Anda di halaman 1dari 32

PASIEN DENGAN

GANGGUAN JIWA
Created By Group II
LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah
penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural
atau variasi kultur pada setiap wilayah.

Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk
mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana
merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari
berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang
budaya disebut dengan transkultural nursing.

Madeleine Leininger adalah ibu keperawatan transkultural, ia adalah pendiri dan


pemimpin internasional keperawatan transkultural. Perempuan kelahiran 13 Juli 1925, di di
Sutton, Nebraska hidup bersama empat saudara laki-laki dan seorang saudari. Mereka tinggal di
sebuah lahan pertanian hidup.
TUJUAN MASALAH

3. Untuk Mengetahui
Contoh Kasus pada
1. Untuk Mengetahui Pasien dengan Gangguan
Teori Transkultural Jiwa
Leininger
4. Untuk Mengetahui
2. Untuk Mengetahui Penerapan Teori Model
Penerapan Teori Sunrise Leininger &
Keperawatan Madeleine jurnal keperawatan
M. Leininger dalam berdasarkan contoh
Proses Keperawatan kasus Pasien dengan
Gangguan Jiwa
01
TEORI MODEL KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL MEDELEINE LEININGER
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang
fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu
ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia
(Leininger, 2002).

Garis besar teori Leininger adalah


tentang culture care diversity and
universality, atau yang kini lebih
dikenal dengan transcultural
nursing.
BAHASAN YANG KHUSUS DALAM TEORI
LEININGER, ANTARA LAIN ADALAH :

CULTURE
Apa yang dipelajari, disebarkan dan
CULTURE
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan
DIVERSIT
Keanekaragaman dan perbedaan
nilai yang diwariskan, kepercayaan,
norma, cara hidup dari kelompok CARE
subjektif yang berkaitan dengan nilai yang
diwariskan, kepercayaan, untuk
Y
persepsi budaya, pengetahuan, dan
adat kesehatan, serta asuhan
tertentu yang mengarahkan mempertahankan kesejahteraannya, keperawatan.
anggotanya untuk berfikir, membuat memperbaiki kondisi kesehatan, menangani
keputusan penyakit, cacat, atau kematian.

UNIVERSALI
Kesamaan dalam hal persepsi budaya,
WORLDVI
Cara seseorang
ETHNOHIST
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman
TY
pengetahuan praktik terkait konsep
sehat dan asuhan keperawatan.
EW
memandang dunianya ORY
individu, kelompok, terutama sekelompok
orang yang menjelaskan cara hidup manusia
dalam sebuah budaya dalam jangka waktu
tertentu.
02
NILAI-
NILAI
KELUARG
DEFINISI
KELUAR Keluarga meupakan satu kelompok individu
yang dipersatukan oleh ikatan perinkahan,
GA pertalian darah, ataupun melalui adopsi; yang
membangun satu kesatuan rumah tangga; yang
saling berinteraksi dan berkomunikasi sesuai
dengan peran sosialnya sebagai suami istri, ibu
dan bapak, anak, kakak, dan adik; serta
menciptakan dan mempertahankan satu
budaya Bersama (Burges & locke, 1953 dalam
Agustiani, 2007).
NILAI-NILAI KELUARGA
DALAM SUATU DAERAH

JAWA TIMUR
1. Keluarga merupakan kesatuan antara suami-
istri dan anak yang belum menikah yang
MINANGKABAU
1. Ibu memegang peran sentral dalam
tinggal serumah.
Pendidikan, pengamanan kekayaan dan
2. Sistem nilai dan ideologi keluarga dipengaruhi kesejahteraan keluarga (termasuk
oleh budaya islam. kesehatan).
3. Figure suami dan bapak dalam keluarga sangat 2. Sejak kecil anak dididik untuk tinggal
dominan. terpisah dari keluarganya (merantau)
4. Komitmen kuat untuk Saling menolong 3. Adat basandi syara’, syara’ basandi
anggota keluarga yang membutuhkan. kitabullah
03
ASUMSI BERDASARKAN
PARADIGMA
KEPERAWATAN
Leininger (1985) mengartikan
paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-
nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral
keperawatan
Empat Konsep Sentral
Keperawatan Yaitu :

MANUSIA KESEHATAN

KEPERAWATA
LINGKUNGAN
N
HUBUNGAN MODEL DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Manusia
Manusia adalah individu atau kelompok yamg
Kesehatan
Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang
memiliki nilai-nilai dan norma- norma yang didefinisikan secara kultural memiliki nilai dan
diyakini dan berguna untuk menentukan pilihan praktek serta merefleksikan kemampuan individu
serta melakukan tindakan. Menurut Leininger, maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan
manusia memiliki kecenderungan untuk budaya mereka sehari-hari, keuntungan dan pola
mempertahankan budayanya pada setiap saat hidup.
dimanapun ia berada.

Lingkunga
Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu
Keperawata
Profesi keilmuan yang disiplin yang difokuskan pada

n n
keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman aktivitas dan fenomena perawatan manusia yang bertujuan
yang memberikan arti bagi perilaku manusia, untuk membantu, memberikan dukungan, menfasilitasi
interpretasi, dan interaksi sosial dalam individu maupun kelompok untuk memperoleh kesehatan
lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan atau mereka dalam cara yang menguntungkan yang
susunan kebudayaan. berdasarkan pada kebudayaan atau untuk menolong
orang-orang agar mampu menghadapi rintangan dan
kematian.
04
APLIKASI TRANSKULTURAL NURSING
SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN
2. Perawatan & Pengasuhan Anak
Disepanjang daur kehidupannya, manusia
akan melewati masa transisi dari awal masa
kelahiran hingga kematiannya.
Kebudayaan turut serta mempengaruhi
peralihan tersebut. Dalam asuhan
keperawatan budaya, perawat harus paham
dan bisa mengaplikasikan pengetahuannya
pada tiap daur kehidupan manusia. Salah
1. Perawatan Kehamilan & Kelahiran satu contohnya yaitu aplikasi transkultural
Kehamilan dan kelahiran bayi pun pada perawatan dan pengasuhan anak.
dipengaruhi oleh aspek sosial dan Setiap anak diharapkan dapat berkembang
budaya dalam suatu masyarakat. secara sempurna dan simultan, baik
Dalam ukuran-ukuran tertentu, perkembangan fisik, kejiwaan dan juga
fisiologi kelahiran secara universal sosialnya sesuai dengan standar kesehatan,
yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial.
sama. Namun proses kelahiran sering
ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok
masyarakat (Jordan, 1993).
05
APLIKASI TRANSKULTURAL
NURSING DALAM PROSES
KEPERAWATAN
Geisser (1991) menyatakan bahwa
proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995).
Model konseptual yang
dikembangkan oleh Leininger
dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks
budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model)
Pengelolaan Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN
Pengkajian adalah proses
DIAGNOSA KEPERAWATAN
mengumpulkan data untuk Diagnosa keperawatan adalah
mengidentifikasi masalah kesehatan respon klien sesuai latar belakang
klien sesuai dengan latar belakang budayanya yang dapat dicegah,
budaya klien (Giger and Davidhizar, diubah atau dikurangi melalui
1995). Pengkajian dirancang intervensi keperawatan. (Giger
berdasarkan 7 komponen yang ada and Davidhizar, 1995).
pada ”Sunrise Model”
Pengelolaan Asuhan Keperawatan

EVALUASI
PERENCANAAN DAN Evaluasi asuhan keperawatan
PELAKSANAAN transkultural dilakukan terhadap
Perencanaan adalah suatu proses keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai
memilih strategi yang tepat dan
dengan kesehatan, mengurangi
pelaksanaan adalah melaksanakan budaya klien yang tidak sesuai
tindakan yang sesuai denganlatar dengan kesehatan atau beradaptasi
belakang budaya klien (Giger and dengan budaya baru yang mungkin
Davidhizar, 1995). sangat bertentangan dengan budaya
yang dimiliki klien.
CONTOH KASUS
& PEMBAHASAN
PASIEN DENGAN
GANGGUAN
JIWA
CONTOH KASUS
Sebuah keluarga yang terdiri dari Kakak tertua, Kakak kedua, Kakak ketiga serta adiknya. Nn. A merupakan anak
keempat dari 4 bersaudara. Nn. A memiliki 2 kakak laki-laki dan 1 kakak perempuan. Nn. A berumur 26 tahun, pendidkan
Terakhir SMA, belum menikah, beragama Buddha, serta berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang cukup,
Nn. A Asli orang sumatera Utara berasal dari suku Batak. Kedua orang tua klien telah meninggal dunia akibat kecelakaan,
sehingga pengambilan keputusan serta perekonomian keluarga dipegang dan ditanggung oleh kakak tertua, kedua kakak
tertua klien adalah seorang Karyawan Swasta di sebuah perusahaan.
Dari pengkajian, Nn. A dirawat di yayasan pemenang jiwa karena awalnya marah-marah karena kesal, melamun,
sering bicara sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud sering melihat orang-orang Arab tanpa wujud
dan Nn. A juga sering tertawa sendiri. Hal ini terjadi setelah orang tuanya meninggal akibat kecelakaan, sehingga timbul
gejala-gejala seperti diatas. Klien awalnya marah-marah dan melempar barang-barang, suka menyendiri, melamun, sering
bicara sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud, & tertawa sendiri.
Sebelumnya keluarga klien telah berdiskusi dengan tokoh masyarakat, dan menyarankan Nn. A dibawa ke dukun
karena kebiasaan warga yang selalu membawa orang sakit ke dukun. Oleh dukun dikatakan Nn. A “kerasukan”, dan atas
anjurannya, Nn. A dibawa berobat pada seorang dukun yang pintar diluar kota. Oleh dukun tersebut, Nn. A dimandikan,
diminumi air garam dan daun-daun serta jampi-jampi. Ternyata pengobatan dengan cara ini tidak membawa hasil, gejala
makin menjadi-jadi. Nn. A menjadi lebih sering menyendiri di kamar dan kadang menyakiti dirinya sendiri. Keadaan ini
membuat kakak tertua Nn. A jera hingga memutuskan untuk memasung adiknya karena takut melukai dirinya sendiri serta
anggota keluarganya yang lain. Kakak Nn. A mempercayai bahwa dengan dipasung maka roh jahat yang merasuki Nn. A
juga dapat terpasung.
Beberapa hari setelah Nn. A dipasung, tetangga Nn. A yang bekerja sebagai perawat prihatin dengan keadaan Nn.
A, akhirnya perawat tersebut menyarankan pada keluarga untuk mebawa Nn. A berobat ke RS, namun keluarga menolak
karena keluarga meyakini sakit yang dialami Nn. A akibat dari roh jahat yang merasuki tubuh Nn. A. Selang satu minggu
keluarga mulai resah dengan keadaan Nn. A yang tidak terlihat adanya perubahan dan keluarga mulai memikirkan saran
dari tetangganya untuk membawa Nn. A ke RS. Akhirnya keluarga membawa Klien ke Yayasan Pemenang Jiwa Provinsi
Sumatera Utara pada tanggal 16 Januari 2016. Keluarga klien mengatakan bahwa tidak ada keluarga yang pernah
mengalami gangguan jiwa. Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya,
terutama orangtuanya. Setelah diperiksa dokter mengatakan bahwa Nn. A mengalami Depresi berat sehingga melakukan
tindakan kekerasan untuk melampiaskan kemarahannya. Keluarga mengatakan sebelum sakit Nn. A memiliki sifat pemalu,
suka mencampuri dan mengatur urusan orang lain, mudah tersinggung bila di cela, rajin dan rapih didalam pekerjaan
sehari-hari.
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat. Keluarga Klien
mengatakan bahwa klien mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena klien sifatnya pemalu, sulit
bergaul dan selalu ingin menyendiri. Akhirnya dokter memberikan advis untuk dirawat inap agar keadaan Nn. A selalu
terpantau. Keluarga klien setuju untuk dirawat, namun selama di Yayasan Pemenang Jiwa keluarga klien tetap
memberikan air jampi-jampi dari daun-daunan dan air garam dari dukun. Selain itu di Yayasan klien masih terus
menunjukkan perilaku amuk, suara keras, wajah tegang, dan memerah serta mata melotot dan oleh tenaga medis dilakukan
pemberian obat penenang serta fiksasi agar tidak melukai diri dan orang lain. Dari hasil pemeriksaan fisik, klien tidak
memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg, N : 82 x/m, P :
20 x/m, SB : 36,5 oC. Pasien memiliki tinggi badan 168 cm dan berat badan 67 Kg.
• Faktor Agama & Falsafah Hidup (Religious and Philosophical Factors)
Klien beragama buddha dan klien yakin dengan agamanya.
PENGKAJIAN
Inisial : Nn. A
Ruang Rawat : Yayasan Pemenang
Jiwa Sumatera Utara • Faktor Sosial & Keterikatan Keluarga (Kindship and Social Factors)
Umur : 26 thn Klien biasa di panggil Nn. A, klien berumur 26 thn berjenis kelamin
Agama : Buddha perempuan, status belum menikah, dan tidak bekerja. Tklien anak terakhir dari
Pendidikan Terakhir : SMA 4 bersaudara, klien memiliki 2 kakak laki-laki, dan 1 kakak perempuan. Kedua
Pekerjaan : Tidak bekerja orang tua lien telah meninggal. Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah
kakak tertua klien.

• Faktor Nilai Budaya & Gaya Hidup (Cultura Value and


Pengkajian Sunrise Model Lifeways)
• Faktor Teknologi (Technologi Factors) Klien berasal dari Sumatera Utara suku Batak. Klien dan
Klien belum pernah dibawa ke Yayasan Pemenang Jiwa / keluarga menggunakan bahsa batak dalam kehidupan sehari-
RS Jiwa sebelumnya. Keluarga menganggap bahwa hari. Klien tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat.
penyakit yang dialami Nn. A karena dirasuki roh jahat, Klien dibwa berobat pada seorang dukun pintar di luar kota.
keluarga klien membawa klien ke dukun karena Oleh dukun Nn. A dimandikan, diminumi air garam, dan
kebiasaan warga setempat yang selalu membawa orang daun-daun serta jampi-jampi. Keluarga klien mengganggap
sakit ke dukun. Keluarga klien merasa klien tidak ada seseorang yang kerasukan roh-roh jahat perlu dipasung agar
perubahan dan semakin hari semakin menjadi. Selain itu roh jahat tersebut ikut terpasung. Keluarga klien tetap
oleh tetangganya yang bekerja sebagai perawat memberikan air jampi-jampi dari daun-daunan dan air garam
menyarankan untuk membawa klien ke RS Jiwa. dari dukun selama di Yayasan.
• Faktor Peraturan & Kebijakan (Polytical and Legal Factors)
Keluarga klien telah berdiskusi dengan tokoh masyarakat dan disarankan klien di bawa ke dukun sebagai pengobatannya.
Klien membiayayai pengobatannya di Yayasan dengan biaya mandiri atau umum. Pengobatan yang dilakukan di Yayasan
pemenang jiwa sepenuhnya menggunakan Tindakan medis.

• Faktor Ekonomi (Economical Factors)


Klien tidak bekerja, klien berasal dari keluarga dengan
ekonomi yang cukup. kedua kakak tertua klien adalah
seorang Karyawan Swasta di sebuah perusahaan. Sumber • Faktor Pendidikan (Educational Factors)
biaya pengobatan berasal dari kakak klien. Klien tidak Pendidkan terakhir klien SMA, & pendidkan terakhir kakak
menggunakan asuransi kesehatan klien adalah SMA.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori ; Halusianasi penglihatan
2. Perilaku kekerasan
3. Kurang pengetahuan tentang pengobatan medis
Perlindungan / mempertahankan budaya Mengakomodasi/ menegosiasi budaya (Cultural care
(Cultural care reservation / maintenance) apabila accommodation atau negotiations) apabila budaya klien
budaya klien tidak bertentangan dengan Kesehatan. kurang mendukung kesehatan. Perawat bersikap tenang dan
Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan keluarga
dengan kesehatan bahkan dapat menjadi pendukung klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang
dalam meningkatkan kesehatan klien antara lain: 1) tidak memperburuk proses pengobatan dan perawatan.
sering berdoa, klien yakin dan percayya akan Keluarga klien (kakak) menjadi perantara perawat untuk
agamanya 2) memelihara komunikasi yang sedang dapat memberikan informasi mengenai prosedur
terjalin dengan baik (tanpa ada masalah karena pengobatan medis dan perawatan tanpa ada hambatan dari
budaya) antara klien dengan perawat maupun klien klien yang memiliki persepsi terhadap informasi
pengobatan dan perawatan. Perawat mengakomodir budaya
dengan dokter atau klien dengan tenaga Kesehatan
klien yang kurang menguntungkan kesehatan dan merubah
lain; 3) bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi budaya tersebut bila budaya yang dimiliki bertentangan
dengan klien; 4) mendiskusikan dengan keluarga dengan kesehatan seperti Tindakan pemasungan. Dalam
budaya yang dimiliki yang tidak bertentangan dengan penyelesaian masalah tersebut petugas kesehatan (perawat)
kesehatan agar dipertahankan bahkan lebih dalam memeberikan health education menggunakan bahasa
ditingkatkan; 5) mengedukasi keluarga dan klien yang mudah dipahami oleh klien dan keluarga. Libatkan
bahwa budaya yang dipercaiayai saat ini tidak sesuai keluarga dalam perencanaan perawatan. Apabila konflik
dan berdampak tidak baik bagi Kesehatan dan mental tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
klien; 6) menghilangkan pemikiran bahwa dipasung berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
adalah cara satu-satunya yang dapat menghindari standar etik, dan bersikap tenang dan tidak terburu-buru
dampak buruk yang ditimbulkan oleh klien serta saat interaksi dengan klien, serta mencoba memahami
kebudayaan klien.
mengurung roh jahat.
Mengubah dan mengganti budaya klien dan keluarganya (Cultural care repartening /
recontruction) Perawat merubah budaya klien apabila budaya yang dimiliki klien dan keluarganya
bertentangan dengan kesehatan seperti: persepsi keluarga klien dan tokoh masyarakat Nn. A terhadap
Tindakan pemasungan dan kepercayaan terhadap orang pintar atau dukun. Pada prinsip penanganan
kasus ini, perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga mengenai pentingnya peran
keluarga dalam kesembuhan klien serta mengubah pola pikir warga / tokoh masyarakat bahwa
pemasungan adalah satunya-satunya cara tebaik untuk kesembuhan klien. Perawat harus mencoba
untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-budaya mereka.
IMPLEMENTASI & EVALUASI
A. Cultural Care Preserventation/Maintenance
1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses pengobatan dan perawatan klien, meningkatkan
pengetahuan klien dan keluarga tentang proses pengobatan dan perawatan klien.
2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan klien.
3. Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

B. Cultural Care Accomodation/ Negotiation


1. Kebiasaan Keluarga dan warga sekitar membawa orang sakit ke orang pintar atau dukun
• Kaji pengetahuan klien tentang kemampuan yang dimilikinya
• Ajarkan pada klien tentang pentingnya pengobatan Tindakan medis yang baik untuk klien dengan gangguan jiwa
• Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
2. Kebiasaan memberikan ramuan jampi-jampi dan air garam tanpa konsultasi dengan tenaga Kesehatan
• Kaji pengetahuan keluarga tentang cara pemberian ramuan
• Ajarkan pada klien dan keluarga tentang dampak negative dari menkonsumsi ramuan yang tidak terjamin kebersihannya
• Anjurkan keluarga untuk memeriksakan kesehatannya klien ke FASKES terdekat.
• Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi obat-obatan yang tidak terjamin kebersihannya
C. Cultural Care Repartening /Reconstruction
1. Persepsi Keluarga terhadap pemberian ramuan
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakit klien
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang bahaya dan efek Tindakan pemasungan
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang keuntungan pemeriksaan Kesehatan di FASKES terdekat
• Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Nn. A
• Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti minum obat teratur, menemani klien disaat klien mulai menyendiri,
damping klien agar dapat mengatasi atau mengalihkan halusinasinya.
PEMBAHASAN
Dari hasil pengkajian sunrise model yang dilakukan pada contoh kasus tersebut, terdapat 7 faktor yang
harus dikaji oleh perawat. Pada pengkajian faktor teknologi (technologi factors), Klien belum pernah dibawa ke
Yayasan Pemenang Jiwa / RS Jiwa sebelumnya. Keluarga menganggap bahwa penyakit yang dialami Nn. A
karena dirasuki roh jahat, keluarga klien membawa klien ke dukun karena kebiasaan warga setempat yang selalu
membawa orang sakit ke dukun. Keluarga klien merasa klien tidak ada perubahan dan semakin hari semakin
menjadi. Selain itu oleh tetangganya yang bekerja sebagai perawat menyarankan untuk membawa klien ke RS
Jiwa.
Pada pengkajian factor agama dan falsafah hidup Klien beragama buddha dan klien yakin dengan
agamanya. Pada pengkajian factor social dan keterikatan keluarga, Klien biasa di panggil Nn. A, klien berumur
26 thn berjenis kelamin perempuan, status belum menikah, dan tidak bekerja. Tklien anak terakhir dari 4
bersaudara, klien memiliki 2 kakak laki-laki, dan 1 kakak perempuan. Kedua orang tua lien telah meninggal.
Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah kakak tertua klien.
Pada pengkajian factor nilai budaya dan gaya hidup Klien berasal dari Sumatera Utara suku Batak. Klien
dan keluarga menggunakan bahsa batak dalam kehidupan sehari-hari. Klien tidak mengikuti kegiatan di
kelompok/masyarakat. Klien dibwa berobat pada seorang dukun pintar di luar kota. Oleh dukun Nn. A
dimandikan, diminumi air garam, dan daun-daun serta jampi-jampi. Keluarga klien mengganggap seseorang yang
kerasukan roh-roh jahat perlu dipasung agar roh jahat tersebut ikut terpasung. Keluarga klien tetap memberikan
air jampi-jampi dari daun-daunan dan air garam dari dukun selama di Yayasan.
Pada pengkajian factor peraturan dan kebijakan, Keluarga klien telah berdiskusi dengan tokoh masyarakat dan
disarankan klien di bawa ke dukun sebagai pengobatannya. Klien membiayayai pengobatannya di Yayasan dengan
biaya mandiri atau umum. Pengobatan yang dilakukan di Yayasan pemenang jiwa sepenuhnya menggunakan Tindakan
medis.
Pada pengkajian factor ekonomi, Klien tidak bekerja, klien berasal dari keluarga dengan ekonomi yang cukup. kedua
kakak tertua klien adalah seorang Karyawan Swasta di sebuah perusahaan. Sumber biaya pengobatan berasal dari
kakak klien. Klien tidak menggunakan asuransi Kesehatan. Pada pengkajian factor Pendidikan, Pendidkan terakhir
klien SMA, & pendidkan terakhir kakak klien adalah SMA.
Ada tiga strategi yang digunakan perawat dalam memberikan intervensi sesuai model dari Leininger yaitu:
1. Perlindungan / mempertahankan budaya (Cultural care reservation / maintenance) apabila budaya klien tidak
bertentangan dengan Kesehatan. Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan bahkan
dapat menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien
2. Mengakomodasi/ menegosiasi budaya (Cultural care accommodation atau negotiations) apabila budaya klien
kurang mendukung kesehatan. Perawat bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan
keluarga klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses pengobatan dan
perawatan.
3. Perawat mengakomodir budaya klien yang kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya tersebut bila
budaya yang dimiliki bertentangan dengan kesehatan seperti Tindakan pemasungan. Dalam penyelesaian masalah
tersebut petugas kesehatan (perawat) dalam memeberikan health education menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh klien dan keluarga. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan. Mengubah dan mengganti
budaya klien dan keluarganya (Cultural care repartening / recontruction) Perawat merubah budaya klien apabila
budaya yang dimiliki klien dan keluarganya bertentangan dengan kesehatan
Diagnosis keperawatan yang bisa diambil dari kasus tersebut adalah Gangguan Persepsi Sensoris; Halusinasi Penglihatan, Perilaku
Kekerasan dan Kurang Pengetahuan.
Pada tahap Cultural Care Preserventation/Maintenance, perawat mengidentifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
tentang proses pengobatan dan perawatan klien, meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang proses pengobatan dan perawatan
klien, bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan klien, serta mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien
dan perawat.
Pada tahap Cultural Care Accomodation/ Negotiation, perawat mengkaji kebiasaan Keluarga dan warga sekitar membawa orang sakit ke
orang pintar atau dukun, mengkaji pengetahuan klien tentang kemampuan klien yang dimilikinya, mengajarkan pada klien tentang
pentingnya pengobatan Tindakan medis yang baik untuk klien dengan gangguan jiwa, melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
Mengkaji kebiasaan memberikan ramuan jampi-jampi dan air garam tanpa konsultasi dengan tenaga Kesehatan, mengkaji pengetahuan
keluarga tentang cara pemberian ramuan, mengajarkan pada klien dan keluarga tentang dampak negative dari menkonsumsi ramuan yang
tidak terjamin kebersihannya, menganjurkan keluarga untuk memeriksakan kesehatannya klien ke FASKES terdekat, memberikan
PENKES tentang efek mengkonsumsi obat-obatan yang tidak terjamin kebersihannya.
Pada tahap Cultural Care Repartening /Reconstruction, perawat mengkaji Persepsi Keluarga terhadap pemberian ramuan,
mengkaji pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakit klien, menjelaskan pada klien dan keluarga tentang bahaya dan efek
Tindakan pemasungan, menjelaskan pada klien dan keluarga tentang keuntungan pemeriksaan Kesehatan di FASKES terdekat,
melibatkan keluarga dalam edukasi terhadap Nn. A, serta menjelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti minum obat teratur,
menemani klien disaat klien mulai menyendiri, damping klien agar dapat mengatasi atau mengalihkan halusinasinya.
Diharapkan dari intervensi tersebut merubah pandangan klien dan keluarga terhadap kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan
klien. Budaya dan tingkat pendidikan sangat berperan penting dalam proses intervensi ini sebagaimana disebutkan oleh Leininger bahwa
budaya adalah pola dan nilai kehidupan seseorang yang mempengaruhi keputusan dan tindakan. Diharapkan ketika perawat mempelajari
teori ini, perawat dapat melakukan tindakan sesuai dengan budaya klien dan bernegosiasi apabila budaya tersebut memberikan dampak
negatif pada klien.
AMALIA
AYUN
EPRY
FERDIYANTO
HASRIANI
KHAIRUNNISA
MAYA
MARSELINUS
MEGA
MERSI
NURLAILA
PUTRI

Anda mungkin juga menyukai