KELOMPOK 10
Ela Kumala Sari Hasibuan (7201141007)
Mutiara Rengganis ( 7203341006)
Wina Aulia Rizka ( 7203141028)
Kajian Kasus
Awal Bisnis Tela-Tela
Adalah 4 sekawan Febri Triyanto (27), Fat Aulia Muhammad (31), Ashary Tamimi (31), dan Eko Yulianto (32) pendiri dan pencetus
waralaba “Tela-Tela”. Mereka adalah empat orang pemuda asal Yogya yang memiliki minat yang sama terhadap bisnis dan sudah lama
saling mengenal sejak mereka masih sama-sama kuliah.Sebelum serius mengembangkan usaha “Tela-Tela”, mereka juga pernah mencoba
belajar beberapa bisnis, hanya saja faktor keberuntungan mungkin belum berpihak kepada mereka. Berkali-kali usaha yang mereka
jalankan berakhir dengan kegagalan. Hebatnya mereka tidak pernah menyerah, dengan modal spirit bisnis yang memang sudah kuat,
mereka terus bereksperimen dan berkarya, “Tela-Tela” adalah buah sukses perjuangan mereka.
Pada tahap awal mereka membuat singkong goreng dengan empat macam bumbu. Mereka juga menyeleksi jenis singkong yang cocok.
Lalu ditawarkan ke sejumlah rekannya di kampus untuk mencicipi. Setelah ketemu rasa yang kira-kira menjual, mulailah berjualan pada
pertengahan 2005 di depan rumah.Kebetulan di kawasan itu banyak mahasiswa kos. Keripik singkong dengan aneka rasa dijual dengan
harga murah meriah. Gerobaknya diberi nama Tela Tela. Sambutannya ternyata meriah.Pokoknya membuat mereka optimistis
melanjutkannya.Tiga bulan kemudian mereka menambah dua outlet (gerobak). Modalnya diambil dari uang hasil penjualan televisi dan
sebagainya hingga terkumpul Rp 1,5 juta. Setelah itu upaya mengembangkan pasar dilakukan. Termasuk ikut bazar yang berlangsung lima
hari di acara yang diselenggarakan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. "Dalam sehari kami bisa menghabiskan 1 kuintal singkong di acara
tersebut. Ini mengagetkan," ujar Eko.
Berarti dalam lima hari mereka harus menggoreng 500 kg singkong hanya untuk memenuhi acara tersebut. Dari kegiatan ini juga ada
orang yang ingin menjadi mitra Tela Tela. Tawaran itu disambutnya dengan membuat gerobak dengan biaya Rp 2,5 jutaan. Bumbu
"rahasianya" mereka pasok. Saat itu mereka belum membuat sistem kerjasamanya. Setelah itu tawaran kerjasama berlangsung dari mulut
ke mulut. Tak terasa jumlah gerai Tela-Tela sudah mencapai 21 gerobak pada awal 2006.
Permasalahan yang Dihadapi
Setelah bisnis Tela-Tela mulai sukses maka ada tantangan yang harus mereka hadapi, karena akhirnya bisnis ini berkembang
menjadi kemitraan. Banyak kesulitan yang harus ditemukan solusinya mengingat bisnis kemitraan sangat beresiko dan dapat saja suatu
saat akan membuat citra yang buruk terhadap merk “Tela-Tela” karena dimitrakan dengan orang lain.Tantangan utamanya adalah
bagaimana agar kualitas dan rasa dari produk “Tela-Tela” ini tetap sama walaupun dibuat oleh orang yang berbeda. Kualitas dan rasa
merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam bisnis makanan. Harus ada jaminan dari “Tela-Tela” untuk selalu memberikan yang
terbaik kepada konsumen.Kebutuhan akan bahan utama produk ini, yaitu singkong juga merupakan masalah yang serius. Bila “Tela-Tela”
ingin berkembang ke seluruh derah di nusantara maka harus tersedia singkong sebagai bahan utama produk. Sementara tidak semua
daerah memiliki kebun singkong, dengan kata lain di suatu daerah tidak tersedia bahan utama untuk bisa menjual “Tela-Tela”.
