Parinda Dewi
D10117574
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
TADULAKO
2022
TOPIK PRESENTASI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
BAB IV PENUTUP
I Latar Belakang
2 Tr a n s a k s i jual beli online
d i l a k u k a n t a np a t a t a p m u k a a n t a r a 3 Berdasarkan pengertian di atas adanya
persamaan yaitu menimbulkan
PRAKTIS
Memperkaya wawasan dan
Memberikan informasi kepada pengetahuan penulis dalam bidang
masyarakat luas agar mengetahui ilmu hukum, khususnya hukum perdata
pentingnya pengetahuan tentang dan khususnya yang berkaitan dengan
pemahaman terkait dengan hukum.
akibat hukum dari Transaksi Secara
Online.
METODE PENELITIAN BAB III
Bahan Hukum Tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder, seperti kamus hukum,
ensiklopedia dan sebagainya.
ANALISIS BADAN HUKUM
Penggunaan teknik analisis secara kualitatif mencakup semua
bahan hukum penelitian yang telah diperoleh dari hasil penelitian
dan kajian kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan
menyelesaikan bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang
diteliti kemudian dapat dihasilkan suatu deskripsi yang lebih
objektif dan sistematis sehingga menghasilkan jawaban yang
sesuai terhadap permasalahan yang diteliti.
II Kajian
Pustaka
HAK DAN KEWAJIBAN
JUAL BELI ONLINE JENIS” TRANSAKSI DALAM PERJANJIAN JUAL
JUAL BELI BELI ONLINE
BAB 2
Pasal 1 ayat Pasal 1338
Pasal 3 Pasal 4 UU
ayat (1)
2 UU ITE UU ITE ITE KUHPerdata
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
COD REKENING
BERSAMA
PIHAK-PIHAK DALAM TRANSAKSI BAB II
Penjual (merchant) produsen Konsumen atau card holder yaitu Acquirer yaitu perantara penagihan
yang menjual barangnya melalui calon pembeli atau orang yang atau pihak yang melanjutkan
media internet ingin memperoleh produk penagihan berdasarkan tagihan yang
di bebankan oleh penjual
Hak Pembeli
Hak Penjual
Suatu perjanjian jual beli harus memenuhi keempat syarat tersebut, ada
2 (dua) syarat yang digolongkan kedalam syarat sahnya suatu perjanjian
yang terdiri dari:
1) Syarat subyektif terdiri dari kesepakatan antara kedua belah pihak
yang melakukan perjanjian dan kecakapan hukum
2) Syarat obyektif terdiri dari suatu hal tertentu dan suatu sebab yang
halal,
I Keabsahan Perjanjian Jual Beli online menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Sebelum menguraikan mengenai akibat hukum yang timbul apabila penjual dalam jual beli
melakukan wanprestasi perlu dijelaskan mengenai macam-macam wanprestasi dan tanggung
jawab penjual terhadap pembeli dalam jual beli melalui transaksi elektronik. Wanprestasi
dapat berupa empat macam yaitu:
a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian yang tidak boleh dilakukannya
Kewajiban membayar ganti kerugian bagi debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban
melaksanakan prestasi dalam perjanjian tetapi melakukan wanprestasi baru dapat
dilaksanakan jika telah memenuhi 4 (empat) syarat yaitu:
a. Dia memang telah lalai melakukan wanprestasi
b. Dia tidak berada dalam keadaan memaksa
c. Dia tidak melakukan pembelaan untuk melawan tuntutan dalam ganti kerugian
d. Dia telah menerima pernyataan lalai
Keabsahan Perjanjian Jual Beli online
menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Apabila penjual tidak bertanggung jawab dalam hal melakukan wanprestasi pada transaksi elektronik, maka pembeli dapat
menempuh jalur hukum sesuai yang diatur dalam pasal 38 dan 39 UU ITE Nomor 11 tahun 2008 yang mengatur tentang
penyelesaian sengketa. Sesuai pasal 39 ayat (2) UU ITE yang menjelaskan bahwa selain penyelesaian gugatan perkara,
penjual dan pembeli dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitase, atau lembaga lainnya, namun tidak ditemukan titik
terang setelah adanya negoisasi antara ketika penjual mencoba menawarkan penyelesaian melalui ganti rugi dengan
pengembalian uang jika barang telah dikirim ke penjual, namun pihak pembeli menolak dan ingin mentrasnfer uang dulu ke
pembeli baru barang dikirim kembali ke penjual, karena hal tersebut para pihak kukuh atas komitmen mereka.
Jual beli melalui transaksi elektronik selalu ada dua macam subyek hukum, yang masing-masing subyek hukum tersebut
mempunyai hak dan kewajiban timbal balik dalam pelaksanaan perjanjian yang mereka perbuat. Dimana perjanjian jual
beli merupakan suatu perjanjian timbal balik antara kedua subyek hukum yaitu pihak pembeli dan penjual mempunyai hak
dan kewajiban secara satu sama lain
Pada pasal 21 ayat 1 huruf a undang-undang ITE menyebutkan “jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi”. Dengan demikian, dalam transaksi
elektronik, pihak yang bertanggung jawab adalah pihak yang melakukan wanprestasi yang didalam hal ini jika dilakukan
oleh penjual
PENUTUP
KESIMPULAN
Keabsahan perjanjian jual beli dapat dibuktikan dan memenuhi ketentuan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dasar keabsahan
terjadi apabila keduanya sama-sama sepakat dan adanya kata kesepakatan antara pembeli dan penjual dalam berkomunikasi
1 mengenai penawaran barang dan pemilihan barang yang diinginkan serta keduanya telah menyetujui bahwa adanya
kesepakatan. Adapun dalam Undangundang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan alat elektronik seperti komputer, jaringan komputer, atau media elektronik lainnya. Pada
transaksi elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan pasal 1 ayat 17 dan pasal 17 ayat 2
UU ITE tersebut.
Wanprestasi yang terjadi dalam transaksi jual beli pada umunya dilakukan oleh penjual. Dalam hal terjadinya wanprestasi
tersebut penjual. Wajib ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh pembeli. Apabila penjual tidak bertanggung jawab
2 terhadap perbuatan wanprestasi nya tersebut, maka pembeli dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan
terhadap penjual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan tersebut, yakni
KUHPerdata dan UU ITE.
SARAN
Bagi masyarakat yang berlaku sebagai pembeli mestinya lebih fokus terhadap apa yang
menjadi kewajibannya dan bertanggung jawab seperti haknya penjual yang memenuhi
kewajibannya dengan baik agar nantinya tidak terjadi bentuk-bentuk wanprestasi yang
pada akhirnya akan menimbulkan kerugian pada salah satu atau kedua belah pihak
dalam perjanjian jual beli online melalui media internet
Terima
Metode Importance Performance
Analysis (IPA) pertama kali
diperkenalkan olehMartilla dan Jams
Kasih
(1977) dengan tujuan untuk mengukur
hubungan antara persepsikonsumen dan
perioritas peningkatan kualitas produk
atau jasa yang dikenal pula
sebagaiquadrant analysis
(Munandar, 2020).
Pelayanan prima (excellence service) adalah satu bentuk
pemberian layanan yang sangatmemuaskan bagi para
penerima pelayanan. Dalam kualitas layanan yang
membandingkan anatara persepsi (pelayanan yang dirasakan
atau diterima denganharapan (ekspektasi), pelayanan yang
prima adalah apabila apa yang dirasakan jauh melebihi
harapan dari penerima layanan
(Semil, 2018:49)