Anda di halaman 1dari 21

TRAUMA KAPITIS

dr. Kandhisa, Sp.N


RS. Bhayangkara TK.I R.Said Sukanto
Jakarta
Definisi
• Trauma kapitis = Cedera kepala = Head injury = Trauma kranioserebral =
Traumatic Brain Injury
• Adalah Trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
• Terdapat pada semua usia, namun puncak pada dewasa muda usia 15 –
25 tahun. Trauma kapitis merupakan penyebab kematian diantara orang
dengan usia dibawah 25 tahun
• Mekanisme terjadinya cedera kepala terbagi atas cedera kepala tumpul dan
tembus, dimana adanya penetrasi selaput duramater menentukan apakah itu
cedera kepala tumpul atau tembus.
Mekanisme Trauma Kapitis
• 3 mekanisme yang berpengaruh yaitu
akselerasi (benda bergerak membentur
kepala yang diam), deselerasi (kepala
bergerak membentur benda diam),
deformitas (kerusakan bagian tubuh
yang terjadi akibat trauma).

Atmadja, A. S. 2016. Indikasi Pembedahan pada Trauma Kapitis. CDK-236 vol 43 no 1.


Klasifikasi

1. Patologi : Komusio serebri, Kontusio serebri, Laserasi


Serebri
2. Lokasi Lesi : Diffus, Kerusakan vaskuler, Fokal
3. Hematoma Intrakranial : Ekstradura, Subdura,
Intraparenkim (Subarakhnoid, intraserebral,
intraserebellar)
PATOLOGI
KOMOSIO SEREBRI KONTUSIO SEREBRI
Merupakan cedera kepala ringan yang Merupakan lesi trauma yang paling umum LASERASIO
ditandai dengan perubahan segera pada terjadi terutama pada orang tua. Tempat
fungsi otak, termasuk adanya perubahan yang paling sering terjadi kontusio adalah SEREBRI
status mental dan perubahan kesadaran, lobus frontal inferior dan temporal.
dan biasanya hanya sementara. Biasanya Kontusio sering ditemukan pada lokasi Merupakan gangguan
gambaran CT-Scan atau MRI pada adanya fraktur cranii namun lebih sering fungsi neurologic
komosio serebri adalah normal karena hal terjadi tanpa adanya fraktur. Lokasi disertai kerusakan otak
ini merupakan hasil dari perubahan kontusio dapat terjadi pada lesi coup atau yang berat dengan
fisiologi dari trauma kepala bukan dari intercoup. Biasanya membesar lebih dari adanya fraktur cranii
perubahan structural. 12 – 24 jam dan pada beberapa kasus, terbuka.
kontusio dapat muncul satu atau beberapa
hari setelah terjadinya trauma.

• Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
• Perdossi. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: Gajah Mada University Press; 2015
EDH SDH SAH
Pecahnya arteri meningea meda dan Ekstravasasi darah ke
Robeknya bridging vein
sinus venosus ruang subarachnoid

Akut :
• Lucid interval (+) • gejala timbul dalam 72 jam seteleh trauma
• Kesadaran semakin menurun • penurunan kesadaran sesaat setelah trauma,
• Late hemiparese kontralateral lesi sebagian terjadi koma pada saat tiba di rumah sakit,
• Pupil anisokor dan sebagian akan mengalami hilang kesadaran
• Babinsky (+) kontralateral lesi untuk kedua kalinya setelah lucid interval. • Hilangnya
• Fraktur daerah temporal • false localizing sign yaitu terjadinya dilatasi pupil kesadaran,
ipsilateral dan hemiparesis kontralateral • nyeri kepala berat,
• perubahan status
Jika terjadi EDH fossa posterior Kronik : mental yang cepat.
• Lucid interval tidak jelas gejala dalam 21 hari setelah terjadinya trauma. Hal ini • kaku kuduk
• Fraktur kranii oksipital lebih sering terjadi pada pasien usia diatas 50 tahun.
• Kehilangan kesadaran cepat Sekitar 25-50% tidak ada riwayat terjadinya trauma
• Gangguan serebellum, batang otak, kepala. Hampir 50% pasien memiliki riwayat konsumsi
dan pernafasan alcohol atau epilepsy dan terjadinya trauma sering
• Pupil isokor terlupakan

Gambaran hiperdens
akibat perdarahan yang
Gambaran hiperdens bentuk bikonveks Gambaran hiperdens bentuk seperti bulan sabit terjadi pada ruang
subarakhnoid
Perdossi. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. 2006
Atmadja, A. S. 2016. Indikasi Pembedahan pada Trauma Kapitis. CDK-236 vol 43 no 1.
DERAJAT KESADARAN GCS

