Anda di halaman 1dari 16

Kelompok 2 KONSEP DAN

1. Agum Satrio (18220001) MODEL TRIASE


2. Widia (18220013)
BENCANA

Pembimbing Akademik :
Alkhusari, Ners, S.Kep, M.Kep
PENDAHULUA
N
Kata triase berasal dari bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau memilah. Kata ini pada awalnya
digunakan untuk menyebutkan proses pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak. Proses pemilahan di dunia
medis pertama kali dilaksanakan sekitar tahun 1792 oleh Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter kepala di
Angkatan perang Napoleon. Pemilahan pada serdadu yang terluka dilakukan agar mereka yang masih bisa ditolong
mendapatkan prioritas penanganan. Seiring dengan berkembangnya penelitian di bidang gawat darurat, sejak tahun
1950 an diterapkan metode triase di rumah sakit di Amerika Serikat, namun belum ada struktur yang baku. Seiring
dengan perkembangan keilmuan dibidang gawat darurat, triase rumah sakit modern sudah berkembang menjadi
salah satu penentu arus pasien dalam layanan gawat darurat. Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit
gawat darurat terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit melalui unit ini.
Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode
menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan.
Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan pasien mana yang berisiko
meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan
penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.3-7 Berdasarkan definisi ini, proses
triase diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat
darurat. Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan suatu sistim penilaian kondisi medis dan
klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan berdasarkan keputusan yang diambil dalam proses triase
TRIASE
INDONESIA
Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur
nasional yang mengidentifikasi metode-metode triase yang digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di Indonesia. Secara empiris penulis
mengetahui bahwa pemahaman triase dalam pendidikan kesehatan sebagian besar- kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya- masih
menggunakan konsep triase bencana (triase merah,,kuning, hijau, dan hitam). Beberapa rumah sakit yang mengikuti akreditasi internasional
seperti Rumah Sakit Pusat Nasional dr. Ciptomangunkusumo sudah mulai mencoba mengikuti penerapan triase lima kategori di Instalasi
Gawat Darurat. Konsep lima kategori di RSCM merupakan penyesuaian dari
konsep ATS. Banyak perbedaan pendapat antara petugas medis di IGD RSCM ketika sistim ini diterapkan karena sebagian masih
menganut paham triase bencana Selain belum kuat dari aspek sosialisasi dan pelatihan, pelaksanaan triase di Indonesia juga masih lemah dari
aspek ilmiah. Minimnya penelitian dan publikasi dibidang gawat darurat dapat menyebabkan kerancuan dalam menerapkan metode triase,
apakah tetap menggunakan metode konvensional, menyadur sistim dari luar negeri setelah dilakukan uji validasi dan uji reliabilitas, atau
membuat sistim sendiri yang sesuai dengan karakteristik pasien-pasien di Indonesia. Beberapa karakteristik pasien di Indonesia yang berbeda
dengan diluar negeri antara lain di Indonesia kasus-kasus berat diantar ke IGD oleh keluarga atau pendamping, bukan dengan ambulans
medik, sehingga perlu ada evaluasi singkat mengenai keluhan utama pasien atau mekanisme trauma, pasien yang datang ke IGD memiliki
komorbid lebih banyak, cara menyampaikan keluhan berbeda-beda tergantung dari latar belakang budaya, serta banyak dijumpai kasus
penyakit tropik dan infeksi seperti demam berdarah dengue, demam typhoid, malaria, chikunguya, dan leptospirosis
LANJUTAN

02
01
Pasien Gawat Tidak Darurat Pasien berada
Pasien Gawat Darurat Pasien yang tiba-tiba dalam
dalam keadaan gawat tetapi tidak
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi lambangkan dengan label Biru. Misalnya
cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. pasien dengan Ca stadium akhir.
Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya
AMI (Acut Miocart Infac).
03

Pasien Darurat Tidak Gawat Pasien akibat


musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya.
Bisanya di lambangkan dengan label
kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.
SISTEM PENANGGULANGAN
PENDERITA GAWAT DARURAT
(PPGD)

