terhadap harga f.o.b SIR-20
selengkapnya rata rata harga sit dan
besarnya shere harga yang di terima
petani yang menghasilkan sit seperti pada
Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Rata rata rata harga sit angin dan besarnya shere harga
yang diterima petani di kecamatan dusun tengah 2000

No Latek Berat Sit Angin Harga jual Shere harga


(Liter) ( Kg ) ( Rp/kg) ( %)
1 25,00 10,25 3.750 68,92
2 17,50 7,18 3.750 68,92
3 22,00 9,02 3.750 68,92
4 17,00 6,97 3.800 69,83
5 18,00 7,38 3.800 69,83
6 18,00 7,38 3.750 68,92
7 26,00 10,66 3.750 68,92
8 24,50 10,05 3.750 68,92
9 19,00 7,79 3.800 69,83
10 17,00 6,97 3.700 68,00
11 18,00 7,38 3.800 69,83
12 27,00 11,07 3.750 68,92
13 21,00 8,61 3.750 68,92
14 17,50 6,97 3.750 68,92
15 27,00 11,28 3.750 68,92
16 17,00 6,97 3.750 68,00
17 18,00 7,38 3.750 68,92
18 24,00 9,84 3.750 68,92
19 15,00 6,15 3.800 69,83
20 22,00 9,02 3.800 69,83

Jumlah 410,50 174,00 75,200  


Rata-rata 20,53 8,70 3.760  
Rata-rata Harga SIR 20   5.441,47 69,10
Rata-rata Harga Sit Angin KKK 100%   4.246,74 88,54
 
Dari Tabel 7 dan di atas terlihat bahwa share harga
terhadap harga f.o.b SIR-20 yang diterima petani yang
menghasilkan sit angin sebesar 69,10% lebih besar
dibandingkan dengan share harga yang diterima
petani yang menghasilkan slab tebal yaitu sebesar
27,84%. Besarnya peningkatan share harga yang
diterima petani dari menghasilkan slab tebal menjadi
sit angin adalah sebesar 41,26%. Sedangkan rata-rata
perbandingan penggunaan latek (nilai konversi) antara
menghasilkan sit angin dengan slab tebal adalah
sebesar 2 : 1. Dari hasil penelitian Benni (2000)
menunjukan bahwa untuk menghasilkan sit angin
diperlukan rata-rata sebanyak 2,4 liter latek,
sedangkan untuk menghasilkan slab tebal diperlukan
latek rata-rata sebanyak 1,2 liter.
4.2. Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah besarnya selisih antara
harga di tingkat konsumen akhir (eksportir) dengan
harga rata-rata di tingkat petani. Berdasarkan
persamaan (46) diperoleh margin pemasaran untuk
slab tebal sebesar Rp. 5441,47/kg – Rp. 1.515/kg =
Rp. 3.926,47/kg atau sebesar 72,15% dari harga f.o.b.
SIR 20. Sedangkan margin pemasaran untuk sit angin
adalah sebesar Rp. 5.441,47/kg - Rp. 3.760/kg = Rp.
1.682,47/kg atau sebesar 30,9%. Besarnya selisih
margin pemasaran antara sit angin dengan slab tebal
adalah sebesar 41,25%. Dengan kata lain melalui
perbaikan mutu bokar oleh petani, margin pemasaran
dapat dikurangi mencapai 41,25%. Adapun besarnya
margin pemasaran untuk kasus slab tebal di
kecamatan Dusun Timur seperti pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Besarnya Margin Pemasaran dan Profit Margin Bahan Olah Karet Berdasarkan
Tingkat Pasar di Kecamatan Dusun Timur Tahun 2000
No Uraian Harga/Biaya Persentase
(Rp/kg) (%)
I. 1. Rata-rata harga jual di tingkat Petani 1.515,00 72,15
II. 1. Harga beli Pedagang Pengumpul Tingkat Desa 1.515,00  
2. Biaya mengumpulkan dan mengangkut dari tempat petani 55,00  
3. Biaya penyusutan (depresiasi) alat    
4. Penyusutan berat bokar selama pengangkutan dan penyimpanan (10%) 9,17  
5. Profit margin pedagang pengumpul tingkat desa 188,13  
6. Rata-rata harga jual pedagan pngumpul tingkat desa    
7. Margin pemasaran 113,95  
1881,25  
366,25 6,73
III. 1. Rata-rata harga beli Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan 1881,25  
2. Biaya penyusutan (depresiasi) alat    
6,59  
3. Biaya buruh muat dan bokar 33,68  
4. Biaya Pengangkutan ke pabrik karet remah 64,00  
109,55  
5. Penyusutan berat bokar selama pengangkutan (5%)
96,01  
6. Profit margin pedagang pengumpul tingkat kecamatan 2191,08  
   
7. Rata-rata harga jual pedagang pengumpul tingkat kecamatan
309,83 5,69
8. Margin pemasaran
IV. 1. Rata-rata harga beli pabrik karet 2191,08  
remah    
2. Biaya Pengolahan: 223,46  
1. Fixed Cost 181,10  
2. Variabl Cost 36,37  
3. Rediskonto Wessel Eksport FOB 119,70  
Surabaya 1818,54  
4. Biaya pemasaran 871,22  
5. Penyusutan bahan baku (33,42%)    
6. Profit margin pabrik karet remah 5441,47  
banjarmasin    
7. Rata-rata harga jual SIR-20 Pabrik 3250,39 59,73
karet remah
8. Margin Pemasaran
V. 1. Harga jual SIR-20 (f.o.b) 5.441,47 100,00
Besarnya nilai margin pemasaran slab ini
menunjukkan bahwa sistem pemasaran yang
terjadi masih belum efisien dan bokar yang
dihasilkan petani mutunya masih rendah sehingga
dalam penanganannya masih memerlukan biaya
yang tinggi. Dari berbagai komponen biaya
pemasaran yang ada persentase nilai penyusutan
bokar masih menunjukkan proporsi yang cukup
besar. Pada tingkat pedagang pengumpul desa
penyusutan bokar rata-rata mencapai 10%.
Penyusutan pada tingkat pedagang pengumpul
desa merupakan penyusutan yang terjadi sebagai
akibat berkurang atau keluarnya kadar air pada
waktu penimbangan dan pengangkutan serta susut
bokar selama dalam penyimpanan.
Sedangkan pada pedagang kecamatan persentase penyusutan rata-rata
mencapai 5%. Kecilnya tingkat penyusutan ini disebabkan karena pada
umumnya bokar yang dibeli oleh pedagang pengumpul kecamatan telah
cukup lama disimpan oleh petani yaitu berkisar antara 7-15 hari sehingga
tingkat kematangan dan daya serap airnya telah relatif stabil dan jarak angkut
antara tempat penampungan ke truk yang tidak terlalu jauh. Disamping itu
kehilangan kadar air juga terjadi pada waktu pengangkutan dari tempat
penampungan ke pabrik karet remah di Banjarmasin yang memakan jarak
tempuh selama ± 5 jam atau 240 km dan menunggu waktu timbang di pabrik.
Dengan demikian maka pada pedagang pengumpul desa maupun pedagang
tingkat kecamatan penyusutan bokar hanya merupakan bagian berat
timbangan bokar yang hilang sebagai akibat berkurang atau hilangnya kadar
air yang terkandung dalam bokar selama dalam penyimpanan dan
pengangkutan sampai ke pintu pabrik karet remah. Sedangkan penyusutan
tertinggi terjadi pada tingkat pabrik karet remah atau eksportir yang
mengolah bokar menjadi karet remah (SIR-20). Penyusutan rata-rata
mencapai sebesar 33,42% . Pada pabrik karet remah penyusutan terjadi
sebagai akibat penguapan kadar air pada waktu penyimpanan di gudang,
pembersihan kotoran dan proses pengolahan bokar sebagai bahan baku
sampai menjadi SIR-20.
4.3. Share Keuntungan Pedagang
Distribusi keuntungan pedagang
merupakan salah satu pendekan untuk
melihat efisiensi pemasaran. Semakian
merata keuntungan pedagang maka
dikatakan sistim pemasaran semakin
efisien. Berdasarakan besarnya profit
margin pada Tabel 8 maka pada Tabel 9
berikut ini dikemukan distribusi
keuntungan pada berbagai tingkat pasar.
Tabel 9. Distribusi Keuntungan (Profit Margin) Pedangan
Dalam pemasaran Bokar di Kecamatan Dusun Timur Tahun
2000

Margin
Pemasaran
(Rp/kg)
Keuntungan Share Ratio
No. Pedagang
(Rp/kg) (%) (%)

 
1. Pedagang Desa 113,95 10,54 366,25 31,11
2. Pedagang Kecamatan 96,01 8,88 309,83 30,99
3. Eksportir 871,22 80,58 3.250,39 26,80
 

Jumlah 1.081,18 100,00 3.926,47 27,54


V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
• Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah
dikemukakan, sebagai hasil akhir dari penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
• Petani yang menghasilkan sit angin menerima share harga lebih
besar dari pada petani yang menghasilkan slab tebal. Petani yang
menghasilkan slab tebal menerima share harga sebesar Rp
1515/kg atau 28%, sedangkan petani yang menghasilkan sit angin
sebesar Rp. 3760/kg atau 69% dari harga f.o.b SIR-20. Dari
menghasilkan slab tebal menjadi menghasilkan sit angin share
harga ditingkat petani meningkat sebesar 41%.
• Share keuntungan tertinggi diperoleh prosesor yang melakukan
pengolahan bokar menjadi SIR-20 sebesar Rp.871/kg atau 81%,
sedangkan pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang
pengumpul tingkat desa yang hanya melakukan fungsi penyaluran
bokar dari petani ke prosesor masing-masing menerima sebesar
Rp. 96/kg atau 9% dan sebesar Rp. 114/kg atau 10%.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai