CURAH HUJAN
(POINT)
KEMIRINGAN
JENIS TANAH LERENG (%)
(POLYGON) CONVERT (RECLASSIFY)
MENJADI
RASTER
DENGAN
UKURAN
CELL SAMA
Persiapan data DEM adalah dengan melakukan Exraction data DEM yang ada dengan batas
DAS yang sesuai dengan lokasi studi.
Data yang dibutuhkan :
- Data Raster DEM
- Data polygon batas DAS (SHP)
Extraction By Mask… Croping DEM dengan batasnya dari data “Feature Polygon”
Masukan feature
polygon batas
propinsi
(Jabar_UTM482.shp)
Masukan data DEM
hasil download SRTM
Lokasi Penyimpanan hasil yang sudah
Croping - Optionaly dikonversi ke ASC
PEMBUATAN PETA POS HUJAN DARI DATA POS HUJAN
Siapkan data koordinat untuk semua stasiun curah hujan yang akan digunakan
dalam program excel. (Filenya : Data Pos Hujan.xlsx)
Bentuk formatnya seperti di bawah ini.
X adalah kolom untuk koordinat pada arah X (Bujur – Longitudinal). Pada contoh ini diambil
koordinat berbentuk decimal degree. Angka 100.52 menunjukan nilai 100,520 Bujur Timur
Y adalah kolom untuk koordinat pada arah Y (Lintang – Latitude). Pada contoh ini diambil
koordinat berbentuk decimal degree. Angka -0,950 menunjukan nilai 0,950 Lintang Selatan
(Lintang Selatan menggunakan tanda minus. Lintang Utara – Positif)
Buka Arc GIS 10.2
Pilih File → Add Data → dan klik Add X Y data
• Buka file excel dengan mengklik Amplop kuning, lalu sesuaikan sheetnya.
• Pilih X dan Y, sesuaikan dengan judul kolom pada excel
• Klik edit (System Koordinat yang akan digunakan) sesuaikan dengan lokasi peta.
• Hasilnya : Tiga Sebaran Pos Hujan
• Export titik pos hujan tersebut menjadi file .shp
• Klik kanan pada peta, pilih data, klik export data
• Simpan file dan beri nama dengan klik amplop kuning.
• Untuk keseragaman kita kasih nama file Pos_Hujan_Coba.shp
• Klik OK
Pembuatan peta shp untuk sebaran pos hujan dari data spreadsheet telah berhasil.
PERSIAPAN DATA EROSIVITAS
Proses adalah Konversi dari data jenis tanah (format shp, bentuk Polygon) menjadi
data tanah berformat raster dengan ukuran cell tertentu
Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air dan Lahan
Model Builder terdiri dari tiga komponen; elements, connectors, and text labels.
Elements adalah data dan tools yang digunakan, connectors adalah garis yang
menyambungkan data dengan tools, text labels dapat di asosiasikan dengan
keseluruhan model, masing-masing elements maupun connectors.
Elements dalam Model Builder terbagi menjadi 2 jenis yaitu tools dan variables. Tool elements di gambarkan
dalam bentuk persegi, biasanya tool elements diambil dari Arc Toolbox. Variables di gambarkan dalam bentuk
oval. Variables terbagi menjadi 2 tipe: data dan values.
Data variables merupakan data yang tersimpan dalam disk atau layer yang tampak pada table
of contents ArcMap. Values variables (nilai variabel) adalah angka, teks, referensi spasial dan
geographic extents. Ada 2 tipe Values variables yaitu: input dan derived.
PENGENALAN MODEL BUILDER
Connectors model builder terdiri dari empat tipe: Data, Environment, Precondition, and Feedback.
Connector arrows menunjukkan arah dari proses.
Layer-layer yang harus sudah masuk ke GIS untuk memproses IDW – Erosivitas :
• File SHP – Nilai Erosivitas untuk masing-masing Pos Hujan
• Batas DAS
• Koordinat System – UTM dengan Zona UTM yang sesuai dengan lokasi kajian
MODEL BUILDER – IDW
ANALISIS SPASIAL UNTUK PARAMETER EROSIVITAS
Proses IDW – Erosivitas :
• Klick & Drug – Analisis IDW dari Arc ToolBox ke New Model Builder
• Klick & Drug – SHP Erosivitas dan Batas DAS
• Pilih Icon Connect – Klick PCH_A.shp dan Connect kan ke IDW – Pilih Input point features
• Pilih Icon Connect – Klick Batas DAS.shp dan Connect kan ke IDW – Pilih Input point features
MODEL BUILDER – IDW
ANALISIS SPASIAL UNTUK PARAMETER EROSIVITAS
• Klick Kanan Tools IDW dan pilih Properties
• Tentukan Ukuran Cell – Raster Analysis (Ambil ukuran cell sesuai dengan file DEM-nya)
• Tentukan Sistem Koordinat – Output Coordinate (Tentukan System Coordinat sesuai dengan lokasi kajian)
• Centang pada Output Coordinate dan Raster Analysis
• Pada pilih masing-masing properties, lalu klick tombol Values… Dan tentukan properties-nya
• Klick Kanan pada Variable hasil IDW – Pilih Open dan tentukan nama file dan posisi foldernya.
MODEL BUILDER – IDW
ANALISIS SPASIAL UNTUK PARAMETER EROSIVITAS
• Hasil dari IDW akan berbentuk Kotak, karena sesuai dengan batas koordinat paling Kiri, Kanan, Atas dan
Bawah
• Sehingga harus dilakukan Cropping sesuai dengan batas DAS nya
• Cropping Hasil IDW Erosivitas terhadap batas DAS nya dilakukan dengan – Spasial Analisys Tools –
Extraction – Extraction By Mask.
• Pada Arctoolbox, Klick & Drug pada model Builder - Spasial Analisys Tools – Extraction – Extraction By Mask
• Klick Connect – Pilih IDW_A.img – Klick Extract By Mask – Input Raster
• Klick Connect – Pilih Batas DAS – Klick Extract By Mask – Input Raster or feauture mask data
• Klick Kanan pada hasil Extraction dan pilih
OPEN,
• Tentukan nama file dan folder hasil
extractionnya.
Layer-layer yang harus sudah masuk ke GIS untuk memproses : Polygon to Raster –
Erodibilitas Faktor K:
• File SHP – Jenis Tanah dan Faktor K (SHP)
• Batas DAS
• Koordinat System – UTM dengan Zona UTM yang sesuai dengan lokasi kajian
• Faktor topografi panjang lereng dan kemiringan lereng hanya ditafsirkan secara terpisah untuk tujuan
penelitian.
• Untuk aplikasi lapangan, faktor LS gabungan lebih sesuai untuk digunakan.
• Faktor LS merupakan faktor penting dalam USLE yang menjelaskan lebih banyak variasi dalam gross
erosion daripada faktor-faktor lain selain faktor pengelolaan lahan (CP).
• Berikut ini adalah formula yang dihasilkan oleh Wood and Dent (1983) yang dapat digunakan untuk
menghitung faktor karakteristik lereng LS.
( ) (
( sin 𝛼 )1.249
)
𝑚
𝐿 1.503 2.249
𝐿𝑆=34.7046 × ( cos 𝛼 ) × + ( sin 𝛼 )
22.1 2
L = panjang lereng (m)
m = 0.5 untuk kemiringan lereng > 5% ; 0.4 untuk kemiringan lereng di antara 3 dan 5%
dan 0.3 untuk kemiringan lereng < 3%
α = sudut kemiringan lereng (deg atau rad)
MODEL BUILDER – FAKTOR LS
ANALISIS SPASIAL UNTUK ERODIBILTAS – LS
MODEL BUILDER – FAKTOR CP
ANALISIS SPASIAL UNTUK ERODIBILTAS – LANDUSE - SCLC
Tindakan pengelolaan lahan dan pengaruhnya terhadap erosi merupakan faktor yang menarik
untuk ditelusuri dalam analisis USLE. Hamer (IPB) (1981) meneliti tentang efek dari tindakan
pengelolaan lahan. Hal tersebut dijabarkan lebih lanjut dan dirujuk dalam Proyek BTA-155
(1988). Merujuk kepada referensi tersebut, tindakan pengelolaan lahan dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu secara kultural (vegetasi penutup) dan mekanis (tindakan konservasi).
Kedua faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:
Faktor vegetasi penutup lahan (C)
Faktor vegetasi penutup lahan menggambarkan pengaruh total dari vegetasi penutup
lahan, dan residu tanaman terhadap erosi. Faktor ini didefinisikan sebagai perbandingan
besarnya erosi dari suatu lahan/tanah dengan pola tanam suatu jenis tanaman tertentu
dengan besarnya erosi dari lahan tanpa pola tanam tertentu. Faktor ini berkisar dari 0 sd
1 dimana nilai 0 menunjukkan perlindungan 100% terhadap lahan dari bahaya erosi.
Tindakan konservasi yang termasuk dalam faktor C adalah seperti tillage, crop rotations,
dan residue management.
Faktor tindakan konservasi lahan (P)
Faktor tindakan konservasi lahan adalah perbandingan besarnya erosi dari lahan/tanah
yang disertai pengelolaan tertentu dengan besarnya erosi dari lahan tanpa pengelolaan.
Faktor ini juga berkisar dari 0 sd 1 dimana nilai 1 menafsirkan kondisi tanpa usaha
pengendalian erosi, dan nilai kurang dari 1 menafsirkan kondisi dengan penanganan
lahan secara mekanis. Tindakan konservasi yang biasanya termasuk dalam faktor P
adalah contouring, contour strip cropping, terasering dan permukaan mulsa.
MODEL BUILDER – FAKTOR CP
ANALISIS SPASIAL UNTUK ERODIBILTAS – LANDUSE - SCLC
Pada model USLE, faktor vegetasi dan tindakan konservasi lahan digabungkan dalam
satu faktor CP gabungan karena kedua faktor tersebut memiliki banyak keterkaitan. Faktor
CP pada umumnya tergantung pada kemiringan lereng. Untuk kelompok kemiringan
lereng yang berbeda akan didapatkan faktor CP yang berbeda sesuai dengan setiap jenis
tata guna lahannya. Sebuah faktor CP gabungan untuk model USLE telah dikembangkan
sebagai fungsi dari tata guna lahan, kemiringan lereng dan tingkat pengelolaan lahan.
Untuk sebagian besar jenis tata guna lahan dan tingkat pengelolaan lahan, faktor CP
gabungan sangat tergantung pada kemiringan lereng. Untuk menjelaskan hal tersebut,
telah dipertimbangkan kelompok kemiringan lereng sebagai berikut:
1. 0 – 2 % (Rendah)
2. 2 – 15 % (Sedang)
3. 15 – 40 % (Tinggi)
4. > 40 % (Sangat Tinggi)
Untuk menjadikan faktor CP gabungan sebagai fungsi dari tata guna lahan, tingkat
pengelolaan lahan dan kelompok kemiringan lereng, cross matrix yang disajikan pada tabel
berikut di-input sebagai lookup table dalam GIS.
MODEL BUILDER – FAKTOR CP
ANALISIS SPASIAL UNTUK ERODIBILTAS – LANDUSE - SCLC
Besarnya nilai dan distribusi aktual erosi erosi tanah dapat diketahui dengan meng-
overlaykan keempat raster layer yang telah diperoleh, yaitu raster R, raster K, raster LS dan
raster CP. Perkalian nilai-nilai grid cell dari keempat raster tersebut menghasilkan nilai laju
erosi lahan.
Total nilai laju erosi lahan yang terjadi pada setiap sub DAS perlu dibuat sebuah summary
perhitungan yang memberikan informasi mengenai nilai nilai erosi terbesar atau rata-rata
serta total nilai erosi pada masing-masing sub DAS tersebut. Pengkonversian nilai grid cell
pada sistem GIS setiap 1 grid cellnya adalah memiliki nilai (28.5 x 28.5) m 2. Jadi total laju
erosi dalam ton/tahun adalah laju erosi x jumlah cell pada setiap sub das x ukuran cell x
luas Sub DAS.
MODEL BUILDER – USLE
MODEL BUILDER – SUMMARY USLE
Sekian dan Terimakasih