Minimal Ringan Sedang Berat


GCS 15 GCS 13 – 15 GCS 9 – 12 GCS <9, menetap dalam 48
jam setelah trauma

tidak ada penurunan Pingsan <30 menit Pingsan >30 menit – 24 jam Pingsan >24 jam
kesadaran

Amnesia pasca trauma (-) Amnesia pasca trauma <1 jam Amnesia pasca trauma 1 – 24 Amnesia pasca trauma > 7
jam hari

Deficit neurologis (-) Tidak ada lesi operatif GCS 12 tapi ada lesi operatif Deficit neurologis (+)
intracranial (deficit neurologis +)

CT-Scan normal CT-Scan normal CT-Scan abnormal CT-Scan abnormal


  Rawat rumah sakit <48 jam Rawat rumah sakit >48 jam  

Klasifikasi Trauma Kepala berdasarkan GCS menurut Perdossi, 2006


Ringan Sedang Berat
Deficit neurologic (-) Sulit mencapai GCS 15 dalam 2 jam setelah trauma GCS 3 – 8

Tidak ada komosio cerebri Adanya komosio cerebri Penurunan kesadran progresif

Tidak ada intoksikasi alcohol


Intoksikasi alcohol atau obat-obatan Adanya deficit neurologis
atau obat-obatan

Sakit kepala atau nyeri Adanya trauma kepala tembus atau saat
Coagulopati
kepala palpasi teraba fraktur depresi pada cranii

Mungkin ada laserasi kepala


Amnesia anterograde > 30 menit
atau hematom

Tidak adanya kriteria trauma


Muntah
sedang atau berat

  Kejang
  Adanya fraktur terbuka pada kepala
  Mekanisme trauma yang berat
  Tidak ada riwayat trauma
  Usia < 2 tahun atau > 65 tahun
Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
GAMBARAN CT-SCAN

• Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed.


McGrawHill Co, Inc; 2012
• Greenberg, M. S. Handbook of Neurosurgery 9th ed. Thieme
Medical Publishers, Inc; 2020
Pemeriksaan klinis umum dan neurologis
DIAGNOSIS • Penilaian GCS
• Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi,
Anamnesis pernapasan, suhu, saturasi O2)
Adanya trauma kepala dengan atau tidak • Otorrhea, rhinorrhea
disertai penurunan kesadaran, ada • Ecchymosis periorbital bilateral / racoon’s eye
tidaknya perdarahan / otorea / rinorea, • Ecchymosis mastoid bilateral / battle sign
ada atau tidak amnesia retrodrad atau • Gangguan fokal neurologic
anterograde. • Fungsi motoric : lateralisasi atau kekuatan otot
• Refleks fisiologis
• Refleks patologis
• Pemeriksaan fungsi batang otak
Pemeriksaan penunjang
• Doll’s eye phenomenon
Gambaran foto rontgen kepala atau CT-
Monitor pola pernafasan :
Scan untuk lihat apakah tampak adanya • Cheyne stoke  lesi di hemisfer
fraktur kelainan lain yang mungkin terjadi • Central neurogenic hyperventilation  lesi di
(perdarahan pada otak yang terlihat pada esensefalon-pons
gambaran CT-Scan) • Apneustic breath  lesi di pons
• Ataxic breath  lesi di medulla oblongata
• Gangguan fungsi otonom
Perdossi. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. 2006
TATALAKSANA
Tatalaksana untuk trauma kapitis tergantung dari
derajatnya

Kriteria Perawatan di Rumah Sakit setelah Trauma Kapitis


- Adanya perdarahan intracranial atau fraktur pada CT-Scan kepala
- Kebingungan, agitasi, atau penurunan kesadaran
- Gejala neurologic fokal
- Kejang post-trauma
- Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
- Penyakit komorbid yang signifikan
- Kurangnya lingkungan rumah yang dapat diandalkan untuk observasi

Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd


ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
INTERVENSI PEMBEDAHAN
1. Fraktur impresi melebih satu
(EDH) SDH diploe
- SDH luas (> 40 cc/ > 5mm) 2. Fraktur kranii dengan laserasi
- > 40 cc dengan midline shifting dengan GCS > 6, fungsi batang serebri
pada daerah temporal/ frontal/ otak masih baik 3. Fraktur kranii terbuka
- SDH tipis dengan penurunan (pencegahan infeksi
parietal dengan fungsi batang otak kesadaran bukan indikasi operasi intracranial)
masih baik - SDH dengan edema serebri / 4. Edema serebri berat yang
kontusio serebri disertai midline disertai dengan peningkatan
- > 30 cc pada fossa posterior
shift dengan fungsi batang otak TIK, dipertimbangkan operasi
dengan tanda-tanda penekanan masih baik dekompresi
batang otak atau hidrosefalus ICH
- Penurunan kesadaran secara
dengan fungsi batang otak masih progresif
baik - Hipertensi dan bradikardi dan tanda-
tanda gangguan nafas (Cushing
- EDH progresif reflex)
- EDH tipis dengan penurunan - Perburukan deficit neurologic fokal
kesadaran bukan indikasi operasi

Perdossi. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. 2006
MANAGEMENT INTENSIVE
CARE Peningkatan TIK
Normalnya TIK adalah < 15 mmHg atau 20 cmH2O. Tujuan manajemen TIK
setelah trauma kepala adalah untuk mempertahankan TK < 20 mmHg dan
tekanan perfusi serebral (CPP) > 60 mmHg.
Protocol untuk peningkatan TIK:
- CT-Scan ulang dan operasi pengangkatan massa intracranial atau kerusakan
ventrikel
- Sedasi IV
- Infus pressor jika CPP <70 mmHg atau penuruna tekanan darah jika CPP >110
mmHg
Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
MANAGEMENT INTENSIVE
CARE Peningkatan TIK
Normalnya TIK adalah < 15 mmHg atau 20 cmH2O. Tujuan manajemen TIK setelah trauma kepala adalah
untuk mempertahankan TK < 20 mmHg dan tekanan perfusi serebral (CPP) > 60 mmHg.
Protocol untuk peningkatan TIK:
- CT-Scan ulang dan operasi pengangkatan massa intracranial atau kerusakan ventrikel
- Sedasi IV
- Infus pressor jika CPP <70 mmHg atau penuruna tekanan darah jika CPP >110 mmHg
- Manitol 0,25 – 1 gram/kgBB IV selama 2 – 6 jam jika dibutuhkan, atau 7,5 – 23,4% larutan hipertonik 0,5 –
2 ml/kgBB selama 20 menit
- Hiperventilasi dengan kadar PCO2 30 – 35 mmHg
- Terapi pentobarbital dosis tinggi (5 – 20 mmg/kgBB, maintain dengan 1 – 4mg/kgBB/jam)
- Hipotermi sistemik pada 33oC

Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
MANAGEMENT INTENSIVE
- CARE
JALAN NAPAS  pasien tidak sadar harus di intubasi ETT dan ventilasi mekanik,
pertahankan pCO2 35 – 40 mmHg dan pO2 90 – 100 mmHg

- TEKANAN DARAH  infus kontinu dengan vasopressor dan anti hipertensi


- CAIRAN  larutan NaCl 0,9%. Dapat diberikan NaCl 3% jika terjadi edema otak atau
hipotensi yang signifikan
- SEDASI  pasien di intubasi dapat diberikan analgesic kerja cepat dan agen sedative IV
kontinu lalu dihentikan 2 hari sekali untuk memeriksa keadaan neurologi. Pada pasien
tidak intubasi dapat diberikan haloperidol 2 – 10 mg IM/4 jam, ziprasidone 10 – 20 mg IM
atau IV (maksimal 40 mg/hari); atau PO aripiprazol atau quetiapine jika dibutuhkan.

Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
MANAGEMENT INTENSIVE CARE
- Nutrisi  50 – 100% lebih dari normal
- Suhu  harus normal, jika naik sedikit dapat mengakibatkan eksaserbasi trauma dan iskemik otak
- Normoglikemia  pasien dengan hiperglikemi dapat diberikan insulin kontinu
- DVT  Pasien dengan trauma kepala yang tidak dapat bergerak dan terpasagn kateter IV memiliki risiko
tinggi untuk DVT ekstremitas atas dan bawah dan tromboemolisme paru. Diberikan heparin SC 5000 IU
setiap 8 jam atau LMWH, diberikan 48 jam setelah trauma atau operasi walaupun adanya perdarahan
intracranial.
- Profilaksis ulkus gaster  Profilaksis dengan pantoprazole 40 mg IV atau PO perhari; famotidine 20 mg
IV atau PO setiap 12 jam; sukralfat 1 gram PO setiap 6 jam.
- Profilaksis Vasospasme setelah Subarakchnoid Hematom  nimodipine 60 mg PO setiap 6 jam.
- Profilaksis Kejang  phenytoin atau fosphenitoin 15 – 20 mg/kgBB loading dose, lalu 300 mg/hari

Brust, J. Current Diagnosis and Treatment Neurology 2nd ed. McGrawHill Co, Inc; 2012
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai