Anda di halaman 1dari 9

1

Materi 12
MABIT DAN HUKUM-HUKUMNYA

Pokok Bahasan
A. Pengertian Mabit
1. Mabit di Muzdalifah
2. Mabit di Mina
B. Hukum-Hukum Seputar Mabit
1. Hukum Dan Waktu Mabit Di Muzdalifah
2. Tidak Mabit Di Muzdalifah Dan Hanya Melintasinya
3. Tidak Mabit Di Muzdalifah Karena Macet
4. Hukum Meninggalkan Mabit Di Muzdalifah
5. Tidak Mampu Bermalam Di Mina Karena Pekerjaan
6. Bermalam Di Luar Mina Pada Hari-Hari Tasyriq
7. Tidak Bermalam Di Mina Pada Hari-Hari Tasyriq Tanpa Alasan
Syar’i
8. Tidak Mabit Di Mina Karena Sakit
9. Hari ‘Id Bukan Termasuk Hari Tasyriq
10. Bermalam Di Mekkah Selama Hari-Hari Tasyriq
11. Keluar Dari Mina Pada Tanggal 12 Dzulhijjah

Pembahasan
A. Pengertian Mabit
Di dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah, karya Gus Arifin,
disebutkan bahwa Mabit berasal dari kata "baata" seperti dalam kalimat "fii
makaani baata", yang artinya bermalam. Sedangkan kata al-mabit berarti
tempat menetap atau menginap di malam hari. Menurut istilah, mabit berarti
bermalam di Muzdalifah dan bermalam di Mina untuk memenuhi ketentuan
manasik haji.
Jadi, mabit dapat diartikan berhenti sejenak atau bermalam beberapa
hari, untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam pelaksanaan melontar
Jumrah yang merupakan salah satu wajib ibadah haji. Mabit dilakukan dua
tahap di dua tempat, yaitu di Muzdalifah dan di Mina.
Setelah matahari tenggelam (ketika masuk Magrib) pada hari Arafah
(9 Dzulhijjah), biasanyajamaah haji meninggalkan Arafah menuju
Muzdalifah. Di tempat inilah jamaah haji akan melaksanakan mabit (berhenti,
istirahat, sholat Magrib dan Isya secara jamak takhir), sampai melewati
tengah malam 10 Dzulhijjah. Bagi yang datang di Muzdalifah sebelum
tengah malam, maka mereka harus menunggu sampai tengah malam.
2

Mabit dapat dilakukan dengan cara berhenti sejenak dalam kendaraan


atau turun dari kendaraan. Di saat tersebut, para jamaah bisa
memanfaatkannya untuk mencari kerikil di sekitar tempat kendaraan untuk
melempar jumrah di Mina. Mabit dilaksanakan dua tahap di dua tempat, yaitu
Muzdalifah dan Mina.

1 . Mabit di Muzdalifah
Mabit di Muzdalifah adalah bermalam atau beristirahat di
Muzdalifah pada 10 Dzulhijjah setelahwukuf di Arafah dan hukumnya wajib.
Mabit diMuzdalifah dianggap sah bila jemaah berada di Muzdalifah melewati
tengah malam, walau ia hanya mabit sesaat. Pada saat mabit hendaknya
seseorangbanyak membaca talbiyah, dzikir, istighfar, berdoa atau membaca al-
Qur’an. Beberapa hal yang terkaithukum mabit di Muzdalifah :
a. Menurut sebagian besar ulama’, hukum mabit di Muzdalifah adalah
wajib.
b. Sebagian ulama’ lain menyatakan sunat.
c. Jemaah haji yang tidak mabit karena uzur syar’i seperti sakit, mengurus
orang sakit, tersesat jalan dan lain sebagainya, tidak diwajibkan
membayar dam.

2 . Mabit di Mina
Mabit di Mina adalah bermalam pada malam hari tanggal 11 sampai
12 Dzulhijjah bagi nafar awal dan bermalam pada malam hari tanggal 11 sampai
13 Dzulhijjah bagi nafar tsani. Hukum mabit di Minaadalah wajib. Beberapa
hal terkait dengan ketentuan mabit di Mina:
a. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Imam Ahmad, dan Ibnu Hanbal, hukum mabit di Mina adalah wajib.
Jemaah haji yang tidak mabit selama satu malam wajib membayar
satu mud. Jemaah yang tidak mabit dua malamwajib membayar dua mud.
Sedangkan jemaahyang tidak mabit di Mina selama tiga malamwajib
membayar dam dengan menyembelih seekor kambing.
b. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat baru (qaul
jadid) Imam Syafi’i, hukum mabit di Mina sunat. Bagi jemaah haji
yang tidak mabit di Mina tidak diwajibkan membayar dam.
c. Mabit di Mina dinyatakan sah bila jemaah haji berada di Mina lebih
dari separuh malam. Namun, sebagian ulama’ berpendapat bahwa
mabit di Mina sah bila jemaah sempat hadir di Mina sebelum terbit
fajar yang kedua(fajar shadiq). 1

1
An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarkh al-Muhadzab li Syairazi, juz 8, hlm. 223; lihat juga al-Izz
bin Abdl Salam, al-Ghayah fi Ikhtishar an-Nihayah, jilid 3, hlm. 108
3

d. Tempat mabit bagi sebagian besar jamaah haji Indonesa adalah Harratul
Lisan. Sejak 1984 pemerintah Arab Saudi terus memperluaskawasan
Mina hingga sejak 2001 sebagian jemaah haji mendapatkan
perkemahan perluasan mina atau disebut tausi’atu mina. Hal ini
dilakukan mengingat wilayah Mina terbatas, sedangkan jumlah
jemaah haji semakin bertambah.
e. Mabit di perluasan Mina (tausi’atu Mina) adalah sah. Hal ini diputuskan
dalam Mudzakarah ulama’ Indonesia tentang ‘’Mabit di Luar
Kawasan Mina’’ pada 10 Januari 2001 di Jakartayang dilaksanakan oleh
Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain itu, mufti besar
Kerajaan Arab Saudi Syaikh Bin Baz dan Syaikh ‘Utsaimin juga
memberikan fatwa bahwa mabit di perluasan Mina adalah sah. 2

B. Hukum-Hukum Seputar Mabit


1. Hukum Dan Waktu Mabit Di Muzdalifah
Menurut pendapat yang shahih, mabit di Muzdalifah adalah wajib. Tapi
sebagian ulama mengatakan mabit di Muzdalifah sebagai rukun haji, dan
sebagian lain mengatakan sunnah. Adapun yang benar dari pendapat tersebut,
bahwa mabit di Muzdalifah adalah wajib. Maka siapa saja yang
meninggalkannya wajib membayar dam.
Adapun yang sunnah dalam mabit di Muzdalifah adalah tidak
meninggalkan Muzdalifah melainkan setelah shalat Subuh dan setelah langit
menguning sebelum matahari terbit. Di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat shubuh di Muzdalifah dan berdzikir setelah shalat, lalu setelah
langit menguning beliau bertolak manuju ke Mina dengan bertalbiyah.
Tetapi bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita dan orang-orang
tua, diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah pada tengah malam kedua. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka untuk hal
tersebut. Adapun orang-orang yang kuat, maka yang sunnah bagi mereka
adalah tetap di Muzdalifah hingga shalat shubuh dan banyak dzikir setelah
shalat kemudian kemudian bertolak menuju Mina sebelum matahari terbit.
Ketika berdo’a di Muzdalifah disunnahkan mengangkat kedua tangan seraya
menghadap kiblat seperti ketika di Arafah. Dan bahwa kawasan Muzdalifah
adalah tempat mabit.

2
Menurut Syaikh Bin Baz “Jemaah haji yang tidak mendapatkan tenda di kemah Mina,
hendaknya dia keluar ke Muzdalifah dan Aziziyah atau selain keduanya untuk melaksanakan
mabit,”.Bin Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 17 hal 359-364. Sedangkan
menurut Syaikh ‘Utsaimin, “Tidak ada masalah melakukan mabit di wilayah Muzdalifah
karena alasan kepadatan jamaah di Mina, selama kemah di Muzdalifah tersambung dengan
Mina.” Al-‘Utsaimin, Majmu’ Fatawa, juz 23hal.241
4

2. Tidak Mabit Di Muzdalifah karena berhalangan Dan Hanya Melintasinya


Wajib atas orang yang haji mabit di Muzdalifah hingga tengah malam.
Dan jika seorang menyempurnakan mabit sampai shalat shubuh dan banyak
dzikir serta istighfar setelah shalat hingga langit ke kuning-kuningan adalah
lebih utama. Dan bagi orang-orang yang lemah, seperti kaum wanita, orang-
orang tua dan yang seperti mereka, boleh meninggalkan Muzdalifah setelah
lewat tengah malam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan keringanan kepada orang-orang yang lemah dari keluarga beliau
dalam hal tersebut. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam di
Muzdalifah dan shalat shubuh di sana dengan membaca dzikir, tahlil (la ilaha
illallah) dan istighfar (astagfirullah) setelah shalat. Lalu ketika langit telah
sangat menguning, beliau bertolak ke Mina. Maka yang paling sempurna bagi
orang-orang yang haji adalah meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hal tersebut. Namun bagi orang-orang yang lemah diperbolehkan
meninggalkan Muzdalifah sebelum shubuh seperti telah disebutkan.
Adapun bagi orang yang meninggalkan mabit di Muzdailifah tanpa
alasan syar’i, maka dia wajib membayar dam (menyembelih kurban) karena
melanggar sunnah dan perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
“Barangsiapa meninggalkan satu ibadah (dalam haji) atau lupa darinya,
maka dia harus menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik]
Tidak diragukan bahwa mabit di Muzdalifah adalah ibadah besar dalam
haji hingga sebagian ulama mengatakan sebagai rukun haji, meskipun ada yang
mengatakan sunnah. Tetapi pendapat yang paling tengah, bahwa mabit di
Muzdalifah wajib dalam haji dimana yang meninggalkannya wajib membayar
dam disertai taubat dan mohon ampunan kepada Allah bagi orang yang
meninggalkannya dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i.

3. Tidak Mabit Di Muzdalifah Karena Macet


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya: Kita melihat saat
sekarang ini bila berangkat dari Arafah ke Muzdalifah, maka akan ada
kemacetan besar di mana orang yang haji sampai ke Muzdalifah tidak mampu
mabit di sana dan mendapat kesulitan dalam hal tersebut. Apakah boleh
meninggalkan mabit di Muzdalifah dan adakah sangsi bagi orang yang
meninggalkannya? Apakah shalat Maghrib dan Isya mencukupi dari wukuf dan
mabit di Muzdalifah, di mana orang yang haji shalat maghrib dan isya di
Muzdalifah kemudian langsung ke Mina ? Dan apakah sah wukuf di
Muzdalifah dengan cara seperti itu ? Mohon penjelasan tentang hal tersebut
beserta dalilnya.
Jawaban
5

Mabit di Muzdalifah adalah kewajiban dari beberapa kewajiban dalam


haji karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mabit dan shalat Shubuh di Muzdalifah lalu
berdzikir setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan, dan beliau bersabda:
“Ambillah manasikmu dariku”. Maka orang yang haji tidak dinilai telah
melaksanakan kewajiban ini jika dia shalat Maghrib dan Isya di Muzdalifah
dengan jama’ kemudian meninggalkan Muzdalifah. Sebab Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan meninggalkannya melainkan
kepada orang-orang yang kemah setelah tengah malam.
Dan jika seseorang tidak mabit di Muzdalifah, maka dia wajib
membayar dam karena meninggalkan kewajiban. Dan telah maklum bahwa
diantara ulama terdapat perbedaan pendapat tentang hukum mabit di
Muzdalifah, ada yang mengatakan rukun, ada yang mengatakan wajib, dan juga
ada yang mengatakan sunnah. Tapi yang terkuat dari beberapa pendapat
tersebut adalah, bahwa mabit wajib dalam haji, dan bagi orang yang
meninggalkannya wajib menyembelih kurban dan hajinya sah. Ini adalah
pendapat mayoritas ulama. Dan bahwa mabit di Muzdalifah tidak diberikan
keringanan untuk meninggalkannya sampai tengah malam bagian kedua
melainkan kepada orang-orang yang lemah.
Adapun orang-orang yang kuat maka yang sunnah bagi mereka adalah
tetap di Muzdalifah hingga shalat Shubuh dan memperbanyak dzikir serta
berdo’a kepada Allah setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan
kemudian bertolak ke Mina sebelum terbit matahari karena mengikuti sunnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang tidak mampu sampai di
Muzdalifah melainkan sehabis tengah malam dari orang-orang yang lemah,
maka cukup bagi mereka muqim di Muzdalifah pada sebagian waktu kemudian
meninggalkan Muzdalifah karena mengambil rukhsah (dispensasi). Dan Allah
adalah yang memberikan pertolongan kepada kebaikan.

4. Hukum Meninggalkan Mabit Di Muzdalifah


Apakah hukum bagi orang yang haji meninggalkan mabit di Muzdalifah
pada malam idul Adha?
Jawaban
Mabit di Muzdalifah adalah wajib, tapi diberikan keringanan bagi
orang-orang yang lemah untuk meninggalkan Muzdalifah pada akhir malam.
Adapun meninggalkannya karena sengaja maka dosa hukumnya dan harus
membayar fidyah menurut jumhur ulama. Tapi jika karena tidak tahu maka
hanya wajib membayar fidyah saja. Sedangkan bagi orang yang tidak mampu,
maka mabit di Muzdalifah menjadi gugur sebagaimana kewajiban-kewajiban
yang lain. Tapi bagi orang yang mendapatkan shalat shubuh pada awal waktu
6

dan tetap di Muzdalifah setelah shalat dengan membaca dzikir dan do’a
kemudian bertolak ke Mina maka demikian itu telah cukup baginya.

5. Hukum Bagi Orang Yang Karena Pekerjaannya Tidak Dapat Mabit Di


Mina Pada Hari-Hari Tasyriq
Mabit di Mina gugur bagi orang-orang yang mempunya uzdur (alasan
syar’i). Tapi bagi mereka wajib mengambil kesempatan sisa-sisa waktu untuk
berdiam di Mina bersama jama’ah haji.

6. Hukum Mabit Di Luar Mina Pada Hari-Hari Tasyriq


Menurut pendapat yang shahih bahwa mabit di Mina wajib pada malam
ke-11 dan malam ke-12 Dzulhijjah. Pendapat ini adalah yang dinyatakan kuat
oleh para peneliti hukum, Dan kewajban tersebut sama antara laki-laki dan
perempuan. Tetapi jika tidak mendapatkan tempat di Mina maka gugur
kewajiban dari mereka dan tidak wajib membayar kifarat. Namun bagi orang
yang meninggalkannya tanpa alasan syar’i wajib menyembelih kurban.
Adapun waktu mulai meninggalkan Mina adalah setelah melontar tiga
jumrah pada hari ke-12 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat. Tapi jika
seseorang mengakhirkan pulang dari Mina hingga melontar tiga jumrah pada
hari ke-13 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat maka hal itu lebih
utama.

7. Tidak Bermalam Di Mina Pada Hari-Hari Tasyriq Tanpa Alasan Syar’i


Orang yang meninggalkan mabit di Mina pada hari-hari tasyriq tanpa
alasan syar’i maka dia telah meninggalkan ibadah yang disyariatkan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan dan perbuatannya serta
penjelasannya tentang rukhsah bagi orang-orang yang berhalangan, seperti
para pengembala dan orang-orang yang memberikan air minum denga air
zamzam. Sedangkan rukshah adalah lawan kata keharusan. Karena itu mabit di
Mina pada hari-hari tasyriq dinilai sebagai kewajiban dari beberapa kewajiban
dalam haji menurut dua pendapat ulama yang paling shahih. Dan barangsiapa
meninggalkan mabit tanpa halangan syar’i maka dia wajib menyembelih
kurban. Sebab terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.
“Barangsiapa yang meninggalkan satu ibadah (dalam haji) atau lupa
darinya, maka dia wajib menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik]

Tapi cukup bagi seseorang kurban seekor kambing karena


meninggalkan mabit selama hari-jari tasyriq. Wallahu ‘alam.

8. Tidak Mabit Di Mina Karena Sakit


7

Apa hukum orang yang meninggalkan mabit di Mina satu malam, yaitu
malam ke-11 Dzulhijjah karena sakit dan dia melontar jumrah pada siang
harinya setelah matahari condong ke barat lalu mabit di Mina pada kari ke-12
Dzulhijjah setelah melontar jumrah ketika matahari telah condong ke barat ?
Mohon penjelasan hal tersebut beserta dalilnya.
Jawaban
Selama dia meninggalkan mabit di Mina satu malam tersebut karena
sakit maka dia tidak wajib membayar kifarat. Sebab Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman.
َ َ‫است‬
‫طعۡ ت ُ ۡم‬ َ ‫فَاتَّقُوا ه‬
ۡ ‫ّٰللا َما‬
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kemampuanmu” [At-
Thagabun/64 : 16]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan untuk
tidak mabit di Mina kepada jama’ah yang bertugas memberikan minum air
zamzam dan para penggembala karena memberikan minum zamzam kepada
orang-orang yang haji dan mengembalakan ternaknya. Wallahu ‘alam.

9. Hari ‘Id Bukan Termasuk Hari Tasyriq


Sebagian manusia berada di Mina satu malam, yaitu malam ke-11
Dzulhijjah dan melontar pada hari ke-11 dan dianggapnya sebagai melontar
hari kedua karena mengira telah berada di Mina dua hari. Lalu mereka
meninggalkan Mina dengan berfedoman pada firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
َ ‫َل ا ِۡث َم‬
‫ع َل ۡي ِه‬ ۤ َ َ‫فَ َم ۡن تَ َع َّج َل فِ ۡى يَ ۡو َم ۡي ِن ف‬
“Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka
tiada dosa baginya” [Al-Baqarah/2 : 203]
Sehingga dengan itu mereka meninggalkan mabit pada malam ke-12.
Apakah hal tersebut boleh menurut syari’at? Dan apakah sah bila seseorang
menganggap hari ‘Id termasuk dua hari yang dimaksudkan dalam ayat tersebut
? Ataukah mereka melontar hari ke-12 pada hari ke-11, kemudian mereka
meninggalkan Mina ? Mohon penjelasan hal tersebut beserta dalilnya.
Jawaban
Yang dimaksudkan dua hari yang diperbolehkan Allah bila orang yang
haji ingin mempercepat pulang dari Mina setelah melalui keduanya ketika di
Mina adalah hari kedua dan hari ketiga setalah Idul Adha (11 dan 12
Dzulhijjah), bukan hari Idul Adha dan hari setelahnya (11 Dzulhijjah). Sebab
Idul Adha sebagai hari haji akbar, sedangkan hari-hari tasyriq adalah tiga hari
setelah Id, yaitu hari-hari pelaksanaan melontar tiga jumrah. Dimana Allah
menyebutkan bahwa orang-orang yang ingin mempercepat pulang, maka dia
boleh pulang sebelum terbenamnya matahari kedua, yakni hari ke-2 dari hari
8

tasyriq (12 Dzulhijjah). Dan barangsiapa yang masih di Mina ketika


terbenamnya matahari hari itu (malam ke-13) maka dia wajib mabit di Mina
dan melontar jumrah pada hari ke-3 (13-Dzulhijjah). Dan demikian ini adalah
yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Maka
orang yang pulang pada hari ke-11 Dzulhijjah berarti dia mengurangi jumlah
melontar pada hari ke-12 yang wajib dia lakukan. Karena itu dia wajib
menyembelih kurban di Mekkah untuk orang-orang miskin. Sedangkan karena
tidak mabit di Mina pada malam ke-12, maka dia wajib sedekah yang mampu
dilakukan disertai taubat dan mohon ampunan kepada Allah dari kekurangan
yang dilakukan karena mempercepat pulang dari Mina sebelum waktunya.

10. Bermalam Di Mekkah Selama Hari-Hari Tasyriq


Telah maklum bahwa orang-orang yang haji wajib bermalam di Mina
selama hari tasyriq. Tapi jika seseorang tidak ingin tidur pada malam hari,
apakah dia boleh keluar dari Mina dan berada di Masjidil Haram untuk
menambah ibadah ?
Jawaban
Adapun yang dimaksud pendapat ulama tentang wajib mabit di Mina
pada hari-hari Tasyriq adalah, agar seseorang tetap di Mina baik dia tidur
maupun berjaga. Bukan yang dimaksud bahwa dia bermalam itu hanya bagi
orang yang tidur saja. Atas dasar ini kami mengatakan kepada penanya, bahwa
kamu tidak boleh menetap di Mekkah al-Mukarramah pada hari-hari tasyriq.
tapi kamu wajib berada di Mina. Hanya saja ulama mengatakan, jika seseorang
mengambil mayoritas malam (lebih setengah malam) di Mina maka demikian
itu telah cukup baginya. Dan jika seseorang tidak mendapatkan tempat di Mina,
maka dia harus mengambil tempat di ujung akhir kemah dan tidak boleh pergi
ke Mekkah. Bahkan kami mengatakan, jika kamu tidak mendapatkan tempat di
Mina, maka lihatlah akhir kemah jama’ah haji dan kamu harus mengambil
tempat di sisi mereka. Sebab sesungguhnya yang wajib adalah agar sebagian
manusia bersama sebagian yang lain. Seperti jika Masjid telah penuh, maka
jama’ah membuat shaf yang besambung kepada shaf jama’ah yang lain.
Wallahu ‘alam

11. Keluar Dari Mina Pada Tanggal 12 Dzulhijjah


Seseorang jama’ah haji keluar dari Mina sebelum terbenamnya
matahari pada hari ke-12 Dzulhijjah dengan niat mempercepat kepulangannya
dari Mina, tapi dia mempunyai pekerjaan di Mina dan kembali lagi ke Mina
setelah matahari terbenam. Apakh dia dinilai orang yang mempercepat
kepulangan dari Mina ?
Jawaban
9

Ya’ dia dinilai orang yang mempercepat pulang dari Mina. Sebab dia
telah menyelesaikan haji. Adapun niatnya kembali ke Mina karena
pekerjaannya tidak menghambat untuk mempercepat pelaksanaan manasik
haji. Sebab ketika dia kembali

Anda mungkin juga menyukai