TUGAS
OLEH
2021
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,termasuk
tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya
globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan,
menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat,
yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
P erkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.S a l a h s a t u
t e o r i y a n g d i u n g k a p k a n p a d a m i d l e r a n g e t h e o r y adalah Transcultural Nursing
Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan
oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang
mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk
mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat
memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau
menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien
lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan
kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.Dan model konseptual yang dikembangkan oleh
2
3
Leiniger dalam menjelaskan Asuhan Keperawatan dalam konteks budaya di gambarkan dalam
bentuk Matahari terbit (Sunrice Model)
B.Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum
Mengaplikasikan proses Asuhan Keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
2.Tujuan Khusus
a.Mengaplikasikan pengkajian asuhan keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
b.Mengaplikasikan penegakan diagnosa keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
c.Mengaplikasikan perencanaan asuhan keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
d.Mengaplikasikan pelaksanaan asuhan keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
e.Mengaplikasikan evaluasi asuhan keperawatan menggunakan teori Transcultural Nursing
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan
dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring.. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan
kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir,
dalam perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia
itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena
yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat
dengan tempat lainnya.
4
5
5
6
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia,
sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut
Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada
setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2.Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan
dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan
perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam
rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3.Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena
yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah Eskimo yang hampir tertutup rapat
karena tidak pernah ada mataharis epanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan
struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke
dalammasyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harusmengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu
seperti musik, seni,riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4.Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.
6
7
7
8
yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh terminology tersebut dapat
diasosiasi oleh perawatan professional lainnya Intervensi Keperawatan ini dipilih tanpa
menilai cara hidup klien atau nilai – nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu
gangguan,demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang
menjadi pandangan klien.Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk
memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayaan
serta penelitian ilmiah
8
9
9
10
d. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
e.Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh
perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
f.Faktor pendidikan (educational factors)
Tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar belakang
Pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini.Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri.
g.Faktor teknologi ( tecnological factors )
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanankesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi
sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari
bantuankesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi kliententang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini.
10
11
2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar,
1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu :
a.Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
b.Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosio kultural dan
c.Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
11
12
12
13
ANALISA KASUS
A.Pengkajian
1.Identitas
a.Identitas klien
Nama : Ny. N
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Suku : Sunda
Alamat : Dusun Karsamenak,Desa Tanjung kerta Jawa Barat
Diagnosa Medis : Post Natal 1 hari (G1P2A0)
b.Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. K
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Sunda
Alamat : Dusun Karsamenak,Desa Tanjung kerta Jawa Barat
Hubungan dengan klien: Suami2.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien post natal hari 1, melahirkan di bidan pukul 22.00 WIB dengan usia
kehamilan 40 minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri.
Mulai merasakan mulas sejak pukul 12.00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak
paraji ( indung beurang /wanita yang sangat di hormati oleh masyarakat). Pukul 04.00
klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannya, berwarna bening, oleh
indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian
atas perut, minum air kelapa muda tetapi ternyata bayi tidak mau keluar. Setelah klien
kecapaian dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke
puskesmas yang berjarak 50 km (1 jam perjalanan menggunakan ojek) dari tempat
13
14
14
15
penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu diwajibkan menggunakan
kain panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali seperti keadaan semua sebelum
hamil selama 3 bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40 hari bayi akan dipasangkan bawang
putih, peniti, jarum dan gunting yang dimasukkan ke dalam kantong ( buntel kadut ) dan
disematkan pada baju bayi. Pada saat kelahiran anak pertama ibu membuang air susu
pertama yang masih berwarna bening (colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi
akan mengalami keracunan dan mati. Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula
jawa sampai usia ± 3 hari, bahkan anak yang pertema pada hari kedua diberi makan
dengan pisang karena bayinya yang masih lapar meskipun sudah diberi air gula jawa.
Untuk plasenta bayi, orangtua bayi akan mencuci sampai bersih, diberi perlengkapan
(tujuh potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan kain putih bersih dan
dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam diberi penerangan dengan tujuan agar
bayi yang baru lahir juga akan terang. Mereka percaya bahwa bali adalah saudara muda
yang akan mendampingi bayi dalam keadaan suka dan duka.
7.Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Pada
saat proses kehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk
berobat hanya pada indung beurang , bila berobat ke petugas kesehatan meskipun dekat
akan dikucilkan oleh warga setempat. Selama 7 hari setelah bayi lahir, indung beurang
akan datang setiap hari kerumah bayi untuk memandikan bayi, mengurut bayi
dan merawat tali pusat bayi
8.Faktor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki-laki, bekerja dengan
cara merantau ke daerah lain untuk berdagang. Kehadiran mertua dan ibu dari pihak
wanita sangat membantu ibu dalam perawatan bayi.Biaya persalinan ditanggung
bersama-sama antara keluarga perempuan dan laki-laki.
9.Faktor pendidikan
Pendidikan keduanya adalah SD, mereka tidak mengetahui adanya kontrasepsi modern
karena selama pendidikan belum pernah mendengar alat kontrasepsi modern. Keluarga
tidak punya biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP
sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah.
15
16
B.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : Resiko ketidak patuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
C.Perencanaan dan Pelaksanaan
a.Cultural care preservation/maintenance
1)Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2)Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3)Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b.Cultural care accomodation/negotiation
1)Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2)Jelaskan tentang pentingnya makan-makanan yang mengandung protein.Ikan dan telur
boleh saja tidak dimakan tetapi harus diganti dengan tempe dan tahu, kalau bisa sekali-
kali makan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hewani baik kepada orang
tua maupunkeluarga klien.
3)Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c.Cultual care repartening/reconstruction
1)Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk meningkatkan
pertahanan tubuh bayi.
2)Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai dengan 6
bulan, tanpa pemberian makanan tambahan lain,hanya ASI.
3)Gunakan gambar-gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien
4)Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan sangat
membahayakan kesehatan pencernaan bayi dan berikan contoh-contoh dimana bayi yang
bayu lahir diberi makan pisang dapat mengakibatkan kematian.
5)Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
6)Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
7)Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahapSMA atau pada
saat menjelaskan juga menghadirkan kepala desa sebagai pemimpin di daerah tersebut.
16
17
PEMBAHASAN
Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk
memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan kesehatan klien
yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah dankualitas tindakan
keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan
yang optimal tidak dapat tercapai, proses keperawatan harusdapat memfasilitasi kualitas
kehidupan yang maksimal berdasarkan keadaannya untukmencapai derajat kehidupan
yang lebih tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996).Pearson (1996) menyatakan konsep
proses keperawatan dalam konteks budayamendefinisikan sebagai siklus, ada saling
keterkaitan antar elemen proseskeperawatan dan bersifat dinamis (Royal College
Nursing, 2006). Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskankepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Sehingga didapatkan
kesinambungan antara proses keperawatan dengan keperawatan transkultural.Kasus yang
dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien pascamelahirkan. Kasus ini pada
umumnya menggunakan format pengkajian pasca melahirkan Penggunaan format
pengkajian ini pada umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu melahirkan.
17
18
Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat
tidak melihat konteks budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan
oleh perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena
kuatnya pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal
ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai.
A.Pengkajian
1.Faktor teknologi
Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut
mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang cukup jauh dari pusat kota,
ketiadaan pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya peraturan yang tertulis
bila berobat ke petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyarakat setempat.
Penggunaan rebusan air daun jati untuk menjarangkan kehamilan menurut pasien
dianggap cukup efektif dan terbukti dengan jarak antara putra pertama dengan kedua
yang cukup jauh yaitu 7 tahun (menikah pada usia 15 tahun, memiliki anak pertama usia
16 tahun dans ekarang adalah kehamilan kedua).
2.Faktor agama dan falsafah hidup
Meskipun pasien beragama Islam tetapi karena kuatnya budaya membuat ia percaya akan
hal-hal gaib. Meskipun pada saat itu belum diperbolehkan pulang pasien memaksa
untuk pulang karena pasien tidak menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya
terjadi pula pada dirinya. Penggunaan bawang putih dan lainnya ditujukan untuk menolak
bala. Bila dilihat dari aspek medis dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut tidak dapat
dipercaya.Tetapi sebagai perawat yang memahami konteks budaya maka tidak dapat
dipaksakan untuk tidak menggunakan seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari
efek negatif terhadap kesehatan, penggunaan seperangkat alat yang ditempelkan di baju
bayi tidak membahayakan kondisi kesehatan bayi. Hanya saja mungkin bau yang
menyengat akan mengganggu rasa nyaman baik ibu maupun bayi.
3.Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak mengetahui konteks
budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam pengambilan keputusan.
