Anda di halaman 1dari 32

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI

PERADILAN INDONESIA: 2020 DAN 2022

2022 update
SDG 5

Agenda 2030 untuk Pembangunan


Berkelanjutan, dan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDG) 5 dan SDG 16
khususnya, membahas tanggung jawab
global yang kita miliki terhadap kesetaraan
gender dan keterwakilan perempuan di
lembaga publik seperti peradilan.
Pada tahun 2021, Pelapor Khusus PBB untuk
Independensi hakim dan pengacara, Diego
García-Sayán menerbitkan laporan tentang:
Partisipasi perempuan dalam administrasi
peradilan.
Laporan tersebut menemukan bahwa:
Perempuan mewakili persentase yang sangat
rendah dalam hierarki sistem peradilan. Di banyak
negara, statistik mengungkapkan bahwa persentase
wanita di posisi senior baik di peradilan maupun di
kejaksaan tidak sebanding dengan jumlah
Perempuan dalam dua karir tersebut. Dalam kedua
kasus tersebut, perempuan cenderung menjadi
mayoritas anggota dalam persentase keseluruhan,
tetapi kehadiran mereka di posisi senior secara
signifikan lebih rendah daripada laki-laki. Kriteria
diskresi dan subjektif secara signifikan
mempengaruhi promosi dan pemilihan perempuan
dalam posisi kepemimpinan.
 
HAMBATAN UTAMA UNTUK
PARTISIPASI PEREMPUAN
Laporan tersebut menyelidiki hambatan utama bagi perempuan yang berpartisipasi dalam sistem peradilan

• Akses ke profesi yudisial


• Kendala hukum, budaya dan sosial dalam mengejar profesi pilihan
• Kurangnya dana untuk studi, ujian, dan biaya lain yang terkait dengan akses ke peradilan

Kondisi kerja dan promosi


Kurangnya transparansi dalam proses seleksi dan pengangkatan
Persyaratan pekerjaan yang tidak proporsional atau kurangnya transparansi dalam kriteria kualifikasi dan seleksi
Tanggung jawab keluarga, termasuk membesarkan anak, perawatan keluarga, pekerjaan rumah tangga

Ancaman, pelecehan seksual, dan kekerasan terhadap perempuan
Peningkatan risiko bahwa hakim dan jaksa perempuan menderita agresi atau berbagai bentuk pelecehan di tempat kerja
• Stereotip gender memfasilitasi pelecehan dan pelanggaran integritas pribadi hakim perempuan

Membongkar "langit-langit kaca"


• Sebuah “langit-langit kaca” dalam sistem peradialan pada pengalang yang tidak terlihat namun tidak dapat ditembus
yang membuat kelompok minoritas dan Perempuan tidak naik ke anak tangga atas di sistem itu, terlepas dari kualifikasi
atau pencapaian mereka.
• Perempuan mewakili persentase rendah yang tidak proporsional dalam hierarki sistem peradilan
LAPORAN PARTISIPASI PEREMPUAN TAHUN
2021 DALAM PENYELENGGARAAN
PERADILAN

14 REKOMENDASI OLEH PELAPOR KHUSUS


REKOMENDASI 1

Merancang dan menerapkan sistem


kuota yang tidak hanya simbolis
untuk memastikan kesetaraan dalam
akses ke posisi dalam administrasi
peradilan dan untuk mencapai
kesetaraan yang lebih besar dari
perspektif geografis atau regional. 
REKOMENDASI 2

Gunakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


untuk memastikan bahwa, pada tahun 2030, 50
persen posisi publik, baik di peradilan maupun
dalam layanan penuntutan, dipegang oleh
perempuan. 
REKOMENDASI 3

Mengadopsi norma, kebijakan publik, dan tujuan


yang dapat diukur tentang kesetaraan dan
perspektif gender, dan menciptakan kerangka kerja
kelembagaan publik, otonom, dan independen
untuk mengoordinasikan kepatuhan oleh semua
entitas. Secara khusus, pelatihan kelembagaan
tentang isu-isu gender harus diperkuat,
keberlangsungan dan pengarusutamaannya
dipastikan melalui kebijakan pendidikan publik
nasional yang mengintegrasikan perspektif gender
di semua tingkatan sistem pendidikan. 
REKOMENDASI 4

Mendesak Negara-negara untuk menerapkan


pedoman kebijakan publik berkelanjutan yang
menggabungkan perspektif gender. Hambatan
yang telah mencegah perempuan mengakses dan
mempertahankan posisi tanggung jawab yang
lebih besar harus diidentifikasi, berdasarkan
konteks hukum, kelembagaan, dan budaya
masing-masing negara. 

REKOMENDASI 5

Mengadopsi standar substantif dan prosedural


untuk memastikan partisipasi perempuan yang
setara dalam peran pengambilan keputusan di
lembaga publik, termasuk layanan peradilan dan
penuntutan. 
REKOMENDASI 6

Tinjau kembali persyaratan formal


untuk masuk atau dipromosikan
dalam profesi peradilan sehingga
"langit-langit kaca" tidak bertahan
dan tidak ada hambatan birokrasi
yang menghambat akses perempuan
ke posisi di peradilan. 
REKOMENDASI 7

Menghilangkan stereotip bahwa perempuan di


bidang hukum tertentu atau pada tingkat tertentu
dalam hierarki peradilan, seperti hukum keluarga,
atau di tingkat peradilan terendah, seperti
Magistrates Courts atau provisional courts tanpa
jaminan pekerjaan atau masa jabatan. 
REKOMENDASI 8

Mendorong penawaran beasiswa atau insentif lain


untuk memungkinkan perempuan menanggung
biaya persiapan tes. Berkenaan dengan defisit
dalam keterwakilan, disarankan agar kompetisi
diadakan khusus untuk perempuan, terutama
ketika pengadilan hanya terdiri dari laki-laki atau
ketika ada persentase hakim laki-laki yang lebih
tinggi. 
REKOMENDASI 9

Membentuk komisi gender untuk


melembagakan perspektif gender
dalam administrasi peradilan, yang
akan memungkinkan anggota mereka
untuk berpartisipasi dalam desain
program untuk modernisasi dan
reformasi sistem peradilan dan
layanan penuntutan dan untuk
menciptakan kondisi bagi partisipasi
perempuan di sektor peradilan. 
REKOMENDASI 10

Mendorong pembentukan asosiasi hakim dan jaksa perempuan


yang memperkuat partisipasi perempuan dalam profesi peradilan
dan kejaksaan, membela hak-hak mereka dan memungkinkan
mereka untuk berpartisipasi dalam adopsi kebijakan untuk
mempromosikan kesetaraan gender dalam peradilan dan layanan
penuntutan. 
REKOMENDASI 11

Menetapkan kerangka hukum untuk


melindungi hakim dan jaksa dari
serangan, ancaman, atau pelecehan
hanya karena melakukan pekerjaan
mereka. Badan peradilan dan
kejaksaan harus melembagakan
prosedur yang aman dan efektif yang
menjamin anonimitas pelapor dan
menghindari viktimisasi ulang. 
REKOMENDASI 12

Menciptakan mekanisme operasional yang


efisien untuk tindak lanjut dan implementasi
berkelanjutan kebijakan publik tentang
kesetaraan gender dalam administrasi
peradilan, dengan akuntabilitas reguler. Ini
termasuk pengembangan diagnostik dan
indikator untuk mengukur hasil yang dicapai
di bidang ini, seperti persentase penunjukan
perempuan dan laki-laki ke layanan
peradilan dan penuntutan, dan untuk
mengidentifikasi keterbatasan kebijakan ini
untuk terus mempromosikan akses
perempuan ke administrasi peradilan. 
REKOMENDASI 13

Menghapus stereotip gender yang melanda pengadilan


dan kantor kejaksaan dan menjadikan perspektif gender
sebagai tugas Negara yang tidak dapat dihindari,
sedemikian rupa sehingga kriteria yang digunakan untuk
mempelajari dan menyelesaikan kasus dimodifikasi
sehingga kemungkinan dampak yang berbeda antara
perempuan dan laki-laki dapat diidentifikasi. Untuk itu,
perspektif gender harus diadopsi sebagai metode
penalaran dan analisis yang objektif dan objektif dan
ketat yang mengidentifikasi, pada awalnya, hubungan
kekuasaan dan konsekuensi berbeda yang dialami oleh
perempuan dan laki-laki dalam hampir semua situasi. 
REKOMENDASI 14

Mendesak organisasi masyarakat


sipil dan universitas untuk
merancang dan mengembangkan
strategi pemantauan dan analisis
untuk menstimulasi kebijakan
proaktif tentang kehadiran
perempuan yang relevan dalam
sistem peradilan dan kejaksaan. 
GAMBARAN BESAR PENGADILAN
AGAMA

JUMLAH PEREMPUAN POSISI JUMLAH LAKI-LAKI

0 Hakim Agung 1 atau lebih

28
1 Ketua PTA

45 Hakim PTA 329

83 KPA 329

763 Hakim PA
2551
MAHKAMAH AGUNG INDONESIA:
2020 DAN 2022

2020 2022

0 dari 9 dipegang Posisi Pimpinan di Mahkamah 0 dari 10 dipegang


oleh perempuan Agung oleh perempuan

7% (4 of 59) % Hakim Agung perempuan di 12% (6 of 51)


Mahkamah Agung

Wakil Ketua Mahkamah Pada tahun 2022,


Agung yang pertama dan belum ada
satu-satunya adalah Ibu seorang
Mariana Sutadi yang perempuan Ketua
diangkat pada Maret 2004 Mahkamah Agung
dan pensiun pada November Indonesia. 
2008. 
MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA:
2020 DAN 2022

Pada tahun 2022, belum ada seorang perempuan Ketua Mahkamah Konstitusi
Indonesia. 
Tidak ada satu pun posisi kepemimpinan di Mahkamah Konstitusi yang pernah
dipegang oleh seorang perempuan.
Pada tahun 2020, 1 dari 9 hakim Mahkamah Konstitusi (11%) adalah seorang
perempuan dan prosentase ini tetap sama pada tahun 2022.
PENGADILAN AGAMA: TINGKAT
PERTAMA 2020 DAN 2022

Pengadilan Tingkat Pertama Women and Men Chief Judges of First


Instance Religious Courts
Pada tahun 2020: 18% Hakim Ketua pada
tingkat pertama Pengadilan Agama adalah 400

perempuan (73 dari 412).  350 339


330
300
Pada tahun 2022: 20% Hakim Ketua pada 250
tingkat pertama Pengadilan Agama adalah 200
perempuan (83 dari 413) 150

100
Pada tahun 2020, 25% Hakim Pengadilan Agama 73
83
50
adalah perempuan (655 dari 2655) meningkat
0
menjadi 28% (763 tahun 2714) pada tahun 2022.  2020 2022

Women Men
PENGADILAN AGAMA: BANDING
2020 DAN 2022

Pengadilan Banding
Perempuan dan Laki-Laki Ketua Hakim
Pada tahun 2020: 14% Hakim Ketua di Pengadilan Pengadilan Tinggi Agama (PTA)
Tinggi Agama adalah perempuan (4 dari 29). 
30
28
Pada tahun 2022: 3% Hakim Ketua di Pengadilan 25 25
Tinggi Agama adalah perempuan (1 dari 29)
20

Pada tahun 2020, 9% Hakim Pengadilan Tinggi 15


Agama* adalah perempuan (32 dari 368) meningkat 10
menjadi 12% (45 dari 374) pada tahun 2022. 
5 4
0 1

* Termasuk hakim perempuan yang menduduki jabatan struktural di 2020 2022


Mahkamah Agung. Women Men
PENGADILAN UMUM: TINGKAT
PERTAMA 2020 DAN 2022

Pengadilan Tingkat Pertama Perempuan dan Laki-Laki Ketua Pengadilan


Negeri (PN)
Pada tahun 2020: 16% Hakim Ketua dalam
tingkat pertama Pengadilan Umum adalah
350
perempuan (60 dari 382).  322
300
280
Pada tahun 2022: 24% Hakim Ketua dalam 250

tingkat pertama Pengadilan Umum adalah 200


perempuan (87 dari 367) 150

100
87
Pada tahun 2020, 30% Hakim Pengadilan Umum 60
50
adalah perempuan (1147 dari 3775) meningkat
0
menjadi 31% (1151 dari 3680) pada tahun 2022.  2020 2022

Women Men
PENGADILAN UMUM: BANDING
2020 DAN 2022

Pengadilan Banding
Perempuan dan Laki-Laki Ketua Pengadilan
Pada tahun 2020: 0% Ketua Pengadilan Tinggi Tinggi Negeri (PT)
Negeri adalah perempuan (0 dari 30). 
35
Pada tahun 2022: 7% Hakim Ketua Pengadilan 30 30 30
Tinggi Negeri adalah perempuan (2 dari 30) 25

Pada tahun 2020, 16% Hakim Tinggi* di Pengadilan 20

Umum adalah perempuan (136 dari 870) meningkat 15

menjadi 19% (163 dari 854) pada tahun 2022.  10

5
2
0 0
2020 2022

* Termasuk hakim perempuan yang menduduki jabatan struktural Women Men


di Mahkamah Agung.
PENGADILAN ADMINISTRASI DAN MILITER:
TINGKAT PERTAMA 2022

Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Militer


Pada tahun 2022: 30% Ketua Pengadilan Pada tahun 2022: 13% Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara adalah perempuan (9 Militer tingkat pertama adalah
dari 31) perempuan (2 dari 15)
Pada tahun 2022: 37% hakim dalam Pada tahun 2022: 9% hakim di
pengadilan tata usaha negara tingkat Pengadilan Militer tingkat pertama
pertama adalah perempuan (122 dari adalah perempuan (9 dari 101)
329)
PENGADILAN ADMINISTRASI DAN MILITER:
TINGKAT BANDING: 2022

Pengadilan Tata Usaha Negara Pengadilan Militer


Tahun 2022: 0% Ketua Hakim di Pada tahun 2022: 33% Ketua Hakim di
Pengadilan Tata Usaha Negara Banding Pengadilan Tinggi Militer adalah
adalah perempuan (0 dari 4) perempuan (1 dari 3)
Pada tahun 2022: 8% hakim di Pada tahun 2022: 17% hakim di
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Pengadilan Tinggi Militer adalah
adalah perempuan (4 dari 49) perempuan (6 dari 35)
CALON HAKIM

Angkatan terbaru dari calon hakim– jenis kelamin


2018 – 34% wanita

2020

• INSERT
INFOGRAPHIC
SETELAH TAHUN 2020

AIPJ2 mendukung Mahkamah Agung


Republik Indonesia untuk mempertimbangkan
perubahan kebijakan dan praktik apa yang
dapat mengubah dinamika rendahnya jumlah
perempuan yang memegang posisi
kepemimpinan yudisial saat ini.
LANGKAH BERIKUTNYA

1 2 3
Roundtable discussion dengan para pemimpin peradilan dan
anggota Asosiasi Hakim Perempuan Internasional (IAWJ) untuk
Survei Persepsi membahas temuan survei dan mempertimbangkan langkah-langkah
Kepemimpinan selanjutnya untuk mengatasinya:
terhadap juri Komitmen terhadap kesetaraan gender di semua tingkatan
Webinar IWD Indonesia – peradilan di Indonesia dengan mekanisme pengawasan untuk
tahunan yang akan memastikan hal ini diterapkan dalam praktik
dibahas pada Akses yang sama ke peluang pengembangan profesional
bulan Juli Menghilangkan hambatan struktural untuk promosi perempuan
Pendampingan dan dukungan untuk mendorong juri perempuan
mengajukan promosi

Anda mungkin juga menyukai