Tujuan Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota
masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat
darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa
sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi. Cakupan pelayanan kesehatan yang
perlu dikembangkan meliputi:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian  
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan  penanggulangan penderita gawat darurat.
MODEL TRIAGE
BENCANA
1. Simple Triage
Pada keadaan bencana massal (MCI) awal-awal, dimana sarana transportasi belum ada, atau ada tapi
terbatas, dan terutama sekali, belum ada tim medis atau paramedis yang kompeten. Pemilahan dan
pemilihan pasien terutama ditujukan untuk prioritas transportasi pasien dan kemudian tingkat
keparahan penyakitnya. Biasanya, digunakan triage tag/kartu triase.
2. S.T.A.R.T. (Simple Triage And Rapid Treatment)
Prinsip dari START adalah START bertujuan untuk mengatasi ancaman hidup yang utama, yaitu sumbatan jalan nafas dan perdarahan arteri yang hebat.
Pengkajian diarahkan pada  pemeriksaan: Status respirasi, Sirkulasi (pengisian kapiler), dan Status Mental.
Kategori / warna kode
Apa arti dari warna-warna ini?
1. Merah: Kode warna merah diberikan kepada pasien yang jika tidak diberikan penanganan dengan cepat maka pasien pasti akan meninggal, dengan syarat
pasien tersebut masih memiliki kemungkinan untuk dapat hidup. Contohnya seperti pasien dengan gangguan pernapasan, trauma kepala dengan ukuran
pupil mata yang tidak sama, dan perdarahan hebat.

2.  Kuning: Kode warna kuning diberikan kepada pasien yang memerlukan perawatan segera, namun masih dapat ditunda karena ia masih dalam kondisi
stabil. Pasien dengan kode kuning masih memerlukan perawatan di rumah sakit dan pada kondisi normal akan segera ditangani. Contohnya seperti pasien
dengan patah tulang di beberapa tempat, patah tulang paha atau panggul, luka bakar luas, dan trauma kepala.

3. Hijau: Kode warna hijau diberikan kepada mereka yang memerlukan perawatan namun masih dapat ditunda. Biasanya pasien cedera yang masih sadar dan
bisa berjalan masuk dalam kategori ini. Ketika pasien lain yang dalam keadaan gawat sudah selesai ditangani, maka pasien dengan kode warna hijau akan
ditangani. Contohnya seperti pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar minimal, atau luka ringan.

4. Putih: Kode warna putih diberikan kepada pasien hanya dengan cedera minimal di mana tidak diperlukan penanganan dokter.

5. Hitam: Kode warna hitam diberikan kepada pasien yang setelah diperiksa tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Misalnya, mereka yang masih hidup
namun mengalami cedera yang amat parah sehingga meskipun segera ditangani, pasien tetap akan meninggal.
BERPIKIR
KRITIS
PENGERTIAN BERPIKIRAN
KRITIS
Istilah berpikir kritis (critical thinking) sering disamakan artinya dengan berpikir konvergen, berpikir logis (logical thinking) dan reasoning.
R.H Ennis, dalam Hassoubah (2004), mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis
dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut :
1.      Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
2.      Mencari alasan.
3.      Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4.      Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5.      Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
Menurut R. Swartz dan D.N. Perkins dalam Hassoubah (2004: 86) menyatakan bahwa berpikir kritis berarti:
1. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan diterima atau apa yang akan dilakukan dengan alasan yang logis.
2.  Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan.
3. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan serta menerapkan standar tersebut.
4. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang mendukung suatu penilaian.
PENTINGNYA BERPIKIR
KRITIS

Berpikir kritis merupakan hal penting yang harus lakukan diantaranya karena:
1. Berpikir kritis memungkinkan siswa memanfaatkan potensi seseorang dalam melihat masalah, memecahkan
masalah, menciptakan, dan menyadari diri.
2. Berpikir kritis merupakan keterampilan universal. Kemampuan berpikir jernih dan rasional diperlukan pada
pekerjaan apapun, ketika mempelajari bidang ilmu apapun, untuk memecahkan masalah apapun, jadi merupakan
aset berharga bagi karir seorang.
3.  Berpikir kritis sangat penting di era informasi dan teknologi. Seorang harus merespons perubahan dengan
cepat dan efektif, sehingga memerlukan keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis
informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
4.  Berpikir kritis meningkatkan keterampilan verbal dan analitik. Berpikir jernih dan sistematis dapat
meningkatkan cara mengekspresikan gagasan, berguna dalam mempelajari cara menganalisis struktur  teks
dengan logis, meningkatkan kemampuan untuk memahami
PENILAIAN SISTEMATIS SEBELUM, SAAT,
DAN SETELAH BENCANA PADA KORBAN,
SURVIVOR, POPULASI RENTAN, DAN
BERBASIS KOMUNITAS
Pengertian Penilaian Sistematis Menurut Eko Putro Widoyoko, 2012: 3, Penilaian ialah sebagai kegiatan
menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria dan aturan-aturan tertentu. Penilaian memberikan
informasi lebih konprehensif dan lengkap dari pada pengukuran, karena tidak hanya mengunakan instrument
tes saja, melainkan mengunakan tekhnik non tes lainya. Jadi penilaian sistematis adalah kegiatan dan proses
pengumpulan data data dan informasi yang bersifat kualitatif yang disusun secara berurutan, utuh dan
terpadu untuk menjelaskan berbagai rangkaian sebab akibat terkait suatu objek tertentu. Penialain sistematis
pada bencana ialah kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan bencana yang
termasuk didalamnya bentuk bencana, lokasi, dampak, korban, dan usaha dalam menghadapi bencana
sebelum, saat dan setelah terjadinya bencana. Penilaian sistematis ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai resiko dan dampak yang akan dialami jika terjadi bencana.

Penilaian sebelum bencana pada korban, survivor, populasi rentan dan berbasis masyarakat.
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event)
berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster
reduction/mitigation dan disaster preparedness.
Penilaian risiko bencana/bahaya dibedakan berdasarkan karakteristik utama yaitu :

1. Penyebab : alam atau ulah manusia

2. Frekuensi : berapa sering terjadinya

3. Durasi : beberapa durasinya terbatas seperti pada ledakan sedang lainnya mungkin lebih lama seperti
banjir dan epidemic.

4. Kecepatan onset : bisa muncul mendadak hingga sedikit atau tidak ada pemberitahuan yang bisa
diberikan atau bertahap seperti pada banjir (kecuali banjir bandang) memungkinkan cukup waktu untuk
pemberitahuan dan mungkin tindakan pencegahan atau peringatan. Ini mungkin berulang dalam periode
waktu tertentu seperti pada gempa bumi.

5. Luasnya dampak : bisa terbatas dan mengenai hanya area tertentu atau kelompok masyarakat tertentu
atau menyeluruh mengenai masyarakat luas mengakibatkan kerusakan merata pelayanan dan fasilitas.

6. Potensi merusak: kemampuan penyebab bencana menimbulkan tingkat kerusakan tertentu (berat,
sedang atau ringan) serta jenis (cedera manusia atau kerusakan harta benda) dari kerusakan.
Adapun penilaian lingkungan pada saat terjadi bencana adalah :

1. Daerah rawan yang kemungkinan akan terjadi bencana susulan. Seperti tsunami setelah gempa,
tanah longsor setelah banjir atau hujan deras, aliran lava dan abu vulkanik saat terjadi letusan
gunung berapi dan rubuhnya bangunan setelah terkena guncangan gempa.

2. Tempat pengungsian yang aman untuk pertolongan pertama pada korban bencana

3. Penilaian setelah bencana Penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya dilakukan
pada minggu terakhir masa tanggap darurat atau setelah masa tanggap darurat dinyatakan berakhir.
Surveilens Bencana

Definisi Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan berkesinambungan melalui kegiatan pengumpulan dan
pengolahan data serta penyebar luasan informasi untuk pengambilan keputusan dan tindakan segera. Surveilans Bencana
adalah mengumpulkan data pada situasi bencana ,data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit,
jenis luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah korban anak-anak, dewasa, lansia.
Surveilans sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun
kebijakan dan rencana program

Tujuan surveilens Tujuan Surveilans adalah untuk mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara keseluruhan
untuk menekan dampak negatif yang lebih besar.

1) Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana.

2) Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan penyebarannya.

3) Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat bencana(misalnya perbaikan
sanitasi.)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai