Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH NAHDLATUL ULAMA

• Surabaya, 31 Januari 1926/ 16 Rajab 1344


H
• Nahdlatul Ulama artinya “Kebangkitan
Ulama” atau “Kebangkitan Cendekiwian
Islam”

KH. Hasyim Asy’ari – Rais Aam pertama NU


Respons dari berbagai problem keagamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan
kebangsaan dan sosial-masyarakat.

1918
1914
Taswirul Afkar atau Nahdatul Fikr
Nahdatul Wathan

1918
Nahdatul Tujjar

KH. Wahab Chasbullah


KOMITE HIJAZ
Embrio lahirnya NU juga berangkat dari
sejarah pembentukan Komite Hijaz pada
Tahun 1926.

Saat itu, delegasi Indonesia tak diwakili oleh


ulama beraliran tradisionalis. Delegasi
Indonesia diwakili oleh H.O.S
Tjokroaminoto (Serikat Islam) dan K.H Mas
Mansur (Muhammadiyah).

Maka pada tanggal 31 Januari 1926/ 16


Rajab 1344 H para ulama tradisonal sepakat
menunjuk KH Raden Asnawi Kudus sebagai
delegasi dari Institusi bernama Nahdlatul
Ulama
MASA AWAL BERDIRI (1926-1942)

Didirikannnya NU bertujuan untuk melestarikan serta


mengamalkan ajaran Ahlussunah Waljamaah yang
menganut salah satu dari empat Imam Besar (Hambali,
Syafi’I, Maliki, dan Hanafi). Pada dasarnya,
Ahlusssunah Wal Jamaah merupakan sebuah pola pikir
yang mengambil jalan tengah antara rasionalis (ekstrem
aqli) dan skripturalis (ekstrem naqli). Oleh karenaya,
sumber hukum bagi warga NU tidak hanya Al Quran dan
As sunnah, tetapi juga kemampuan akal dan realitas
empiris.
MASA AWAL BERDIRI (1926-1942)
Pada masa awal berdirinya, NU sudah berupaya
melakukan usaha-usaha memajukan masyarakat
Indonesia. Saat itu Indonesia masih dalam jajahan
Belanda, NU telah mendirikan banyak madrasah dan
pesantren.

1928
Lembaga Ma’arif

Sampai pada 1942, NU sudah tersebar sebanyak 120


cabang yang ada di Pulau Jawa. Nahdlatul Ulama
menitikberatkan pada perlunya pendidikan yang
mendalami ilmu agama karena NU berangkat dari
pesantren. Oleh karena itu, maka keilmuan yang
diutamakan adalah keagamaan.
1929
Koperasi NU
MASA PENJAJAHAN JEPANG (1942-1945)

Pada Maret 1942 kekuasaan belanda resmi berakhir dan


digantikan oleh Jepang.

KH Hasyim Asyari ditahan oleh Jepang karena KH Abdul Wahid Hasyim masuk Chuo Sangi-in dan

menolak melakukan sekerai mendesak Jepang agar NU diaktifkan kembali


MASA PENJAJAHAN JEPANG (1942-1945)

Pada Oktober 1943 akhirnya NU aktif kembali. Perjuangan umat islam


dilanjutkan dengan wadah baru yang bernama Majelis Syura Muslimin
Indonesia (Masyumi) yang diketuai oleh KH. Hasyim Asyari dan KH.Wahid
Hasyim sebagai wakilnya.

Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat


Indonesia melalui lembaga agama Islam.

KH Abdul Wahid Hasyim meminta Jepang melatih santri


kemiliteran sehingga terbentuklah hizbullah dan sabilillah

Aktivitas NU pada masa pendudukan Jepang lebih


berfokus kepada perjuangan membela tanah air baik fisik
maupaun politik. NU juga tak lagi membatasi diri sebagai
organisasi kemasyarakatan, tetapi juga masuk ke ranah
politik.
MASA KEMERDEKAAN (1945)

NU punya peranan penting dalam perjuangan bangsa Indonesia meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Hal ini
terlihat dari perlawanan warga NU terhadap pasukan sekutu yang datang lagi ke Indonesia.

Para warga NU yang kebanyakan santri melakukan perlawanan


dengan berkumpul dan menyerukan Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad NU
MASA PASCA KEMERDEKAAN – ORDE LAMA (1946 - 1966)
Muktamar NU ke-16 pada 1946 akhirnya memutuskan NU terjun dalam politik dan bergabung dengan partai politik
Masyumi. Degan tujuan NU dapat memperluas peran ulama melalui politik.

Beberapa tokoh NU menduduki jabatan di Masyumi antara lain K.H Hasyim Asyari sebagai Ketua Majelis Syuro
(Dewan Penasehat Keagamaan), K.H Wahid Hasyim (wakil menteri Masyumi), Masjkur (wakil menteri Masyumi),
K.H Fathurrahman Kafrawi (wakil menteri) dan K.H Wahab Chasbullah (Dewan Pertimbangan Agung).
MASA PASCA KEMERDEKAAN – ORDE LAMA (1946 - 1966)
Pada 1952, melalui surat keputusan Pengurus Besar NU merekrut tokoh-tokoh bartu seperti
Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 , H. Jamaluddin Malik dan K.H Idham Chalid.
akhirnya NU memutuskan keluar dari Masyumi dan
mendirikan partai politik sendiri.

Pada periode 1959 hingga 1966, NU secara terbuka


menerima konsep Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh
Soekarno. NU masih mempertimbangkan “fiqhiyah” yang
Dalam pemilihan umum 1955. NU mendapat total 6,9 juta suara
artinya Jika terjadi benturan antara dua hal yang sama
dan mendapatkan 45 kursi di parlemen. Kesuksesan ini tidak
buruk dipertimbangkan yang lebih besar bahayanya dan
lain karena basis NU yang sangat banyak di pedesaan.
melaksanakan yang paling kecil akibat buruknya.
MASA PASCA KEMERDEKAAN – ORDE LAMA (1946 - 1966)
NU juga tampil menjadi kekuatan yang memerangi keras
komunisme. Beberapa organisasi dibentuk antara lain
Barisan Ansor Serba Guna (Banser), Lembaga Seni
Budaya Muslim (Lesbumi) dan Persatuan Petani NU
(Pertanu).

Puncaknya adalah peristiwa G 30 S


PKI. NU menjadi partai politik pertama
yang mendesak Presiden Soekarno
membubarkan PKI (Partai Komunis
Indonesia).
Sikap tegas ini dikeluarkan pada 5
Oktober 1965 saat sebagian besar
masyarakat Indonesia masih ragu-ragu
siapa yang menjadi dalang di balik
peristiwa G 30 S PKI.
MASA ORDE BARU (1966 - 1995)
NU menyatakan akan kembali ke khittahnya sebagai jam’iyah pada periode ini. Secara resmi pada Muktamar NU 1979.

Diawali oleh proses penggabungan partai


politik awalnya terjadi pada 1973. Semua
parpol tergabung dalam dua kutub besar, yaitu
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
NU bersama partai-partai Islam disatukan
dalam PPP bersama Parmusi, PSII dan Perti. S
edangkan kutub PDI diisi oleh PNI, IPKI,
Parkindo, Partai Katolik dan Partai Murba.

Layaknya di Masyumi pada masa pasca-kemerdekaan, hubungan PPP dan NU sangat kuat. Namun seiring berjalannya
waktu, hubungan tersebut memburuk.
Khittah ke NU 1926 otomastis membuat NU keluar dari PPP. Walau tetap membebaskan anggotanya terjun ke dunia
politik, NU melarang anggotanya untuk rangkap jabatan dengan organisasi lain
MASA ORDE BARU (1966 - 1995)
Di saat pemerintahan Orde Baru memberlakukan asas tunggal, yakni Pancasila, NU juga memberikan dukungan
penuh. Hal ini terbukti pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984, keputusannya berbunyi “Nahdlatul
Ulama berasaskan Pancasila. Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Ahlus Sunnah Wal
Jamaah megikuti salah satu dari empat mahzab, Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hambali.”
MASA REFORMASI (1995 - 1998)

Pada masa reformasi, NU melahirkan Presiden


Republik Indonesia dari kalangannya yaitu Presiden
K.H Abdurrahman Wahid. Presiden yang akrab
disapa Gus Dur ini menjadi Presiden per 20 Oktober
1999. Gus Dur menjadi sosok di balik reformasi yang
juga dilakukan NU dalam dekade terakhir.

Dalam masa jabatan sebagai Ketua NU, Gus Dur


fokus dalam mereformasi sistem pendidikan di
pesantren dan berhasil membuat pesantren bersaing
dnegan sekolah lain yang populer.Gus Dur menjadi
salah satu ketua umum yang paling lama menjabat
yakni seka 1984 hingga 1999.
MASA REFORMASI (1995 - 1998)
Di periode ini, NU seperti memanfaatkan sebagai momentum memperbaiki diri. Proses lahirnya NU dari awalnya
sebagai organisasi keagamaan menjadi terjun ke ranah politik, lalu kembali ke khittahnya lagi sebagai organisasi
sosial keagamaan, membuat NU mengeluarkan pandangan yang disebut Refleksi Reformasi.

Refleksi Reformasi berisi 8 pernyataan sikap dari Pengurus Besar NU yaitu:


– NU memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga agar reformasi berjalan kea rah yang lebih benar.
– Rekonsiliasi nasional harus ditujukan untuk merajut kembali persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah).
– Reformasi jangan berhenti di tengah jalan, untuk membentuk tatanan baru kehidupan berbangsa dan bernegara.
– Penyampaian ide atau gagasan disampaikan hendaknya dengan hati-hati.
– Kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus ditanggapi secara bijak dan bertanggung jawab.
– Pemberantasan KKN harus dilakukan serius tanpa terkecuali.
– TNI harus berada di atas semua golongan.
– Praktik monopoli harus dibasmi tuntas dalam setiap praktik ekonomi di Indonesia.
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) selanjutnya juga menyerukan agar agenda reformasi diikuti oleh
seluruh lapisan masyarakat dan jajaran warga Nahdlatul Ulama. Imbauan ini ditandatangani pada 31 Desember
1998 oleh K.H M.Ilyas Ruhiyat, Prof. Dr. Said Agil Siraj, Ir. Musthafa Zuhad Mughni, dan Drs. Ahmad Bagja
MASA PASCA REFORMASI - SEKARANG
NU benar-benar telah kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial keagamaan pada masa sekarang ini. Dengan
sudah tidak menjadi parpol, NU bisa lebih leluasa menjalankan fungsi-fungsi yang menjadi khitahnya. Organisasi-
organisasi otonom NU berusaha menjangkau warga-warga NU yang mengalami kesulitan, yang banyak terjadi di
daerah-daerah.

Said Aqil Siradj Miftachul Akhyar

Ketua Umum PBNU Rais Aam NU


SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai