Anda di halaman 1dari 23

Kejaksaan Republik Indonesia

Oleh :
Dr. ADI TOEGARISMAN
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA
KHUSUS

Jakarta, 30 Nopember 2017


UU No. 23 Th. 2014
Tentang
Pemerintah Daerah

Pasal 385 (3)


APH melakukan pemeriksaan atas pengaduan yang
disampaikan oleh masyarakat sbgmn dimaksud pada ayat
(1) setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP atau
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang membidangi
pengawasan

Pasal 383
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
Pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah
PP No. 12 Tahun 2017
Tentang
Pembinaan & Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
07 April 2017

Pasal 25 (3) APH melakukan riksa atas lap atau adu yang disampaikan
oleh masy sbgmn dimaksud pasal 22 sesuai tata cara penanganan lap
atau adu berdasarkan ketentuan peraturan per-UU-an setelah terlebih
dahulu berkoordinasi dengan APIP

Pasal 25 (6) koord sbgmn dimaksud ayat (2), (3) dan (5) dilakukan dalam bentuk :
a. Pemberian informasi
b. Verifikasi
c. Pengumpulan data dan keterangan
d. Pemaparan hasil Pemeriksaan Penanganan laporan atau pengaduan masyarakat
dimaksud dan/atau
e. Bentuk koordinasi lain sesuai ketentuan peraturan per-UU-an
Konsekuensi UU No. 23 Tahun 2014
dan PP No. 12 Tahun 2017

1. APH yang akan melakukan pemeriksaan atas


laporan atau pengaduan masyarakat terlebih
dahulu berkoordinasi dengan APIP
2. Koordinasi antara APIP dan APH
dillaksanakan setelah terlebih dahulu
melakukan pengumpulan data/keterangan dan
verifikasi data awal
3. Koordinasi dilakukan antara lain dalam bentuk
pemaparan hasil pemeriksaan penanganan
laporan atau pengaduan masyarakat.
ALASAN KEBERATAN
KOORDINASI
1. Bahwa maksud koordinasi dalam konteks pasal 385 ayat (3) UU
No. 23 Th, 2014 hendaknya dimaknai sebagai upaya untuk
mempermudah penyelesaian pengaduan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih dalam menindak lanjuti pengaduan.
2. Adanya ketentuan untuk melakukan pemaparan hasil
pemeriksaan, berpotensi membatasi kewenangan APH dan
penyelidikan senagai tindak lanjut awal yg dilakukan APH bersifat
rahasia atau tertutup.
3. PP No.12 Th 2017 dan Nota Kesepahaman yang cenderung
membatasi kewenangan APH dikhawatirkan menjadi tempat
perlindungan aparatur sipil negara di instansi daerah yang
melakukan TP Korupsi dengan konstruksi hanya sebagai
pelanggaran administrasi.
4. Finalisasi pengambilan keputusan tindak lanjut pengaduan
masyarakat baik yang kesimpulannya merupakan masalah
administrasi atau masalah pidana lebih menjadi domain APH.
Problematik
UU No. 23 Tahun 2014 & PP No. 12 Tahun 2017

UU No. 23 Tahun 2014 tidak memberikan


penjelasan mengenai mekanisme
koordinasi antara APIP dengan APH
dalam menindaklanjuti dumas dan PP No.
12 Tahun 2017 tidak memberikan
penjelasan mengenai mekanisme
pemaparan hasil pemeriksaan dumas.
NOTA KESEPAHAMAN KEMENDAGRI,
KEJAKSAAN RI & KEPOLISIAN NEGARA RI
Tentang
Koordinasi APIP dan APH terkait penanganan pelaporan atau Pengaduan
Masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

PELAKSANAAN KORDINASI
(pasal 3)
(1) PARA PIHAK sepakat untuk melakukan koordinasi yang berkaitan
dengan pelaporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahaan daerah melalui tukar menukar informasi.
(2) Tukar menukar informasi dilakukan setelah PARA PIHAK terlebih
dahulu melakukan pengumpulan dan verifikasi data awal
(3) Tukar menukar informasi dari PIHAK KEDUA dan PIHAK KETIGA
kepada PIHAK PERTAMA dilakukan pada tahapan penyelidikan
(4) PARA PIHAK sepakat untuk saling menjaga kerahasiaan informasi
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
PASAL 4
(1) Tindak lanjut tukar menukar informasi, pihak
PERTAMA menyampaikan kepada PIHAK
KEDUA dan/atau PIHAK KETIGA hasil
pengumpulan data dan keterangan yang dimiliki
beserta pendapat apakah pengaduan tersebut
berindikasi pidana atau administrasi.
(2) Pendapat PIHAK PERTAMA sebagaimana
dimaksud ayat 1, didasari atas profesionalisme
APIP dan tidak bersifat mengikat kepada PIHAK
KEDUA dan PIHAK KETIGA.
PASAL 12
(1)Nota kesepahaman ini berlaku untuk :
a. Daerah provinsi, meliputi Gubernur
KDH, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan
Kepala Kepolisian Daerah
b. Daerah Kabupaten/Kota meliputi
Bupati/Walikota, Kepala Kejaksaan
Negeri, dan Kepala Kepolisian
Resor/Kota Besar
KEWENANGAN APIP
DALAM PEMBERANTASAN TP
KORUPSI
1. PASAL 6 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK :
KPK mempunyai tugas koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan TP Korupsi. Dalam
penjelasan atas pasal 6 ditegaskan bahwa, yang dimaksud
dengan “instansi yang berwenang” termasuk BPK, BPKP,
KPKPN, inspektorat pada Departemen atau Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No.31/PUU-10/2012 :
KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan
BPK dalam rangka pembuktian suatu TP Korupsi dengan
meminta bahan dari IRJEN atau BADAN yang mempunyai
fungsi yang sama dengan itu dari masung2 instansi
pemerintah
INSTRUKSI PRESIDEN NO. 1 TAHUN 2016
TENTANG
PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS
NASIONAL

PRESIDEN

JAKSA AGUNG

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas,


fungsi dan kewenangan untuk melakukan percepatan
pelaksanaan proyek strategis nasional dan/atau
memberukan dukungan dalam percepatan pelaksanaan
proyek strategis nasional yang mencakup :
 Pengawasan dan pengendalian
 Pemberian pertimbangan hukum ; dan/atau
 Mitigasi resiko hukum dan non hukum
AMANAT PRESIDEN
19 Juli 2016

 Kebijakan/diskresi Kepala Daerah tidak bisa dipidana


 Segala tindakan administrasi pemerintahan juga tidak dapat
dipidana
 Kerugian yang dinyatakan oleh BPK diberikan peluang
selama 60 hari
 Segala data mengenai kerugian negara harus konkrit dan
tidak mengada-ada
 Untuk tidak mengekspose segala kasus ke media sebelum
adanya tuntutan
KEWENANGAN PERHITUNGAN
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

1. Akuntan Publik (Penjelasan pasal 32 (1)


UU N0. 31 Tahun 1999)
2. Penyidik dan Irjen atau badan yang mempunyai fungsi yang
sama (Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012

SEMA NO. 4/2016


Instansi yg berwenang menyatakan ada tidaknya
kerugian negara adalah BPK yg mempunyai
kewenangan konstitusional
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLA
KEUANGAN NEGARA

 Administrasi
 Keperdataan
 Pidana
LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG
BADAN DAN/ATAU PEJABAT PEMERINTAHAN
(PASAL 17 UU AP)

Larangan Larangan Larangan


melampaui mencampur bertindak
wewenang adukkan sewenang
wewenang wenang
KATEGORI MELAMPAUI WEWENANG
(PASAL 18 AYAT 1 UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN)

Badan dan/atau pejabat pemerintahan


dikategorikan melampaui wewenang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
2 huruf a apabila keputusan dan/atau
tindakan yang dilakukan :
a. Melampaui masa jabatan atau batas
waktu berlakunya wewenang.
b. Melampaui batas wilayah berlakunya
wewenang dan/atau
c. Bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
PENGAWASAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN
WEWENANG
PASAL 20 UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Aparat pengawasan
intern pemerintah

Terdapat
Tidak Terdapat kesalahan
terdapat kesalahan administratif
yang
kesalahan administratif menimbulkan
kerugian
keuangan
negara
PERTANGGUNGJAWABAN
ADMINISTRASI
(PASAL 20 AYAT 4 UU NO. 30 TAHUN 2014
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN)

Jika hasil pengawasan aparat intern


pemerintah berupa terdapat kesalahan
administratif yang menimbulkan
kerugian keuangan negara sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 huruf c, dilakukan
pemengembalian kerugian keuangan
negara paling lama 10 hari kerja
terhitung sejak diputuskan dan
diterbitkannya hasil pengawasan
PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA
SUBYEK HUKUM
PASAL 2 DAN PASAL 3 UU NO. 31 TAHUN 1999

SETIAP ORANG

Setiap orang adalah orang


perseorangan atau termasuk
korporasi

Pasal 4 UU TIPIKOR
UU NO. 30 TAHUN 2014
VS
UU NO. 31 TAHUN. 1999

UU NO. 31 TAHUN. 1999


UU NO. 30 TAHUN 2014  Kerugian Negara
 Kerugian Negara  Niat jahat (mens rea)
kesalahan administratif  perbuatan jahat
(actus reus)
TUJUAN DISKRESI
PASAL 22 UU AP

 Melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan
 Mengisi kekosongan hukum
 Memberikan kepastian hukum
 Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam
keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum
PERSYARATAN
DISKRESI
PASAL 24 UU AP

Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi


harus memenuhi syarat :
a. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 ayat 2
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan per-
UU
c. Sesuai dengan AUPB
d. Berdasarkan alasan-alasan yang obyektif
e. Tidak menimbulkan konflik kepentigan
f. Dilakukan dengan itikad baik
KESIMPULAN

1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 12 Tahun


2017 tidak membatasi Kewenangan Kejaksaan sebagai APH
yang mempunyai peran strategis dalam penaganan perkara
tindak pidana korupsi.
2. Koordinasi antara APIP dan APH dalam menindaklanjuti
pengaduan masyarakat berpedoman pada nota
kesepahaman antara kemendagri, Kejaksaan RI dan
Kepolisian Negara RI tentang koordinasi APIP dan APH
terkait penanganan pelaporan atau pengaduan masyarakat
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai