Anda di halaman 1dari 12

Nama : Yolanda laurine Bilote

Nim : 71141121051
Tugas : Ilmu pangan

1. Minyak Goreng
Proses pembuatan minyak goring terdiri dari beberapa tahap:
1. Sterilisasi
Tahap sterilisasi ini dalam pengolahan minyak kelapa sawit secara teknis dilakukan
dengan memberikan steam/ uap air pada tandan dalam suatu alat sterilizer berupa
autoclave besar.
Tujuan sterilisasi dalam pengolahan atau pembuatan minyak tersebut adalah:
a. Merusak enzim lipolitik sehingga dapat mencegah perkembangan asam lemak
bebas,
b. Memudahkan pelepasan buah dari tandan,
c. Melunakkan buah,
d. Mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan minyak.
Distribusi waktu pengolahan selama sterilisasi terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a. Pengeluaran udara,
b. Waktu untuk mencapai tekanan yang diperlukan,
c. Waktu untuk sterilisasi tandan,
d. Pengeluaran uap air,
e. Pembongkaran, penurunan, & reloading.

Bila waktu pengolahan pada tahap sterilisasi terlama lama, maka akan banyak
minyak hilang (3%) serta kernel berwarna kehitaman (gelap). Bila waktu
pengolahan selama tahap sterilisasi terlalu singkat, maka buah akan sulit lepas dari
tandan pada tahap pengolahan selanjutnya, yaitu threshing.

2. Stripping / threshing / pemipilan


Alat yang digunakan pada tahap pengolahan ini disebut sebagai stripper (pemipil),
berfungsi untuk melepaskan buah dari tandannya dengan cara membanting tandan,
sehingga kadangkadang tahap proses ini disebut sebagai tahap proses bantingan
atau tahap pengolahan bantingan, dengan rangkaian peralatan yang disebut sebagai
stasiun bantingan.
Tujuan dari proses stripping atau treshing atau bantingan dalam pengolahan minyak
ini adalah untuk:
a. Pelepasan buah kelapa sawit dari tandannya, hasil pipilannya disebut sebagai
brondolan,
b. Minyak hasil ekstraksi tidak terserap lagi oleh tandan sehingga tidak menurunkan
efisiensi pengolahan,
c. Tandan tidak mempengaruhi volume bahan dalam tahap pengolahan lebih lanjut.
Stripper harus menerima bahan secara tetap sesuai dengan kapasitas selama tahap
pengolahan ini, karena bila terlalu banyak pada awalnya, tandan akan saling
melindungi, sehingga masih ada bahan yang belum terlepas.
Gambar 1.3.1 Alur Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

3. Digesti
Pada tahap pengolahan ini digunakan kettles (tangki silinder tertutup dalam steam
jacket, dimana di dalam tangki terdapat pisau-pisau atau batang-batang yang
terhubung pada poros utama, berfungsi untuk menghancurkan buah yang telah
dipisahkan dari tandannya). Tujuan tahap digesti dalam pengolahan minyak kelapa
sawit adalah untuk:
a.Membebaskan minyak dari perikarp,
b.Menghasilkan temperatur yang cocok bagi massa tersebut untuk dikempa (190° C),
c.Pengurangan volume sehingga dapat meningkatkan efisiensi pengolahan minyak
kelapa sawit,
d.Penirisan minyak yang telah dilepaskan selama tahap pengolahan ini. Di dalam
digester, buah akan hancur akibat adanya gesekan, tekanan, dan pemotongan.
Minyak juga telah mulai dilepaskan dari buahnya pada tahap proses ini. Minyak hasil
digesti keluar melalui lubang di bawah digester, kemudian akan dicampur dengan
minyak hasil dari tahap pengolahan minyak kelapa sawit selanjutnya yaitu tahap
ekstraksi atau pengempaan.

4.Ekstraksi Minyak kelapa sawit


Pada awal tahap pengolahan ini, brondolan tercacah dan keluar dari bagian bawah
digester sudah berupa bubur. Hasil cacahan tersebut kemudian dikempa dalam alat
pengempa yang berada di bawah digester. Umumnya, alat pengempaan yang
digunakan di perusahaan pengolahan minyak kelapa sawit adalah screw press.
Putaran screw mendorong bubur buah ke arah sliding cone pada posisi yang
berlawanan. Minyak keluar dari bubur buah kemudian melewati press cage.
Pengempaan dengan screw press dalam pengolahan tersebut memiliki ciri-ciri:
a.Bekerja dengan tekanan tinggi dimana tekanan tersebut diperoleh dari perputaran
uliran/srew,
b.Berbentuk screw/helix yang berputar dalam wadah,
c.Tekanan terhadap press cake makin besar, karena jarak antar uliran dengan
dinding makin sempit,
d.Tekanan terlalu besar mengakibatkan banyak nut pecah,
e.Cocok untuk kelapa sawit dengan persentase nut kecil dan persentase serabut
besar atau proporsi nut terhadap buah sekitar 20 %.

5.Penjernihan (clarifer)
Penjernihan pada stasiun klarifikasi (kadang disebut sebagai pemurnian minyak)
dalam pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk menjernihkan sehingga diperoleh
minyak dengan mutu sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga baik.
Tahapan klarifikasi dalam industri pengolahan tersebut adalah penyaringan,
pengendapan, sentrigasi, dan pemurnian. Minyak kasar campuran dari digesti dan
pengempaan dialirkan menuju ke saringan getar (vibrating screen) untuk disaring
agar kotoran berupa serabut kasar dapat dipisahkan. Minyak kasar lalu ditampung
dalam tangki penampung minyak kasar (crude oil tank/COT), selanjutnya
dipanaskan hingga suhu/ temperatur 95 – 100oC, dengan tujuan untuk
memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air dan sludge sehingga
sangat membantu dalam proses pengendapan.
Minyak dari COT selanjutnya dialirkan ke tangki pengendap (continous settling
tank/clarifier tank). Di dalam tangki tersebut crude oil terpisah menjadi minyak dan
sludge atau lumpur akibat pengolahan dengan teknik pengendapan. Sludge masih
dapat diambil minyaknya dengan teknik pengolahan minyak kelapa sawit tertentu
misalnya sentrifugasi (centrifuge) atau pemusingan. Pengolahan minyak kelapa
sawit selanjutnya melalui tahap pemurnian.
Proses pembuatan minyak goreng dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
pertama, pembuatan minyak secara tradisional di pedesaan. Kedua, pembuatan
minyak dengan teknologi modern. Proses pengolahan dalam pabrik yang
menggunakan teknologi modern sendiri dapat digolongkan menjadi dua cara yaitu
cara kering dan basah.
a.Cara Basah
Cara Basa terdiri dari cara basah sederhana, cara basah sentrifugasi dan cara basah
fermentasi:
1.Cara basah sederhana dilakukan dengan menghancurkan buah/bahan baku,
kemudian ditambah air dan diperas sehingga mengeluarkan santan. Selanjutnya
dilakukan pemisahan minyak dari santan dengan pemanasan. Santan dipanaskan
sehingga airnya menguap dan tinggal padatan yang menggumpal. Gumpalan padatan
ini disebut blondo (galendo). Minyak dipisahkan dari blondo dengan cara
penyaringan.
2.Cara basah sentrifugasi adalah pemisahan minyak dari santan dapat dilakukan
dengan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500 rpm sehingga
terjadi pemisahan krim dari skim. Selanjutnya krim diasamkan, kemudian diberi
perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari bagian bukan
minyak. Pemisahan minyak dapat juga dilakukan dengan kombinasi pemanasan dan
sentrifugasi. Santan disentrifugasi untuk memisahkan krim. Setelah itu krim
dipanaskan untuk menggumpalkan padatan bukan minyak. Minyak dipisahkan dari
bagian bukan minyak dengan cara sentrifugasi. Minyak yang diperoleh disaring
untuk memperoleh minyak yang bersih.
3.Cara basah fermentasi dimana santan diencerkan dengan air dan dibiarkan selama
8 jam hingga terjadi pemisahan antara “santan prima” dengan air. Santan prima
(kental) itu, keasamannya diturunkan hingga suasana asam (pH 4,2), dengan
menggunakan cuka makan. Campuran ini kemudian dibiarkan 12 - 24 jam. Dalam
proses ini, santan prima terpisah menjadi tiga bagian. Lapisan bawah berupa air,
kemudian galendo dan di bagian atasnya minyak murni. Minyak disaring dengan tisu
atau kain kasa halus, lewat keran yang sudah disiapkan sebelumnya. Minyak yang
terkumpul, kemudian dihangatkan selama selama 15 menit ditambah antioksidan.
Minyak yang dihasilkan, sudah dapat dikemas dan dikonsumsi. Proses ini masih
dapat dilanjutkan ke proses pembuatan minyak berikutnya. Galendo atau blondo itu
mengandung mikroba aktif untuk pembuatan minyak fermentasi. Galendo cair
disemprotkan ke seluruh permukaan dalam galon dan dibiarkan hingga kering.
Kemudian masukkan santan cair dan dibiarkan selama 12 jam dalam kehangatan
temperatur kamar. Setelah kurun waktu itu, minyak akan terpisah sendiri. Proses
selanjutnya, seperti yang pertama yaitu dipanaskan hingga panas kuku selama 15
menit, dan minyak yang dihasilkan siap dikemas.
b.Cara Kering
Cara biasa yaitu dengan pemanasan atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO
dirafinasi, diputihkan (bleached), dan dihilangkan baunya (deodorized), dan hasilnya
biasa disebut refined bleached anddeodorized palm olein (RBDPO). Dari proses ini
didapatkan FFA (4-5 %) dan RBDPO (94 %), sedangkan 1-2 % lainnya merupakan
losses. Lalu RBDPO dipisahkan (fraksinasi) sehingga menghasilkan refined stearin
dan refined olein. Sebagian besar pabrik minyak goreng di Indonesia menggunakan
cara kering ini karena lebih sederhana dan non kimia.

Proses pembuatan minyak goreng dapat pula dijelaskan dengan Gambar berikut.
2. MARGARIN
Margarin dapat dibuat dari lemak hewani, yakni salah satunya diproduksi dari lemak
beef yang disebut oleo-margarine. Margarin sedikitnya mengandung 80% lemak dari
total beratnya. Sisanya (kurang lebih 17-18%) terdiri dari turunan susu skim, air,
atau protein kedelai cair. Dan sisanya 1-3% merupakan garam, yang ditambahkan
sebagai flavor.

Proses Pembuatan
1. Tahap Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak
atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan kaustik soda
(NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.

2. Tahap Bleaching (pemucatan)


Pemucatan ialah suatu proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang
tidak disukai dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampur minyak
dengan sejumlah kecil adsorben, seperti bleaching earth (tanah pemucat), dan
karbon aktif. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan
juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak
misalnya peroksida. (Ketaren,1986).

3. Tahap Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan
menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan
mengurangi ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis.
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon
asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan dengan
menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi daripada
katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena nikel lebih
ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung sejumlah
kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam proses hidrogenasi minyak

4. Tahap Emulsifikasi
Proses Emulsifikasi ini bertujuan untuk mengemulsikan minyak dengan cara
penambahan emulsifier fase cair dan fase minyak pada suhu 80oC dengan tekanan 1
atm. Terdapat dua tahap pada proses Emulsifikasi yaitu
a. Proses pencampuran emulsifier fase minyak
Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam minyak
yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air minyak terutama
dalam penyimpanan. Emulsifier ini contohnya Lechitin sedangkan penambahan b-
karoten pada margarine sebagai zat warna serta vitamin A dan D untuk menambah
gizi.
b. Proses pencampuran emulsifier fase cair
Emulsifier fase cair merupakan bahan tambahan yang tidak larut dalam minyak.
Bahan tambahan ini dicampurkan ke dalam air yang akan dipakai untuk membuat
emulsi dengan minyak. Emulsifier fase cair ini adalah : · garam untuk memberikan
rasa asin TBHQ sebagai bahan anti oksidan yang mencegah teroksidasinya minyak
yang mengakibatkan minyak menjadi rusak dan berbau tengik · Natrium Benzoat
sebagai bahan pengawet (Bailey’s,1950). Vitamin A dan D akan bertambah dalam
minyak. Selain itu minyak akan berbentuk emulsi dengan air dan membentuk
margarin. Beberapa bahan tambahan seperti garam, anti oksidan dan Natrium
benzoat juga akan teremulsi dalam margarin dalam bentuk emulsifier fase cair.
(Bailey’s,1950).
Tabel 1. Jenis emulsifier yang diijinkan untuk pembuatan margarin
3. MENTEGA
Mentega adalah produk dari susu, dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari
susu. Biasanya digunakan sebagai olesan roti dan biskuit, sebagai perantara lemak di
beberapa resep roti dan masakan, dan terkadang bahan untuk menggoreng.
Pengganti mentega ialah margarin, yang biasanya lebih murah, dan memiliki sedikit
lemak dan kolesterol.

Alat dan bahan mentega


Bahan utama pembuatan mentega adalah krim yang memiliki kadar lemak antara 25
- 45%. Krim diperoleh dari susu sapi dengan menggunakan alat separator.
Alat : Separator, adukan, Termometer (Mentega susu atau mentega yang dibuat dari
cream susu (kepala susu) banyak mengandung lemak susu. Dengan memakai alat
pemisah cream (separator) kepala susu dipisahkan dan 40% kepala susu diolah
untuk membuat mentega).
Susu yang digunakan untuk pembuatan mentega adalah:
1. Berasal dari ternak yang sehat
2. Susu yang ditangani dan disimpan pada kondisi yang bersih dan suhu rendah

Tahap pembuatan mentega


Pada dasarnya pembuatan mentega adalah mengubah kedudukan globula lemak
susu yang semula berupa emulsi lemak dalam air menjadi emulsi air dalam lemak.
Pembuatan mentega terdiri dari beberapa tahap:

1. Separasi
Untuk memisahkan skim dank rim, dikerjakan dengan separator dengan putaran
6000 rpm. Dengan putaran tersebut 99,5% lemak susu dapat dipisahkan.

2. Standarisasi
Penyesuaian kadar lemak krim yang akan dibuat mentega. Kadar lemak krim yang
baik untuk pembuatan mentega adalah 30-33%.

3. Netralisasi
Untuk menghindari terjadinya penggumpalan apabila dilakukan pasteurisasi. Pada
prinsipnya netralisasi dilakukan dengan menambahkan larutan alkali sehingga
dicapai Ph sekitar 6,8-7,2. Netralisasi juga berfungsi untuk mencegah timbulnya cita
rasa yang tidak baik selama pemanasan dan dapat memberikan pengaruh pada sifat
yang lebih baik pada hasil akhir.

4. Pasteurisasi
Dilakukan dengan metode yang lambat (suhu 70-75°C selama 30 menit) atau metode
cepat (suhu 80-85°C selam 25 detik).

5. Pemeraman
Jika dikehendaki mentega dengan cita rasa yang spesifik. Pemeraman dilakukan pada
suhu 21°C. Mikroba yang digunakan adalah:
- Streptococcus lactis
- Str. Citrovorus
- Str. Paracitrovorus
Pemeraman dihentikan apabila keasaman krim mencapai 0,2-0,4% dihitung sebagai
asam laktat, biasanya dicapai dalam waktu 12-18 jam.
6. Pendinginan
Selama semalam pada suhu 10°C. Pendingan berfungsi untuk memberikan tekstur
yang baik dan memudahkan pembalikan emulsi lemak dalam air menjadi emulsi air
dalam lemak.

7. Churning
Merupakan proses pengadukan, yang perlu diperhatikan adalah:
a. Churning secara lambat dikerjakan pada suhu 10°C selam semalam dan secara
cepat suhu 3-4°C selam 3 jam.
b. Jumlah krim yang dimasukkan 1/3-1/2 isi churn, kadar lemak krim 30-33%.
c. Keasaman krim 0,4-0,5%

8. Pencucian

9. Partikel – partikel mentega terbentuk terpisah dari serumnya.


Serum harus dibuang dan diganti dengan air yang suhunya sama dengan suhu
mentega, dengan jumlah air kurang lebih sama dengan jumlah serum yang dibuang.
Demikian seterusnya proses churning dan pencucian ini diulangi 4 atau 5 kali.

10. Penggaraman
Untuk mentega dengan rasa asin. Dikerjakan sebelum proses churning yang terakhir.
Jumlah garam berkisar 5,25%. Garam yang tertinggal dimentega berkisar 1-2%.

BAGAN PROSES PEMBUATAN MENTEGA


4. SHORTENING

1. Hidrogenasi Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan


rangkap pada rantai asam lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen
pada atom karbon yang memiliki ikatan rangkap. Proses ini merupakan proses
modifikasi terhadap sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh minyak dan lemak.
Tujuan dilakukannya.Modifikasi yang terjadi adalah peristiwa konversi asam
lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh, akibat terjadinya penghilangan
ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak dan lemak alami. Tujuan
dari dilakukannya proses hidrogenasi adalah:  Untuk melakukan konversi
minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak dengan tingkat plasticity
tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa aplikasi  Meningkatkan
stabilitas minyak dan lemak terhadap stabilitas oksidasi Proses hidrogenasi
dapat terjadi dengan mengkontakkan minyak/lemak alami (sebagai umpan
proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen bertekananan tinggi.
Dalam melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga komponen utama yang
harus ada, yaitu panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan. Ketiga
komponen tersebut harus diletakkan pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi panas atom logam
reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan.
Kemudian katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak
tidak jenuh membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa
kompleks, atom hidrogen yang ada pada senyawa kompleks akan membentuk
ikatan dengan atom karbon asam lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak
jenuh akan berubah menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya setelah atom
hidrogen yang ada pada senyawa kompleks telah berikatan dan masuk ke dalam
molekul asam lemak, senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan
terkonversi kembali menjadi katalis logam dan asam lemak jenuh. Proses
hidrogenasi terus dilakukan hingga tercapainya titik akhir hidrogenasi. Titik
akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir) seluruh asam lemak tidak jenuh
telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir hidrogenasi telah
tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis logam
dipisahkan dengan filtrasi
Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar
140-2250C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60
psig. Perlu diketahui bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia
eksoterm, di mana dalam reaksinya akan dihasilkan panas reaksi. Selama
proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga dilakukan pengadukan pada
larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan tersebut.
Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam larutan dan
berikatan dengan katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam
minyak umpan, minyak dan katalis tercampur, serta melepaskan panas
reaksi yang dihasilkan dari proses pemutusan ikatan rangkap pada asam
lemak tidak jenuh.

2. Melt Oil/Fat Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun
hewani akan terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada
temperatur kamar atau minyak dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk
pasca proses hidrogenasi ini memiliki umur simpan yang lebih baik dan
bersifat lebih stabil karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan perubahan asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam
lemak jenuh melalui penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak
jenuh.

Dalam proses pembuatan shortening, minyak yang telah berada dalam fasa semi
padat kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi melt oil/fat (lelehan
minyak/lemak). Sumber minyak atau lemak untuk membuat produk
shortening bermacam-macam, biasanya digunakan minyak yang berasal dari
tumbuhan, seperti minyak sawit (olein dan stearin), minyak kacang kedelai,
minyak biji kapas, dan beberapa jenis lemak hewan.Produk shorteningini
biasanya dibuat atau diproduksi dari satu jenis minyak/lemak saja atau
dapat juga diproduksi dari berbagai variasi campuran jenis minyak/lemak.Hal ini
sangat tergantung kepada jenis shortening dan fungsi yang diinginkan dan
aplikasi shortening terhadap produk pangan tertentu

Trigliserida sebagai penyusun utama minyak/lemak biasanya tersusun atas tiga


bentuk kristal utama, yaitu bentuk alfa, beta, dan beta prime. Bentuk kristal beta
merupakan bentuk kristal yang paling stabil, berukuran cukup besar dan
kasar. Sebaliknya, kristal beta prime berukuran lebih kecil dan halus. Dalam
pembuatan shortening ini, bentuk kristal beta prime merupakan bentuk kristal
yang cukup diinginkan untuk aplikasi produk shortening. Bentuk kristal beta
prime ini akan menghasilkan produk shortening yang lebih halus, aerasi
yang baik, dan juga memiliki sifat pembentuk krim yang baik. Berkebalikan
dengan beta prime, bentuk kristal beta yang berukuran lebih besar dan
kasar akan menghasilkan produk shortening dengan granula berukuran
besar dan aerasi yang relatif buruk. Oleh karena hal inilah, seringkali
berbagai variasi minyak atau lemak dicampurkan untuk mendapatkan bentuk
kristal beta prime. Bentuk kristal beta prime banyak ditemukan pada
minyak sawit atau jenis minyak yang banyak mengandung asam lemak palmitat,
seperti minyak biji kapas. Jenis minyak lain, seperti lemak kakao dan minyak
kacang kedelai, cenderung lebih memiliki bentuk kristal beta.

3. Blending Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai


jenis campuran minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau
pencampuran. Yang dimaksud dengan pencampuran adalah pencampuran dari
satu jenis atau lebih minyak/lemak dan juga pencampuran beberapa aditif
lainnya, seperti plastisizer, emulsifier, dan antioksidan.Setiap bahan yang
ditambahkan merupakan bahan yang larut di dalam lemak. Biasanya bahan-
bahan ini ditambahkan dalam jumlah yang kecil.Penambahan jenis-jenis aditif
di atas bergantung kepada kebutuhan atau tujuan aplikasi dari shortening
dan bukan merupakan sesuatu yang wajib ditambahkan karena biasanya
shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak atau lemak.

4. . Prekristalisasi dan Kristalisasi Kristalisasi minyak pada dasarnya adalah


proses pendinginan minyak sampai mencapai suhu tertentu dimana
terbentuk kristal. Kecepatan pengaduk pada saat mulai terbentuk kristal perlu
diatur agar jangan terlalu lambat atau terlalu cepat. Jika pengadukan terlalu
lambat akan terjadi pendinginan tidak merata sehingga daerah sekitar
dinding pendingin dari alat kristalisasi terjadi pembentukan kristal yang
berlebihan, sedangkan daerah sekitar pusat tabung kristalisasi, kristal kurang
berkembang dengan baik. Daya kecepatan perputaran pengadukan yaitu 30
rpm dan 15 rpm. Biasanya daya per unit volume untuk 30 rpm digunakan
dalam skala besar, sedangkan 15 rpm digunakan untuk skala laboratorium
(Jatmika dan Guritno, 1996

5. 5. Tempering Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur


shortening yang cukup baik, tekstur yang tidak mudah meleleh dengan
perubahan suhu.Terumata suhu ketika produk keluar dari gudang
penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke tangan konsumen. Metode yang
ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-85°F selama 24 jam
atau lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur shortening yang baik
(tidak mudah melelh pada temperature pemakaian). Optimasi temperature
tempering dan waktu tempering merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pembuatan shortening. Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri
adalah untuk membuat campuran trigliserida cair membeku dengan cepat di
bawah titik beku lemak. Proses ini dilakukan dalam Votator unit. Dalam
votator unit lemak cair dipompa melewati tubes dingin yang dilengkapi
dengan internal rotating blades untuk menghomogenasikan minyak dan
lapisan lemak padat yang terbentuk.Setelah itu, lemak dingin (supercooled
fat) dialirkan untuk dikristalisasi dengan reaktor beragitator. Dalam votator
unit terjadi kristalisasi sebagain dan diteruskan menjadi kristalisasi lanjutan
di unit B. kristalisasi lanjutan di unit B dilakukan hingga titik kristalisasi
maksimum yang bisa dicapai bahan. Setelah titik kristalisasi maksimum tercapai,
terjadi perubahan fisik pada bahan, yaitu terbentuknya ikatan kohesif antar
kristal dalam bahan, atau yang lebih dikenal dengan transformasi
polimorfisme.

6. Shipment Permintaan akanshortening semakin hari semakin bertambah. Oleh


karena itu dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas
shortening terjaga bahkan sampai konsumn yang berada di luar negeri
sekalipun.Waktu pengiriman produk juga harus memperhatikan tanggal
kadaluarsa dari produk, sehingga ketika produk mencapai tangan konsumen
dapat dipastikan bahwa produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.
Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan,
ukuran karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang
mampu menjaga lebih lama kualitas produk.Beberapa perusahaan juga
menawarkan jasa khusus untuk pengepakan sesuai dengan kebutuhan konsumen

Anda mungkin juga menyukai