DALAM PUISI
Khothibul Umam
BUNYI DALAM PUISI
bersifatestetik, karena merupakan unsur untuk
mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif
erat hubungannya dengan anasir-anasir musik,
misalnya: lagu, melodi, irama, dan sebagainya
memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan
menimbulkan suasana yang khusus
TENTANG BUNYI DALAM
KESUSASTERAAN
Bunyi berperan penting dan pernah menjadi unsur
kepuitisan yang utama dalam sastra romantik, yang
timbul sekitar abad ke-18 & 19 di Eropa Barat
Sepisaupa sepisaupi
Sepisapunya sepikau sepi
Sepisaupa sepisaupi
Sepikul diri keranjang duri
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sepisaupa sepisaupi
Sampai pisauNya ke dalam nyayi
1973
BUNYI YANG MERDU
Dalam puisi, bunyi dipergunakan sebagai orkestrasi,
ialah untuk menimbulkan bunyi musik.
Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu rupa sehingga
menimbulkan bunyi yang merdu dan berirama,
biasanya disebut eufoni (euphony), bunyi yang indah.
Untuk menggambarkan perasaan mesra, kasih sayang
atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan.
Misalnya terlihat dalam sajak W.S. Rendra yang
berjudul “ADA TILGAM TIBA SENJA”.
BUNYI YANG TAK MERDU
Kombinasi yang tidak merdu, parau, penuh
bunyi k, p, t, s, disebut kakofoni
(cacophony). Cocok untuk memperkuat
suasana yang tidak menyenangkan, kacau
balau, serba tak teratur, bahkan
memuakkan.
Misalnya tampak dalam sajak Subagio
Sastrowardojo yang berjudul “SODOM
DAN GOMORRHA”.
TUGAS BUNYI DALAM PUISI
Di dalam puisi, bunyi kata itu di
samping tugasnya yang pertama
sebagai simbol arti dan juga untuk
orkestrasi, digunakan juga sebagai:
Peniru bunyi atau onomatope;
Lambang suara (klanksymboliek); dan
Kiasan suara (klankmetaphoor)
BEBERAPA CATATAN
Selain unsur-unsur bunyi di atas ada pula
unsur bunyi yang sangat penting, yaitu
lambang rasa dan sajak (rima).
Lambang rasa berkaitan dengan suasana
puisi, baik sedih maupun gembira.
Sajak ialah pola estetika bahasa yang
berdasarkan ulangan suara yang
diusahakan dan dialami dengan kesadaran.