Anda di halaman 1dari 16

Manajemen Sumber Daya Aset

OLEH :
• FAHRUL WAZDY(29.0537)
• DILFA ABDHITYA SIRULLAH (30.1075)
• HAYKAL INAYAH (30.1584)
• OKTA AGUS WAHYUDI (30.0833)
• PRETTY P.C.DOWA (30.1149)
• YUANITA MAULIDA (30.0943)
KELAS : G-3
SWAKELOLA

 Swakelola adalah pekerjaan yang dilakukan atau dikelola secara


mandiri. Dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa,
penyelenggaran pekerjaan swakelola direncanakan, dikerjakan dan
diawasi sendiri oleh K/L/PD sebagai penanggung jawab anggaran,
instansi pemerintah lain, dan kelompok masyarakat
Barang atau jasa yang dapat diadakan melalui Swakelola apabila memenuhi salah satu jenis
pekerjaan berikut:

 Barang atau jasa yang dilihat dari segi nilai, lokasi, dan sifatnya tidak diminati oleh
pelaku usaha.
 Jasa penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan/atau pelatihan,
kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan.
 Penyelenggaraan sayembara atau kontes.
 Barang/jasa yang dihasilkan oleh usaha ekonomi kreatif dan budaya dalam negeri untuk
kegiatan pengadaan festival, parade seni/budaya.
 Jasa sensus, survei, pemrosesan/pengolahan data, perumusan kebijakan publik, pengujian
laboratorium dan pengembangan sistem, aplikasi, tata kelola, atau standar mutu tertentu
 Jasa sensus, survei, pemrosesan/pengolahan data, perumusan kebijakan publik, pengujian laboratorium dan
pengembangan sistem, aplikasi, tata kelola, atau standar mutu tertentu
 Barang/jasa yang dihasilkan oleh Ormas, Kelompok Masyarakat, atau masyarakat.
 Barang/jasa yang pelaksanaan pengadaannya memerlukan partisipasi masyarakat. Dalam hal pengadaan
yang memerlukan partisipasi masyarakat tersebut berupa Pekerjaan Konstruksi maka hanya dapat
berbentuk rehabilitasi, renovasi, dan konstruksi sederhana. Konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana,
dibangun oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah penanggung jawab anggaran untuk selanjutnya
diserahkan kepada Kelompok Masyarakat penerima sesuai dengan peraturan perundang-undangan
 Barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah
yang bersangkutan
Perpres No. 16 Tahun 2018 ini dikenal dengan 4 tipe swakelola antara lain :
Swakelola Tipe 1

Dipilih apabila pekerjaan yang akan diswakelola merupakan tugas dan fungsi dari K/L/PD
yang bersangkutan. Contoh; Dinas Binamarga melaksanakan swakelola pemeliharaan jalan,
Kementrian Kesehatan menyelenggarakan penyuluhan bagi bidan desa, dsb.

Menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 ini, pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan
ketentuan:
- PA (Pengguna Anggara)/KPA (Kuasa Pengguna Anggaran dapat menggunakan pegawai
Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli;
- Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim
Pelaksana; dan
- Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai
ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Swakelola Tipe 2

 Dipilih apabila K/L/PD memiliki pekerjaan yang bertugas sebagai penanggung jawab,
namun secara keahlian/kompetensi teknis diberikan kepada pelaksana dalam hal ini
institusi di luar K/L/PD tersebut.
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan :
 PA/ KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaaga/Perangkat
Daerah lain pelaksana Swakelola.
 PPK menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan
kesepakatan kerja sama sebagaimana.
Swakelola tipe 3

 Tipe ketiga ini yang menjadi tambahan adalah Swakelola yang dilakukan oleh organisasi
masyarakat seperti ICW, dll. Swakelola tipe 3 ini merupakan perluasan dari swakelola
tipe 4. Adapun pelaksanaan Swakelola tipe III, menurut Perpres ini, dilakukan
berdasarkan Kontrak PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan pimpinan Ormas
(Organisasi Kemasyarakatan).
Swakelola Tipe 4

 Dipilih apabila dalam pekerjaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat atau


untuk kepentingan langsung masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang dianggap
mampu melaksanakannya.
 Dan untuk pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan
pimpinan Kelompok Masyarakat.
HARGA PERKIRAAN SENDIRI
( OWNER ESTIMATE)

 Harga perkiraan sendiri (HPS) adalah perkiraan biaya atas pekerjaan barang/jasa sesuai
dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa,
dikalkulasikan secara keahliaan dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
REGULASI HPS

 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 pasal 66 sebagaimana diubah terakhir dengan
Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) menetapkan HPS, kecuali untuk kontes/sayembara dan pengadaan yang
menggunakan bukti pembelian, dalam rentang waktu:
 a. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sebelum batas akhir pemasukan penawaran
untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
 b. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari sebelum batas akhir pemasukan penawaran
ditambah dengan waktu lamanya proses prakualifikasi untuk pemilihan dengan
prakualifikasi.
Manfaat Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
1. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya.
2. HPS digunakan untuk pengadaan dengan bukti tanda perjanjian berupa kuitansi, SPK dan surat
perjanjian
3. HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan.
4. HPS digunakan sebagai dasar untuk negosiasi harga dalam Pengadaan Langsung dan Penunjukan
Langsung.
5. HPS digunakan untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Penawaran (1-3% dari HPS). Contoh: nilai
HPS suatu tender proyek pekerjaan misalkan sebesar Rp. 2.000.000.000,-, (dua milyar rupiah). Panitia
pengadaan, menetapkan besaran jaminan penawaran adalah 2% dari HPS. Hal ini berarti rekanan harus
menyampaikan jaminan penawaran senilai Rp. 40.000.000,- (berapapun harga penawaran yang
disampaikan untuk pekerjaan tersebut).
6. HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran
yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS. Contoh : nilai HPS suatu tender proyek pekerjaan
misalkan sebesar Rp. 10.000.000.000,-. Penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran harga (setelah
terkoreksi) sebesar Rp. 7.000.000.000,- atau 70% dari HPS. Maka, jumlah jaminan pelaksanaan sebesar
Data Penyusun HPS

HPS disusun dengan cara menghitung data-data yang bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS meliputi:

1. Data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Informasi daftar biaya/tarif barang yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal.
4. Informasi biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya.
5. PPK mempertimbangkan inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan, dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
6. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain.
7. Norma indeks.
8. Data atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
9. Sedangkan untuk pemilihan Penyedia barang/jasa secara internasional, penyusunan HPS menggunakan informasi harga barang/jasa yang
berlaku di luar negeri.
10. Harga pasar setempat yang merupakan harga barang di lokasi barang diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya
pengadaan barang
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penyusunan HPS

1. HPS adalah perkiraan dan patokan semata;


2. HPS telah memperhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia;
4. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan
(PPh) Penyedia;
5. nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia;
6. riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik;
7. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
8. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS.
Rumus untuk menyusun HPS adalah:

Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar

HPS sblm PPN = Harga satuan x volume


HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumus penyusunan HPS tersebut, HPS harus memperhitungkan komponen
keuntungan wajar. Berapa sih batasan keuntungan yang dianggap wajar itu? Tentunya PPK
harus menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia
untuk mengikuti tender pengadaan barang/jasa.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai