b. Fermentasi
Tujuan utama fermentasi adalah untuk mematikan biji sehingga perubahan-perubahan di
dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, serta
perbaikan konsentrasi keping biji.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah:
(a) jumlah biji
(b) tempat fermentasi
(c) tebal lapisan biji dan pengadukan.
Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50oC. Untuk mencapai suhu itu
diperlukan ketebalan biji tertentu. Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji
diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan dua atau tiga kali tergantung tebal
lapisan biji.
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari biji sampai mencapai 4 - 6 %
dan mendapatkan warna kulit biji yang baik (merah cokelat dan mengkilat) serta merata.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara:
1. Dijemur pada sinar matahari langsung (sundrying),
2. Menggunakan alat pengering buatan (artificial drying)
3. Kombinasi antarasundrying dan artificial drying.
e. Sortasi
Sortasi biji dilakukan berdasarkan pada berat biji, kemurnian, warna, bahan ikutan dan
jamur. Dalam menentukan kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar air
turut diperhitungan..
Sortasi biji dilakukan secara visual, dengan membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya.
Sebanyak akar pangkat dua dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung) sebagai
contoh. Dari tiap karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao.
f. Penyimpanan
Biji yang telah disortasi, dimasukkan ke dalam karung goni dengan berat maksimum 60
kg. Penyimpanan biji dapat dilakukan selama tiga bulan tanpa merusak mutu biji. Penyimpanan
yang lebih dari tiga bulan biasanya menyebabkan biji ditumbuhi jamur dan asam lemak bebasnya
meningkat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah sebagai berikut.
a. Biji sebaiknya dikemas dalam karung goni yang bersih dan kuat lalu dijahit dengan rapi.
b. Kadar air biji kakao antara 6 - 7 %.
c. Tempat penyimpanan harus bersih, ventilasi baik dan tidak berbau kurang sedap (berbau
tajam), karena biji kakao mudah menyerap bau di sekitarnya. Selain itu, ruangan juga harus
bebas hama gudang.
d. Tumpukan karung goni diberi alas kayu dengan jarak ± 10 cm dari lantai.
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian nasional
dengan perannya sebagai sumber penghasil devisa negara, menciptakan lapangan kerja, sumber
pendapatan petani, pendorong perkembangan agroindustri dan agribisnis serta pengembangan
wilayah.
Luas perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.475.344 ha. Sentra
pertanaman kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,3%), kemudian disusul beberapa daerah
lainnya seperti Sumatera (16,5%), NTT, NTB dan Bali (4,1 %), Kalimantan (6,3%) serta Maluku
dan Papua (7,2%). Sebagian besar (92,4%) areal pertanaman kakao ini merupakan perkebunan
rakyat dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung 80.999 KK.
Indonesia menjadi produsen kakao kedua terbesar di dunia dengan produksi 758.412 ton
per tahun setelah Pantai Gading (1.380.000 ton per tahun). Ekspor kakao Indonesia mencapai
515.523 ton dengan nilai US$ 1,266.91 juta pada tahun 2009, menjadikan komoditas kakao
sebagai penghasil devisa terbesar ketiga dalam sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit.
Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas
3 dan kelas 4). Hal ini disebabkan oleh penanganan pasca panen kakao belum dilakukan dengan
baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani masih tercampur dengan benda-benda
asing, pengeringan kurang sempurna sehingga menyebabkan tumbuhnya jamur serta volume biji
kakao yang difermentasi relatif masih sedikit sehingga para pedagang pengumpul
mencampurkan antara kakao fermentasi dan non fermentasi.
Petani enggan melakukan fermentasi karena tidak ada perbedaan harga yang signifikan
antara biji kakao asalan dan biji fermentasi. Disatu sisi pembeli tidak mau memberikan
perbedaan harga karena jumlah biji yang difermentasi hanya sedikit. Kegiatan fermentasi
umumnya dilakukan oleh petani secara sporadis atau dalam jumlah dan perlakuan yang berbeda
satu sama lain, sehingga mengakibatkan biji kakao yang difermentasi oleh petani belum dapat
memenuhi baku standar yang dopersyarakatkan.
Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar
internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak
ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor
produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia
terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji
kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan
utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada
pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao. Selain
itu dilaksanakan kegiatan peningkatan mutu kakao melalui pembangunan unit pengolahan biji
kakao non fermentasi menjadi biji kakao fermentasi. Unit fermentasi biji kakao yang dibangun
dilengkapi dengan sarana pendukung seperti kotak fermentasi, mesin pengering, alat ukur kadar
air, timbangan duduk, bangunan unit pengolahan dan bantuan modal kerja untuk pembelian
kakao basah serta pelatihan pasca panen.
Kriteria mutu biji kakao meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta tahapan
proses produksinya. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao,
karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon cita rasa khan kakao dan pengurangan cita
rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.
1. Sortasi Buah
Sortasi buah meupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, hal ini dilakukan untuk
proses pemilahan hasil panen yang masak dan yang baik dari buah yang rusak atau cacat (terkena
serangan hama dan penyakit) dan benda asing lainnya.
3. Pemecahan Buah
Pemecahan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar biji kakao yang dikeluarkan dari kulit
buah dan plasentanya tidak rusak, tidak kotor ataupun terjadinya perubahan warna menjadi
kelabu atau kehitaman. Pemecahan buah sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau dengan
memukulkan buah satu dengan buah lainnya. Setelah buah terbelah, biji kakao diambil dari
belahan buah dan ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan
harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida, minyak dan
kotoran dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari produk akhirnya.
Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran maupun biji cacat, sekaligus
membuang empulur yang melekat di biji, yang selanjutnya ditampung dalam ember plastik
sebelum dimasukkan dalam kotak fermentasi yang terbuat dari kayu. Proses ini harus dilakukan
dengan cepat dan tepat, karena penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada
mutu akibat terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.
4. Fermentasi Biji
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai
organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan
mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan
penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa,
fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga
terjadi fermentasi.
Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga
perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan
aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji membentuk cita rasa khas coklat serta
mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada di dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji kakao
dengan mutu dan aroma yang khas serta warna coklat cerah dan bersih, untuk melepaskan
selaput lendir serta menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur. Faktor yang harus
diperhatikan dalam proses fermentasi adalah :
1. Berat biji kakao yang akan difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan
untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik.
2. Setelah 48 jam proses fermentasi pengadukan atau pembalikan dilakukan.
3. Lama fermentasi optimal adalah 4-5 hari (4 hari bila udara lembab dan 5 hari bila udara
terang). Proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari) menghasilkan
biji "slaty"berwarna ungu agak keabu-abuan dan berstektur pejal. Sedangkan proses fermentasi
yang terlalu lama (lebih dari 5 hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau
berjamur. Keduanya merupakan cacat mutu.
4. Sarana fermentasi yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari kayu yang diberi luang-
lubang.
5. Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu fermentasi 45-49oC.
C. Tanaman Tembakau
Sortasi, Pemeraman, Penghilangan lbu Tulang Daun dan Penggulungan
Sortasi dilakukan dengan memisahkan daun-daun yang kelewat masak; Kemudian dilakukan
pemeraman dengan menyusun daun-daun tegak dengan pangkal daun di bawah.
Setelah pemeraman pertama (2-3 hari) kemudian dilakukan sortasi lagi. Daun-daun yang
terlalu kuning atau masih hijau dipisahkan untuk dijadikan krosok. Daun-daun yang terpilih
dihilangkan ibu tutang daunnya (2/3 bagian dari pangkal batang). Kemudian disusun 15-20
lembar daun dan digulung.
Kemudian gulungan daun diperam lagi 1-2 hari agar pemasakan sempurna.
Perajangan
• Setelah pemeraman selesai gulungan daun dirajang. Hasil rajangan ditam-pung di atas alas
(plastik atau tikar) agar bersih.
• Perajangan dilakukan dini hari, agar tembakau segera dapat dijemur pada saat matahari terbit.
• Setelah daun dirajang, hasil rajangan dicampur dengan hati-hati sampai homogen, sambil diurai
agar lurus. Kemudian daun rajangan diatur dengan rapi di atas anyaman bambu ("bidig") ukuran
bidig 1m x 2.5 m, tebal rajangan tembakau di atas bidig 1-2 cm, sehingga setiap bidig dapat
digunakan untuk 10 kg daun basah.
• Selama perajangan diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dsb.
Pengeringan
• Kemudian bidig dibawa ke luar dan dijemur dengan posisi tegak lurus dengan datangnya
cahaya matahan dan tidak menyentuh tanah (di atas para-para).
• Pada tengah hari dilakukan pembalikan.
• Untuk mutu baik dalam dua hari tembakau harus sudah kering
• Setelah kering didiamkan dahulu agar daun rajangan kering cukup lemas.
• Selama penjemuran diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dan sebagainya
Pembungkusan
• Setelah tembakau rajangan cukup lemas, kemudian digulung dengan hati-hati; Selanjutnya
tembakau ra1angan dibungkus dengan plastik atau tikar. Setiap bungkus berisi 40 kg - 50 kg
rajangan kering.
• Selama pembungkusan diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dan sebagainya.
• Hindari penggunaan tikar yang sudah tua dan rapuh.
Penimbangan Dan Pemasaran
• Setelah selesai pembungkusan dilakukan penimbangan, kemudian tiap-tiap bungkus diberi
catatan.
• Tembakau siap dikirim/dipasarkan ke gudang pembelian.
E. Tanaman Cengkeh
Untuk mendapatkan hasil yang bermutu baik, masalah pengolahan juga perlu untuk
diperhatikan dengan seksama. Pengolahan cengkeh dilakukan dengan melalui beberapa tahap
yaitu sortasi basah, pemeraman, pengeringan, sortasi kering dan penyimpanan.
1. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan segera setelah cengkeh tiba di tempat pengolahan. Sortasi ini
dilakukan dendan memisahkan bunga dari tangkainya dan menempatkannya pada tempat yang
berbeda. Bunga dan tangkai cengkeh perlu dipisahkan karena mempunyai harga da mutu yang
berbeda. Sortasi ini sangatlah penting untuk diperhatikan karena jika tangkai dan bunga
tercampu maka akan menurunkan mutu.
2. Pemeraman
Bunga dan tangkai yang telah dipisahkan, masing-masing dimasukkan kedalam karung atau
peti untuk selanjutnya diperam (fermentasi) selama 24 jam. Selain untuk mempersingkat waktu
pengeringan, pemeraman juga dapat memperbaiki warna cengkeh menjadi cokelat mengkilap.
3. Pengeringan
Setelah pemeraman, proses selanjutnya yaitu pengeringan dengan harapan kadar air cengkeh
turun hingga 12 %-14%. Bila kadar air lebih dari 14% cengkeh mudah terserang jamur sehingga
tidak tahan disimpan. Sedangkan jika kadar air di bawah 12 % cengkeh akan mudah hancur
sehingga mutunya rendah.
Pengeringan dapat dilakukan secara alami atau kombinasi cara buatan dan cara alami.
Pengeringan dengan cara alami dapat dilakukan dengan menjemur cengkeh di bawah terik
matahari dengan menggunakan lantai beton atau anyaman bamboo. Pengeringan secara alami
umumnya tidak mengalami banyak hambatan karena pada umumnya cengkeh dipanen pada
musim kemarau. Apabila tidak ada mendung, cengkeh sudah dapat kering dalam waktu 5-6 hari.
Tanda bahwa cengkeh sudah kering dengan kadar air sekitar 12 %-14 % adalah mudah patah bila
ditekan.
Di perkebunan besar, kadar air diukur dengan alat pengukur kadar air. Pengeringan dengan
cara buatan dilakukan dengan mesin pengering dengan menggunakan bahaan bakar minyak atau
kayu. Namun mesin hanya boleh digunakan untuk mengeringkan cengkeh hingga kadar air 22-25
%. Dengan demikian perlu dilakukan pengeringan dengan cara alami dibawah terik matahari
hingga kadar air mencapai 12-14 %. Pengeringan dengan mesin tidak boleh mencapai kadar air
140 dan suhu lebih dari 56 derajat Celsius karena dapat menyebabkan rusaknya senyawa-
senyawa cengkeh atau hancurnya cengkeh. Kombinasi pengeringan dengan cara alami dan
buatan memiliki bebrapa keuntungan yaitu waktu pengeringan lebih pendek (2-3 hari), aroma
cengkeh lebih tajam serta warna lebih seragam dan megkilap.
G. Tanaman Kopi
Biji kopi yang dapat diperdagangkan adalah berupa biji kering yang sudah terlepas dari
daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya. Butiran biji kopi yang demikian disebut kopi beras
(coffee beans) atau market coffee.
Kopi biji berasal dari kopi gelondong yang telah mengalami beberapa tingkat proses
pengolahan pasca panen. Secara garis besar pengolahan kopi untuk menghasilkan kopi biji
berdasarkan cara kerjanya dibedakan menjadi dua yaitu pengolahan kopi basah (west indische
bereiding) dan dengan cara kering (oost indische bereiding).
Pengolahan kopi di perkebunan besar baik yang dilakukan secara basah maupun kering melalui
tahapan pekerjaan pengumpulan buah. Khususnya dalam pengolahan secara basah memerlukan
banyak air sehingga tempat mesin-mesin pengolahan kopi dipilih yang lebih rendah. Dengan
demikian aliran air akan lancar dan mengangkut buah kopi dari suatu proses ke tahap proses
lainnya.
Dalam pengolahan berskala besar, buah kopi dari kebun diangkut dengan lori, gerobak,
truk dan sebagainya, dikumpulkan dalam suatu bak perendam dengan dasar miring ke pusat. Bak
perendaman ini dasarnya miring ke arah letak corong mesin pengupas buah (pulper). Letak
mesin pulper lebih rendah dari pada dasar bak. Air diisikan ke dalam bak dan diaduk sehingga
buah yang ringan terpisah dari buah yang berat. Buah berat merupakan buah yang masak dan
bernas, sedangkan buah yang terapung adalah buah muda dan rusak.
Buah kopi yang bernas akan masuk corong mesin pulper besar, sedangkan yang ringan
akan masuk diteruskan oleh air ke mesin kecil yang khusus mengupas buah ringan saja. Buah
hijau dan kering dipisahkan tersendiri yang akan diproses secara kering. Bagian yang bukan buah
kopi atau benda asing berupa batu kerikil, pasir dan tanah akan terpisahkan dibagian dasar bak
dan secara berkala akan dibuang.
Buah kopi yang berwarna merah jangan tercampur dengan buah yang terlewat masak dan
buah muda. Buah yang masak tersebut harus cepat dikupas, karena sari buah akan mengalami
fermentasi. Buah kopi harus segera dikelupas dalam waktu 12 – 20 jam, bila tidak akan terjadi
pemanasan akibat dari respirasi atau fermentasi buah.
H. Tanaman Teh
Waktu memetik teh, jangan menggenggam pucuk terlalu banyak. Pucuk hasil petikan
ditempatkan di dalam keranjang 10 kg yang digendong di atas punggung. Waring (keranjang
bambu) digunakan untuk menampung hasil petikan dengan ukuran minimal 150 x 160 cm
dengan daya muat 20 kg (maksimal 25 kg). Tempatkan waring dalam keadaan terbuka dan tidak
ditumpuk di tempat teduh (di los).
I. Tanaman Karet
Karet dalam bentuk slab sering terjadi manipulasi bobot bahan olah karet (dengan cara
mencampur bokar dengan bahan ikutan lainnya yang mengakibatkan mutu slab menjadi rendah
dan inefisiensi dalam proses serta transportasi. Pencampuran ini untuk mendapatkan tambahan
berat timbangan dengan cara yang tidak wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini dimanfaatkan
oleh pedagang perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui tekanan harga kepada petani.
Penanganan Bokar
1. Lateks Kebun
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar
yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam
bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan
yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.
Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi. Prakoagulasi akan
menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dan krep (crepe), sedangkan
dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masalah.
Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas
mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta
adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat
(b) Lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa banyak goncangan
(c) Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung
(d) Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3).
PUSTAKA
M.Sultoni Arifin, Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kopi. Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung. Bandung.
Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Kakao. Badan Pelaksana Protek
Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta Nasional. Bandung.
http://budidayanews.blogspot.com/2011/04/budidaya-tanaman-Karet.html
http://mangtolib.blogspot.com/2011/12/budidaya-tanaman-Cengkeh-.html
http://www.pandaisikek.net/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=44
http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2268302-penanganan-panen-dan-pasca-
panen/#ixzz2I1jq2tu7