A. TUJUAN SSP
Dalam hal ini pada proses CP, bila diinginkan produk dengan densitas dan IV yang
tinggi maka akan dijumpai banyak masalah antara lain.
Untuk kesemuanya itu tidak diharapkan terjadi, maka dengan menggunakan proses
SSP Chip botol dengan grade/tingkat yang tinggi bisa dihasilkan dengan menggunakan
media nitrogen.
Nitrogen merupakan gas innert dan tidak aktif terhadap pellet. Dengan pemanasan
awal dahulu, nitrogen disupplai ke Reaktor. Dengan proses SSP didapatkan :
Sebagai perbandingan jika kita menaikan temperatur dalam reaktor, maka kualitas
yang dihasilkan rendah. Sebagai contoh Temperatur max CP : 285 0C, SSP : 225 0C.
( Catatan : Kondisi temperatur tergantung kapasitas produksi).
DER.
TEMP. REAKSI
PROSES KRISTALISASI IV MEDIA
0
C
%
180 - 0.600 Udara
Reaksi Kristalisasi
Pertama (N2)
210 45 ~ 47 0.680
Reaktor (N2)
SINGKATAN-SINGKATAN
3). UTILITAS
N5 Gas N2 5kg/cm2 G
N1.9 Gas N2 1.9kg/cm2 G
GA 6 Udara Umum 6 kg/cm2 G
IA 6 Udara Instrumen 6 kg/cm2 G
RW Menara Pendingin
Recovery Water
RWR Recovery Water Return
4). LISTRIK
T Temperatut
P Pressure/Tekanan
F Flow/Aliran
M Dew Point/Titik Embun
ZS Limit Switch
SS Speed Sensor
I Indikator
A Alarm
R Recorder
HS Hand Switch
C Controller / Pengontrol
TG Temperatur Gauge
PG Pressure Gauge
Q Quantity / Jumlah
W Weight / Berat
D Differential
L Local
GAMBARAN PROSES
ISI
3. KURVA DISKRIPSI
5. VOLUME REAKTOR
1). Perkenalan.
Pellet dari proses CP dengan derajat pengkristalan 1-2% dan kandungan air / MC
sekitar 0.03 - 0.1% (tergantung kondisi proses & kelembaban atmosfir) pada temperatur
tinggi akan menggumpal dalam reaktor, karena kelembaban tersebut dapat menyebabkan
reaksi kristalisasi eksotermis (dalam reaktor).
Untuk itu harus dikontrol jangan sampai pellet menggumpal / menempel. Hal ini
merupakan point penting dan harus dihindari. Kristalizer pertama dirancang untuk
menghindari pelengketan. Udara dengan temperatur tinggi disypplaikan ke kristalizer,
dengan kecepatan tinggi untuk menggerakkan pellet dan untuk menghindari penggumpalan
atau pelengketan. Kristalizer ini dirancang dalam bentuk type Spouted Bed / Unggun
Pancar, dimana pellet bergerak cepat / terpancar terhadap pergerakan udara / nitrogen.
Dalam Kristalizer ini derajat kristalisasi meningkat dan kelembaban pellet menurun.
2) Kondisi Proses
Temp. Laju Alir Waktu Penyim-
Keterangan
Reaksi 0C Nm3/min panan (min)
Bila dipakai
180 610 10 -
Udara
Bila dipakai Temperatur Nitrogen dinaikan sampai
180 610 20
Nitrogen keadaan dimana Chip tdk menggumpal
Dalam proses SSP bila menggunakan udara sebagai media, pada temperatur kira-
kira 1600C rantai polimer akan terpotong. Pemakai / User bula menggunakan produk
tersebut maka gugus Vinyl Ester akan diubah menjadi Acetal Aldehyde.
Perhatikan mekanisme reaksi :
-C-O-CH2CH2O-C-
O2
OOH
-C-O-CH2CH2O-C-
Radical
-C-O-CH2CH2O-C- + OOH
-CH2-CH-O-C- + O-C-
Tujuan adanya modifikasi line udara dan N2 di PBC - 1/2, karena di Indonesia produk yang
dihasilkan adalah grade botol untuk air mineral.
3) Gambaran Proses
LHH
LH
BLK-41/42
RCH LL
LLL
CNF
FT
VENT
IAF-1
Z
PT CAF
CRV-1 CAH-1 HLR
HLS
CPS-1 PCB-1
TT
CPV-1
Z PT
CAF-2
Z
CRV-2
SPF
Keterangan :
CRV-1 mensupplai pellet ke PBC-1 dan RCH, Pellet dipanaskan oleh udara panas, dimana
udara panas dipanaskan oleh Dow Heater (1800C). Udara kemudian masuk ke siklon. Debu
yang keluar dipisahkan dari CPS-1 dan dikeluarkan oleh CPV-1 masuk ke dalam bag /
kantong.
Screen dengan luas 5 m2 (1 buah) dibagian dalam kristalizer dimana sudah terdapat pellet
yang siap dikristalisasi.
Pellet amorphous masuk melalui CRV-1 bercampur dengan pellet yang siap. Tujuannya
adalah untuk menghindari penempelan/sticking. Overflow campuran tersebut masuk ke
CRV-2. Produk Kristalisasi ini mempunyai derajat kristalisasi yang beragam/bervariasi .
Tujuan utama kristalizer ini sebagai pencampur yang juga meningkatkan derajat kristalisasi.
Kelembaban air dibuang. Jika gas dipakai tanpa make-up, maka akan terjadi reaksi
degradasi/hydrolisys sehingga IV akan menjadi rendah.
Jika pellet dipanaskan dibawah “Melting Temperature” maka pellet akan mudah untuk
lengket.
- Kandungan Air dan Acetal aldehyde dikeluarkan pelan-pelan melalui ventilasi dan
Make Up pelan-pelan masuk dalam filter.
- Kita bisa mengontrol aliran ventilasi dan udara masuk melalui valve butterfly,
tergantung jumlah kapasitas, udara selebihnya disirkulasi.
Jika Melt temp (temp. co polimer) usaha yang dilakukan adalah meningkatkan flow
udara sample kemudian harus dicek.
- Over flow pellet disupplai ke PBC-2 melalui CRV-2. Produk dari PBC-1 mempunyai
derajat pengkristalan yang beragam, karena di alat ini hanya terjadi pencampuran.
- Guna IAF adalah untuk make-up udara, karena dalam sirkulasi kristalizer, kelembaban
akan meningkat. Jadi secara kontinyu disupplai udara untuk menggantikan/membuang
kelembaban tersebut.
Guna line CNF hampir sama dengan line vent, digunakan bila memakai N2, bedanya
N2 tidak dibuang melainkan diregenerasi dan dikeringkan, untuk selanjutnya
diresirkulasikan. Pergerakan pellet dapat dilihat pada sight glass.
B. PROSES KRISTALISASI KEDUA
1). Perkenalan.
Pada PBC-2 ada valve flap yang posisi normalnya seperti gambar dibawah ini. Tujuannya
untuk menaikkan retention time/waktu penyimpanan.
Flapper
Over Flow
Chip yang dikristalisasi pertama dalam PBC-2 melalui CRV-2 dan di panaskan sampai 200
C (dengan N2) dan sampai 185 0C (dengan Udara), dan disupplaikan dari dasar Screen
0
Pada proses ini derajat kristalisasi meningkat dan kelembaban dikeluarkan tanpa
pelengketan melalui pergerakan pulsa. Aliran chip keluar step by step seperti gambar.
C. PREHEATER
1). Perkenalan.
Dengan menggunakan kurva DSC (direct Scanning Calorimeter), kita dapat mengecek
temperatur “tm start” pellet pada sisi bottom preheater untuk selanjutnya kita dapat
mengontrolnya.
Salah satu point penting adalah kita harus mengontrol N2 pada zona pendinginan ini,
melalui katup/valve butterfly yang terinstall. Selalu dijaga Tm start lebih tinggi dari pada
temperatur pellet pada puncak reaktor, karena bila temperatur puncak reaktor > Tm start,
maka akan terjadi pelengketan / peleburan (melting) yang berarti akan terjadi trouble
direaktor. (Akan diterangkan khusus).
Pellet turun
N2 yang kontak dengan pellet
N2 naik dan kontak
dengan pellet
N2 masuk pada
Hole terbuka
Hole tertutup
N2 yang masuk melalui hole-hole plate bentuk segi tiga dengan bagian bawah terbuka
yang memungkinkan N2 keluar melalui bagian bawah. Ada banyak plate-plate segi tiga
yang bagian ujung-ujungnya tertutup dan pada posisi yang berlawanan ujungnya terbuka
seperti gambar. Pellet mengalir melalui sisi luar plate dan turun secara perlahan-lahan
serta kontak dengan N2 yang keluar dari sisi bawah yang terbuka. Kontak ini akan
menaikan temperatur pellet dan membuang kandungan air. Terjadi pertukaran panas
antara N2 dan pellet sehingga temperatur N2 turun. Kondisi temperatur N2 dinaikan
kembali melalui Dow heater yang terinstal. Perhatikan gambar di bawah ini :
80 0C
40 0C
N2
Ada 2 (dua) loop N2. Zona 1-3 untuk preheating sampai temperatur + 220 C.
0
Kompartment ke-4, untuk zona pendinginan, dengan supplai N2 kira-kira 80 0C. Dengan
flow rate berbeda dimana laju pada zone preheating leboh besar dari zona pendinginan.
Pada zona pendinginan, N2 yang keluar setelah pendinginan dibuang melalui outlet dari
zona preheating. Dan tidak akan terjadi N2 dari zona preheating masuk ke zona
pendinginan walaupun laju alirnya lebih besar. Karena N2 akan lebih mudah keluar melalui
outletnya.
Dengan adanya dua zona ini, temperatur pada titik cone dapat dikontrol. Mengapa harus di
kontrol ? Karena reaktivitas di reaktor tergantung pada temperatur pellet di titik itu,
sehingga pelengketan / sticking dapat dihindari, dan pada akhirnya derajat kristalisasi pada
produk reaktor meningkat. Dengan naiknya derajat kristalisasi maka “ Melting start
temperatur “ akan naik juga.
Pada diagram P & ID, ada PCF fan yang gunanya untuk mensupplai N2. Aliran gas N2
antara kompartement 1 dan 3 dihubungkan dengan alat PDI (Pressure Difference Indicator)
dimana nilainya dapat dilihat di DCS room. Jika terdapat masalah (sticking/pelengketan
atau flow N2 terhalang) dapat di cek dari nilai PDI yang ditunjukan.
Jumlah kerucut pada PSC ada 4 (empat) buah yang tujuannya untuk mencegah timbulnya
perbedaan pergerakan pellet yang besar pada posisi tengah dan pinggiran PSC.
Kemungkinan besar hal itu akan terjadi bila hanya satu kerucut saja, akibatnya IV dan
derajat kristalisasi rendah, retention time rendah, sehingga pada akhirnya produk PSC
kualitasnya beragam. PSC dirancang sedemikian rupa agar pergerakan pellet sama
disetiap titik, sehingga diharapkan IV dan derajat kristalisasi sama. Pada masing-masing
tersedia 1 (satu) buah transmeter suhu.
tengah sisi
Cone # 1
Cone # 4
1 2 3 4
Cone # 2
Cone # 3
Jika hanya satu cone saja
Pada zonaPendinginan, laju alir N2 terkontrol secara otomatis, yang gunannya untuk
mengontrol Tm start temperatur. Dengan menaikan/menurunkan laju alir, Tm start
temperatur dapat turun atau naik. Penaikan temperatur/pemanasan N2 pada zona
pendinginan dikontrol oleh PIH (heater listrik), yang lebih mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan dengan Dow heater biasa, bila digunakan pada kapasitas kecil, karena
sangat gampang untuk merubah-rubah temperaturnya.
Sistem pengangkutan untuk produk preheater dilakukan oleh alat HCV dan unit Tatk Schub
TSV-2 menuju PFH.
Sistem konveying ini sepenuhnya menggunakan N2 sebagai media penghantar.
Pada titik kerucut PSC, udara masuk sangat dihindari, karena akan terjadi reaksi oksidasi
sehingga warna pellet menjadi kuning. (User tidak menginginkan warna kuning, melainkan
biru). Dengan alasan itulah N2 dipakai sebagai media.
Untuk menaikan kapasitas rpm HCV tergantung inverter, tetapi TSV tetap, karena dengan
rpm yang ada kapasitasnya sudah besar. Tetapi bila diperlukan cukup mengatur pulleynya
saja. Contoh : (lihat hal 26 manual Bhs Korea).
Beban kapasitas TSV-2 dapat dihitung berdasarkan Bulk density, volume dan rpm valve :
Media N2 dapat disupplai dari dua tempat : TSB untuk operasi normal dan N5 main untuk
emergensi. Pada unit Talk Schub ini terdapat “Laval Nozzle” yang fungsinya untuk
mengatur laju alir N2. Tanpa alat ini pressure sulit terjaga sehingga pellet akan terpancar-
pancar dan keluar kembali lewat celah-celah rotary valve.
Prinsip kerja alat ini akan diterangkan lebih lanjut.
Pada rotary valve sendiri ada clearance antara shaft dan bearing sehingga timbul
kebocoran. Jika mencapai 50% atau lebih maka kerja Talk Schub tidak bagus.
4) Temperatur Kristalisasi, Waktu Kristalisasi, Derajat Kristalisasi dan Korelasinya
dengan Melting Temperatur (Temperatur Peleburan).
Dari grafik tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa Tm-1 hanya tergantung temepratur
kristalisasi serta laju alir. Sehingga dapat dianalisa bahwa pada preheater volume fixed =
Retention fixed = waktu kristalisasi fixed, sehingga walau dibuat volume dua kali lebih
besar dan waktu dua kali lebih lama dengan temperatur N2 yang sama maka Retention
Time dan derajat Kristalisasi akan tetap sama. Jadi cukup menaikan temperatur N2 dan
laju alir sja.
Pada temperatur 130 0C denagn Tm 145 (waktu 1 jam), Tm start (Temp. Top reaktor,
maka trouble akan terjadi.
Analisa : Derajat kristalisasi & Tm tergantung temperatur kristalisasi, bukan waktu
Kristalisasi.
D. REAKTOR
Mekanisme :
210 0C > 210 0C
Daerah yang
masih dpt
dimanfaat
kan
80 100 120
71 Nm3/min 140 0C
160 0C
Dengan laju alir optimum didapatkan profil yang merata 210 0C dan keluar reaktor hanya
sekitar 160 0C.
Berbagai eksperimen dilakukan untuk menaikan laju alir, hasilnya didapatkan profil
temperatur yang tidak sama pada beberapa titik. Pada gambar terakhir kecepatan 120
Nm3/menit maka profil temperatur di top > 120 0C dan di bottom < 160 0C, maka pada
kondisi ini akan terjadi trouble dimana pellet akan saling menempel. Pada reaktor SPR
disediakan 5 (lima) buah Temperatur Transmeter untuk melihat kondisi temperatur disetiap
titik. Besarnya laju alir tergantung besarnya kapasitas yang diinginkan (lihat grafik Laju Alir
Gas Rkt/Reaktor Gas Flow rate vs Plant Throught Put).
Flow rate N2 dikontrol melalui by pass valve dimana N2 di supplai oleh Blower PNB. Jika
by pass open besar, maka laju ke reaktor menurun. N2 disupplai pada temperatur rendah,
karena setelah reaksi, diinginkan temperatur turun sampai 160 0C, untuk kemudian di
cooler didinginkan lagi di bagging. Temperatur N2 tidak mempengaruhi reaktivitas dalam
rekator. Temperatur 80 0C hanya mempengaruhi sekitar 1 meter saja.
Gambar profil temperatur dalam reaktor :
210 0C
Pada gambar kalau diberikan temperatur lebih rendah lagi,
pengaruhnya sedikit saja.
Nilai 80 0C N2 hanya merupakan nilai optimum, hanya untuk
210
200
menjaga nilai output rekator 160 0C saja, karena dicooler diinginkan
1mt temperatur 60 0C dengan tujuan :
80 C
0
160 0C
- untuk mendinginkan pellet
- Menghilangkan debu pada kualitas akhir
Unit Pengeringan.
N2 setelah blower didinginkan dengan cooler NDC. Tujuannya untuk unit pengeringan.
Semakin rendah temperatur outlet cooler masuk ke unit pengeringan, semakin besar
kapasitas pengeringan/effisiensi tinggi, artinya semakin mudah menangkap H2O & CO2.
(Effisiensi tergantung temperatur gas).
N2 + CO2 + H2O
PRINSIP KERJA :
O C
C O
RUNNING
REGENERASI
Moleculer Sieve
Gas cooler
C O
O C
Heater Fan
N2
N2
H2O
CO2
- Terdapat 2 (dua) buah vessel, sebuah running dan yang lainnya regenerasi.
Didalamnya terdapat molekular sieve untuk menyerap dan screen pada bottom. N2
masuk mengandung CO2 dan H2O diserap dan outletnya hanya N2 saja. Dew point
sebelumnya -2 s/d -5 0C , setelah regenerasi -40 0C lebih.
- Satu unit vessel sedang regenerasi. Saat mulai regenerasi, blower, heater, listrik, gas
cooler start bersamaan. N2 dengan temperatur setelah heater 220 0C masuk melalui
bottom dan menguapkan air yang ada dalam vessel. Kemudian uap masuk ke gas
cooler dan diembunkan / diakumulasikan dan kemudianmasuk kedalam pemisah.
Sebelum dan sesudah blower ada line N2 untuk balancing saja. Lama regenerasi
normalnya 8 (delapan) jam. Jam 1 - 5 heater hidup untuk pemanasan, setelah 5 jam
heater stop. Sisa 3 jam untuk pendinginan sampai siap pakai lagi.
- Ada dua macam mode yang dapat dioperasikan pada vessel running :
Mode 1 Timer : (dipakai untuk saat emergensi saja)
Mode 2 Dew Point Sensor
- Mode 2 biasanya dipakai dengan interlock Dew Point -40 0C. Normal operasinya -43 0C
bila harga DP -40 0C tersentuh maka secara otomatis operasi akan pindah ke vessel
yang stanby . Dengan mode ini lama pemakaian dapat lebih besar dari 8 jam. Dalam
kondisi trouble, mode 1 dapat dipakai, setiap 8 jam tanpa melihat kondisi Dew Point
operasi akan berpindah secara otomatis.
- SPF digunakan untuk emergency karena molekul sieve dalam PND gampang pecah.
Jadi fungsinya untuk mencegah adanya debu masuk reaktor. Kondisi SPF selalu
operasi.
- SRH digunakan untuk menaikan temperatur N2 yang akan masuk reaktor 80 - 100 0C.
Fungsinya untuk menjaga kondisi temperatur outlet reaktor tetap optimum 160 0C,
sedangkan flow rate N2 penentu profil temperatur dalam reaktor.
-
Pada seksi pendinginan cooler, digunakan udara. Hal ini tidak mempengaruhi kualitas
warna pellet karena temperatur cuma 60 0C, dan tidak mungkin akan memutuskan
rantai polimer untuk membentuk sub produk.
Penggunaan N2 pada seksi ini tidak penting karena akan menambah biaya produksi.
1). Perkenalan
Pellet kristal yang telah dipanaskan dari preheater masuk kedalam puncak rekator
melalui sistem konveying. Pellet panas ini akan bereaksi di dalam reaktor dengan waktu
penyimpanan yang panjang.
Temperatur pellet ini akan menjaga temepratur reaktor, artinya reaksi direaktor terjadi
karena panas dari pellet itu sendiri, bukan dipengaruhi oleh temperatur nitrogen.
Temperatur N2 tidak mempengaruhi temperatur inlet reaktor.
Pada bagian cone/kerucut rekator, N2 disupplai dimana bisa mendinginkan temperatur
pellet kira-kira 160 0C dan supplai gas ini menarik Acetal Aldehyde, Ethylen Glycol &
Oligomer dari pellet keluar reaktor.
2) Kondisi Proses
Temperatur
Laju air gas N2 Retention Time Keterangan
Reaksi
Temperatur N2 yang disupplai ke
210 C0
71 Nm /menit
3
17 Jam reaktor + 100 0C tidak mempenga-
ruhi reaktivitas rekator
Mekanisme :
Polimer + Polimer
COOH COOH
amorphous
Kristal
Usaha
amorphous
bertemu
Kristal
Gugus akhir COOH pada amorphous mudah untuk bergerak sedangkan pada kristaline
sukar untuk bergerak. Jika gugus akhir mudah bergerak, reaksi menjadi tinggi. Pada
kristaline, gugus akhir sukar untuk digerakan sehingga reaktifitas lebih rendah dari pada
amorphous. Sehingga pada kristaline kemungkinan yang bergerak hanya pada permukaan
saja.
Contoh :
53 Amorp 48 Amorp
5%
Jika diberi 200 Cx 1 jam
0
Jika diberi 200 0Cx 1 jam
hasil IV = 0.73 hasil IV = 0.83 ( 0.81 -- 0.82)
Kenaikan berat Molekul MW mula-mula cepat, dengan semakin tingginya IV, akan semakin
sukar penaikan MW-nya.
Hubungan IV dengan Berat Molekul MW sbb :
IV = K . M
dimana : = 0.7 konstanta k = 4.04 Exp -3
Bila reaksi polikondensasi kontinyu, pada waktu yang sama didapatkan derajat polimerisasi
akan naik dan IV naik, artinya area bagian amorphous akan turun. Jika terdapat banyak
kristal, maka akan sukar untuk membentuk polimer baru, dan bila diinginkan IV yang lebih
besar maka reaksi yang akan dijalani lebih sukar dari sebelumnya.
Temperatur pada puncak reaktor tergantung pada preheater yang selama konveying
akan menaikan temperatur pellet kira-kira 2-3 0C. Pada bagian dalam pada puncak reaktor
terdapat 4 (empat) buah line untuk mendistribusikan pellet supaya merata, yang gunanya
untuk menghindari timbunan pada permukaan yang menggunung, yang pada akhirnya
retention akan berbeda.
IV pellet yang disupplai dari preheater akan naik oleh temperatur pellet itu sendiri.
Acatal Aldehyde, Ethylen Glycol dan oligomer akan keluar dari reaktor masuk line N 2
bersama-sama dengan gas N2 itu sendiri.
Dalam reaktor terdapat peralatan scatter balde yang gunanya untuk menjaga
retention time dan aliran jatuh/flugflow yang merata. Hal ini penting karena ukuran reaktor
SSP di Indonesia lebih besar dari reaktor di Ulsan Plant.
Gas N2 kira-kira 80-100 C tidak mempengaruhi reaktifitas, karena hanya
0
mempengaruhi sekitar 1 (satu) meter saja. Tujuan utamanya adalah untuk megeliminasi
sub produk. Kecepatan laju alir N2 dalam reaktor sekitar 0.7 m/det. N2 yang ke reaktor
hanya mempengaruhi temperatur bottom, menurunkan temperatur 210 0C menjadi 160 0C
dan tidak mempengaruhi reaktivitas, asalkan laju alir N2 harus optimum menurut kurva
grafik.
Jika laju alir N2 berada diatas atau dibawah optimum, maka akan ada sejumlah
trouble, yaitu :
- diatas ----------> Terjadi pelengketan / sticking
- dibawah -------> Produktivitas turun karena tidak bisa mengeliminasi AA, EG, dan
oligomer di semua bagian secara merata.
E. CHIP COOLER
1). Perkenalan
Pada langkah ini kita dapat mengontrol Proses SSP kira-kira 60 0C melalui udara
atmosfir. Prinsip kerjanya sama dengan alat kristalizer PBC-2. Pada alat ini bagian suction
pellet dari udara langsung, dan fan menarik udara pellet keluar.
Jika waktu reaksi lebih besar dari sebelumnya maka retention time lebih besar dari
sebelumnya juga. Pada kondisi operasi ini penaikan IV akan terjadi. Pada kondisi proses
yang sama, jika kapasitas diturunkan maka retention timenya naik serta didapatkan IV yang
meningkat, sebaliknya bila kapasitas dinaikan retention time menjadi kecil sehingga IV
yang dihasilkan rendah.
Untuk mendapatkan IV yang sama bila menaikan atau menurunkan kapasitas kita harus
mengganti kondisi proses. Lihat grafik korelasi IV vs Retention time, IV = R t:t
4). Flow
PCV
VENT
PT
SCF
CPS-3
TT CPV-3
IAF-3
PT TSV-3
GA6 BLK-31/32
B. TEMPERATUR REAKSI
Case 1 Case 2
Item
Supplai N2 Supplai N2
Heating zone
220 0C. 120 Nm3/min 215 0C. 100 Nm3/min
Cooling zone
70 0C. 10 Nm3/min 150 0C. 8 Nm3/min
Hasil temperatur
210 0C 210 0C
pada puncak reaktor
Analisa pada case 1 berdasarkan grafik Korelasi Temperatur Melting, Derajat Kristalisasi,
Waktu kristalisasi, akan didapatkan nilai Tm dan derajat kristalisasi lebih tinggi dari case 2.
(ingat bila Tm < temperatur top reaktor, akan terjadi trouble, kontrol kira-kira beda 5 0C lebih
tinggi).
Faktor K
160 0C 160 0C
E. UKURAN PELLET
Kecepatan diffusi AA, EG dan kelembaban air tergantung ukuran pellet. Pellet dengan
ukuran kecil sangat bagus untuk menaikan IV. Untuk pellet ukuran besar/grade fiber, difusi
hanya terjadi di permukaan saja, sedangkan untuk seluruh bagian perlu alat extruder.
Acetalaldehyde, Ethylen Glycol & H2O mempunyai berat molekul lebih kecil dari
polimer. Selama reaksi produk samping ini dihembuskan keluar.
Contoh : I = Panjang Sub produk / produk samping dari permukaan pellet
mudah untuk dilepaskan dengan berada di dalam,
b = tinggi sehingga IV bagian permukaan lebih besar dari IV
bagian dalam.
a = lebar IV yang dicek dicek di laboratorium merupakan nilai
rata-rata.
Kurva Korelasi Kapasitas dan ukuran Pellet. 2/3
C new = C o (do/dnew)
C new = Kapasitas baru
Co = Kapasitas awal
Kapasitas
dnew = Diameter baru
do = Diameter awal
I, a, b = Diameter chip
Ukuran Pellet
3
Persamaan yang dipakai d=
(1/I2) + (1/a2) + (1/b2)
Contoh :
- mula-mula : L = 4 , a = 3.5 , b = 3
- baru (sesudah SSP) : L = 2.8 , a = 2.8 , b = 2.0
didapatkan :
- do = 3.43
- d new = 2.437 2/3
C = 30 T/D x (3.43/2.47) = 38 T/D
Semakin kecil diameter pellet, semakin besar kapasitas, karena diffusi semakin besar (teori
ini juga berlaku untuk CP artinya dengan stirring yang baik, diffusi akan semakin besar,
diameter menjadi kecil sehingga kapasitas yang dihasilkan tinggi.
Jika kelembaban masuk ke kristalizer, maka akan terjadi hidrolisis (reaksi degradsi)
sehingga IV akan drop.
Jika Gas Cooler trouble, dimana kelembaban masuk preheater dan reaktor, hidrolisis juga
terjadi (tidak mempengaruhi warna/color, namun hanya IV yang drop)
Juga kemungkinan terjadi sticking / pelengketan bila ada air direaktor.
Untuk mencegah hal tersebut, maka pada unit pengeringan disediakan MT 1703 inlet &
MT1702 untuk outlet sebagai sensor untuk mengecek kelembaban proses N2, dan pada
Gas Cooler NPC dan NDC disediakan 3 (tiga) chamber dengan salah satunya sebagai
spare bila ada masalah pada salah satu unit yang running.
3. KURVA DSC (DIRECT SCANNING CALORIMETER)
A. TUJUAN
Peralatan ini diinstalasi di Laboratorium.
Tujuan pemasangan alat ini :
1). Cek Kondisi Proses.
Artinya kita harus mengecek semua kondisi harus di bawah Tm start. Kondisi ini
harus dicek harian. Gunanya untuk penaikan kapasitas atau IV dsb.
2). Cek Kualitas Raw Pellet dan Final Produk dengan IV setelah reaktor
Artinya Tm harus dimasukan ke dlaam data sheet dan harus dikirimkan ke pelanggan
untuk mengetahui kualitas produk, termasuk warna/color. Pelanggan ingin low melting
temperatur jika mungkin karena dengan low melting temperatur, mereka bisa meningkatkan
produktivitas, kalori dan menghemat biaya.
3). Pengembangan Produk Polimer di bagian Penelitian dan Pengembagan (R & D)
Prinsip Kerja alat DSC
Alat DSC ada 3 (tiga) bagian :
1. Sensor (main device)
2. Refference
3. Sample
Bagan ringkas prinsip kerja alat DSC
Reference
2
Sensor
1
Sample
3
Tujuan alat ini untuk mengecek perbedaan kalori yang dikirim kembali antara sample
dan refference. Sehingga dengan pengecekan ini dapat diketahui apakah reaksinya
eksothermis atau endothermis.
Langkah-langkah Kerja :
- Sample dimasukan dalam point 3, sebanyak n 0.01 gram
- Sensor mulai mensupplai kalori ke point 2 dan 3 secara bersamaan untuk menaikkan
temperatur. Supplai kalori pelan-pelan menaikan temperatur 10 0C/menit.
- Temperatur sample mulai naik sampai pellet start untuk bereaksi endo/ekso
- Pada point ke 2, tidak ada perbedaan temperatur antara masuk dan kembali,
sedangkan pada point 3 akan berubah, karena pellet butuh kalori untuk bereaksi.
Dari data diatas dapat dicek perbedaan 2 & 3 dalam sensor sehingga dapat dibuat slope
grafik. Bila temperatur pellet yang kembali ke sensor (maka reaksi yang terjadi
endothermis, sebaliknya bila temperatur > akan terjadi reaksi eksothermis. Adanya point 2
gunanya untuk mengabaikan beberapa kesalahan yang terjadi selama testing.
Tm2
Tm1
Temp.
(1st scan)
Tm
Tg
Tc
Temp.
(2nd scan)
Lihat Grafik di bawah ini :
Start Melting Tm
Endo Start Kristalisasi
Tg D
A B C
Daerah peleburan
Ekso
Daerah Kristalisasi
Rantai polimer
pendek Untuk rantai pol panjang
Tc
Temperatur
Scan kedua
Tc (Temperatur Kristalisasi)
Bila temperatur bergerak naik menyentuh point A, polimer start untuk penyusunan
ulang (rearrang) dari amorphous ke kristal sehingga volume menjadi kecil dari sebelumnya,
sehingga didapat bagian kristal.
Tm (Temperatur Peleburan/Melting)
Pada temperatur ini kita tidak dapat menjaga permukaan kristal. Untuk meleburkan
bagian kristal dibutuhkan banyak kalori, maka reaksinya endothermis. Besarnya range
tergantung banyaknya variasi polimer.
Daerah Amorphous
Daerah Kristal
1. Bila pada raw pellet disupplai panas/kalori, maka rantai polimer start mulai bergerak
dari amorphous ke kristalin.
2. Bila temperatur sudah mulai menyentuh titik A, maka bagian amorphous mulai
menyusun ulang menjadi kristal. Bila temperatur menyentuh titik B, maka pembuatan
kristal berhenti secara penuh. (Pada polyester maksimum pembentukan kristal n 60%).
Lihat kurva Laju Kristalisasi VS Waktu.
Shell Side
Cooling Water Cooling Water
Inlet Outlet
Tube side
Gas Outlet
-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------
Gas Inlet
(NHE)
Nitrogen Heat Exchange
Polimer ukuran kecil akan mulai melebur pada titik C, sedangkan polimer ukuran besar
akan melebur pada titik D (ini sebagai titik tertinggi dan terendah). Daerah yang diarsir
merupakan daerah peleburan untuk rantai-rantai polimer dibawahnya. Pada titik maksimum
pellet sudah melebur semuanya. Sedangkan amorphous n 40% sudah melebur semua
sebelum kurva ini. Besarnya harga minimal maksimal tergantung kualitas polimer.
Untuk produk kristal pada pabrik SSP, pada temperatur Tg pellet tidak akan mengalami
apa-apa / tidak dapat meleburkanya, karena sebagian besar sudah kristal.
Produk preheater dengan derajat kristalisasi n 47% dibandingkan dengan harga maksimum
60%, maka kristal dari preheater sangat mudah untuk melebur pada beberapa temperatur,
sedangkan kristal 60% sangat sukar untuk melebur.
Pada raw pellet selama produksi kristal, bila disupplai panas akan meleburkan bagian
kristal sedangkan pada waktu yang bersamaan semua bagian amorphous mulai untuk
kristalisasi, sehingga pada akhirnya didapat :
Semua bagian kristal ----------------> melebur
Semua bagian amorphous ---------> mengkristal
Tm
Melting
Kristalisasi
2300C
Pada akhirnya didapat kristal baru yang kuat pada titik E
Pellet Pellet
Kristal lemah
Pada titik E bila disupplai panas terus menerus, maka akan mulai untuk melebur,
membentuk peak/puncak ulang pada titik Tm-2.
Tm 2
E
Mulai untuk melebur
Pada akhirnya didapat kurva grafik seperti :
Tm2
Endo
Tm1
-------
Ekso
Tm Start
Temperatur Scan Pertama
Produk pellet pada reaktor setelah cek Scan pertama, didapat satu puncak saja, karena
kristal sudah kuat dimana Tm1 dan Tm2 berhimpit (overlap). Keadaan ini tergantung
temperatur kristal, waktu dan kalori. Besar kecilnya harga Tm2 didapat dari laju alir gas N2.
Kalau supplai kalori/temperatur tidak cukup, maka akan timbul 2 (dua) puncak yang hampir
berhimpitan.
Tm1 = Tm2
Endo Endo
------- -------
Ekso Ekso
Supplai panas tidak cukup
Temperatur Temperatur
Adanya 2 (dua) puncak pada preheater ini karena pada preheater kristaline ada yang
lemah sedangkan pada reaktor kristaline sudah kuat, sehingga kalori tinggi dan 1 (satu)
puncak saja.
B. GAMBARAN
1). Ada 2 (dua) methode untuk mengecek kurva DCS dari produk.
-------
Ekso
Temperatur
Setelah analisa cek pertama selesai, pellet lebur/melting distop cepat pensuplaian
kalorinya, dimana pellet akan memadat kembali, dimana IV tetap sama, tetapi derajat
pengkristalan berbeda karena pellet telah dilebur selama analisa pertama.
Setelah cek pertama selesai, dengan pendinginan cepat kita dapatkan bentuk
amorphous pellet yang jauh berbeda dari pellet amorphous dari proses CP awal karena
IV telah berubah.
Mengapa pendinginan dilakukan cepat-cepat dalam refrigerator (quenching) ?, karena
kita harus menghindari pembentukan bagian kristal dari pellet ini. Apabila setelah
melting temperatur diturunkan pelan-pelan maka akan terbentuk bagian kristal (teori ini
juga berlaku untuk proses CP).
Dengan terbentuknya bagian kristal, akan sulit mencek bagian dalam pellet karena
warna kembali buram. Derajat kejernihan dalam hal ini sangat penting untuk botol
grade karena bila derajat kejernihan rendah sulit untuk dipasarkan.
Untuk cek scan kedua, dibutuhkan bentuk amorphous 98-99% tanpa kristal, dengan
alasan :
- Pada Scan Pertama, ada banyak pellet tetapi banyak sekali perbedaan thermal history
selama reaksi perbedaan thermal history mempengaruhi kurva DSC, sehingga tidak
didapatkan data yang sama
- Pada cek Scan Kedua, supplai temperatur hampir sama, step by step, laju penaikan
temperatur terkontrol sehingga pellet mempunyai thermal history yang sama.
Contoh : Produk CP dengan IV 0.625 pada 150 T/D Jika ingin menaikan 180 T/D
dengan IV yang sama, harus diberi thermal panas. Perbedaan panas tersebut disebut
dengan thermal history, sehingga pada akhirnya didapat dua grafik DSC yang berbeda.
Dengan thermal History yang sama didapat kurva DSC yang real. Jadi harus dicek
Scan Kedua, dimana nantinya didapat kurva DSC yang lebih real pada kualitas ini.
Area Kalori
4). Dengan adanya kurva DSC ini kita harus menjaga temperatur pellet pada puncak
reaktor lebih rendah dari temperatur Tm start, sedikitnya n 5 0C.
Tm Start
Bila kedua titik ini saling bertemu, maka start untuk melebur / melting
BAGAIMANA KONTROL MASSA UNTUK KAPASITAS
Keterangan :
- Hanya 3 (tiga) R/V yang bisa dikontrol melalui Inverter, sedangkan yang lainnya RPM-
nya tetap.
- R/V PCV sebagai master R/V
- Jika sudah tersedia data yang lengkap, pengaturan yang kedua kali tidak perlu
dilakukan.
- Guna langkah kedua adalah untuk saat start atau perubahan awal saja.
KATALIS DAN ADDITIVE
DEG 0,76 %
Jumlah D1 tergan-
D1TEP D1 ES 20 76 - tung warna Chip
TEP 142 ppm
IPA SMT 10 340 2.24 %
Tidak ada katalis dan additive yang disupplaikan dari CP ke SSP,tapi kita harus mensupplai
O2 untuk megeliminasi sub produk sebelum sistem (lihat PTR).
SPESIFIKASI MASING-MASING PERALATAN
A. Rotary Valve
RPM
Type Nama Tujuan Bulk Density Power Volume Clearance
Operasi
HDS-
TSV-1 Konveying 750 kg/m3 1.5 KW 20 I/rev 14 0.18 ~
320/20SS
TSV-3 “ “ “ “ 14 0.23 mm
(zeppelin)
1). Spesifikasi
Tekanan Konsumsi
Item Konveying Kapa Ukuran Line Jarak Konveying
Operasi GA
Raw Chip -->
TSU-1 2.2 bar 11 T/hr 9.5Nm3/min 108/133mm 101 m(H) + 45 m (V)
RCH
6.4Nm3/min
TSU-2 PSC --> PFH 0.7 bar 11 T/hr 133/158mm 19.1 m(H) + 41.8 m(V)
(N2)
SPC --> BLK
TSU-3 1.8 bar 11 T/hr 9.2Nm3/min 108/133mm 74 m(H) + 35 m(V)
Produk
a. Ketika pellet jatuh je cone pelan-pelan pressure di Laval Nozzle naik sampai kira-kira
2 bar.
b Setelah sampai pada titiknya, pellet akan terhembus dan pressure akan turun tiba-
tiba (Supplai N2 tetap kontinyu).
c Waktu pressure drop, pellet akan menumpuk kembali di cone dan menutupi hole N ,
2
a. TSU-1,3
a. Kita rancang line conveying antara bend 1 & 2 sedikitnya 1(satu) meter panjangnya.
b. Jumlah bend/lekukan menentukan kemampuan konveying, artinya banyak bend
akan membuat pressure turun sehingga kapasitas berkurang.
c. Kita rancang bend jangan terlalu tajam lekukanya, melainkan bulat dengan radius
sedikitnya 1200 mm
c. Heater
1). Spesifikasi
2). Struktur
a. Kita rancang line conveying antara bend 1 & 2 sedikitnya 1(satu) meter panjangnya.
b. Jumlah bend/lekukan menentukan kemampuan konveying, artinya banyak bend
akan membuat pressure turun sehingga kapasitas berkurang.
c. Kita rancang bend jangan terlalu tajam lekukanya, melainkan bulat dengan radius
sedikitnya 1200 mm
d. Heater Exchange
1). Spesifikasi
2). Struktur
e. Fan
1). Spesifikasi
Laju Air
Nama Tujuan Kapasitas Tipe Running P (m bar)
(m3/min)
2). Struktur
f. Blower
1). Spesifikasi
Laju Air
Nama Tujuan Kapasitas Tipe P (m bar) Referensi
(m3/min)
* DRB hanya dikontrol dari lokal, sisanya dapat dikontrol melalui DCS atau lokal.
2). Struktur
g. Filter
1). Spesifikasi
2). Struktur
a. IAF - 1,2,3
h. PTR (Unit Pemurnian Nitrogen)
1). Tujuan
Fasilitas ini untuk mengeluarkan sub produk (AA, EG, Oligomer) dan reaktor
selama reaksi SSP. Supplai optimum O2 ke proses Nitrogen dan katalis Pt , bisa
menolong oksidasi dan mudah untuk mengeluarkan sub produk.
2). Katalis
Item Spesifikasi
Kat - Pt
C2H4O + 5/2 O2 ------------> 2 CO2 + 2 H2O
(AA)
Kat - Pt
C2H6O2 + 5/2 O2 -----------> 2 CO2 + 3 H2O
(EG)
Item Spesifikasi
Maksimum 4 lt / bulan
Konsumsi Gas : 1 kali/hari kalibrasi, 1 kali/8 minggu
sensor ganti
5). Detektor Oksigen
Item Spesifikasi
Temperatur Gas
Maksimum 50 0C
setelah cooling
Periode penggantian
6 - 10 minggu
sell
PRINSIP OPERASI
N2 proses Membrane
Larutan Elektrolit
O2 dalam N2 proses masuk ke dalam sell melalui membrane, dimana membran ini
sangat selektif untuk O2 . Hanya O2 yang masuk ke membran kontak dengan sell
elektro kimia.
O2 bisa pergi dari sensor melalui larutan elektrolit.
Banyaknya O2 yang masuk, menyebabkan voltase dalam sensor meningkat,
sehingga dengan kenaikan voltase ini dapat di cek kuantitas O2.
Item Spesifikasi
Range
Filter 5 m
GA 6 bar
Coleer (DRC) Type shell dan tube, 38 m2 (luas area pertukaran panas).
3). Sequence
a. Vessel A beroperasi dan vessel B regenarasi.
b. Waktu regenerasi, 4 jam pemanasan + 4 jam pendinginan dan mungkin menukar
waktunya dengan timer di DCS room.
Setelah penggantian operasi, pada waktu yang sama heater start, setelah 4 jam,
otomatis heater stop -----> tergantung timer.
c. Ada 2 (dua) metode untuk kontrol
1. Kontrol Timer
2. Kontrol Dew Point (lamanya regenerasi tidak diketahui, tergantung kapasitas dan
kandungan air.
Kedua metode ini sudah diterangkan sebelumnya.
d. Heater dapat dikontrol dengan sensor temperatur pada line out let, dan di vessel
ada sensor temperatur, dan sensor temperatur diluar heater untuk melindungi
heater (thermostat).
2). Gambar
a. RCH
b. PFH
k. BLK
1). Spesifikasi
BLK-41/42 Raw Chip Storage 400 T Partisi Nozzle untuk bagging : 200 A
2-buah
BLK-31/32 Produk Chip sto- 400 T Partisi - Line silang : untuk bagging,
rage dan bagging 2 line bersamaan waktu
secara manual BK ini dihubungkan dengan
small package line
- 2 jenis bag untuk bag besar
- Ada pemisah magnetik dibottom
Bunker
2). Aliran
a. BLK-41 / 42
RCH
CP-2
BLK-41/42
PRH-02
GA 6
a. BLK-31 / 32
SPC
GA 6
BLK-31/32
Small Package
Facility
3). Aliran
CONTROL ROOM
N2 :
T : 35 0C
P : 10 mbar
110
FIA 101
Roots Blower
N2 : N2 :
T : 20 0C T : 20 0C I PNB
P : 10 mbar P : 10 mbar
103 106
3. RCH LHH Alarm, TSV-1 (OFF), setelah 30 det Kalau alarm ini tersentuh artinya sen-
TSU-1 (OFF) sor H ada masalah.
4. RCH LLL Alarm TSU-1 (ON), setelah 15 det Tujuannya hampir sama
TSV-1 (ON)
b. PBC-1
1. CAF-2 Alarm, CAH-2 (OFF), CRV-1 (OFF) Tidak ada supplai pellet ke PBC-2
(OFF)
d. PSC
4. LI-1400 Alarm, jika LI-1401 ada trouble bisa untuk emergensi, diset diatas & diba-
High dikontrol level ini dg main kontrol wah & dpt di tukar langsung di DCS
Low Alarm
4. TSB Amp low Alarm, TSV-2 (OFF) Dengan ini dapat cek belt, karena
TSV-2 speed Alarm, Tsv-2 (OFF) kalau Amp. Tiba-tiba drop mung-
Low kin belt putus.
f. SPR
5. SCF (OFF) Alarm, PCV (OFF) bila oksigen supplai tidak bisa di-
inginkan.
PP L : 300mm
LS-1000A~D RCH
(HH,H,L,LL)
PP L : 1450mm
LT-1400 PSC Top
(Emergency)
PP L : 1450mm
LT- 1401 PSC Top
(Control)
PP L : 2500mm
LT- 1601 SPR Top
TE-1100 PBC-1 PP
0~250 0C
TE-1200 PBC-2 PP
0~300 0C
HS-1900 DRB