Anda di halaman 1dari 20

3.

5 mengevaluasi pemanenan hasil perkebunan


MENANGANI PASCA PANEN TANAMAN PERKEBUNAN
A.   Tanaman Kelapa Sawit
Hasil terpenting dari tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit yang diperoleh dari
ekstraksi daging buah (pericarp). Hasil lain yang tidak kalah pentingnya adalah minyak inti sawit
atau kernel yang  juga diperoleh dengan cara ekstraksi.
Pertama tandan buah diletakkan di piringan. Buah yang lepas disatukan  dan dipisahkan
dari tandan. Kemudian tandan buah dibawa ke Tempat Pengumpulan Buah (TPH) dengan truk
tanpa ditunda. Di TPH tandan  diatur berbaris 5 atau 10. Buah kelapa sawit harus segera diangkut
ke pabrik untuk segera diolah. Penyimpanan menyebabkan kadar asam lemak bebas tinggi.
Pengolahan dilakukan paling lambat 8 jam setelah panen.
Di pabrik buah akan direbus, dimasukkan ke mesin pelepas buah, dilumatkan didalam
digester, dipres dengan mesin untuk mengeluarkan minyak dan dimurnikan. Sisa pengepresan
berupa ampas dikeringkan untuk memisahkan biji dan sabut. Biji dikeringkan dan dipecahkan
agar inti (kernel) terpisah dari cangkangnya.
 
Tahapan dari pengolahan buah kelapa sawit adalah sebagai berikut:
1.         Perebusan (sterilisasi) TBS
TBS yang masuk ke dalam pabrik selanjutnya direbus di dalam sterilizer.  Buah direbus
dengan tekanan 2,5-3 atm dan suhu 130 oC selama 50-60 menit.  Tujuan perebusan TBS adalah:
- Menonaktifkan enzim Lipase yang dapat menstimulir pembentukan free fatty          acid
- Membekukan protein globulin sehingga minyak mudah dipisahkan dari air
- Mempermudah perontokan buah
- Melunakkan buah sehingga mudah diekstraksi
2.                 Perontokan Buah
Dalam tahap ini buah selanjutnya dipisahkan dari tandannya dengan menggunakan mesin
thresher.  Tandan kosong disalurkan ke tempat pembakaran atau digunakan sebagai bahan pupuk
organik.  Sedangkan buah yang telah dirontokkan selanjutnya dibawa ke mesin pelumatan. 
Selama proses perontokan buah, minyak dan kernel yang terbuang sekitar 0.03%.
3.    Pelumatan Buah
Proses pelumatan buah adalah dengan memotong dan mencacah buah di dalam steam jacket
yang dilengkapi dengan pisau berputar.  Suhu di dalam steam jacket sekitar 85-90 oC.
Tujuan dari pelumatan buah adalah :
- Menurunkan kekentalan minyak
- Membebaskan sel-sel yang mengandung minyak dari serat buah
- Menghancurkan dinding sel buah sampai terbentuk pulp
4.    Pengempaan (ekstraksi minyak sawit)
Proses pengempaan bertujuan untuk membantu mengeluarkan minyak dan melarutkan sisa-
sisa minyak yang terdapat di dalam ampas.  Proses pengempaan dilakukan dengan melakukan
penekanan dan pemerasan pulp yang dicampur dengan air yang bersuhu 95 oC. Selain itu proses
ekstraksi minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara sentrifugasi, bahan pelarut dan
tekanan hidrolis.
5.    Pemurnian (klarifikasi minyak)
Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari mesin ekstraksi minyak sawit umumnya masih
mengandung kotoran berupa tempurung, serabut dan air sekitar 40-45% air.  Untuk itu perlu
dilakukan pemurnian minyak kelapa sawit.  Persentase minyak sawit yang dihasilkan dalam
proses pemurnian ini sekitar 21%.   Proses pemurnian minyak kelapa sawit terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:
a. Pemurnian minyak di dalam tangki pemisah (clarification tank)
Prinsip dari proses pemurnian minyak di tangki pemisah adalah melakukan pemisahan bahan
berdasarkan berat jenis bahan sehingga campuran minyak kasar dapat terpisah dari air.
b. Sentrifusi minyak
Dalam tahap ini minyak dimurnikan dari berbagai macam kotoran yang lebih halus lagi. 
Hasil akhir dari proses sentrifusi ini adalah minyak dengan kadar kotoran kurang dari 0,01%.
c. Pengeringan hampa
Dalam tahap ini kadar air minyak diturunkan sampai 0,1%.  Proses pengeringan hampa
dilakukan dalam kondisi suhu 95 oC dan tekanan -75 cmHg.
d. Pemurnian minyak di dalam tangki lumpur
Proses pemurnian di dalam tangki lumpur bertujuan untuk memisahkan minyak dari lumpur.
e. Strainer
Dalam tahap ini minyak dimurnikan dari sampah-sampah halus. 
f. Pre Cleaner
Proses pre cleaner bertujuan untuk memisahkan pasir-pasir halus dari slude.
g. Sentrifusi lumpur
Dalam tahap ini minyak dimurnikan kembali dari air dan kotoran.  Prinsip yang digunakan
adalah dengan memisahkan bahan berdasarkan berat jenis masing-masing bahan.
h. Sentrifusi Pemurnian minyak
Tahap ini hampir sama dengan sentrifusi lumpur, hanya putaran sentrifusi lebih cepat.
i. Pengeringan minyak
Dalam proses pengeringan minyak kadar air yang terkandung di dalam minyak diturunkan. 
Proses ini berlangsung dalam tekanan -75 cmHg dan suhu 95 oC.
6.    Pemisahan Biji Dengan Serabut (Depeicarping)
Ampas buah yang masih mengandung serabut dan biji diaduk dan dipanaskan sampai
keduanya terpisah.  Selanjutnya dilakukan pemisahan secara pneumatis.  Serabut selanjutnya
dibawa ke boiler, sedangkan biji disalurkan ke dalam nut cleaning atau polishing drum. 
Tujuannya adalah agar biji bersih dan seragam. 
7.    Pengeringan Dan Pemisahan Inti Sawit Dari Cangkang
Setelah dipisahkan dari serabut selanjutnya biji dikeringkan di dalam silo dengan suhu 56 oC
selama 12-16 jam.  Kadar air biji diturunkan sampai 16%.  Proses pengeringan mengakibatkan
inti sawit menyusut sehingga mudah untuk dipisahkan. Untuk memisahkan inti sawit dari
tempurungnya digunakan alat hydrocyclone separator. Setelah terpisah dari tempurungnya inti
sawit selanjutnya dicuci sampai bersih.  Proses selanjutnya inti dikeringkan sehingga kadar
airnya tinggal 7,5%. Proses pengeringan dilakukan dalam suhu di atas 90 oC
B.                Tanaman Kakao
a.          Teknik Memetik Buah Kakao
Untuk memanen kakao digunakan pisau tajam. Jika buah tinggi maka pisau
disambungkan dengan bambu. Pisau berbentuk huruf L, dengan bagian tengah agak melengkung.
Selama memanen buah kakao harus diusahakan untuk tidak melukai batang/cabang yang
ditumbuhi buah. Pelukaan akan mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat
tersebut untuk periode berikutnya.

b.        Fermentasi
Tujuan utama fermentasi adalah untuk mematikan biji sehingga perubahan-perubahan di
dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, serta
perbaikan konsentrasi keping biji.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi adalah:
 (a) jumlah biji
 (b) tempat fermentasi
 (c) tebal lapisan biji dan pengadukan.
Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50oC. Untuk mencapai suhu itu
diperlukan ketebalan biji tertentu. Agar fermentasi terjadi secara merata pada seluruh biji
diperlukan pengadukan. Pengadukan biasanya dilakukan dua atau tiga kali tergantung tebal
lapisan biji.

c.         Perendaman Dan Pencucian


Tujuan perendaman ialah:
(a) untuk meningkatkan persentase biji bulat dan berat biji
(b) untuk mengurangi keasaman biji kakao kering
(c) untuk memperbaiki warna kulit biji.
Selain itu perendaman biji juga bertujuan untuk , menghentikan proses fermentasi,
memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna
hitam pada biji.
Perendaman dilakukan dalam air selama ± 3 jam. Alat yang digunakan adalah terbuat
dari kayu berukuran 200 x 100 x 90 cm, tetapi tidak berlubang- lubang yang memuat biji bersih
± 1 ton dan air untuk merendam. Bisa pula dipergunakan bak porselin (tetapi terlalu mahal).

d.          Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dari biji sampai mencapai 4 - 6 %
dan mendapatkan warna kulit biji yang baik (merah cokelat dan mengkilat) serta merata.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara:
1. Dijemur pada sinar matahari langsung (sundrying),
2. Menggunakan alat pengering buatan (artificial drying)
3. Kombinasi antarasundrying dan artificial drying.

Pada perkebunan besar biasanya menggunakan cara kombinasi. Pada prinsipnya


penjemuran adalah cara pengeringan yang lebih baik, namun karena mungkin cuaca yang
berubah-ubah dan jumlah yang dikeringkan banyak, maka lebih sering digunakan cara kombinasi
tersebut
Pada pengeringan dengan panas matahari biji kakao dihamparkan pada  lantai jemur
dengan ketebalan 5 cm (2 - 3 lapis biji). Penggunaan alas pada lantai  jemur seperti kepang atau
tikar akan menghasilkan biji kering lebih baik daripada langsung dihamparkan di atas lantai
semen. Selama penjemuran diadakan pembalikan 1-3 jam sekali. Pada saat hujan dan pada saat
malam hari sebaiknya biji diangkat dari tempat penjemuran. Lama penjemuran tergantung pada
cuaca (intensitas penyinaran, awan dan hujan). Pada umumnya dengan cuaca yang baik (cerah)
waktu penjemuran antara 5 - 7 hari. Apabila cuaca kurang baik, misalnya terjadi hujan atau
berawan maka pengeringan kurang sempurna sehingga biji berjamur dan bermutu rendah.
Dengan alat pengering barico drier biji kakao dihamparkan pada kasa, selanjutnya
dihembusi udara panas 35 - 45oC dari bagian bawah, selama 32 jam dengan pembalikan biji
setiap 3 jam. Pada tahap berikutnya biji dimasukkan ke dalam peti pengering selama 24 jam dan
dipanasi dengan suhu 46 - 50oC.

e.       Sortasi
Sortasi biji dilakukan berdasarkan pada berat biji, kemurnian, warna, bahan ikutan dan
jamur. Dalam menentukan kualitas biji faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar air
turut diperhitungan..
Sortasi biji dilakukan secara visual, dengan membuang biji-biji yang jelek dan rendah mutunya.
Sebanyak akar pangkat dua dari sejumlah karung diambil (maksimum 30 karung) sebagai
contoh. Dari tiap karung diambil 500 gram untuk keperluan analisis mutu biji kakao.

f.       Penyimpanan
Biji yang telah disortasi, dimasukkan ke dalam karung goni dengan berat maksimum 60
kg. Penyimpanan biji dapat dilakukan selama tiga bulan tanpa merusak mutu biji. Penyimpanan
yang lebih dari tiga bulan biasanya menyebabkan biji ditumbuhi jamur dan asam lemak bebasnya
meningkat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah sebagai berikut.

a.       Biji sebaiknya dikemas dalam karung goni yang bersih dan kuat lalu dijahit dengan rapi.
b.      Kadar air biji kakao antara 6 - 7 %.
c.       Tempat penyimpanan harus bersih, ventilasi baik dan tidak berbau kurang sedap (berbau
tajam), karena biji kakao mudah menyerap bau di sekitarnya. Selain itu, ruangan juga harus
bebas hama gudang.
d.      Tumpukan karung goni diberi alas kayu dengan jarak ± 10 cm dari lantai.
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian nasional
dengan perannya sebagai sumber penghasil devisa negara, menciptakan lapangan kerja, sumber
pendapatan petani, pendorong perkembangan agroindustri dan agribisnis serta pengembangan
wilayah.
Luas perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.475.344 ha. Sentra
pertanaman kakao Indonesia tersebar di Sulawesi (63,3%), kemudian disusul beberapa daerah
lainnya seperti Sumatera (16,5%), NTT, NTB dan Bali (4,1 %), Kalimantan (6,3%) serta Maluku
dan Papua (7,2%). Sebagian besar (92,4%) areal pertanaman kakao ini merupakan perkebunan
rakyat dengan jumlah petani yang terlibat secara langsung 80.999 KK.
Indonesia menjadi produsen kakao kedua terbesar di dunia dengan produksi 758.412 ton
per tahun setelah Pantai Gading (1.380.000 ton per tahun). Ekspor kakao Indonesia mencapai
515.523 ton dengan nilai US$ 1,266.91 juta pada tahun 2009, menjadikan komoditas kakao
sebagai penghasil devisa terbesar ketiga dalam sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit.
Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas
3 dan kelas 4). Hal ini disebabkan oleh penanganan pasca panen kakao belum dilakukan dengan
baik dan benar sehingga kakao yang dihasilkan oleh petani masih tercampur dengan benda-benda
asing, pengeringan kurang sempurna sehingga menyebabkan tumbuhnya jamur serta volume biji
kakao yang difermentasi relatif masih sedikit sehingga para pedagang pengumpul
mencampurkan antara kakao fermentasi dan non fermentasi.
Petani enggan melakukan fermentasi karena tidak ada perbedaan harga yang signifikan
antara biji kakao asalan dan biji fermentasi. Disatu sisi pembeli tidak mau memberikan
perbedaan harga karena jumlah biji yang difermentasi hanya sedikit. Kegiatan fermentasi
umumnya dilakukan oleh petani secara sporadis atau dalam jumlah dan perlakuan yang berbeda
satu sama lain, sehingga mengakibatkan biji kakao yang difermentasi oleh petani belum dapat
memenuhi baku standar yang dopersyarakatkan.
Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar
internasional dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban pajak
ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor
produk kakao (5%), kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia
terus menyusut (Suryani, 2007). Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao (non olahan).
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji
kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan
utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada
pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao.   Selain
itu dilaksanakan kegiatan peningkatan mutu kakao melalui pembangunan unit pengolahan biji
kakao non fermentasi menjadi biji kakao fermentasi. Unit fermentasi biji kakao yang dibangun
dilengkapi dengan sarana pendukung seperti kotak fermentasi, mesin pengering, alat ukur kadar
air, timbangan duduk, bangunan unit pengolahan dan bantuan modal kerja untuk pembelian
kakao basah serta pelatihan pasca panen.
Kriteria mutu biji kakao meliputi aspek fisik, cita rasa dan kebersihan serta tahapan
proses produksinya. Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao,
karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon cita rasa khan kakao dan pengurangan cita
rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat.
1. Sortasi Buah
     Sortasi buah meupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, hal ini dilakukan untuk
proses pemilahan hasil panen yang masak dan yang baik dari buah yang rusak atau cacat (terkena
serangan hama dan penyakit) dan benda asing lainnya.

2. Pemeraman atau Penyimpanan Buah


     Tujuannya adalah untuk mengurangi kandungan pulpa yang melapisi biji kakao karena
dengan pulpa yang berlebihan akan menghambat proses fermentasi. Tujuan lainnya yaitu untuk
menunggu terkumpulnya buah kakao mencapai 400-500 buah atau setara dengan 35-40 kg biji
kakao basah, yang merupakan persyaratan minimal untuk proses fermentasi dapat dilakukan.
Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao selama 5-12 hari atau tergantung
kondisi tingkat kematangan buah. Buah dimasukkan dalam keranjang atau karung goni dan atau
diletakkan dipermukaan tanah dengan diberi alas daun kering, kemudian permukaan tumpukan
ditutup dengan daun kering. Selama proses pemeraman agar selalu diawasi perkembangan
kematangan buah, hal ini untuk menghindari kerusakan atau pembusukan buah.

3. Pemecahan Buah
     Pemecahan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar biji kakao yang dikeluarkan dari kulit
buah dan plasentanya tidak rusak, tidak kotor ataupun terjadinya perubahan warna menjadi
kelabu atau kehitaman. Pemecahan buah sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau dengan
memukulkan buah satu dengan buah lainnya. Setelah buah terbelah, biji kakao diambil dari
belahan buah dan ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan
harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida, minyak dan
kotoran dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari produk akhirnya.
      Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran maupun biji cacat, sekaligus
membuang empulur yang melekat di biji, yang selanjutnya ditampung dalam ember plastik
sebelum dimasukkan dalam kotak fermentasi yang terbuat dari kayu. Proses ini harus dilakukan
dengan cepat dan tepat, karena penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada
mutu akibat terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.

4. Fermentasi Biji
     Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai
organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan
mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan
penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa,
fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga
terjadi fermentasi.     
     Tujuan fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga
perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan
aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji membentuk cita rasa khas coklat serta
mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada di dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji kakao
dengan mutu dan aroma yang khas serta warna coklat cerah dan bersih, untuk melepaskan
selaput lendir serta menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur. Faktor yang harus
diperhatikan dalam proses fermentasi adalah : 
1. Berat biji kakao yang akan difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan
untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik.
2.  Setelah 48 jam proses fermentasi pengadukan atau pembalikan dilakukan.
3.  Lama fermentasi optimal adalah 4-5 hari (4 hari bila udara lembab dan 5 hari bila udara
terang). Proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari) menghasilkan
biji "slaty"berwarna ungu agak keabu-abuan dan berstektur pejal. Sedangkan proses fermentasi
yang terlalu lama (lebih dari 5 hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau
berjamur. Keduanya merupakan cacat mutu.
4.  Sarana fermentasi yang ideal adalah dengan menggunakan kotak dari kayu yang diberi luang-
lubang.
5.  Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu fermentasi 45-49oC.

Cara fermentasi dengan kotak kayu :


a. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti pertama (tingkat atas) sampai ketinggian 40 cm,
kemudian permukaannya ditutup dengan karung goni atau daun pisang kering.
b.  Setelah 48 jam (2 hari), biji kakao dibalik dengan cara dipindahkan ke peti kedua sambil
diaduk.
c.  Setelah 4 - 5 hari, biji kakao dikeluarkan dari peti fermentasi dan siap untuk proses
selanjutnya.
d.  Perendaman dan Pencucian Biji
     Perendaman dna pencucian biji bukan merupakan cara yang baku, namun dilakukan atas
dasar permintaan pasar. Pencucian ditujukan untuk mengurangi kadar kulit/pulpa atau kadar
kotoran lain, dapat mempercepat proses pengeringan serta memperbaiki penampakan biji. Biji
direndam selama 1-3 jam, kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau mekanis.
e.  Pengeringan Biji
     Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao sampai 7,5 % sehingga aman
untuk disimpan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran (dilakukan diatas para-
para atau lantai jemur, waktu penjemuran 7-9 hari), cara mekanis yaitu dengan menggunakan
alat pengering (diperlukan waktu 40-50 jam), dan cara kombinasi (dilakukan penjemuran terlebih
dahulu selama 1-2 hari atau tergantung cuaca hingga mencapai kadar air 12-30%, setelah biji
kakao dijemur kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering diperlukan waktu selama 15-20
jam untuk dapat mencapai kadar air maksimal 7,5%.
f. Sortasi Biji Kering
     Sortasi biji dimaksudkan untuk memilah biji kakao berdasarkan ukuran dan memisahkan dari
kotoran atau benda asing lainnya seperti batu,kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan dengan
menggunakan ayakan atau mesin sortasi yang memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran.Sesuai
dengan SNI biji kakao No. 2323-2008, biji kakao dikelompokkan ke dalam lima kriteria yaitu :
1. Mutu AA  :  Jumlah biji maksimum 85 per 100gram
2. Mutu A     :  Jumlah biji 86-100 per 100 gram
3. Mutu B     :  Jumlah biji 101-110 per 100 gram
4. Mutu C     :  Jumlah biji 111-120 per 100 gram
5. Mutu S      :  Jumlah lebih besar dari 120 biji pe 100 gram
5. Penyimpanan
    Biji kakao kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap karung goni diisi 60 kg biji kakao
kering kemudian karung tersebut disimpan dalam ruangan yang bersih, kering dan memiliki
lubang pergantian udara. Antara lantai dan wadah biji kakao diberi jarak ± 8 cm dan jarak dari
dinding ± 60 cm. Biji kakao dapat disimpan selama ± 3 bulan.

C.   Tanaman Tembakau
  Sortasi, Pemeraman, Penghilangan lbu Tulang Daun dan Penggulungan
Sortasi dilakukan dengan memisahkan daun-daun yang kelewat masak; Kemudian dilakukan
pemeraman dengan menyusun daun-daun tegak dengan pangkal daun di bawah.
      Setelah pemeraman pertama (2-3 hari) kemudian dilakukan sortasi lagi. Daun-daun yang
terlalu kuning atau masih hijau dipisahkan untuk dijadikan krosok. Daun-daun yang terpilih
dihilangkan ibu tutang daunnya (2/3 bagian dari pangkal batang). Kemudian disusun 15-20
lembar daun dan digulung.
 Kemudian gulungan daun diperam lagi 1-2 hari agar pemasakan sempurna.
  Perajangan
• Setelah pemeraman selesai gulungan daun dirajang. Hasil rajangan ditam-pung di atas alas
(plastik atau tikar) agar bersih.
• Perajangan dilakukan dini hari, agar tembakau segera dapat dijemur pada saat matahari terbit.
• Setelah daun dirajang, hasil rajangan dicampur dengan hati-hati sampai homogen, sambil diurai
agar lurus. Kemudian daun rajangan diatur dengan rapi di atas anyaman bambu ("bidig") ukuran
bidig 1m x 2.5 m, tebal rajangan tembakau di atas bidig 1-2 cm, sehingga setiap bidig dapat
digunakan untuk 10 kg daun basah.
• Selama perajangan diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dsb.
  Pengeringan 
• Kemudian bidig dibawa ke luar dan dijemur dengan posisi tegak lurus dengan datangnya
cahaya matahan dan tidak menyentuh tanah (di atas para-para).
• Pada tengah hari dilakukan pembalikan.
• Untuk mutu baik dalam dua hari tembakau harus sudah kering
• Setelah kering didiamkan dahulu agar daun rajangan kering cukup lemas.
• Selama penjemuran diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dan sebagainya
  Pembungkusan
• Setelah tembakau rajangan cukup lemas, kemudian digulung dengan hati-hati; Selanjutnya
tembakau ra1angan dibungkus dengan plastik atau tikar. Setiap bungkus berisi 40 kg - 50 kg
rajangan kering.
• Selama pembungkusan diusahakan agar tidak terjadi kontaminasi (tercampurnya) benda asing
seperti potongan tali rafia, tikar, bulu ayam, kertas, kerikil, daun-daun lainnya dan sebagainya.
• Hindari penggunaan tikar yang sudah tua dan rapuh.
  Penimbangan Dan Pemasaran
• Setelah selesai pembungkusan dilakukan penimbangan, kemudian tiap-tiap bungkus diberi
catatan.
• Tembakau siap dikirim/dipasarkan ke gudang pembelian.

E.   Tanaman Cengkeh
Untuk mendapatkan hasil yang bermutu baik, masalah pengolahan juga perlu untuk
diperhatikan dengan seksama. Pengolahan cengkeh dilakukan dengan melalui beberapa tahap
yaitu sortasi basah, pemeraman, pengeringan, sortasi kering dan penyimpanan.

1. Sortasi basah
       Sortasi basah dilakukan segera setelah cengkeh tiba di tempat pengolahan. Sortasi ini
dilakukan dendan memisahkan bunga dari tangkainya dan menempatkannya pada tempat yang
berbeda. Bunga dan tangkai cengkeh perlu dipisahkan karena mempunyai harga da mutu yang
berbeda. Sortasi ini sangatlah penting untuk diperhatikan karena jika tangkai dan bunga
tercampu maka akan menurunkan mutu.

2. Pemeraman
       Bunga dan tangkai yang telah dipisahkan, masing-masing dimasukkan kedalam karung atau
peti untuk selanjutnya diperam (fermentasi) selama 24 jam. Selain untuk mempersingkat waktu
pengeringan, pemeraman juga dapat memperbaiki warna cengkeh menjadi cokelat mengkilap.

3. Pengeringan
       Setelah pemeraman, proses selanjutnya yaitu pengeringan dengan harapan kadar air cengkeh
turun hingga 12 %-14%. Bila kadar air lebih dari 14% cengkeh mudah terserang jamur sehingga
tidak tahan disimpan. Sedangkan jika kadar air di bawah 12 % cengkeh akan mudah hancur
sehingga mutunya rendah.
       Pengeringan dapat dilakukan secara alami atau kombinasi cara buatan dan cara alami.
Pengeringan dengan cara alami dapat dilakukan dengan menjemur cengkeh di bawah terik
matahari dengan menggunakan lantai beton atau anyaman bamboo. Pengeringan secara alami
umumnya tidak mengalami banyak hambatan karena pada umumnya cengkeh dipanen pada
musim kemarau. Apabila tidak ada mendung, cengkeh sudah dapat kering dalam waktu 5-6 hari.
Tanda bahwa cengkeh sudah kering dengan kadar air sekitar 12 %-14 % adalah mudah patah bila
ditekan.
       Di perkebunan besar, kadar air diukur dengan alat pengukur kadar air. Pengeringan dengan
cara buatan dilakukan dengan mesin pengering dengan menggunakan bahaan bakar minyak atau
kayu. Namun mesin hanya boleh digunakan untuk mengeringkan cengkeh hingga kadar air 22-25
%. Dengan demikian perlu dilakukan pengeringan dengan cara alami dibawah terik matahari
hingga kadar air mencapai 12-14 %. Pengeringan dengan mesin tidak boleh mencapai kadar air
140 dan suhu lebih dari 56 derajat Celsius karena dapat menyebabkan rusaknya senyawa-
senyawa cengkeh atau hancurnya cengkeh. Kombinasi pengeringan dengan cara alami dan
buatan memiliki bebrapa keuntungan yaitu waktu pengeringan lebih pendek (2-3 hari), aroma
cengkeh lebih tajam serta warna lebih seragam dan megkilap.

4. Sortasi kering dan Pengemasan


       Pada tahap sortasi, cengkeh dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara ditampi
menggunakan tampah. Cengkeh yang sudah bersih dimasukkan ke dalam karung kecil
berkapasitas 30-40 kg atau karung berkapasitas 50-60 kg kemudian dijahit zigzag. Cengkeh yang
telah dikemas dalam karung siap untuk dipasarkan atau disimpan untuk bebrapa waktu.
Penyimpanan dilakukan di gudang yang tidak lembab, mempunyai banyak ventilasi dan berlantai
semen. Di atas lantai dibuat para-para dari balok kayu yang kuat setinggi 25-30 cm kemudian
karung berikut cengkehnya disusun di atasnya.

G.  Tanaman Kopi
Biji kopi yang dapat diperdagangkan adalah berupa biji kering yang sudah terlepas dari
daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya. Butiran biji kopi yang demikian disebut kopi beras
(coffee beans) atau market coffee.
Kopi biji berasal dari kopi gelondong yang telah mengalami beberapa tingkat proses
pengolahan pasca panen. Secara garis besar pengolahan kopi untuk menghasilkan kopi biji
berdasarkan cara kerjanya dibedakan menjadi dua yaitu pengolahan kopi basah (west indische
bereiding) dan dengan cara kering (oost indische bereiding).
Pengolahan kopi di perkebunan besar baik yang dilakukan secara basah maupun kering melalui
tahapan pekerjaan pengumpulan buah. Khususnya dalam pengolahan secara basah memerlukan
banyak air sehingga tempat mesin-mesin pengolahan kopi dipilih yang lebih rendah. Dengan
demikian aliran air akan lancar dan mengangkut buah kopi dari suatu proses ke tahap proses
lainnya.
Dalam pengolahan berskala besar, buah kopi dari kebun diangkut dengan lori, gerobak,
truk dan sebagainya, dikumpulkan dalam suatu bak perendam dengan dasar miring ke pusat. Bak
perendaman ini dasarnya miring ke arah letak corong mesin pengupas buah (pulper). Letak
mesin pulper lebih rendah dari pada dasar bak. Air diisikan ke dalam bak dan diaduk sehingga
buah yang ringan terpisah dari buah yang berat. Buah berat merupakan buah yang masak dan
bernas, sedangkan buah yang terapung adalah buah muda dan rusak.
Buah kopi yang bernas akan masuk corong mesin pulper besar, sedangkan yang ringan
akan masuk diteruskan oleh air ke mesin kecil yang khusus mengupas buah ringan saja. Buah
hijau dan kering dipisahkan tersendiri yang akan diproses secara kering. Bagian yang bukan buah
kopi atau benda asing berupa batu kerikil, pasir dan tanah akan terpisahkan dibagian dasar bak
dan secara berkala akan dibuang.
Buah kopi yang berwarna merah jangan tercampur dengan buah yang terlewat masak dan
buah muda. Buah yang masak tersebut harus cepat dikupas, karena sari buah akan mengalami
fermentasi. Buah kopi harus segera dikelupas dalam waktu 12 – 20 jam, bila tidak akan terjadi
pemanasan akibat dari respirasi atau fermentasi buah.

H.  Tanaman Teh
Waktu memetik teh, jangan menggenggam pucuk terlalu banyak. Pucuk hasil petikan
ditempatkan di dalam keranjang 10 kg yang digendong di atas punggung. Waring (keranjang
bambu) digunakan untuk menampung hasil petikan dengan ukuran minimal 150 x 160 cm
dengan daya muat 20 kg (maksimal 25 kg). Tempatkan waring dalam keadaan terbuka dan tidak
ditumpuk di tempat teduh (di los).
I.      Tanaman Karet
Karet dalam bentuk slab sering terjadi manipulasi bobot bahan olah karet (dengan cara
mencampur bokar dengan bahan ikutan lainnya yang mengakibatkan mutu slab menjadi rendah
dan inefisiensi dalam proses serta transportasi. Pencampuran ini untuk mendapatkan tambahan
berat timbangan dengan cara yang tidak wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini dimanfaatkan
oleh pedagang perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui tekanan harga kepada petani. 
 Penanganan Bokar
1.       Lateks Kebun 
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar
yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam
bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan
yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.
Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi. Prakoagulasi akan
menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dan krep (crepe), sedangkan
dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masalah. 
Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas
mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta
adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat
(b) Lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa banyak goncangan
(c) Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung
(d) Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3). 

Dalam Penanganan lateks kebun agar melakukan hal-hal sebagai berikut : 


a. Pembersihan Bidang Sadap 
Sebelum penyadapan dimulai, bagian kulit pohon yang akan disadap hendaknya
dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap dua hari sekali pekerjaan membersihkan ini
dapat dilakukan seperlunya saja. 
b. Pengumpulan lateks 
Pengumpulan lateks di kebun pada umumnya dilakukan 4-5 jam setelah penyadapan
pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember atau bedeng dan sisa lateks
dibersihkan dengan menggunakan sudip. Sudip terbuat dari kayu yang dibungkus dengan
selembar karet ban dalam. Bentuk sudip dibuat sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak
sisa lateks dalam mangkuk tersapu bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa secara teratur
serta harus diperbaharui pada waktu tertentu. 
Ember-ember pengumpul lateks yang terbaik ialah ember-ember yang dibuat dari
aluminium atau bejana-bejana yang dilapisi timah putih dan memakai tutup. Ember-ember dari
email lebih murah tapi lebih cepat aus. Untuk mencegah bergoncangnya lateks dalam ember
kadang-kadang para penyadap meletakkan daun-daun di atas permukaan lateks. Hal ini tidak
diperbolehkan karena lateks akan tercemar. Penggunaan drum besi bekas untuk pengumpulan
lateks tidak diperkenankan. meskipun drum tersebut setiap pemakaiannya selalu dicuci.
Ember/wadah pengumpul lateks agar dihindarkan dari sinar matahari, karena suhu yang tinggi
mempercepat terjadinya prakoagulasi. 
c. Pengawetan lateks 
Salah satu bentuk bahan olah karet adalah lateks cair, yang akan diproduksi menjadi
bentuk lateks pekat sebagai bahan baku industri. Untuk mendapatkan lateks tetap cair sampai
ditempat pengolahan lateks pekat, lateks kebun perlu diawetkan karena lateks kebun akan
menggumpal dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Waktu yang diperlukan untuk
pengumpalan alami ini bergantung pada suhu sekitarnya dan kemantapan lateks itu sendiri. 
Sampai saat ini amoniak merupakan pengawet lateks yang masih digunakan dan dipilih
sebagai pengawet baku. Amoniak dapat diperoleh dalam dua bentuk, yaitu gas atau larutan 20%.
Untuk kebutuhan dalam jumlah sedikit, umumnya digunakan larutan amonia 2,5 % per liter
lateks. Kelemahan penggunaan amoniak adalah mudah menguap, sehingga bila dibiarkan terbuka
akan cepat menurun kadarnya dan pada proses penggumpalan diperlukan asam format (semut)
yang lebih banyak. Selain itu, untuk pengawetan lateks dapat juga digunakan Natrium sulfit.
Natrium sulfit diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih berkadar 90% - 98%. Natrium sulfit
bersifat higroskopis dan mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu bahan ini harus disimpan
dalam botol tertutup rapat serta diletakkan di tempat kering dan dingin. Dosis pemakaiannya
adalah 5 - 10 ml larutan Natrium sulfit  10% untuk setiap liter lateks. Amonia atau natrium sulfit
sedapat mungkin ditambahkan ke dalam mangkuk lateks, semakin cepat akan semakin baik. 
d. Pengangkutan lateks 
Lateks kebun yang sudah dibubuhi amoniak dituangkan melalui tabung atau pipa ke
dalam tangki pengangkut. Tangki dilengkapi dengan penyaring 40 mesh yang ukurannya sesuai
lubang masuk. Tangki pengangkut diletakkan dalam truk. Selain tangki pengangkut lateks,
prakoagulump dan skrep yang telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat lalu
diangkut menuju pabrik. 
Lateks yang telah dibubuhi amoniak bereaksi alkalis tidak diperbolehkan kontak dengan
benda yang terbuat dari tembaga, kuningan, seng dan sebagainya karena latek beramoniak akan
bereaksi dengan logam tersebut. Penyaring lateks juga sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
Tangki lateks terbuat dari besi lunak (mild steel) dan dianjurkan dilapisi dengan lilin untuk
mengurangi melekatnya lateks pada sisi-sisi dan alas tangki. Dengan pelapisan lilin juga
memudahkan pembersihkan karena film karet yang melekat dapat dikuliti dengan mudah.
2.          Lump 
Lump mangkuk adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara alamiah dalam
mangkuk. Pada musim penghujan, untuk mempercepat proses pembekuan lateks ditambahkan
asam format/semut atau pembeku asap cair ke dalam mangkuk.

Keuntungan pembuatan lump mangkuk : 


a.    Tenaga kerja relatif lebih sedikit
b.   Tidak ada resiko prakoagulasi
c.    Penanganannya mudah dan praktis. 

Kerugian pembuatan lump mangkuk, diantaranya: 


a.    Masih ada kemungkinan terjadi manipulasi berat yang dilakukan dengan jalan
menambahkan bahan-bahan non-karet
b.   Teknik pengukuran KKK yang akurat tidak mudah, karena tingkat kebersihan dan
pemeraman lump mangkuk yang beraneka ragam
c.    Terjadi penurunan mutu terutama nilai PRI dan laju vulkanisasi akibat penyimpanan yang
tidak memenuhi syarat
d.   Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu prima.

            Persyaratan Mutu Bokar


Untuk mendapatkan hasil bokar yang bermutu baik, maka bahan baku yang digunakan
perlu memenuhi beberapa persyaratan, sebagai berikut: 
a.    Untuk lateks kebun, lateks yang digunakan tidak boleh dicampur dengan air, bubur lateks
ataupun serum lateks dan benda lain seperti kayu ataupun kotoran lain serta berwarna putih dan
berbau segar 
b.   Untuk bokar yang berbentuk koagulum, bahan penggumpal yang digunakan adalah bahan
penggumpal yang direkomendasikan seperti asam format dll. Penggunaan bahan penggumpal
yang tidak direkomendasikan seperti tawas, pupuk TSP, tije, asam dari tanaman hutan dan
gadung harus dihindari. 
c.    Standar Nasional Indonesia Bahan Olah Karet diatur menurut SNI No. 06-2047-2002

PUSTAKA

    M.Sultoni Arifin, Dr. dkk. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kopi. Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung. Bandung.

Rasjid Sukarja, Ir. 1983. Petunjuk Singkat Pengelolaan Kebun Kakao. Badan Pelaksana Protek
Perkebunan Teh Rakyat dan Swasta Nasional. Bandung.

Trubus No. 346. 1998. Kebun Tebu Jepang di Garut. 

http://budidayanews.blogspot.com/2011/04/budidaya-tanaman-Karet.html

http://mangtolib.blogspot.com/2011/12/budidaya-tanaman-Cengkeh-.html
 http://www.pandaisikek.net/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=44
http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2268302-penanganan-panen-dan-pasca-
panen/#ixzz2I1jq2tu7

Anda mungkin juga menyukai