Hal ini akhirnya diakali dengan adanya pendistibusian bahan baku untuk penjualan “Tela-Tela”. Singkong dan juga bumbu untuk
memasaknya langsung dipasok dari kantor pusat. Dengan demikian diharapkan rasa “Tela-Tela” akan tetap terjaga dan selalu sama di
setiap outletnya.Tantangan semakin besar karena akhirnya makin banyak orang yang berminat untuk ikut kemitraan berbisnis “Tela-Tela”.
Walaupun hal ini dapat dilihat sebagai sebuah keuntungan tetapi juga merupakan masalah penting yang bila akhirnya bisa diselesaikan
dengan baik akan memberikan kesuksesan.Akhirnya manajemen “Tela-Tela” memberikan pelatihan khusus bagi para mitra kerjanya.
Pelatihan mulai dari cara memproses produk hingga bagaimana caranya untuk mendapatkan pelanggan. Untuk masalah bahan baku
sendiri akan dipasok langsung oleh “Tela-Tela” sehingga kualitas dan rasa bisa terus terjaga.
Kesungguhan manajemen “Tela-Tela” merupakan ujian paling berat untuk tetap konsisten menjalankan bisnis ini walaupum
banyak tantangan yang harus dihadapi. Kualitas produk menjadi prioritas utama untuk selalu diperhatikan karena akan mempengaruhi
citra “Tela-Tela” di masyarakat.
Upaya Kreativitas dan Inovasi yang Dilakukan 4. Break Event Point yang relative cepat, dengan
dalam Pengembangan lokasi yang tepat dalam 3-6 bulan sudah balik modal.
Usaha Usaha yang diawali oleh empat sekawan 5. Konsep take Away menjadikan tela tela tidak
ini akhirnya banyak menarik minat orang lain
untuk menjadi mitra bisnis. Tela-Tela akhirnya membutuhkan tempat yang luas untuk berjualan,
menawarkan pola kerjasama berupa franchise bahkan dapat dilakukan dengan konsep kaki lima.
(business opportunity) / waralaba. Dengan bahan 6. Harga jual yang terjangkau bagi semua golongan
baku dan resepnya tetap mereka yang membuat masyarakat. Murah, Enak, Kenyang.
untuk menjaga rasa dan kualitasnya.
Tela-Tela juga menambah varian rasanya yaitu: 7. Tidak menggunakan system jual putus. Dalam hal
BBQ, balado, keju, ayam, kebab, jagung manis, pelayanan Agen selalu memantau perkembangan
jagung pedas, jagung bakar, pepperoni, pizza, outlet dan terbuka untuk melakukan diskusi masalah.
pedas manis, pedas asin, super pedas, lado mudo, 8. Jaminan akan adanya inovasi produk menjadikan
rujak dan rasa campur. Sehingga pelanggan
memiliki banyak pilihan rasa untuk menikmati Tela Tela usaha jangka panjang.
singkong mereka. 9. Mampu dan berani bersaing dalam hal rasa,
Alasan mengapa Tela-Tela dapat berkembang kualitas, maupun harga untuk produk yang sejenis.
sukses: 10. Dukungan dari pusat atau agen untuk melakukan
1. Tela Tela adalah perusahaan pelopor dan
pemimpin pasar dalam industri snack ketela. promosi bagi outlet baru.
2. Menjadi snack favorit no. l di Yogyakarta 11. Franchise / mitra kerja dapat melakukan
tahun 2006. konsultasi setiap saat dengan pihak perusahaan atau
3. Investasi yang terjangkau mengurangi agen tanpa dikenakan biaya.
besarnya kerugian disbanding usaha lain.
Pengertian Mengelola Kreativitas Individu dan Organisasi
Bertone (1993) memandang kreativitas