Anda di halaman 1dari 48

Pengolahan Limbah Agro Industri

Kelompok 6
1. Muhammad Bayu Adinegoro (1109045015)
2. Nur Awalia (1109045049)
3. Afifah Nurjannah (1209045002)
4. Diah Eryun O (1209045021)
5. Jefri Fanly W (1209045044)
6. Setia Budi (1209045048)
7. Christina Dinata (1209045064
Agro Industri Karet
• Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya
di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta
kepala keluarga (KK), komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan
baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-
sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Dari
sejumlah program pembangunan pertanian dalam arti luas di Kalimantan
Timur salah satunya adalah program pengembangan komoditi Sub Sektor
Perkebunan melalui usaha perkebunan karet. Mengingat Sub sektor
peternakan ini memiliki peranan yang penting baik dalam pembangunan
ekonomi, sosial maupun ekologi, serta merupakan salah satu sub sektor
yang berbasis sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.
Keunggulan Karet
•Dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu
dipanen hasilnya meskipun tanah tidak subur

•Mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah
lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi
lahan kritis.

•Dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakan. Prospek


harganya juga cukup baik walaupun sering berfluktuasi/tidak stabil.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
KARET
• Dalam agroindustri karet ada pemanfaatan karet alam (Lateks) dan
karet sintesis. Pada pemanfaatan karet alam yang dapat diolah
antara lain yaitu daun dan ranting pohon biji karet, kayu pohon
karet, biji karet, serta komoditas utamanya yaitu biji karet. Untuk
merancang sistem industri menjadi tertutup maka perlu diketahui
masing-masing pengolahan dari hasil tanaman karet.
Pemanfaatan Kayu Karet
Kayu karet yang berwarna cerah keputihan mempunyai prospek
untuk pengganti kayu dari hutan alam. Produk kayu yang
berwarna khas putih kekuningan seperti kayu ramin ini banyak
dimanfaatkan bentuk furniture, papan partikel, parquet flooring,
moulding, laminating, dan pulp.
Perkembangan teknologi pengolahan kayu saat ini menjadikan
pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri tidak lagi
hanya terbatas untuk kayu pertukangan, tetapi kayu-kayu yang
berukuran lebih kecilpun dapat diproses di pabrik Medium Density
Fiber (MDF) menjadi bubur kayu untuk kemudian menghasilkan
produk akhir dalam bentuk particle board, fibre board, pulp, dan
kertas. Pada pemrosesan kayu karet sebagai bahan furniture, maka
perlu dilakukan tahapan pengawetan kayu dengan bahan kimia yang
umum digunakan ialah Cupri Sulfat (CuSO4).
Pengawetan Kayu
Metode perendaman adalah cara pengawetan kayu dengan memasukkan
kayu ke dalam tangki berisi bahan pengawet larut air dan dibiarkan
beberapa hari atau beberapa minggu. Suhu yang dipakai biasanya suhu
kamar meskipun bila dengan sedikit pemanasan penetrasinya akan lebih
cepat. Metode perendaman dingin biasanya dilakukan pada suhu kamar.
Proses pengawetan dengan metode perendaman dingin merupakan cara yang
sederhana. Kelebihan dari metode ini antara lain, kayu yang diawetkan
bersama-sama dalam jumlah banyak, larutan dapat digunakan berulang-
ulang serta proses dan peralatan yang digunakan sederhana sehingga dapat
dilakukan oleh semua orang tanpa keahlian khusus. Limbah yang dihasilkan
dari proses ini berupa limbah cair sisa dari larutan pengawet kayu yang
harus ditreatment. Limbah cair dari proses ini bisa dikategorikan sebagai
limbah b3. jadi proses pengolahan bisa dilakukan dengan treatment khusus
limbah b3.
Sedangkan pada tahapan moulding furniture dihasilkan limbah berupa
serbuk-serbuk halus gergaji. Beberapa teknologi alternatif untuk
memanfaatkan limbah biomassa ini melalui teknologi yang aplikatif menjadi
produk yang lebih bermanfaat sehingga mudah untuk disosialisasikan ke
masyarakat pengguna. Teknologi tersebut di antaranya adalah teknologi
pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu dengan sistem kontinyu yang
dirancang dapat dibongkar pasang (knock down) dan dapat dipindah-pindah
(portable) dengan biaya yang relatif murah. Arang serbuk yang dihasilkan
dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomi
seperti arang aktif, briket arang, serat karbon, arang kompos dan dapat
digunakan secara langsung sebagai (soil conditioning). Sedangkan produk
samping yang sudah bukan menjadi sampingan lagi yaitu cairan destilat dan
terdapat digunakan sebagai bahan pengawet, isektisida dan obat.
Daun Karet
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi
kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal“
kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Di musim rontok ini kebun
karet menjadi indah karena daun – daun karet berubah warna dan jatuh
berguguran dalam kuantitas yang banyak. Adapun dedaunan dari pohon
karet ini dapat diolah menjadi kompos yang secara langsung dapat
digunakan untuk menyuburkan lahan tanaman karet
Bungkil Karet
Bungkil dan Biji karet dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak,
dan khusus untuk biji karet dapat dijadikan bahan konsumsi manusia
dengan terlebih dahulu menghilangkan kandungan Sianidanya. Zat ini
dapat dihilangkan dengan perendaman 24 jam atau pengukusan pada
suhu 100oC selama 6 jam , penjemuran selama 12 jam atau kombinasi
pengukusan + penjemuran selama 12 jam. Sedangkan limbah dari
proses ini memiliki kandungan asam lemak bebas (FAA) di dalam
minyak biji karet yang tinggi, yaitu sekitar 12,19 % maka proses
pembuatan biodiesel dari minyak biji karet lebih efektif dan efisien
dilakukan dengan proses estran, yaitu proses dua tahap esterifikasi dan
transesterifikasi dengan menggunakan katalis yang sesuai.
Pengolahan Biji karet menjadi
biodiesel
Proses pembuatan biodiesel
pengolahan biji karet
a. Pengepresan b. Degumming
Proses degumming dilakukan untuk mengikat lender atau getah atau
Pengepresan disini adalah
untuk mendapatkan minyak kotoran minyak mentah. Proses ini dilakukan dengan cara
dari biji karet sehingga dari memanaskan minyak pada suhu ±80 derajat Celcius, kemudian
tahap ini akan didapat RSO ditambah asam fosfat 20% sebanyak 0,3% (v/b) dan diaduk merata
(Rubber Seed Oil). RSO selama 15 menit. Selanjutnya minyak dipisahkan dari getah (gum)
selanjutnya masuk ke tahap dengan menggunakan corong pisah. Setelah itu minyak dicuci
degumming. dengan air panas. Pencucian dan pemisahan minyak dengan air
dilakukan berulang kali sehingga air cucian terlihat jernih (pH 6,5 –
7). Minyak hasil tahap ini dianalisis untuk mengetahui densitas,
viskositas, bilangan asam, kadar lemak bebas, FFA dan Bilangan
penyabunan.
c. Esterifikasi
Proses ini bertujuan untuk memurnikan FFA sampai dibawah 2,5%. pada tahap ini minyak dipanaskan
didalam labu leher empat, menggunakan hot plate yang dilengkapi magnetic stirrer. Kedalam minyak
kemudian ditambahkan campuran methanol 225% FFA dan asam sulfat 5% FFA. Proses ini dilakukan
sekitar suhu 55-65 derajat Celcius dengan kecepatan pengadukan 300-500rpm. Minyak hasil seterifikasi
dipisahkan dengan corong pemisah, sehingga pada lapisan atas terbentuk sisa methanol dan gum.
sedangkan pada lapisan bawah terbentuk campuran trigliserida dan fatty acid metyl ester (FAME).
campuran trigliserida dan FAME merupakan bahan untuk proses Transesterifikasi.
d. Transesterifikasi
Pada tahap ini campuran dipanaskan didalam labu leher empat menggunakan hot plate sambil diaduk.
kedalam Labu kemudian ditambahkan larutan metoksida (campuran methanol 15% v/b minyak dan
NaOH 1% b/b minyak). Proses ini berlangsung 1 jam pada suhu 55-65oC dan kecepatan pengaduk 300-
500rpm. Dari proses ini dihasilkan Biodiesel dan gliserol, kemudian keduanya dipisahkan menggunakan
corong pemisah, sehingga pada lapisan atas terbentuk biodiesel dan gliserol lapisan bawah. Biodiesel ini
kemudian dimurnikan dengan proses pencucian menggunakan metode water whasing. prosesnya yaitu
air hangat ditambahkan kedalam biodiesel lalu dilakukan pengadukan dan pemisahan. Pencucian
dilakukan secara berulang kali sehingga air cucian terlihat jernih. Selanjutnya dilakukan pengeringan
untuk membuang sisa methanol dan air
Pengolahan Crumb Rubber dari
Lateks
a. Proses Sortasi
Sortasi dimaksudkan untuk menyeleksi dan mengelompokkan bahan olah
berdasarkan jenis bahan olah, kebersihan (kandungan kontaminan), ketebalan
dan jenis koagulan serta asal bahan olah sesuai standar. Biasanya sortasi
dilakukan saat penerimaan bahan olah, dengan cara memotong bahan olah
menjadi 2 atau 4 bagian menggunakan pisau pemotong berputar. Cara ini
ditempuh mengingat ketebalan dan kebersihan bahan olah karet rakyat masih
beragam. Bahan yang tidak memenuhi ketentuan SNI 06 -2047 – 2002,
dipisahkan dan tidak diproses sebagai bahan baku SIR. Dalam keadaan
tertentu, mutu teknis bahan olah seperti Po, PRI, kadar kotoran dan kadar abu
dianalisis. Bahan olah hasil sortasi kemudian ditempatkan berkelompok sesuai
golongan yang telah ditetapkan dan diberi label. Komposisi campuran bahan
olah perlu diatur dan dijaga agar produk SIR memenuhi spesifikasi dan
konsisten.
b. Pencacahan dan Pencampuran

Sebelum dicacah, bahan olah yang ukurannya masih tebal (slab, ojol) dibelah
dengan slab cutter. Bahan olah yang relatif kotor, sebelum dicacah, dilewatkan
melalui alat pembersih berupa drum berputar yang dilengkapi penyemprot air
(Rotary Screen Washer) untuk membersihkan kotoran permukaan yang menempel
pada bahan olah. Bahan olah dipecah dengan prebreaker hingga ukurannya
menjadi 3 – 5 cm. Bila dianggap perlu, bahan olah yang keluar dari prebreaker
dilewatkan melalui drum berputar yang mempunyai ukuran saringan lebih kecil.
Kemudian bahan olah ditampung dalam bak makroblending. Dalam bak
makroblending, terjadi proses pencucian dan pencampuran bahan olah.
Bahan olah dipecah dengan prebreaker hingga ukurannya menjadi 3–5 cm. Bila
dianggap perlu, bahan olah yang keluar dari prebreaker dilewatkan melalui drum
berputar yang mempunyai ukuran saringan lebih kecil. Kemudian bahan olah
ditampung dalam bak makroblending. Dalam bak makroblending, terjadi proses
pencucian dan pencampuran bahan olah. Cacahan dipecah lagi menjadi ukuran
lebih kecil (1–4 cm) menggunakan salah satu mesin atau lebih, turbo-mill,
prebreaker II, hammermill I, ekstruder II, granulator 18 inchi. Cacahan yang
diperoleh dicampur lagi dalam bak makroblending II. Cacahan dipecah lagi
menggunakan macera-tor hammermill atau Hammermill II hingga ukuran karet
menjadi 0,5–2 cm. Kemudian cacahan yang dihasilkan dicampur dalam bak
makroblending III. Dalam setiap langkah, diupayakan pemisahan kontaminan.
BAK BLENDING I
Mempermudah pencampuran antara Slab dan Cup Lump
Diisi air yang fungsinya mencuci bahan baku.
Pencucian ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Air akan diganti secara berkala (biasanya
seminggu sekali) untuk menjamin efektifitas pencucian bahan baku
Bahan baku dipindahkan dari Bak Blending I ke mesin Prebreaker.
Bahan baku tadi akan diremahkan menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil.
Dari prebeaker bahan akan masuk ke bak blending II. Untuk meremahkan bahan baku yang ada di Bak Blending II
bahan dimasukan ke dalam Hammer Mill. Pemisahan kontaminasi kotoran dari bahan baku dengan pemukulan dan
pencucian kembali.
Setelah itu bahan dimasukan ke dalam bak blending III, fungsinya hampir sama dengan fungsi Bak Blending yang
sebelumnya yaitu sebagai pencampur dan pencuci untuk mengurangi kontaminasi yang masih ada. Media
transportasi dari Hammer Mill ke mesin proses selanjutnya.
Penggilingan remahan
Mesin Penggilingan remahan disebut Crepper. Roll Gilingan Crepper dibuat berulir/motif bunga agar efek
pemerasan Agar remahan karet sudah menjadi sebuah kesatuan maka perlu dilakukan penggilingan berulang-ulang.
untuk mendapatkan hasil yang homogen.
• Dilakukan penggilingan remahan untuk • Makro Blending merupakan cara
mendapatkan keseragaman bahan baku mengaduk/mixering remahan/bahan
dengan proses mikro dan menjadikannya baku. Proses ini mirip dengan proses
dalam bentuk lembaran (proses Mikro
Blending). membuat adonan campuran beton,
yakni dengan mengaduk semen,
• Proses Mikro Blending cara menggiling pasir, kerikil sehingga didapatkan
remahan yang diatur sedemikian rupa
sehingga remahan saling "tindih" satu sama campuran yang homogen.
lain didalam penggilingan.
• Dari hasil penggilingan remahan ini
• Proses "saling tindih" ini memaksa remahan- bahan akan berbentuk lembaran
remahan karet untuk menjadi satu bagian
yang akhirnya akan menjadi bentuk lembaran.
akhirnya dibuat blanket.
c. Pembuatan Blangket (crep)

Cacahan dijadikan lembaran karet (krep, blanket) dengan menggunakan


macerator 1–2 kali giling dan dilanjutkan dengan kreper 2–3 kali giling
untuk setiap kreper dan biasanya terdapat 3–4 kreper pada setiap jalur.
Hingga membentuk lembaran, cacahan bahan olah digiling 6–12 kali
dengan kreper. Sebelum diumpan ke kreper, dilakukan pelipatan lembaran
blanket untuk penyera-gaman. Selama penggilingan, dialirkan air pencuci.
Lembaran blanket yang dihasilkan mempunyai ketebalan 5–10 mm.
d. Pengeringan Awal

Pada pengolahan SIR 20, terutama yang menggunakan bahan olah dari perkebunan rakyat,
pabrik umumnya melakukan pe-ngeringan awal. Krep hasil gilingan ditimbang kemudian
digulung (dilipat) atau digantung di kamar gantung tanpa dinding agar sirkulasi udara
leluasa dan dibiarkan selama 3–12 hari, bila bahan olah berupa bahan olah tunggal seperti
lump yang dicampur dengan sebagian kecil slab. Bila bahan bokar berupa campuran
berbagai jenis bahan olah karet, pengeringan awal sekitar 2–3 minggu tergantung pada nilai
Po/PRI yang diinginkan. Selama pengeringan awal, terjadi penguapan air secara alami
sehingga beban pengeringan dalam alat pengering mekanis dapat dikurangi.
e. Peremahan

Lembaran krep langsung diremah tanpa melalui tahap pengeringan


awal,dengan menggunakan shreder atau creperham-mermill,
granulator atau ekstruder. Pe-remahan secara basah biasanya
dilakukan pada produksi SIR 20 dengan bahan olah bermutu baik.
Lembaran krep yang telah mengalami pre-drying, dibasahi, digiling
untuk penyeragaman mutu lalu diremahkan dengan menggunakan
alat yang sama seperti peremahan sistem kering.
f. Pengeringan
Hasil remahan dipindahkan ke dalam kotak pengering trolly secara merata dan
tidak terlampau padat. Selanjutnya trolly dimasukkan ke dalam ruang pengering
(dryer) yang bersuhu 115 °C – 120°C selama 2 – 3.5 jam untuk remahan yang telah
mengalami pre-drying dan 3 – 4 jam untuk remahan dengan sistem langsung.
Remahan karet setelah keluar dari dryer didinginkan. Kipas pendingin harus selalu
dijalankan selama dryer beroperasi agar karet pada akhir pengeringan tidak
mengalami pemanasan berlebih. Pendinginan biasanya dilakukan unuk
menghasilkan suhu karet maksimum 40 oC. Kipas pendingin bisa dipasang pada
ujung pengering, atau di luar pengering dengan terlebih dulu mengeluarkan
bandela dari kotak dryer.
Gudang Maturasi (Pemeraman)

• Menyusun blangket-blangket dalam Gudang Maturasi. Proses


Maturasi berlangsung selamat 6 - 8 hari. Biasanya hasil terbaik
didapatkan ketika blangket sudah dimaturasi selama 8 hari. Maturasi
yang lebih dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang lebih baik.
• Bahan baku karet akan menjadi lebih cepat kering dalam proses
Dryer dan kemungkinan terjadinya cacat (white spot) lebih sedikit.
Penambahan umur maturasi tentunya akan berpengaruh kepada
kebutuhan luas Gudang Maturasi.
g. Pengemasan

Remahan karet yang telah dingin ditimbang seberat 33,3 atau 35 kg, diamati dan
dihilangkan jika terdapat white spot/virgin rubber dan kontaminan lainnya,
kemudian dikempa menjadi bandela dengan mesin kempa hidrolik. Lamanya
pengempaan (dwelling time) diatur, paling lama 60 detik untuk setiap bandela.
Selanjutnya bandela dilewatkan pada alat metal detector untuk mengetahui adanya
kontaminan logam. Bandela yang bebas kontaminan dan virgin rubber/white spot
diberi pita mutu yang sesuai dan dikemas dengan plastik kemas. Pengemasan SIR
dapat dilakukan dengan palet kayu atau shrink wrapped atau kotak alumunium
dengan rangka baja.
Sumber Limbah Industri Karet
• Limbah cair karet merupakan air sisa produksi dari pengolahan karet menjadi benang
karet dan air dari pembersihan alat/area. Limbah karet mengandung amoniak dan
nitrogen total yang berbahaya apabila melewati batas standar yang telah ditetapkan
sehingga dapat mencemari air sungai dan lingkungan sekitalnya. Pengolahan limbah
cair tersebut dilakukan dengan menampungnya pada bak penampungan limbah untuk
kemudian diendapkan, dsaring dan sisanya dialirkan ke lingkungan
• Limbah padat yang dihasilkan berupa busa lateks dan sisa slab.Limbah padat hasil
pengolahan dari IPAL berasal dari proses koagulasi kimia dengan Ferosulfat
dikeringkan di drying bed ditampung di bak penampung.
Pengelohan Limbah Cair
Collecting Reservoir
•Air buangan yang berasal dari pengolahan benang karet dialirkan melalui
saluran parit ke bak collecting reservoir. Didalam bak collecting reservoir
terdapat 3 sekat atau sisi dimana pada tiap-tiap pintu/ sekat tersebut ada
terdapat saringan. Bak ini berguna sebagai bak pengontrol sludge atau residu
asam asetat dan karet sehingga diharapkan waste water yang akan mengalir
keproses selanjutnya terbebas dari sludge dan karet tersebut.
Equalisation Basin
Air buangan dari collecting reservoir dialirkan kedalam bak Equalisation
Basin. Proses ini bertujuan untuk mengurangi atau mengembalikan variasi –
variasi karakteristik air limbah agar segera tercapai kondisi yang optimum
pada proses pengolahan selanjutnya. Dengan adanya bak equalisasi ini
diharapkan debit aliran dan beban pencemaran yang bervariasi dapat diubah
menjadi konstan atau mendekati konstan.
Alkalization Basin
Setelah dari bak equalisasi, air kemudian dipompakan kedalam bak alkalization
basin. Proses alkalisasi ini dilakukan untuk memisahkan logam berat dari air limbah
dengan menaikkan pH asam menjadi basa. Dimana dalam hal ini air limbah
mengandung kadar zink yang tinggi, dan zink merupakan salah satu jenis logam yang
mudah terikat dengan zat – zat lainnya.
Pada bak alkalization ini dilakukan pengandjusan larutan caustic soda (penambahan
NaOH 30%) dan penambahan polielektrolit yang secara otomatis akan membentuk
endapan. Dan yang berupa sludge cair akan dialirkan ke bak sedimentasi basin.
Sedimentasi Basin
Air buangan yang berasal dari bak alkalization akan dialirkan kedalam bak sedimentasi. Proses
sedimentasi ini bertujuan untuk mengendapkan fase lumpur yang terdapat pada air limbah sebagai
hasil dari proses alkalisasi. Partikel air harus cukup besar agar dapat diendapkan dalam jangka
waktu tertentu. Kecepatan pengendapan akan berbanding langsung dengan kuadrat diameter
partikel – partikelnya. Jika partikel membentuk aglomerat maka kecepatan akan bertambah besar.
Bak sedimentasi ini berbentuk spiral atau dapat dikatakan berbentuk lingkaran yang mempunyai 3
lapisan. Air limbah yang akan diolah akan masuk kebagian tengah pada bak pengendapan,
kemudian dialirkan kebagian bawah dan kesamping. Pada waktu air mengalir kepermukaan sludge
akan jatuh ke dasar bak secara gravitasi, kemudian air keluar melalui saluran yang dipasang secara
radial.
Lifhting Pump Station
Air limbah dari bak sedimentasi akan dialirkan ke Lifhting pump station, dimana lifhting
pump station ini berfungsi sebagai post sementara untuk pengumpulan phase cair.
Kemudian air akan dimasukkan kedalam neutralisasi Basin.
Neutralisasi Basin
Bak netralisai dilakukan untuk menetralkan air limbah dari pH 10 menjadi pH 7 (netral).
Pada proses ini dilakukan pengadjusan dengan menambahkan asam sulfat 30%. Proses
netralisasi ini bermanfaatuntuk proses biologi, dimana diperlukan pH air limbah antara 6
- 8 sehingga tercapainya kondisi yang optimum.
Bak Aerasi Lagon
Air limbah kemudian dimasukkan ke dalam Bak Aerasi Lagon. Fungsi dari bak aerasi lagon ini adalah untuk
menurunkan kadar COD dan BOD pada air limbah. Bak aerasi inni terdiri dari 5 lagon, dimana setiap lagon
dilengkapi dengan aerator dengan jumlah yang berbeda.
Adapun jumlah aerator pada tiap – tiap lagon yaitu :
• · Lagon I terdapat 105 pcs aerator.
• · Lagon II terdapat 98 pcs aerator.
• · Lagon III terdapat 56 pcs aerator.
• · Lagon IV terdapat 56 pcs aerator.
• · Lagon V terdapat 56 pcs aerator.
Dalam bak aerasi ini terjadi reaksi penguraian zat organic yang terkandung di dalam air buangan secara
biokimia oleh mikroba yang menjadi gas karbin monoksida dan sela yang baru. Jumlah mikroorganisme
dalam lagon akan bertambah banyak dengan dihasilkannya sel – sel yang baru.
Air buangan yang berasal dari lagon yang terakhir yaitu lagon V yang akan dialirkan ke dalam bak clarifier,
dimana pada bak ini terdapat 3 lingkaran. Prinsip kerja dari bak clarifier ini yaitu dengan menggunakan
system spuy. Di dalam clarifier terjadi proses pengendapan, yang dilakukan untuk memisahkan padatan
tepung atau kotoran – kotoran yang mempunyai berat jenis yang lebih rendah dari sludge akan di kembalikan
ke bak equalisasi.
Kemudian air di masukkan ke Post Aeration I dan Post Aeration II. Dimana pada bak ini terjadi penguraian
yang berlangsung dalam kondisi cukup O2 yang berguna untuk kelangsungan kehidupan mikroorganisme.
Dari Post Aeration air buangan dapat dibuang langsung kebadan sungai, yang tentunya terlebih dahulu
dianalisa di dalam laboratorium.
Thickening Basin
Selanjutnya Sludge phase limbah yang berasal dari bak sedimentasi akan dimasukkan ke dalam bak
thickening.
Diagfragma Pump Station (DPS) dan Filter Press
Phase sludge kemudian akan di tarik ke dalam Diagfragma Pump Station, selanjutnya akan dimasukkan ke
dalam Filter Press. Filter press berfungsi untuk mengepress kadar air dalam phase sludge, dan phase sludge
dapat dibuang secara langsung ke lingkungan.
Incenerator
Phase sludge juga dapat dibakar di Incenerator dengan suhu 800◦C. Dimana dari 100 kg phase sludge setelah
dibakar di incinerator akan berukuran menjadi 30 kg, dengan kata lain mengurangi phase sludge sebanyak
70%.

Anda mungkin juga menyukai