Anda di halaman 1dari 17

PERJALANAN DAN IBADAH

DI MUZDALIFAH
Jumat: 8 April 2022

Oleh: H. Hasan Muntholib, S.Ag. M.Pd.I


Kepala Bagian Tata Usaha
Kanwil Kementerian Agama DIY
Jemaah Bergerak ke Arafah Menuju
Muzdalifah
Mulai setelah magrib
Sesuai qur’ah
Maktab menyiapkan
7 bus untuk 3000an
org
Tertib mengisi bus
yang tersedia
Perhatikan jamaah
Risti

2
Pada tanggal 9 Dzulhijjah sore, jamaah akan
mendapatkan bekal menuju Muzdalifah dalam bentuk
snack berat (mi instan 1 buah, roti manis 1 buah,
biskuit asin 1 buah, kurma 9 butir, jus buah 1 botol dan
air mineral 2 botol).
Jamaah akan diberangkatkan menuju Muzdalifah
mulai saat tenggelam matahari. Nomer urut
keberangkatan diatur oleh maktab bersama ketua
kloter.
Maktab menyiapkan 7 Bus yang digunakan untuk
mengangkut sekitar 3.000 jamaah. Jumlah tersebut adalah
batas maksimal yang dimungkinkan agar bus bisa bergerak
secara taraddudi (shuttle) mengingat jarak tempuh yang
relatif pendek. Karenanya, agar jamaah yang kuat membantu
yang lemah, khususnya pada saat jamaah antri, naik dan
turun dari bus.
Meskipun demikian, jamaah tetap agar tenang, sabar, banyak
berdzikir, membaca talbiyah. Dalam riwayat, saat Rasul haji,
para sahabat saling memacu unta mereka menuju
Muzdalifah, dan Nabi memerintahkan agar melakukan
perjalanan dengan tenang.
Mabit dilaksanakan mulai setelah maghrib sampai
dengan terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Para ulama’ berbeda pendapat terkait hukum mabit di
Muzdalifah :
Wajib, yang tidak melakukan dikenakan dam. Ini
pendapat Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad. Menurut
Imam Nawawi, jika ada udzur maka meninggalkan
mabit tidak dikenakan dam, yaitu karena tugas melayani
jamaah, penggembala unta dan terhalang oleh sebab
lain semisal menjaga harta yang takut hilang.
Rukun, yang tidak mabit hajinya tidak
sah. Ini pendapat tabi’in seperti Ibn
Abbas, Ibn Zubair, al-Qamah dll.
Sunat, tidak mabit tidak memiliki
konsekuensi apa-apa. Ini salah satu
pendapat ulama’ Mazhab Syafi’I dan Abu
Hanifah.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang kadar lama
mabit, sebagai berikut :
Selama sholat maghrib + isya’ + makan + menurunkan
pelana kuda, meski keluar dari Muzdalifah sebelum
tengah malam. Ini pendapat Mazhab Maliki
Lewat tengah malam. Jika sebelum tengah malam harus
membayar dam. Ini pendapat Imam Syafi’I dan Ahmad
Mabit harus setelah shalat subuh, jika meninggalkan
Muzdalifah sebelum subuh, maka dikenakan dam. Ini
pendapat Abu Hanifah. (Rasulullah sendiri meninggalkan
Muzdalifah setelah shalat subuh).
Menurut Imam as-Subki, lewat saja sudah dipandang
cukup. Namun Imam Malik, tidak cukup hanya lewat,
namun harus turun (an-Nawawi, al-Idhah, hlm. 299). Nabi
berada di Muzdalifah sampai menjelang terbit matahari.
Dengan kondisi kepadatan saat ini, jamaah sudah
dipindahkan ke Mina sejak lewat tengah malam, dengan
target jamaah terakhir yang ada di Muzdalifah tidak terlalu
siang karena dikhawatirkan akan menimbulkan madharat.
Berkumpul di muzdalifah

9
Bijak dalam
menggunakan
lapangan dan alas
/karpet di muzdalifah
yang terbatas.
Kloter upayakan
berkumpul

10
Maktab menyediakan
batu kerikil / dapat
mencari sendiri

11
Amalan Di Muzdalifah
Berdoa di Muzdalifah sebab Muzdalifah adalah
tempat mustajab
Sholat jamak ta’khir maghrib-isya’ bila belum
melaksanakan di Arafah, dengan satu adzan dan dua
iqomat menurut pendapat yang paling kuat. (Rasul
melaksanakan jama’ ta’khir. Namun dalam prakteknya
ini tidak mudah karena tempat yang terbatas di
Muzdalifah). Jika dia sholat secara sempurna, baik
berjamaah maupun sendiri-sendiri, hukumnya sah
namun tidak mendapat keutamaan.
Menghidupkan malam dengan banyak berdzikir,
berdoa dan membaca al-Qur’an (di dalam hadist
disebutkan “Barangsiapa yang mengidupkan malam
idul fitri dan idul adha, Allah akan menjadikan hatinya
hidup di saat hati-hati yang lain mati”. Dalam sabda lain
“Barangsiapa yang menghidupkan 4 malam, wajib
baginya surga : malam tarwiyah, Arafah, nahar dan
fitri). Namun ada sebagian ulama’, seperti Ibn shalah
yang berpendapat, tidak disunahkan bagi jamaah haji
untuk menghidupkan malam karena situasi berat yang
dihadapi (an-Nawawi, al-idhah, hlm. 300).
Pada malam itu juga, mengambil 7 kerikil untuk
lempar jumrah aqabah (disarankan lebih dari 7 untuk
antisipasi jika ada yang tercecer). Selebihnya bisa
diambil di Mina (namun juga ada ulama’ yang
membolehkan untuk mengambil kerikil untuk lempar
jumrah hari tasyriq). Dari pihak maktab sejak tahun
2017 menyediakan kerikil yang dibagikan kepada
jamaah. Ada sejumlah tenpat yang dimakruhkan
untuk diambil kerikilnya, yaitu masjid, kebun,
tempat2 najis dan jamarat. Juga dimakruhkan dengan
memecah batu. Tidak ada dalil untuk mencuci kerikil,
namun juga tidak dilarang jika hendak mencucinya.
Disunahkan tidur walau sejenak
Tidak harus dalam keadaan suci
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Toilet yang tersedia di Muzdalifah sangat terbatas
Selama di Muzdaifah agar tetap berkumpul bersama
jamaah rombongan dan kloternya
Jamaah agar mentaati komando keberangkatan dari
petugas kloter dan tidak menyerobot maju jika belum
tiba gilirannya. Jika ada kloter lain yang melakukan
agar mengalah dan bersabar.
Jamaah masih dalam kondisi ihram, maka harus
senantiasa menjaga diri dari larangan ihram.
Pergerakan ke MINA
Naik bus taraddudi sesuai urutan
qur’ah (1 maktab menyediakan 5 Bus)
Kloter yang belum waktunya naik bus
tetap duduk.
Antrian bus taraddudi hingga pagi hari

16
Terima Kasih
Matur Nuwun

Anda mungkin juga menyukai