Keputusan yang dianggap penting adalah ibu dan suami. Tetapi dalam konteks
ini ternyata bukan ibu bayi yang paling berperan dalam pengambilan keputusan
18
19
melainkan suami dan pihak dari keluarga suami. Sehingga perawat hendaknya pada saat
akan merencanakan suatu tindakan yang berhubungan dengan pasien juga melibatkan
keluarga terutama dari pihak suami. Sehingga tindakan yang diberikan dapat
dilaksanakan dan dengan dukungan dari keluarga.
4. Nilai budaya dan gaya hidup
Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oleh pasien dari kasus yang ada nampak
sangat bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas terlihat dari dibuangnya ASI pertama
karena dapat menyebabkan kematian, pemberian pisang pada hari-hari pertama bayi lahir
karena dianggap bayi lapar. Kedua hal tersebut sangat tidak sesuai dengan kesehatan.
Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak diberikan makanan lain selain ASI justru
dilaksanakan oleh pasien (ibu). Untuk mengatasi hal tersebut maka harus ada tindakan
yang dapat mengubah pola pandang keluarga berkaitan dengan budaya yang diyakini.
Tetapi tentu saja pelaksanaan ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati agar tidak
menimbulkan ketidaksukaan kepada perawat.
5.Faktor politik dan peraturan yang berlaku
Hasil pengkajian didapatkan bahwasanya indung beurang sangat memiliki pengaruh di
daerah dimana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan melakukan intervensi terhadap
masalah ini tentunya harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cukup berpengaruh
sehingga tidak menimbulkan ancaman baik kepada petugas kesehatan maupun kepada
pasien itu sendiri.Bila hal ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan
melakukan apa yang telah disarankan perawat.
6.Faktor ekonomi
Hasil pengkajian didapatkan keinginan keluarga untuk mengatasi masalah pasien dalam
hal keuangan. Hubungan kekerabatan yang sangat kuat dalam keluarga menyebabkan
pasien tidak mengalami kesulitan untuk membayar biaya persalinan. Kekuatan ini
sebaiknya dimanfaatkan oleh perawat apabila nantinya pasien mau mengikuti saran
dari perawat misalnya mau mengikuti program KB dengan penggunaan teknologi
yang ada. Tetapi tentunya hal ini harus mendapatkan dukungan dari keluarga.
19
20
7.Faktor pendidikan
Pendidikan pasien dan suami hanyalah lulusan SD. Hal ini menyebabkan proses
penerimaan pesan yang disampaikan oleh perawat akan sulit dicerna oleh pasien.
Sehingga dalam pemberian informasi, perawat hendaknya menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien. Hal ini diperparah lagi oleh ketiadaan informasi ke daerah
tersebut sehingga pasien tidak mengetahui bahwasanya ada cara baru dalam
menjarangkan kehamilan yaitu alat kontrasepsi.
B.Diagnosa Keperawatan
Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.Diagnosa ini diangkat berdasarkan data
yaitu ASI (colostrum) tidak diberikan kepada bayi, diberikannya pisang pada hari-hari
pertama bayi lahir dan ibu tidak diperbolehkan makan makanan protein hewani yang
berbau amis misalnya ikan.Data-data tersebut lebih cenderung kepada diagnosa
ketidakpatuhan dalam pengobatan karena sistem nilai yang diyakini oleh pasien sangat
kuat.
C.Perencanaan dan Pelaksanaan
Untuk mengatasi budaya klien dimana klien tidak boleh makan makanan protein hewani
yang berbau amis misalnya ikan dan telur, tindakan yang dilakukan adalah
mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan. Intervensi yang diberikan
adalah mengganti dari protein nabati atau dari hewan lain yang tidak berbau amis
misalnya daging ayam. Sedangkan budaya yang merugikan kesehatan bayi yaitu
dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka perawat harus mampu mengubah
budaya klien. Hanya saja dalam pelaksanaan tindakannya tidak dapat langsung
menyalahkan tetapi dengan dukungan, dengan pemberian informasi yang adekuat dan
dengan penuh kesabaran serta menggunakan pihak ketiga yang memiliki pengaruh yang
cukup kuat di daerah tersebut.
20
21
D.Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengganti protein hewani
dengan protein nabati untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi,apakah ibu tidak
membuang kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan selain hanya
ASI. Bila ini tidak berhasil maka petugas harus melakukan evaluasi ketidak berhasilan
dan berupaya memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang ada di daerah tersebut
serta melibatkan indung beurang agar tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.
21
22
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan asuhan
keperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang
difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya
2.Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3.Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi tindakan
yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,
membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan mengganti budaya
yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4.Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja
dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien
sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5.Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan
dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
22
23
REFERENSI
23
24
24