Anda di halaman 1dari 21

Penegakan Hukum dalam Penanganan

Konten ilegal
SAT RESKRIM POLRESTABES
132,7 JUTA ORANG INDONESIA
MENGGUNAKAN INTERNET

51%

49%

Lebih dari setengah penduduk Indonesia


menggunakan internet

Sumber : Survei 2018 Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII)


PERILAKU
BERINTERNE
97. T
4%
96
.8 %
96. Internet di Indonesia paling
4%
banyak digunakan untuk
media sosial

MEDIA
SOSIAL

HIBURAN

BERITA

129.2 Juta 128.4 Juta 127.9 Juta

Sumber : Survei 2018 Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII)


LAPORAN MASYARAKAT

Jumlah perkara tindak pidana siber yang dilaporkan / ditangani dalam


kurun waktu 2011-2019 adalah sebanyak 312 laporan / pengaduan.
Tindak pidana yang dilaporkan tersebut antara lain :

• Penipuan on line / media elektronik

• Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik


PERINGATAN
• Akses ilegal

• Bermuatan Kesusilaan
PEMBLOKIRAN

• Ujaran kebencian / SARA

SANKSI
POIN-POIN
PENTING

8 Poin Penting SKB Pedoman


Implementasi UU ITE
1.Pasal 27 ayat (1)

Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi


UU ITE:
Pasal 27 ayat (1), fokus pasal ini pada
perbuatan mentransmisikan,
mendistribusikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan
itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa
melihat, menyimpan, atau mengirimkan
kembali konten yang melanggar kesusilaan
tersebut.
2. Pasal 27 ayat (2)

Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada


perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan
membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang
dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27 ayat (3)

Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:


a) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud
mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang
kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
b) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan,
dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau
sebuah kenyataan.
c) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi,
korporasi, profesi atau jabatan.
d) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan
melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
e) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka
tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers, maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers.
4. Pasal 27 ayat (4)

Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh
seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara
terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun
mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi,
foto pribadi, dan/atau video pribadi.
5. Pasal 28 ayat (1)

Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada


perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks
transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring
dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang
melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force
majeure. Ini merupakan delik materiil, sehingga
kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus
dihitung dan ditentukan nilainya.
6. Pasal 28 ayat (2)

Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada


perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan terhadap
individu/kelompok masyarakat berdasar SARA.
Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau
tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak
termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang
disebarkan itu dapat dibuktikan.
7. Pasal 29

Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan


pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau
mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan
merusak bangunan atau harta benda dan merupakan
delik umum.
8. Pasal 36

Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil


terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan
hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa
potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat
nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan
(Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Solusi Pencegahan Illegal Content
/Konten Ilegal

1. Tidak memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa
gambar tersebut sesuka hatinya.
2. Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat
memungkinkan orang lain mengakses secara leluasa.
3. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang
diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan
tersebut.
4. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar
internasional.
5. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai
upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara – perkara yang
berhubungan dengan cybercrime.
6. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.

14
ILLEGAL ACCESS

PHISING & AKSES ILEGAL


Pelaku membuat situs yang menyerupai halaman asli
dari sebuah media sosial atau halam login akun-akun
email, korban yang terpedaya dan tidak teliti akan
memasukkan informasi seperti email dan password yang
tidak disadari kemudian akan terekam pada file yang
sudah disiapkan pelaku, disini pelaku akan mengambil
alih akun korban kemudian menggunakan akun korban
seperti meminta uang kepada teman-teman korban atau
melakukan penipaun dengan cara berjualan online
menggunakan akun korban yang telah di ambil alih.
HOAX & HATE SPEECH
PENGGUNA RASA MASALAH YG
ISU YANG KEPENTINGAN
INGIN BELUM
INTERNET MENCUAT TERTENTU
TAHU TERUNGKAP

PENGGUNA KETIDAK KURANG


RASA IRI DISKRIMINASI
INTERNET PUASAN SOSIALISASI
Contoh HOAX
ILLEGAL ACCESS

CRACKING & CARDING


Pelaku memanfaatkan celah keamanan server maupun
kelalaian pengguna / infrastruktur server kemudian
melakukan exploitasi pada server sehingga pelaku dapat
masuk kedalam sistem secara ilegal, disini pelaku
biasanya mencari informasi-informasi finansial seperti
informasi kartu kredit yang tersimpan dalam database
server yang akan diambil oleh pelaku dan digunakan
oleh pelaku untuk berbelanja secara online.
KESIMPULAN

1. Cybercrime, sebagai suatu bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum,


merupakan dampak negatif dari dan yang mengiringi perubahan dan
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat, khususnya terkait dengan
perkembangan dan penggunaan teknologi informasi.
2. Cybercrime memiliki ciri atau karakteristik khusus, yang berbeda dengan bentuk
kejahatan lain.
3. Cybercrime merupakan ancaman terhadap keamanan dalam negeri, dan menjadi
kewenangan Polri untuk dapat melakukan pemolisian terhadap bentuk kejahatan
ini.
4. Pemolisian yang dilakukan oleh Polri, tidak hanya sebatas melakukan
penegakkan hukum terhadap kejahatan cybercrime, namun juga mencakup
upaya-upaya pencegahan kejahatannya.
5. Tidak mudah untuk melakukan pemolisian terhadap cybercrime. Sehingga Polri
perlu selalu berupaya meningkatkan kemampuan anggota dan mengembangkan
Cybercrime Labs (terbatas pada pemeriksaan, pengumpulan dan pengamanan)
terhadap bukti digital sebagai fungi first emergency response dalam melakukan
pemolisian terhadap cybercrime.

19
20
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai