Anda di halaman 1dari 70

APA ITU SSP ?

A. TUJUAN SSP

Tujuan SSP adalah untuk memproduksi chip botol dan lembaran-lembaran/sheet


dan fiber tegangan yang mempunyai massa jenis/densitas serta viscositas yang tinggi.

B. PERBANDINGAN ANTARA CONTINUOUS MELT PHASE POLIMEZATION CP


DENGAN SSP/SOLID STATE POLIMERIZATION

Dalam hal ini pada proses CP, bila diinginkan produk dengan densitas dan IV yang
tinggi maka akan dijumpai banyak masalah antara lain.

- Biaya poduksi yang tinggi


- Waktu reaksi yang panjang
- Kuantitas produk yang rendah

Untuk kesemuanya itu tidak diharapkan terjadi, maka dengan menggunakan proses
SSP Chip botol dengan grade/tingkat yang tinggi bisa dihasilkan dengan menggunakan
media nitrogen.
Nitrogen merupakan gas innert dan tidak aktif terhadap pellet. Dengan pemanasan
awal dahulu, nitrogen disupplai ke Reaktor. Dengan proses SSP didapatkan :

- Pellet dengan IV tinggi


- Biaya Produksi rendah
- Temperatur proses rendah
- Kualitas Produk tinggi

Sebagai perbandingan jika kita menaikan temperatur dalam reaktor, maka kualitas
yang dihasilkan rendah. Sebagai contoh Temperatur max CP : 285 0C, SSP : 225 0C.
( Catatan : Kondisi temperatur tergantung kapasitas produksi).

C. KUALITAS YANG DIINGINKAN UNTUK GRADE BOTOL

1. Jumlah kandungan Acetaldehyde rendah.


2. IV tinggi
3. Ukuran Chip kecil
4. Tm, temperatur lebur (melt temp) masing-masing produk optimum
5. Nilai Color-b rendah
URUTAN REAKSI

DER.
TEMP. REAKSI
PROSES KRISTALISASI IV MEDIA
0
C
%
180 - 0.600 Udara
Reaksi Kristalisasi
Pertama (N2)

Reaksi Kristalisasi 185 10 ~ 20 0.595 Udara


Kedua
(N2)

Preheater 225 40 ~ 42 0.585 (N2)

210 45 ~ 47 0.680
Reaktor (N2)

Chip Cooler 60 50 ~ 52 0.80 + 0.02


Udara

SINGKATAN-SINGKATAN

1). MACAM-MACAM MATERIAL

Singkatan IV SP (0C) Nama Keterangan

BB 0.800 261 Polyester Botol Homo Polimer


0.70

BL 0.800 254 Polyester Botol Copolimer


Temp. rendah
2). PERALATAN

No. Singka- No. Singka-


Nama Lengkap Nama Lengkap
Item tan Item tan

RCH Raw Chip Hopper 102K CRV-1 Cristalizer Rotary V/V-1


01K
PCB-1 Pulsbed Cristalizer-1 102 CRV-2 Cristalizer Rotary V/V-2
01
PCB-2 Pulshed Cristalizer-2 221 PFV PSC Feed V/V
04K
CPS-1 Centrifugal Power Separator-1 220 PSC Porous 2nd Cristalizer
04
CPS-2 Centrifugal Power Separator-2 301 PCF PSC Fan
05K
CPV-1 CPS. Rotary V/V-1 305 PCH-1 PSC Heater-1
05
CPV-2 CPS. Rotary V/V-2 370 PCH-2 PSC Heater-2
15K
IAF-1 Filter Udara Masuk -1 372 PCH-3 PSC Heater-3
15
IAF-2 Filter Udara Masuk -2 PIH PSC Intercooler Heater
12K
CAH-1 Heater Udara Sirkulasi -1 203 HCV Hot Conveying Rot. Valve
12
CAH-2 Heater Udara Sirkulasi -2 601 TSV-2 Takt Schub Rotary V/V
10K
CAF-1 Fan Udara Sirkulasi -1 604 TSB Takt Schub Blower
10
CAF-2 Fan Udara Sirkulasi -2 323 PTR Reaktor Platina
06
PFH Preheated Feed Hopper 327 BPC PNB Cooler Proteksi
01
SPR Rekator SSP 343 NDC PND Inlet Cooler
13
PCP SPC Feed Rotary V/V 335 PNB Blower Nitrogen Proses
01
SPC Cooler SSP 348 PND Dryer Nitrogen Proses
04
CPS-3 Centrifugal Power Separator-3 351 SPF Filter SPR
06
SCF SPC Fan 333 NSU Nitrogen Supply Unit
09
IAF-3 Filter Udara Masuk -3 361 SRH Heater SPR
05
CPV-3 CPS. Rotary V/V -3 - DRB PND Blower Regenerasi
10
CNF Filter Nitrogen Sirkulasi - DRC PND Cooler Regenerasi
18
NHE Nitrogen Heat Exchanger - DRH PND Heater Regenerasi
20
NCH Process nitrogen cleaning Unit - NPU Unit Pemurnian Nitrogen
Heater

3). UTILITAS

Singkatan Spesifikasi Keterangan

N5 Gas N2 5kg/cm2 G
N1.9 Gas N2 1.9kg/cm2 G
GA 6 Udara Umum 6 kg/cm2 G
IA 6 Udara Instrumen 6 kg/cm2 G
RW Menara Pendingin
Recovery Water
RWR Recovery Water Return
4). LISTRIK

Singkatan Spesifikasi Keterangan

T Temperatut
P Pressure/Tekanan
F Flow/Aliran
M Dew Point/Titik Embun
ZS Limit Switch
SS Speed Sensor
I Indikator
A Alarm
R Recorder
HS Hand Switch
C Controller / Pengontrol
TG Temperatur Gauge
PG Pressure Gauge
Q Quantity / Jumlah
W Weight / Berat
D Differential
L Local
GAMBARAN PROSES

ISI

1. GAMBARAN PROSES MASING-MASING STEP.

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI SSP

3. KURVA DISKRIPSI

4. KONTROL MASSA UNTUK KAPASITAS

5. VOLUME REAKTOR

6. MATERIAL YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES SSP

7. LAY OUT / TATA LETAK

8. ALIRAN CONVEYING CHIP

9. ALIRAN PROSES SSP

10. SPESIFIKASI MASING-MASING PERALATAN

11. SAFETY VALVE / KATUP PENGAMAN

12. SEQUENCE / RANGKAIAN DAN INSTRUMENTASI


GAMBARAN PROSES MASING-MASING STEP
A. PROSES KRISTALISASI PERTAMA

1). Perkenalan.

Pellet dari proses CP dengan derajat pengkristalan 1-2% dan kandungan air / MC
sekitar 0.03 - 0.1% (tergantung kondisi proses & kelembaban atmosfir) pada temperatur
tinggi akan menggumpal dalam reaktor, karena kelembaban tersebut dapat menyebabkan
reaksi kristalisasi eksotermis (dalam reaktor).
Untuk itu harus dikontrol jangan sampai pellet menggumpal / menempel. Hal ini
merupakan point penting dan harus dihindari. Kristalizer pertama dirancang untuk
menghindari pelengketan. Udara dengan temperatur tinggi disypplaikan ke kristalizer,
dengan kecepatan tinggi untuk menggerakkan pellet dan untuk menghindari penggumpalan
atau pelengketan. Kristalizer ini dirancang dalam bentuk type Spouted Bed / Unggun
Pancar, dimana pellet bergerak cepat / terpancar terhadap pergerakan udara / nitrogen.
Dalam Kristalizer ini derajat kristalisasi meningkat dan kelembaban pellet menurun.

2) Kondisi Proses
Temp. Laju Alir Waktu Penyim-
Keterangan
Reaksi 0C Nm3/min panan (min)
Bila dipakai
180 610 10 -
Udara
Bila dipakai Temperatur Nitrogen dinaikan sampai
180 610 20
Nitrogen keadaan dimana Chip tdk menggumpal

Dalam proses SSP bila menggunakan udara sebagai media, pada temperatur kira-
kira 1600C rantai polimer akan terpotong. Pemakai / User bula menggunakan produk
tersebut maka gugus Vinyl Ester akan diubah menjadi Acetal Aldehyde.
Perhatikan mekanisme reaksi :

-C-O-CH2CH2O-C-
O2
OOH
-C-O-CH2CH2O-C-
Radical

-C-O-CH2CH2O-C- + OOH

-CH2-CH-O-C- + O-C-

CH3CHO + Polyester + H O-C- + R


(AA)
Catatan : Acetal Aldehyde akan mempengaruhi rasa pada Coca Cola / Air Mineral SSP di
Indonesia menghasilkan chip grade botol untuk air mineral.
Produk Polimer dari CP dengan kandungan AA + 50 ppm, untuk menaikan IV dilakukan di
pabrik SSP dengan kandungan AA + 1 ppm. Berdasarkan step reaksi, dalam kristalizer-1
dan -2 , bila digunakan udara panas, maka akan dikeluarkan kandungan AA dalam bentuk
Vinyl Ester. Dalam step-step selanjutnya kandungan vinyl ester tetap ada. Pada step
pendinginan/Cooling, dengan penggunaan udara dingin + 60 0C kondisi Vinylester sudah
tidak berubah lagi. Oleh pemakai/user, kandungan VE, dengan menggunakan udara panas
akan dilepaskan dalam bentuk AA, sehingga kandungan AA sedikitnya tinggal + 1 pp, (di
cek dalam gas kromatografi pada bentuk awal/preform).

Tujuan adanya modifikasi line udara dan N2 di PBC - 1/2, karena di Indonesia produk yang
dihasilkan adalah grade botol untuk air mineral.

3) Gambaran Proses

LHH
LH
BLK-41/42
RCH LL
LLL
CNF
FT
VENT

IAF-1
Z
PT CAF
CRV-1 CAH-1 HLR
HLS

CPS-1 PCB-1
TT
CPV-1
Z PT

CAF-2
Z
CRV-2

SPF
Keterangan :

CRV-1 mensupplai pellet ke PBC-1 dan RCH, Pellet dipanaskan oleh udara panas, dimana
udara panas dipanaskan oleh Dow Heater (1800C). Udara kemudian masuk ke siklon. Debu
yang keluar dipisahkan dari CPS-1 dan dikeluarkan oleh CPV-1 masuk ke dalam bag /
kantong.
Screen dengan luas 5 m2 (1 buah) dibagian dalam kristalizer dimana sudah terdapat pellet
yang siap dikristalisasi.
Pellet amorphous masuk melalui CRV-1 bercampur dengan pellet yang siap. Tujuannya
adalah untuk menghindari penempelan/sticking. Overflow campuran tersebut masuk ke
CRV-2. Produk Kristalisasi ini mempunyai derajat kristalisasi yang beragam/bervariasi .
Tujuan utama kristalizer ini sebagai pencampur yang juga meningkatkan derajat kristalisasi.
Kelembaban air dibuang. Jika gas dipakai tanpa make-up, maka akan terjadi reaksi
degradasi/hydrolisys sehingga IV akan menjadi rendah.
Jika pellet dipanaskan dibawah “Melting Temperature” maka pellet akan mudah untuk
lengket.

Catatan : Melt. Temp/Temperatur Peleburan Co Polimer < Mono Polimer

- Kandungan Air dan Acetal aldehyde dikeluarkan pelan-pelan melalui ventilasi dan
Make Up pelan-pelan masuk dalam filter.

- Kita bisa mengontrol aliran ventilasi dan udara masuk melalui valve butterfly,
tergantung jumlah kapasitas, udara selebihnya disirkulasi.
Jika Melt temp (temp. co polimer) usaha yang dilakukan adalah meningkatkan flow
udara sample kemudian harus dicek.

- Over flow pellet disupplai ke PBC-2 melalui CRV-2. Produk dari PBC-1 mempunyai
derajat pengkristalan yang beragam, karena di alat ini hanya terjadi pencampuran.

- Guna IAF adalah untuk make-up udara, karena dalam sirkulasi kristalizer, kelembaban
akan meningkat. Jadi secara kontinyu disupplai udara untuk menggantikan/membuang
kelembaban tersebut.
Guna line CNF hampir sama dengan line vent, digunakan bila memakai N2, bedanya
N2 tidak dibuang melainkan diregenerasi dan dikeringkan, untuk selanjutnya
diresirkulasikan. Pergerakan pellet dapat dilihat pada sight glass.
B. PROSES KRISTALISASI KEDUA

1). Perkenalan.

Konsep operasi hampir sama dengan kristalisasi pertama. Perbedaannya hanya


pada pergerakan pellet dalam kristalizer dan ukuran kristalizer. Pada PBC-1 Chip/pellet
terpancar sedangkan pada PBC-2 pellet bergerak bergelombang step by step seperti
gambar dibawah ini :

Pada PBC-2 ada valve flap yang posisi normalnya seperti gambar dibawah ini. Tujuannya
untuk menaikkan retention time/waktu penyimpanan.

Menaikkan ret. Time


Chip posisi normal
posisi shut down

Flapper

Over Flow

Chip yang dikristalisasi pertama dalam PBC-2 melalui CRV-2 dan di panaskan sampai 200
C (dengan N2) dan sampai 185 0C (dengan Udara), dan disupplaikan dari dasar Screen
0

dan membuat pulsa/gelombang.

Pada proses ini derajat kristalisasi meningkat dan kelembaban dikeluarkan tanpa
pelengketan melalui pergerakan pulsa. Aliran chip keluar step by step seperti gambar.
C. PREHEATER

1). Perkenalan.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan temperatur reaksi di Reaktor, menaikan


derajat kristalisasi untuk mencegah penggumpalan / pelengketan direaktor. Ada 3 (tiga)
kamar / kompartment untuk zona heating dengan temperatur + 220 0C dan bagian dalam
preheater dirancang khusus. Pellet bergerak melalui preheater perlahan-lahan.

2). Kondisi Proses


Temp. Reaksi Laju Alir Waktu Penyimpa-
Keterangan
0
C Nm3 / min nan (min)
120 Nm3/min Temp. Maks 225 0C
220 4 Jam, 50 menit
6.9 Nm3/min Temp. Pendinginan 80 0C

3). Gambaran Proses

- Langkah ini untuk menaikan reaktivitas dalam reaktor.


- Gas N2 yang dipanaskan disupplaikan ke preheater sehingga didapat derajat kristalisasi
yang tinggi, serta supplai temperatur rendah pada zona pendinginan / cooling zone
adalah agar dapat mengontrol temperatur pada puncak reaktor.

Dengan menggunakan kurva DSC (direct Scanning Calorimeter), kita dapat mengecek
temperatur “tm start” pellet pada sisi bottom preheater untuk selanjutnya kita dapat
mengontrolnya.
Salah satu point penting adalah kita harus mengontrol N2 pada zona pendinginan ini,
melalui katup/valve butterfly yang terinstall. Selalu dijaga Tm start lebih tinggi dari pada
temperatur pellet pada puncak reaktor, karena bila temperatur puncak reaktor > Tm start,
maka akan terjadi pelengketan / peleburan (melting) yang berarti akan terjadi trouble
direaktor. (Akan diterangkan khusus).

Tm start tidak mudah untuk di cek, jadi di


Tm2
cek melalui Tm-1
endothermis Tm1

Tm start = Start Melting Temperatur


eksothermis
Tm start tergantung Tm1. Pada kondisi ini
pellet siap di kristalisasi.
Temperatur (scan pertama)
Temp pellet di top reaktor harus < Tm start
PSC dirancang khusus (tipe Porros/ber-gelombang-2) untuk menghindari penggumpalan
- / sticking di reaktor. Gerak perlahan-lahan dari pellet dapat menghindari pelengketan.
Ada 3 (tiga) buah Dow heater untuk masing-masing kamar untuk mensupplai
- panas/thermal ke preheater, yang tujuannya untuk menaikan kembali temperatur yang
turun akibat pertukaran panas dengan pellet.
Untuk mendapatkan kecepatan yang sama di dalam preheater, sehingga IV dan derajat
- kristalisasi seragam maka pada bagian bottom, cone/kerucut dibuat menjadi 4 (empat)
buah.
Gambar P & ID dan kondisi bagian dalam preheater.
Penjelasan : Mekanisme yang terjadi dalam preheater.
Tujuan alat ini menaikan derajat kristalisasi produk dari PBC-2 + 42%, setelah PSC
akan meningkat + 47-48%. Kondisi selalu di cek setelah start atau saat operasi. Pada
preheater ini jumlah kandungan air dibuang semua. Ada 4 (empat) tingkat/kompartment.
Sebenarnya ada 6 (enam) bagian. Paling puncak digunakan untuk pengontrolan saja, letak
sensor-sensor serta bagian kerucut masuk kedalam zona pendinginan. Dengan rancangan
sedemikian rupa sticking/pelengketan terhindari.

Pellet turun
N2 yang kontak dengan pellet
N2 naik dan kontak
dengan pellet
N2 masuk pada
Hole terbuka
Hole tertutup

Pellet turun perlahan-lahan

N2 yang masuk melalui hole-hole plate bentuk segi tiga dengan bagian bawah terbuka
yang memungkinkan N2 keluar melalui bagian bawah. Ada banyak plate-plate segi tiga
yang bagian ujung-ujungnya tertutup dan pada posisi yang berlawanan ujungnya terbuka
seperti gambar. Pellet mengalir melalui sisi luar plate dan turun secara perlahan-lahan
serta kontak dengan N2 yang keluar dari sisi bawah yang terbuka. Kontak ini akan
menaikan temperatur pellet dan membuang kandungan air. Terjadi pertukaran panas
antara N2 dan pellet sehingga temperatur N2 turun. Kondisi temperatur N2 dinaikan
kembali melalui Dow heater yang terinstal. Perhatikan gambar di bawah ini :

N2 #1 Loop N2 untuk pemanasan


220 0C
awal
#2 Preheating Zone
#3 N2
220 0C
#4 Tm start Loop N2 untuk
yang menentukan Pendinginan
reaktivitas di reaktor Cooling Zone

80 0C

40 0C

N2
Ada 2 (dua) loop N2. Zona 1-3 untuk preheating sampai temperatur + 220 C.
0

Kompartment ke-4, untuk zona pendinginan, dengan supplai N2 kira-kira 80 0C. Dengan
flow rate berbeda dimana laju pada zone preheating leboh besar dari zona pendinginan.
Pada zona pendinginan, N2 yang keluar setelah pendinginan dibuang melalui outlet dari
zona preheating. Dan tidak akan terjadi N2 dari zona preheating masuk ke zona
pendinginan walaupun laju alirnya lebih besar. Karena N2 akan lebih mudah keluar melalui
outletnya.
Dengan adanya dua zona ini, temperatur pada titik cone dapat dikontrol. Mengapa harus di
kontrol ? Karena reaktivitas di reaktor tergantung pada temperatur pellet di titik itu,
sehingga pelengketan / sticking dapat dihindari, dan pada akhirnya derajat kristalisasi pada
produk reaktor meningkat. Dengan naiknya derajat kristalisasi maka “ Melting start
temperatur “ akan naik juga.
Pada diagram P & ID, ada PCF fan yang gunanya untuk mensupplai N2. Aliran gas N2
antara kompartement 1 dan 3 dihubungkan dengan alat PDI (Pressure Difference Indicator)
dimana nilainya dapat dilihat di DCS room. Jika terdapat masalah (sticking/pelengketan
atau flow N2 terhalang) dapat di cek dari nilai PDI yang ditunjukan.
Jumlah kerucut pada PSC ada 4 (empat) buah yang tujuannya untuk mencegah timbulnya
perbedaan pergerakan pellet yang besar pada posisi tengah dan pinggiran PSC.
Kemungkinan besar hal itu akan terjadi bila hanya satu kerucut saja, akibatnya IV dan
derajat kristalisasi rendah, retention time rendah, sehingga pada akhirnya produk PSC
kualitasnya beragam. PSC dirancang sedemikian rupa agar pergerakan pellet sama
disetiap titik, sehingga diharapkan IV dan derajat kristalisasi sama. Pada masing-masing
tersedia 1 (satu) buah transmeter suhu.
tengah sisi
Cone # 1

Cone # 4

1 2 3 4
Cone # 2
Cone # 3
Jika hanya satu cone saja

Pada zonaPendinginan, laju alir N2 terkontrol secara otomatis, yang gunannya untuk
mengontrol Tm start temperatur. Dengan menaikan/menurunkan laju alir, Tm start
temperatur dapat turun atau naik. Penaikan temperatur/pemanasan N2 pada zona
pendinginan dikontrol oleh PIH (heater listrik), yang lebih mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan dengan Dow heater biasa, bila digunakan pada kapasitas kecil, karena
sangat gampang untuk merubah-rubah temperaturnya.
Sistem pengangkutan untuk produk preheater dilakukan oleh alat HCV dan unit Tatk Schub
TSV-2 menuju PFH.
Sistem konveying ini sepenuhnya menggunakan N2 sebagai media penghantar.
Pada titik kerucut PSC, udara masuk sangat dihindari, karena akan terjadi reaksi oksidasi
sehingga warna pellet menjadi kuning. (User tidak menginginkan warna kuning, melainkan
biru). Dengan alasan itulah N2 dipakai sebagai media.

Untuk menaikan kapasitas rpm HCV tergantung inverter, tetapi TSV tetap, karena dengan
rpm yang ada kapasitasnya sudah besar. Tetapi bila diperlukan cukup mengatur pulleynya
saja. Contoh : (lihat hal 26 manual Bhs Korea).

Beban kapasitas TSV-2 dapat dihitung berdasarkan Bulk density, volume dan rpm valve :

Bulk Density x Volume/rpm x rpm


= 0.75 T/m3 x 0.0143 m3/1 rpm x 15.8 rpm/min x 60 min/jam x 24 jam/hari
= 244 ton/hari

Media N2 dapat disupplai dari dua tempat : TSB untuk operasi normal dan N5 main untuk
emergensi. Pada unit Talk Schub ini terdapat “Laval Nozzle” yang fungsinya untuk
mengatur laju alir N2. Tanpa alat ini pressure sulit terjaga sehingga pellet akan terpancar-
pancar dan keluar kembali lewat celah-celah rotary valve.
Prinsip kerja alat ini akan diterangkan lebih lanjut.

Waktu menaikan kapasitas yang harus dilakukan adalah :


1). Rpm dinaikan atau diganti Rotary Valvenya
2). Laval Nozzle tergantung kapasitas, panjang pipa (vertikal, horizontal) dan jumlah bend,
jika banyak bendnya dibutuhkan diameter yang besar dan pressure yang tinggi.

Pada rotary valve sendiri ada clearance antara shaft dan bearing sehingga timbul
kebocoran. Jika mencapai 50% atau lebih maka kerja Talk Schub tidak bagus.
4) Temperatur Kristalisasi, Waktu Kristalisasi, Derajat Kristalisasi dan Korelasinya
dengan Melting Temperatur (Temperatur Peleburan).

Dari grafik tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa Tm-1 hanya tergantung temepratur
kristalisasi serta laju alir. Sehingga dapat dianalisa bahwa pada preheater volume fixed =
Retention fixed = waktu kristalisasi fixed, sehingga walau dibuat volume dua kali lebih
besar dan waktu dua kali lebih lama dengan temperatur N2 yang sama maka Retention
Time dan derajat Kristalisasi akan tetap sama. Jadi cukup menaikan temperatur N2 dan
laju alir sja.
Pada temperatur 130 0C denagn Tm 145 (waktu 1 jam), Tm start (Temp. Top reaktor,
maka trouble akan terjadi.
Analisa : Derajat kristalisasi & Tm tergantung temperatur kristalisasi, bukan waktu
Kristalisasi.
D. REAKTOR

Gambar lihat P & ID pada halaman lampiran


Keterangan :
Pada SPR/Reaktor SSP, retention time dikontrol melalui berat shell (melalui WICA).
Pellet masuk ke PFH, dan langsung masuk turun ke SPR, sehingga tidak terjadi level
didalamnya, N2 terpisah dan masuk ke dalam sistem loop.
Pada reaktor SPR, N2 disupplai melalui bottom yang tujuannya untuk menjaga
temperatur pellet merata, dan membuang Acetal Aldehyde, Ethylen Giycol serta oligomer
dari pellet keluar reaktor. Dengan mensupplai N2 pada laju alir optimum, maka didapatkan
profil temperatur yang merata disemua bagian. Jadi laju alirnya harus dikontrol. (Pada CP
process, penarikan metarial AA, EG & Oligomer dilakukan melalui sistem pemacuuman =>
sebagai phenomena yang sama dengan SSP) . Jika laju alir N2 dinaikan lebih dari
optimum, maka temperatur pellet direaktor akan hunting.

Mekanisme :
210 0C > 210 0C
Daerah yang
masih dpt
dimanfaat
kan

80 100 120
71 Nm3/min 140 0C
160 0C

Daerah ini tidak dapat


dipakai karena temp. rendah

Dengan laju alir optimum didapatkan profil yang merata 210 0C dan keluar reaktor hanya
sekitar 160 0C.
Berbagai eksperimen dilakukan untuk menaikan laju alir, hasilnya didapatkan profil
temperatur yang tidak sama pada beberapa titik. Pada gambar terakhir kecepatan 120
Nm3/menit maka profil temperatur di top > 120 0C dan di bottom < 160 0C, maka pada
kondisi ini akan terjadi trouble dimana pellet akan saling menempel. Pada reaktor SPR
disediakan 5 (lima) buah Temperatur Transmeter untuk melihat kondisi temperatur disetiap
titik. Besarnya laju alir tergantung besarnya kapasitas yang diinginkan (lihat grafik Laju Alir
Gas Rkt/Reaktor Gas Flow rate vs Plant Throught Put).
Flow rate N2 dikontrol melalui by pass valve dimana N2 di supplai oleh Blower PNB. Jika
by pass open besar, maka laju ke reaktor menurun. N2 disupplai pada temperatur rendah,
karena setelah reaksi, diinginkan temperatur turun sampai 160 0C, untuk kemudian di
cooler didinginkan lagi di bagging. Temperatur N2 tidak mempengaruhi reaktivitas dalam
rekator. Temperatur 80 0C hanya mempengaruhi sekitar 1 meter saja.
Gambar profil temperatur dalam reaktor :

210 0C
Pada gambar kalau diberikan temperatur lebih rendah lagi,
pengaruhnya sedikit saja.
Nilai 80 0C N2 hanya merupakan nilai optimum, hanya untuk
210

200
menjaga nilai output rekator 160 0C saja, karena dicooler diinginkan
1mt temperatur 60 0C dengan tujuan :
80 C
0

160 0C
- untuk mendinginkan pellet
- Menghilangkan debu pada kualitas akhir

Adalah tidak mungkin langsung mendinginkan produk keluar reaktor langsung 60 0C


karena akan membutuhkan biaya yang besar serta reaktivitas turun.
PCV merupakan “Master Rotary Valve”, dimana naik turunnya kapasitas ditentukan disini.
Outlet N2 mengandung Acetaldehyde, Ethylen Glycol & Oligomer (terkontaminasi), harus
dikeluarkan dan dibuat murni lagi. Pada bagian pemurnian terdapat unit penyaring, unit
pengoksidasi dan unit pengering.
Unit Penyaringan terdiri dari sebuah filter CNF yang fungsinya untuk megeliminasi debu
dari gas Nitrogen yang berasal dari reaktor (dan bagian-bagian lain). Lihat gambar 2-3.
Buhler Manual PGFZ, dan spesifikasi peralatan pada lampiran manual ini.
Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut :
Filter ini terdiri dari bag filter dimana N2 terkontaminasi + debu masuk dan tersaring. Pada
alat ini terdapat Pressure Indicator untuk menunjukan filter sudah penuh atau belum P di
set 15 mbar. Bila harga tersebut tercapai maka secara otomatis V/V selenoid akan terbuka
dan memflushing masing-masing nozzle sampai bersih.
Setelah N2 bersih debu (tapi kandungan AA + EG + Oligomer masih ada), terus menuju
Heat Exchanger. N2 dengan temperatur kira-kira 200 0C (N2 outlet reaktor + 200 0C)
masuk unit NHE dipanaskan sampai mencapai 300 0C, kemudian dipanaskan lagi dnegan
heater listrik NCH sampai temperatur 380 0C, sebelumnya O2 terkontrol sudah diinjeksikan
+ 15 ppm
N2 panas ini kemudian masuk kedalam reaktor katalis platina dan didalamnya terjadi reaksi
oksidasi eksothermis. Temperatur N2 inlet 380 0C merupakan temperatur optimum, dimana
AA, EG dan oligomer akan teroksidasi sempurna. Pada reaksi temperatur N2 dibangkitkan
menjadi + 400 0C untuk kemudian bertukar kembali di NHE. Jumlah O2 masuk tergantung
dari outlet gas N2 dan dapat dicek kuantitasnya melalui outlet tersebut. Kontrol unit supplai
O2 otomatis. Setelah gas NHE didinginkan di gascooler BPC (Coller pelindung PNB) karena
blower tidak bisa memikul beban/beroperasi pada temperatur tinggi. Temperatur inlet
blower diturunkan sampai + 40 0C dan outletnya + 100 0C lebih, karena pada kompressi
akan membangkitkan thermal panas.
Supplai N2 make up tujuannya adalah untuk menjaga tekanan dalam line pipa tetap plus
(untuk mencegah O2 masuk), terutama pada line inlet blower. Ada line kecil yang
dihubungkan ke kontrol valve pada unit N2 supplai. Besarnya laju alir dilihat di DCS room.
Pressure inlet & outlet blower dapat dilihat di DCS room. Kalau sampai line sebelum blower
vacuum, maka kemungkinan O2 akan masuk yang pada akhirnya akan mempengaruhi
Color di reaktor.
Line N2 supplai dinstalasi sebelum reaktor dengan tujuan mencegah N2 yang dikhawatirkan
masih mengandung sedikit O2 (= 0.003%) akan masuk line ke reaktor SPR. Jadi
kandungan O2 dalam N2 bersama dengan O2 supplai waktu masuk PTR akan ikut
mengoksidasi AA, EG dan oligomer menjadi CO2 dan H2O. Produk PTR berupa N2 + CO2 +
H2O + jejak O2 (O2 tracer).

Unit Pengeringan.
N2 setelah blower didinginkan dengan cooler NDC. Tujuannya untuk unit pengeringan.
Semakin rendah temperatur outlet cooler masuk ke unit pengeringan, semakin besar
kapasitas pengeringan/effisiensi tinggi, artinya semakin mudah menangkap H2O & CO2.
(Effisiensi tergantung temperatur gas).

N2 + CO2 + H2O
PRINSIP KERJA :
O C

C O

RUNNING

REGENERASI

Moleculer Sieve
Gas cooler
C O

O C
Heater Fan

N2
N2
H2O
CO2

- Terdapat 2 (dua) buah vessel, sebuah running dan yang lainnya regenerasi.
Didalamnya terdapat molekular sieve untuk menyerap dan screen pada bottom. N2
masuk mengandung CO2 dan H2O diserap dan outletnya hanya N2 saja. Dew point
sebelumnya -2 s/d -5 0C , setelah regenerasi -40 0C lebih.
- Satu unit vessel sedang regenerasi. Saat mulai regenerasi, blower, heater, listrik, gas
cooler start bersamaan. N2 dengan temperatur setelah heater 220 0C masuk melalui
bottom dan menguapkan air yang ada dalam vessel. Kemudian uap masuk ke gas
cooler dan diembunkan / diakumulasikan dan kemudianmasuk kedalam pemisah.
Sebelum dan sesudah blower ada line N2 untuk balancing saja. Lama regenerasi
normalnya 8 (delapan) jam. Jam 1 - 5 heater hidup untuk pemanasan, setelah 5 jam
heater stop. Sisa 3 jam untuk pendinginan sampai siap pakai lagi.

- Ada dua macam mode yang dapat dioperasikan pada vessel running :
Mode 1 Timer : (dipakai untuk saat emergensi saja)
Mode 2 Dew Point Sensor

- Mode 2 biasanya dipakai dengan interlock Dew Point -40 0C. Normal operasinya -43 0C
bila harga DP -40 0C tersentuh maka secara otomatis operasi akan pindah ke vessel
yang stanby . Dengan mode ini lama pemakaian dapat lebih besar dari 8 jam. Dalam
kondisi trouble, mode 1 dapat dipakai, setiap 8 jam tanpa melihat kondisi Dew Point
operasi akan berpindah secara otomatis.

- SPF digunakan untuk emergency karena molekul sieve dalam PND gampang pecah.
Jadi fungsinya untuk mencegah adanya debu masuk reaktor. Kondisi SPF selalu
operasi.

- SRH digunakan untuk menaikan temperatur N2 yang akan masuk reaktor 80 - 100 0C.
Fungsinya untuk menjaga kondisi temperatur outlet reaktor tetap optimum 160 0C,
sedangkan flow rate N2 penentu profil temperatur dalam reaktor.

-
Pada seksi pendinginan cooler, digunakan udara. Hal ini tidak mempengaruhi kualitas
warna pellet karena temperatur cuma 60 0C, dan tidak mungkin akan memutuskan
rantai polimer untuk membentuk sub produk.
Penggunaan N2 pada seksi ini tidak penting karena akan menambah biaya produksi.
1). Perkenalan

Pellet kristal yang telah dipanaskan dari preheater masuk kedalam puncak rekator
melalui sistem konveying. Pellet panas ini akan bereaksi di dalam reaktor dengan waktu
penyimpanan yang panjang.
Temperatur pellet ini akan menjaga temepratur reaktor, artinya reaksi direaktor terjadi
karena panas dari pellet itu sendiri, bukan dipengaruhi oleh temperatur nitrogen.
Temperatur N2 tidak mempengaruhi temperatur inlet reaktor.
Pada bagian cone/kerucut rekator, N2 disupplai dimana bisa mendinginkan temperatur
pellet kira-kira 160 0C dan supplai gas ini menarik Acetal Aldehyde, Ethylen Glycol &
Oligomer dari pellet keluar reaktor.
2) Kondisi Proses

Temperatur
Laju air gas N2 Retention Time Keterangan
Reaksi
Temperatur N2 yang disupplai ke
210 C0
71 Nm /menit
3
17 Jam reaktor + 100 0C tidak mempenga-
ruhi reaktivitas rekator

3). Gambaran Proses


Reaksi yang terjadi direaktor pada dasarnya terjadi pada pellet amorphous dan
permukaan kristal. Ada 2 (dua) jenis rantai polimer dalam satu pellet yaitu rantai polimer
kristal dan rantai polimer amorhous, dimana end group (gugus akhir) masing-masing
polimer bisa bereaksi sesamanya melalui thermal panas membentuk rantai polimer besar
dan IV besar.

Mekanisme :

Polimer + Polimer
COOH COOH
amorphous
Kristal

Usaha
amorphous
bertemu
Kristal

1 polimer dengan ukuran


lebih besar & IV besar
Hasil penggagungan gugus akhir

Gugus akhir COOH pada amorphous mudah untuk bergerak sedangkan pada kristaline
sukar untuk bergerak. Jika gugus akhir mudah bergerak, reaksi menjadi tinggi. Pada
kristaline, gugus akhir sukar untuk digerakan sehingga reaktifitas lebih rendah dari pada
amorphous. Sehingga pada kristaline kemungkinan yang bergerak hanya pada permukaan
saja.

Contoh :

Pada proses CP IV = 0.625 dengan derajat polimer misal 110


IV = 0.800 dengan derajat polimer misal 150
1 2 3 4 5 110
110 artinya jumlah rantai polimer B -- A -- B -- A -- B -- …. -- A -- B TPA A ---> 110
EG B ---> 111
Nilai 110 merupakan nilai rata-rata karena dalam 1 (satu) pellet terdiri dari tiga ukuran
rantai
- rantai polimer kecil Komposisi
panjang rantai polimer
- rantai polimer sedang 110 (TPA + EG)
- rantai polimer besar
Komposisi
150 (TPA + EG)
lihat grafik
30
jumlah
20 Jumlah rantai Banyaknya
polimer 70 10 EA
10 90 20 EA
110 30 EA
130 20 EA
150 10 EA
70 90 110 130 150
panjang rantai polimer

Gambaran lain, kita ingin meningkatkan


Setelah Preheater derajat
Setelah kristalisasi sbb :
Reaktor

53 Amorp 48 Amorp

47 Cryst Dalam reaktor 52 Cryst


12 jam

5%
Jika diberi 200 Cx 1 jam
0
Jika diberi 200 0Cx 1 jam
hasil IV = 0.73 hasil IV = 0.83 ( 0.81 -- 0.82)

Dari gambar didapatkan kenaikan hanya 5% saja, artinya :


- Pellet sebelumnya mempunyai amorphous lebih banyak dibandingkan kristal.
- 5% akan mudah bergerak bergabung gugus akhir / end groups-nya
Kesimpulan, diseksi ini kristal tidak bisa bereaksi lebih besar dari bentuk amorphous,
karena pada kristal tidak mudah menggabungkan ujung-ujung end groupnya. Hasil
penggabungan ini didapatkan structur polimer yang lebih besar, berat molekul meningkat.
Untuk menjelaskan kesukaran pembentukan kristal pada step-step akhir bisa dilihat sbb :

52% Laju kristalisasi pada 1 (satu) jam pertama dapat


berlangsung cepat sekali sampai 40%, selanjutnya
40% akan bergerak perlahan-lahan.
Kristalisasi %

Area pada kurva ini menunjukan reaksi lebih mudah


dari pada sesudahnya.

1 jam ----> waktu 13 jam


Gambaran selanjutnya menunjukkan kenaikan Berat Molekul berhubungan dengan akar
waktu.
Hubungannya MW  t
Berat
Molekul Laju peningkatan MW hampir sama dengan laju
MW
kenaikan derajat kristalisasi.
t

Kenaikan berat Molekul MW mula-mula cepat, dengan semakin tingginya IV, akan semakin
sukar penaikan MW-nya.
Hubungan IV dengan Berat Molekul MW sbb :
IV = K . M
dimana :  = 0.7 konstanta k = 4.04 Exp -3

Bila reaksi polikondensasi kontinyu, pada waktu yang sama didapatkan derajat polimerisasi
akan naik dan IV naik, artinya area bagian amorphous akan turun. Jika terdapat banyak
kristal, maka akan sukar untuk membentuk polimer baru, dan bila diinginkan IV yang lebih
besar maka reaksi yang akan dijalani lebih sukar dari sebelumnya.
Temperatur pada puncak reaktor tergantung pada preheater yang selama konveying
akan menaikan temperatur pellet kira-kira 2-3 0C. Pada bagian dalam pada puncak reaktor
terdapat 4 (empat) buah line untuk mendistribusikan pellet supaya merata, yang gunanya
untuk menghindari timbunan pada permukaan yang menggunung, yang pada akhirnya
retention akan berbeda.
IV pellet yang disupplai dari preheater akan naik oleh temperatur pellet itu sendiri.
Acatal Aldehyde, Ethylen Glycol dan oligomer akan keluar dari reaktor masuk line N 2
bersama-sama dengan gas N2 itu sendiri.
Dalam reaktor terdapat peralatan scatter balde yang gunanya untuk menjaga
retention time dan aliran jatuh/flugflow yang merata. Hal ini penting karena ukuran reaktor
SSP di Indonesia lebih besar dari reaktor di Ulsan Plant.
Gas N2 kira-kira 80-100 C tidak mempengaruhi reaktifitas, karena hanya
0

mempengaruhi sekitar 1 (satu) meter saja. Tujuan utamanya adalah untuk megeliminasi
sub produk. Kecepatan laju alir N2 dalam reaktor sekitar 0.7 m/det. N2 yang ke reaktor
hanya mempengaruhi temperatur bottom, menurunkan temperatur 210 0C menjadi 160 0C
dan tidak mempengaruhi reaktivitas, asalkan laju alir N2 harus optimum menurut kurva
grafik.
Jika laju alir N2 berada diatas atau dibawah optimum, maka akan ada sejumlah
trouble, yaitu :
- diatas ----------> Terjadi pelengketan / sticking
- dibawah -------> Produktivitas turun karena tidak bisa mengeliminasi AA, EG, dan
oligomer di semua bagian secara merata.
E. CHIP COOLER

1). Perkenalan

Pada langkah ini kita dapat mengontrol Proses SSP kira-kira 60 0C melalui udara
atmosfir. Prinsip kerjanya sama dengan alat kristalizer PBC-2. Pada alat ini bagian suction
pellet dari udara langsung, dan fan menarik udara pellet keluar.

2). Kondisi Proses

Temperatur Laju alir Retention


Keterangan
Reaksi gas N2 Time
Udara atmosfir 324 Nm3 / Temperatur outlet pellet
6 menit
30 0C menit kira-kira 60 0C

3). Gambaran Proses


Prinsip peralatan ini adalah pendinginan pellet oleh udara atmosfir sehingga
didapatkan penurunan temperatur pellet 160 0C ----> 60 0C atau dibawahnya, untuk
selanjutnya dibagging, jika temperatur outlet terlalu tinggi menyebabkan plastik film bag
akan melumer.
Struktur alat ini hampir sama dengan PBC-2, hanya perbedaanya terletak pada luas screen
5 m2 (PBC-2 : 8.9 m2), retention time lebih pendek karena ukuran screen lebih kecil.
Dengan fasilitas ini kita mengeluarkan debu dari produk, masuk siklon. Setelah
pendinginan udara dibuang melalui fan ke atmosfir.
Pellet dikirim ke Bunker Produk BK 31-32 melalui Serby Low Speed Pneumatic Conveying.
Kecepatan dibuat rendah untuk menghindari terbentuknya debu-debu pellet, karena pada
kecepatan tinggi persentuhan pellet dengan diameter pipa akan menghasilkan debu. Untuk
konveying digunakan GA 6.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKTIFITAS SSP


A. WAKTU REAKSI = WAKTU PENYIMPANAN (RETENTION TIME)

Jika waktu reaksi lebih besar dari sebelumnya maka retention time lebih besar dari
sebelumnya juga. Pada kondisi operasi ini penaikan IV akan terjadi. Pada kondisi proses
yang sama, jika kapasitas diturunkan maka retention timenya naik serta didapatkan IV yang
meningkat, sebaliknya bila kapasitas dinaikan retention time menjadi kecil sehingga IV
yang dihasilkan rendah.
Untuk mendapatkan IV yang sama bila menaikan atau menurunkan kapasitas kita harus
mengganti kondisi proses. Lihat grafik korelasi IV vs Retention time, IV = R t:t
4). Flow

PCV
VENT
PT
SCF

CPS-3

TT CPV-3

IAF-3

PT TSV-3

GA6 BLK-31/32
B. TEMPERATUR REAKSI

Temperatur pellet yang disupplai dari preheater ke reaktor akan mengontrol


reaktivitas reaktor. Temperatur N2 untuk zona pendinginan pada preheater sangat penting,
sedangkan temperatur untuk reaktor tidak penting, pengaruhnya hanya sekitar 1 (satu)
meter saja. Reaktivitas reaktor hanya tergantung pada temperatur pada puncak reaktor
yang diatur dari bottom preheater.

C. LAJU ALIR SIRKULASI N2

Ada 2 (dua) tujuan sirkulasi N2 yaitu :


1. Mengeliminasi material sub produk/produk samping dari reaktor selama reaksi
proses
Ada 2.2 Pendinginan sampai 160 dilakukan
C dari 210pada
C preheater untuk mendapatkan temperatur
0 0
(dua) cara yang dapat
pada puncak reaktor > 210 0C :
Cara 1 : Menaikan laju alir N2 (pada temperatur yang sama) pada zona preheating,
sehingga didapatkan temperatur yang lebih tinggi pada bottom preheater.
Sementara pada zona pendinginan laju alir N2 tetap.
Cara 2 : Menurunkan laju alir N pada zona pendinginan dan pada zona preheating tetap
2

(cara ini lebih optimal).


Untuk cara pertama hanya dilakukan pada saat test-test saja, setelah itu harus ditetapkan
sebagai harga optimum, namun untuk operasi normal hanya dilakukan menurut cara
kedua. Kita dapat menaikan temperatur saja atau laju alir saja atau bersama-sama. Jika
menaikkan laju alir pada zona preheating, selalu dicehck pancaran pellet jangan sampai
keluar. Pada reaktor aliran N2 harus optimum, namun pada preheater tidak optimum.
Ada 2 (dua) controh kondisi operasi yang didapat berdasarkan test :

Case 1 Case 2
Item
Supplai N2 Supplai N2
Heating zone
220 0C. 120 Nm3/min 215 0C. 100 Nm3/min
Cooling zone
70 0C. 10 Nm3/min 150 0C. 8 Nm3/min
Hasil temperatur
210 0C 210 0C
pada puncak reaktor

Analisa pada case 1 berdasarkan grafik Korelasi Temperatur Melting, Derajat Kristalisasi,
Waktu kristalisasi, akan didapatkan nilai Tm dan derajat kristalisasi lebih tinggi dari case 2.
(ingat bila Tm < temperatur top reaktor, akan terjadi trouble, kontrol kira-kira beda 5 0C lebih
tinggi).
Faktor K

Laju alir N2 ke reaktor


K= x  (  = 0.985 )
Kapasitas

K > 1 : Proses tidak stabil (Produktivitas rendah)


K < 1 : Proses Stabil (Produktivitas tinggi, tapi harus mensupplai N2 yang cukup untuk
mengeliminasi produk damping.

Contoh : Dari grafik Gas Flow Rate VS Throughtput didapat :


Flow rate 80 Nm3/min = 4800 Nm3/jam
Didapat K = (4800/9000) * 0.985 = 0.525 ( K < 1 )

Gambar Profil Temperatur


210 0C 210 0C

160 0C 160 0C

Kalori untuk reaksi


K>1 K<1
Inner temperatur di reaktor

D. IV LOW POLIMER (STARTING POLIMER)


IV pada starting polimer (dari Proses CP ), sebelumnya tidak tetap, di Indonesia
mungkin diinginkan IV sekitar 0.50. Pada kondisi ini kita mendapatkan jumlah produksi
yang besar dan kandungan Acetalaldehyde / Vinyl ester yang rendah, karena pada PA-30
supplai temperatur rendah. Temperatur rendah menghindari pembentukan AA/VE yang
banyak.
Plant ini dirancang untuk menghasilkan chip grade botol untuk air mineral yang nilai
kandungan AA + 1 ppm saja. Pada dasarnya, jika kita menurunkan IV pada raw pellet,
maka IV hasil SSP akan turun juga dengan kapasitas yang sama.

E. UKURAN PELLET
Kecepatan diffusi AA, EG dan kelembaban air tergantung ukuran pellet. Pellet dengan
ukuran kecil sangat bagus untuk menaikan IV. Untuk pellet ukuran besar/grade fiber, difusi
hanya terjadi di permukaan saja, sedangkan untuk seluruh bagian perlu alat extruder.
Acetalaldehyde, Ethylen Glycol & H2O mempunyai berat molekul lebih kecil dari
polimer. Selama reaksi produk samping ini dihembuskan keluar.
Contoh : I = Panjang Sub produk / produk samping dari permukaan pellet
mudah untuk dilepaskan dengan berada di dalam,
b = tinggi sehingga IV bagian permukaan lebih besar dari IV
bagian dalam.
a = lebar IV yang dicek dicek di laboratorium merupakan nilai
rata-rata.
Kurva Korelasi Kapasitas dan ukuran Pellet. 2/3
C new = C o (do/dnew)
C new = Kapasitas baru
Co = Kapasitas awal
Kapasitas
dnew = Diameter baru
do = Diameter awal
I, a, b = Diameter chip
Ukuran Pellet

3
Persamaan yang dipakai d=
(1/I2) + (1/a2) + (1/b2)
Contoh :
- mula-mula : L = 4 , a = 3.5 , b = 3
- baru (sesudah SSP) : L = 2.8 , a = 2.8 , b = 2.0
didapatkan :
- do = 3.43
- d new = 2.437 2/3
C = 30 T/D x (3.43/2.47) = 38 T/D

Semakin kecil diameter pellet, semakin besar kapasitas, karena diffusi semakin besar (teori
ini juga berlaku untuk CP artinya dengan stirring yang baik, diffusi akan semakin besar,
diameter menjadi kecil sehingga kapasitas yang dihasilkan tinggi.

F. KELEMBABAN DALAM PROSES


Ada kemungkinan kelembaban dalam proses. Pada plant 3 (tiga) gas cooler untuk
merecovery air (H2O), dimana jika ada trouble di gas cooler, maka air akan masuk kembali
ke proses. (Dalam hal ini preheater dan reaktor). Sehingga pellet di kedua alat tersebut
mengandung air/lembab.
Low Polimer dari CP punya kelembaban : 0.01 - 0.3 %. Kelembaban tergantung pada
kelembaban atmosfir, kemampuan drying di Chip Cutter serta lamanya waktu
penyimpanan/retention time di dalam bunker BLK.

Jika kelembaban masuk ke kristalizer, maka akan terjadi hidrolisis (reaksi degradsi)
sehingga IV akan drop.

Jika Gas Cooler trouble, dimana kelembaban masuk preheater dan reaktor, hidrolisis juga
terjadi (tidak mempengaruhi warna/color, namun hanya IV yang drop)
Juga kemungkinan terjadi sticking / pelengketan bila ada air direaktor.

Untuk mencegah hal tersebut, maka pada unit pengeringan disediakan MT 1703 inlet &
MT1702 untuk outlet sebagai sensor untuk mengecek kelembaban proses N2, dan pada
Gas Cooler NPC dan NDC disediakan 3 (tiga) chamber dengan salah satunya sebagai
spare bila ada masalah pada salah satu unit yang running.
3. KURVA DSC (DIRECT SCANNING CALORIMETER)
A. TUJUAN
Peralatan ini diinstalasi di Laboratorium.
Tujuan pemasangan alat ini :
1). Cek Kondisi Proses.
Artinya kita harus mengecek semua kondisi harus di bawah Tm start. Kondisi ini
harus dicek harian. Gunanya untuk penaikan kapasitas atau IV dsb.

2). Cek Kualitas Raw Pellet dan Final Produk dengan IV setelah reaktor
Artinya Tm harus dimasukan ke dlaam data sheet dan harus dikirimkan ke pelanggan
untuk mengetahui kualitas produk, termasuk warna/color. Pelanggan ingin low melting
temperatur jika mungkin karena dengan low melting temperatur, mereka bisa meningkatkan
produktivitas, kalori dan menghemat biaya.
3). Pengembangan Produk Polimer di bagian Penelitian dan Pengembagan (R & D)
Prinsip Kerja alat DSC
Alat DSC ada 3 (tiga) bagian :
1. Sensor (main device)
2. Refference
3. Sample
Bagan ringkas prinsip kerja alat DSC

Reference
2
Sensor
1
Sample
3
Tujuan alat ini untuk mengecek perbedaan kalori yang dikirim kembali antara sample
dan refference. Sehingga dengan pengecekan ini dapat diketahui apakah reaksinya
eksothermis atau endothermis.
Langkah-langkah Kerja :
- Sample dimasukan dalam point 3, sebanyak n 0.01 gram
- Sensor mulai mensupplai kalori ke point 2 dan 3 secara bersamaan untuk menaikkan
temperatur. Supplai kalori pelan-pelan menaikan temperatur 10 0C/menit.
- Temperatur sample mulai naik sampai pellet start untuk bereaksi endo/ekso
- Pada point ke 2, tidak ada perbedaan temperatur antara masuk dan kembali,
sedangkan pada point 3 akan berubah, karena pellet butuh kalori untuk bereaksi.
Dari data diatas dapat dicek perbedaan 2 & 3 dalam sensor sehingga dapat dibuat slope
grafik. Bila temperatur pellet yang kembali ke sensor (maka reaksi yang terjadi
endothermis, sebaliknya bila temperatur > akan terjadi reaksi eksothermis. Adanya point 2
gunanya untuk mengabaikan beberapa kesalahan yang terjadi selama testing.
Tm2

Tm1

Temp.
(1st scan)

Tm

Tg

Tc

Temp.
(2nd scan)
Lihat Grafik di bawah ini :

Start Melting Tm
Endo Start Kristalisasi
Tg D
A B C

Daerah peleburan
Ekso
Daerah Kristalisasi
Rantai polimer
pendek Untuk rantai pol panjang
Tc
Temperatur
Scan kedua

Tg (Temperatur Transisi Glass)


Artinya temperatur polimer amorphous start/mulai bergerak untuk pergerakan pada
rantai polimer memerlukan kalori ----> endothermis. Perbedaan temperatur di dalam pellet
adalah untuk menggerakan rantai polimer.

Tc (Temperatur Kristalisasi)
Bila temperatur bergerak naik menyentuh point A, polimer start untuk penyusunan
ulang (rearrang) dari amorphous ke kristal sehingga volume menjadi kecil dari sebelumnya,
sehingga didapat bagian kristal.

Tm (Temperatur Peleburan/Melting)
Pada temperatur ini kita tidak dapat menjaga permukaan kristal. Untuk meleburkan
bagian kristal dibutuhkan banyak kalori, maka reaksinya endothermis. Besarnya range
tergantung banyaknya variasi polimer.

Raw Pellet / Virgin Pellet dari CP Process

Daerah Amorphous
Daerah Kristal

1. Bila pada raw pellet disupplai panas/kalori, maka rantai polimer start mulai bergerak
dari amorphous ke kristalin.
2. Bila temperatur sudah mulai menyentuh titik A, maka bagian amorphous mulai
menyusun ulang menjadi kristal. Bila temperatur menyentuh titik B, maka pembuatan
kristal berhenti secara penuh. (Pada polyester maksimum pembentukan kristal n 60%).
Lihat kurva Laju Kristalisasi VS Waktu.
Shell Side
Cooling Water Cooling Water
Inlet Outlet

Tube side
Gas Outlet

-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------
-- ----------------------------------------------------

Gas Inlet

(NHE)
Nitrogen Heat Exchange
Polimer ukuran kecil akan mulai melebur pada titik C, sedangkan polimer ukuran besar
akan melebur pada titik D (ini sebagai titik tertinggi dan terendah). Daerah yang diarsir
merupakan daerah peleburan untuk rantai-rantai polimer dibawahnya. Pada titik maksimum
pellet sudah melebur semuanya. Sedangkan amorphous n 40% sudah melebur semua
sebelum kurva ini. Besarnya harga minimal maksimal tergantung kualitas polimer.

Untuk produk kristal pada pabrik SSP, pada temperatur Tg pellet tidak akan mengalami
apa-apa / tidak dapat meleburkanya, karena sebagian besar sudah kristal.

Produk preheater dengan derajat kristalisasi n 47% dibandingkan dengan harga maksimum
60%, maka kristal dari preheater sangat mudah untuk melebur pada beberapa temperatur,
sedangkan kristal 60% sangat sukar untuk melebur.

Pada raw pellet selama produksi kristal, bila disupplai panas akan meleburkan bagian
kristal sedangkan pada waktu yang bersamaan semua bagian amorphous mulai untuk
kristalisasi, sehingga pada akhirnya didapat :
Semua bagian kristal ----------------> melebur
Semua bagian amorphous ---------> mengkristal
Tm

Melting

Kristalisasi

2300C
Pada akhirnya didapat kristal baru yang kuat pada titik E

Amorphous Kristal Kuat

Pellet Pellet
Kristal lemah

Pada titik E bila disupplai panas terus menerus, maka akan mulai untuk melebur,
membentuk peak/puncak ulang pada titik Tm-2.
Tm 2

E
Mulai untuk melebur
Pada akhirnya didapat kurva grafik seperti :

Tm2

Endo
Tm1

-------

Ekso

Tm Start
Temperatur Scan Pertama

Produk pellet pada reaktor setelah cek Scan pertama, didapat satu puncak saja, karena
kristal sudah kuat dimana Tm1 dan Tm2 berhimpit (overlap). Keadaan ini tergantung
temperatur kristal, waktu dan kalori. Besar kecilnya harga Tm2 didapat dari laju alir gas N2.
Kalau supplai kalori/temperatur tidak cukup, maka akan timbul 2 (dua) puncak yang hampir
berhimpitan.

Tm1 = Tm2
Endo Endo

------- -------

Ekso Ekso
Supplai panas tidak cukup

Temperatur Temperatur

Adanya 2 (dua) puncak pada preheater ini karena pada preheater kristaline ada yang
lemah sedangkan pada reaktor kristaline sudah kuat, sehingga kalori tinggi dan 1 (satu)
puncak saja.

B. GAMBARAN
1). Ada 2 (dua) methode untuk mengecek kurva DCS dari produk.

Cara pertama : Cek Scan pertama


Cara Kedua : Cek Scan kedua, setelah selesai cek scan pertama,a rtinya produk
cek yang merupakan kristal dicek ulang, untuk mendapatkan data
yang akurat, karena kita tidak tahu melting temperatur sebenarnya
dari scan pertama.
Titik dimana pendinginan dilakukan
Endo Tm cepat-cepat.

-------

Ekso

Temperatur

Setelah analisa cek pertama selesai, pellet lebur/melting distop cepat pensuplaian
kalorinya, dimana pellet akan memadat kembali, dimana IV tetap sama, tetapi derajat
pengkristalan berbeda karena pellet telah dilebur selama analisa pertama.
Setelah cek pertama selesai, dengan pendinginan cepat kita dapatkan bentuk
amorphous pellet yang jauh berbeda dari pellet amorphous dari proses CP awal karena
IV telah berubah.
Mengapa pendinginan dilakukan cepat-cepat dalam refrigerator (quenching) ?, karena
kita harus menghindari pembentukan bagian kristal dari pellet ini. Apabila setelah
melting temperatur diturunkan pelan-pelan maka akan terbentuk bagian kristal (teori ini
juga berlaku untuk proses CP).
Dengan terbentuknya bagian kristal, akan sulit mencek bagian dalam pellet karena
warna kembali buram. Derajat kejernihan dalam hal ini sangat penting untuk botol
grade karena bila derajat kejernihan rendah sulit untuk dipasarkan.
Untuk cek scan kedua, dibutuhkan bentuk amorphous 98-99% tanpa kristal, dengan
alasan :
- Pada Scan Pertama, ada banyak pellet tetapi banyak sekali perbedaan thermal history
selama reaksi perbedaan thermal history mempengaruhi kurva DSC, sehingga tidak
didapatkan data yang sama
- Pada cek Scan Kedua, supplai temperatur hampir sama, step by step, laju penaikan
temperatur terkontrol sehingga pellet mempunyai thermal history yang sama.

Contoh : Produk CP dengan IV 0.625 pada 150 T/D Jika ingin menaikan 180 T/D
dengan IV yang sama, harus diberi thermal panas. Perbedaan panas tersebut disebut
dengan thermal history, sehingga pada akhirnya didapat dua grafik DSC yang berbeda.
Dengan thermal History yang sama didapat kurva DSC yang real. Jadi harus dicek
Scan Kedua, dimana nantinya didapat kurva DSC yang lebih real pada kualitas ini.

2). Ada 2 (dua) peak/puncak pada kurva DSC dari preheater.


Puncak pertama untuk Tm-1, adalah melting temperatur untuk bagian kristal yang
dibuat di proses SSP.
Puncak kedua adalah Tm-2, melting temperatur untuk bagian kristal yang dibuat
selama cek DSC.
3). Adapun luas kurva/range kurva menggambarkan jumlah kalori.

Area Kalori

Long Polimer Chain

Short Polimer Chain

4). Dengan adanya kurva DSC ini kita harus menjaga temperatur pellet pada puncak
reaktor lebih rendah dari temperatur Tm start, sedikitnya n 5 0C.

Temp. top reaktor

Tm Start

Bila kedua titik ini saling bertemu, maka start untuk melebur / melting
BAGAIMANA KONTROL MASSA UNTUK KAPASITAS

Jika ingin merubah Harus merubah


kapasitas putaran rotary valve
1. CRV
2. HCV
3. PCV

Ubah laju alir & temperatur


N2 ke zona pendinginan Ubah Level Reaktor
PSC

Harus kontrol laju alir N2


ke reaktor

Cek IV dari reaktor dan


preheater

Pengaturan kedua kali untuk


mendapatkan data yang detail

Keterangan :

- Hanya 3 (tiga) R/V yang bisa dikontrol melalui Inverter, sedangkan yang lainnya RPM-
nya tetap.
- R/V PCV sebagai master R/V
- Jika sudah tersedia data yang lengkap, pengaturan yang kedua kali tidak perlu
dilakukan.
- Guna langkah kedua adalah untuk saat start atau perubahan awal saja.
KATALIS DAN ADDITIVE

A. Untuk Virgin Chip/Raw Chip

Jumlah Masukan Komposisi yang


Rute Supplai Keterangan
(kg/hr) ditambahkan

C21 347 ppm


C21C2C5 C2 ES 20 256 115 ppm
C5 31 ppm

DEG 0,76 %
Jumlah D1 tergan-
D1TEP D1 ES 20 76 - tung warna Chip
TEP 142 ppm
IPA SMT 10 340 2.24 %

B. Pembuatan Produk Chip

Tidak ada katalis dan additive yang disupplaikan dari CP ke SSP,tapi kita harus mensupplai
O2 untuk megeliminasi sub produk sebelum sistem (lihat PTR).
SPESIFIKASI MASING-MASING PERALATAN

A. Rotary Valve

RPM
Type Nama Tujuan Bulk Density Power Volume Clearance
Operasi

OKEO CRV-1 Discharge 750 kg/m3 0.55 KW 14.3 I/rev Invertor


28/30Lp CRV-2 “ “ “ “ 15.8 0.28
(Buhler) HCV “ “ “ “ 15.8

OKEO PFV Discharge 750 kg/m3 0.55 KW 14.1 I/rev Invertor


28/30Lp TSV-2 Konveying “ “ “ 15.8 0.28
(Buhler) PCV Discharge “ 1.1 KW “ Invertor

HDS-
TSV-1 Konveying 750 kg/m3 1.5 KW 20 I/rev 14 0.18 ~
320/20SS
TSV-3 “ “ “ “ 14 0.23 mm
(zeppelin)

CPV-1 Discharge Power


(Korea) CPV-2 “ “
CPV-3 “ “

1. Kita harus supplai N2 ke OKEO 28/30 Hp untuk sealing


2. CPV-1,2,3 mungkin hanya dikontrol di DCS, tapi yang lain dikontrol di DCS dan lokal.
B. Pemindahan Chip/Chip Conveying

1). Spesifikasi

Tekanan Konsumsi
Item Konveying Kapa Ukuran Line Jarak Konveying
Operasi GA
Raw Chip -->
TSU-1 2.2 bar 11 T/hr 9.5Nm3/min 108/133mm 101 m(H) + 45 m (V)
RCH
6.4Nm3/min
TSU-2 PSC --> PFH 0.7 bar 11 T/hr 133/158mm 19.1 m(H) + 41.8 m(V)
(N2)
SPC --> BLK
TSU-3 1.8 bar 11 T/hr 9.2Nm3/min 108/133mm 74 m(H) + 35 m(V)
Produk

2). Prinsip Kerja

a. Ketika pellet jatuh je cone pelan-pelan pressure di Laval Nozzle naik sampai kira-kira
2 bar.
b Setelah sampai pada titiknya, pellet akan terhembus dan pressure akan turun tiba-
tiba (Supplai N2 tetap kontinyu).
c Waktu pressure drop, pellet akan menumpuk kembali di cone dan menutupi hole N ,
2

sehingga pressure pelan-pelan naik lagi, sampai pellet terhembus lagi.


d Dan seterusnya seperti gambar dibawah ini.
3). Gambaran Struktur alat TSU

a. TSU-1,3

b. TSU-2 : Hot Conveying/pemindahan panas

4). Dan lain-lain

a. Kita rancang line conveying antara bend 1 & 2 sedikitnya 1(satu) meter panjangnya.
b. Jumlah bend/lekukan menentukan kemampuan konveying, artinya banyak bend
akan membuat pressure turun sehingga kapasitas berkurang.
c. Kita rancang bend jangan terlalu tajam lekukanya, melainkan bulat dengan radius
sedikitnya 1200 mm
c. Heater
1). Spesifikasi

Luas area per Konsumsi Dow (operasi


Nama Tujuan Tipe T (0C)
tukaran panas maks : kg/jam)

CH-1 Kristalizer ke 1 Dow Heater 50 m2 23,760 / 35,532 157 / 180


CH-2 Kristalizer ke 2 “ 28 m2 12,060 / 18,900 173 / 185
CH-1 PSC/Preheater “ 28 m2 11,700 / 12,420 185 / 225
CH-2 “ “ 14 m2 2,232 / 3,420 214 / 225
CH-3 “ “ 14 m2 3,276 / 4,860 204 / 220
SPR/reaktor “ 14 m2 7,270 / 13,320 45 / 100
Oksidasi dalam Heater listrik - 145 KW / 180 KW 305 / 380
katalis
Pendinginan “ - 8 KW / 15 KW 45 / 80
PSC
Dryer “ - 60 KW 35 / 221

2). Struktur

4). Dan lain-lain

a. Kita rancang line conveying antara bend 1 & 2 sedikitnya 1(satu) meter panjangnya.
b. Jumlah bend/lekukan menentukan kemampuan konveying, artinya banyak bend
akan membuat pressure turun sehingga kapasitas berkurang.
c. Kita rancang bend jangan terlalu tajam lekukanya, melainkan bulat dengan radius
sedikitnya 1200 mm
d. Heater Exchange
1). Spesifikasi

Luas area per Konsumsi RW


Nama Tujuan Tipe T (0C) Referensi
tukaran panas T/jam

BPC Perlindungan - shell : RW -


248 m2 82.1 283 / 35
PNB - tube : N2

NDC Untuk unit -


pengeringan “ 309 m2 82.1 283 / 35

DRC Untuk Rege- -


“ 38 m2 20.0 220 / 35
nerasi PND

- shell : N2 189 / 307 -


NHE Untuk Penyim- dingin
93 m2 -
panan Kalori - tube : N2 398 / 283
panas

2). Struktur
e. Fan
1). Spesifikasi

Laju Air
Nama Tujuan Kapasitas Tipe Running P (m bar)
(m3/min)

CAF-1 Kristalizer ke 1 1024 270 KW Hubungan langsung - 15 / 70


CAF-2 Kristalizer ke 2 1008 150 KW “ - 15 / 40
PCF PSC (Preheater) 182.1 30 KW “ - 120 / 180
SCF SPC (Chip Cooler) 450 75 KW “ - 50 / 0

* Bisa dikontrol di DCS & Local, dilokal ada remote S/W

2). Struktur
f. Blower
1). Spesifikasi

Laju Air
Nama Tujuan Kapasitas Tipe P (m bar) Referensi
(m3/min)

PNB Supplai N2 SPR 85 210 KW Roots 35 / 100


TSB Supplai N2 pendi- 6.4 18.5 KW Roots 40 / 125
ngin PSC
DRB Regenerasi PNB 15 11 KW Ring -

* DRB hanya dikontrol dari lokal, sisanya dapat dikontrol melalui DCS atau lokal.

2). Struktur
g. Filter
1). Spesifikasi

Nama Tujuan Tipe Jumlah Mesh Material Luas Filter

IAF - 1 Udara Make-up 1 98 % > 3m


PBC - 1
IAF - 2 Udara Make-up 1 98% > 3m
PBC - 2
IAF - 3 Udara Make-up 1 99% > 3m
SPC
Bag Fibre Glass 86.6 m2
CNF N2 Proses 76 EA 800 g/m2 1.5mm
PE, anti statik
SPF N2 Proses 18 EA 22 m2 3m(99%)

2). Struktur

a. IAF - 1,2,3
h. PTR (Unit Pemurnian Nitrogen)
1). Tujuan

Fasilitas ini untuk mengeluarkan sub produk (AA, EG, Oligomer) dan reaktor
selama reaksi SSP. Supplai optimum O2 ke proses Nitrogen dan katalis Pt , bisa
menolong oksidasi dan mudah untuk mengeluarkan sub produk.

2). Katalis

Item Spesifikasi

Katalis Pelapis Pt yang termasuk addvite spesial

Material Dasar AI 2 O3 (2-4 mm beads)

Spesific Gravity 0.85 kg/I

Jumlah Katalis 720 kg

3). Mekanisme Reaksi

Kat - Pt
C2H4O + 5/2 O2 ------------> 2 CO2 + 2 H2O
(AA)

Kat - Pt
C2H6O2 + 5/2 O2 -----------> 2 CO2 + 3 H2O
(EG)

4). Gas Kalibrasi

Item Spesifikasi

Komposisi Gas 15 ppmv : O2 , lainya : N2

Vessel 50 lt (200 bar)

Maksimum 4 lt / bulan
Konsumsi Gas : 1 kali/hari kalibrasi, 1 kali/8 minggu
sensor ganti
5). Detektor Oksigen

Item Spesifikasi

Type Sell Elektronika

Konsumsi air pendingin 20 lt/jam (30 0C)

Temperatur Gas
Maksimum 50 0C
setelah cooling

Periode penggantian
6 - 10 minggu
sell

PRINSIP OPERASI

O2 dalam N2 Sell Elektrokimia


Proses

N2 proses Membrane

Larutan Elektrolit

O2 dalam N2 proses masuk ke dalam sell melalui membrane, dimana membran ini
sangat selektif untuk O2 . Hanya O2 yang masuk ke membran kontak dengan sell
elektro kimia.
O2 bisa pergi dari sensor melalui larutan elektrolit.
Banyaknya O2 yang masuk, menyebabkan voltase dalam sensor meningkat,
sehingga dengan kenaikan voltase ini dapat di cek kuantitas O2.

Struktur Detektor Oksigen


6). Unit Pengumpan Udara/Air Feed Unit

Item Spesifikasi

Range

Filter 5 m

GA 6 bar

Struktur Aliran Unit Pengumpan Udara


5). P & ID
6). Outside Drawing
7). Struktur Panel
i. Unit Pengering
1). Tujuan
Selama oksidasi di PTR, moisture/kandungan air terjadi, dan harus dikeluarkan
dari N2 proses, karena kita harus menghindari supplai N2 ke reaktor mengandung air.
Dengan fasilitas ini dapat dikeluarkan hampir seluruh kandungan air, dengan Dew
Point = -40 0C lebih
2). Spesifikasi Peralatan
Item Spesifikasi

Jumlah Molekular Sieve 1700 kg/menara x 2 menara (UOP-4)


Kemampuan untuk
DP 0 0C --> -40 0C (5,100 Nm3 / jam)
Pengeringan
Blower (DRB) 11 KW, 15 Nm3/min, 120mbar (SIMENS)

Coleer (DRC) Type shell dan tube, 38 m2 (luas area pertukaran panas).

Heater (DRH) Heater Listrik, 60 KW

3). Sequence
a. Vessel A beroperasi dan vessel B regenarasi.
b. Waktu regenerasi, 4 jam pemanasan + 4 jam pendinginan dan mungkin menukar
waktunya dengan timer di DCS room.
Setelah penggantian operasi, pada waktu yang sama heater start, setelah 4 jam,
otomatis heater stop -----> tergantung timer.
c. Ada 2 (dua) metode untuk kontrol
1. Kontrol Timer
2. Kontrol Dew Point (lamanya regenerasi tidak diketahui, tergantung kapasitas dan
kandungan air.
Kedua metode ini sudah diterangkan sebelumnya.
d. Heater dapat dikontrol dengan sensor temperatur pada line out let, dan di vessel
ada sensor temperatur, dan sensor temperatur diluar heater untuk melindungi
heater (thermostat).

4). Unit Drain untuk Akumulasi air H2O


Alat ini dikontrol otomatis oleh jumlah air (dengan float yang mengambang, jika
menyentuh titik puncak maka valve akan terbuka).

5). Kontrol DCS


a. Kontrol Utama DCS
b. Set Temperatur DRH dan indikasi
c. Indikasi temperatur didalam vessel
d. Semua failure dan sequence
e. Keadaan running DRB, DRH
f. Keadaan operasi valve butterflay, open-close dapat dilihat di DCS
j. Hopper
1). Spesifikasi

Item Tujuan Kapasitas Keterangan


LH : 12 m3, LHH : 14 m3
RCH Raw Chif Buffer 14 m3
LL : 8.9 m3 , LLL : 7.1 m3

PFH Hot Conveying 1.6 m3

2). Gambar
a. RCH
b. PFH
k. BLK
1). Spesifikasi

Item Tujuan Kapasitas Type Luas Filter

BLK-41/42 Raw Chip Storage 400 T Partisi Nozzle untuk bagging : 200 A
2-buah
BLK-31/32 Produk Chip sto- 400 T Partisi - Line silang : untuk bagging,
rage dan bagging 2 line bersamaan waktu
secara manual BK ini dihubungkan dengan
small package line
- 2 jenis bag untuk bag besar
- Ada pemisah magnetik dibottom
Bunker

2). Aliran
a. BLK-41 / 42

RCH
CP-2

BLK-41/42
PRH-02

GA 6
a. BLK-31 / 32

SPC

GA 6

BLK-31/32

Small Package
Facility

3). Sistem Penimbangan


a. Spesifikasi

Item Spesifikasi Keterangan

1. Kapa (T/hr) 25 T/jam untuk masing-


masing unit
2. Konsumsi 1.25 m3/bag
GA
3. Akurasi 1000 kg + 1kg

* Dimungkinkan untuk bagging pada sistem penimbangan pada waktu bersamaan.


b. Gambar
l. Unit Pensupplai Nitrogen (NSU)
1). Tujuan
Tujuan NSU untuk menghindari vacuumdi proses line, jika ada kebocoran maka
udara akan masuk kedalam line.

2). Prinsip Operasi


Supplai make-up N2 tujuannya untuk menjaga tekanan dalam line pipa tetap plus,
terutama pada line inlet blower. Disana ada line kecil yang dihubungkan ke kontrol
valve pada unit supplai N2. Besar flow rate dapat dilihat di DCS. Nilai SV 9~25 mbar.

3). Aliran

CONTROL ROOM
N2 :
T : 35 0C
P : 10 mbar

110
FIA 101

104 102 105 100 107

Roots Blower
N2 : N2 :
T : 20 0C T : 20 0C I PNB
P : 10 mbar P : 10 mbar

103 106

100 Pneumatically-piloted regulator, DN25/PN16


101 Flowmeter with max. limit-value contact, DN25/PN40,Option : 4…20 mA
102 output
103 Filter, 5 micron
104 Diaphragm
105 Shut-off ball valve
106 Shut-off ball valve
107 Shut-off ball valve
108 Shut-off ball valve
109 Shut-off ball valve
(110) Control valve with actuator, positioner, mount-on block with boast air
Shut-off ball valve (not eithin the delivery)
4). Gambar Detail
j. Safety Valve

Item Lokasi Set Pressure Jumlah

SV-100 Raw Chip Conveying 3.5 bar 1 EA

SV-1401 PSC 0.25 bar 1 EA

SV-1500 TSB Outlet 2.5 bar 1 EA

SV-1501 Line emergensi untuk Hot Conveying 2.5 bar 1 EA

SV-1600 SPR 0.25 bar 1 EA

SV-1601 Ventilasi CNF 0.16 bar 1 EA

SV-1602 CNF N2 Purging 3.3 bar 1 EA

SV-1603 PNB Outlet 0.69 bar 1 EA

SV-1800 Conveying Produk Chip 3.5 bar 1 EA


m. Sequence dan instrument

a). Sequence dan Interlock

a. Raw Chip Conveying

Item Sequence Keterangan

1. RCH LH TSV-1 (OFF), setelah 30 det Tujuannya untuk membersihkan line


TSU-1 (OFF)

2. RCH LL TSU-1 (ON), setelah 30 det


TSV-1 (ON)

3. RCH LHH Alarm, TSV-1 (OFF), setelah 30 det Kalau alarm ini tersentuh artinya sen-
TSU-1 (OFF) sor H ada masalah.

4. RCH LLL Alarm TSU-1 (ON), setelah 15 det Tujuannya hampir sama
TSV-1 (ON)

5. TSU PH Alarm TSV-1 (OFF) Harus dicek dilokal


Harus open by pass valve biar udara
besar, bila tidak mampu, line bongkar

b. PBC-1

Item Sequence Keterangan

1. CAF-1 Alarm, CAH-1 (OFF), CRV-1 (OFF)


(OFF)

2. PIA-1100 Alarm, CAF-1 (OFF) tergantung level/banyak pellet, kalau


PH level naik terus , ada trouble pada
line overflow

3. CRV-1 Alarm, CAF-1 (OFF)


Speed
low
c. PBC-2

Item Sequence Keterangan

1. CAF-2 Alarm, CAH-2 (OFF), CRV-1 (OFF) Tidak ada supplai pellet ke PBC-2
(OFF)

2. PBCM-2 Alarm, CAF-2 (OFF)


(OFF)

3. PBC M-2 Alarm, PBC M-2 (OFF)


Speed
Low

4. CRV-2 Alarm, CRV-2 (OFF)


Speed
Low

5. CRV-2 Alarm, CAF-1 (OFF) Untuk menghindari sticking di line


(OFF) sebelum CRV

6. PIA 1203 Alarm, CAF-2 (OFF)


PH

d. PSC

Item Sequence Keterangan

1. PFV Alarm, CAF-2 (OFF)


(OFF)

2. PFV Alarm, PFV motor (OFF)


Speed
Low

3. LI-1401 N Kontrol Nilai Level Set


H Alarm, N-2 rpm (CRV-1)
L Alarm, N+2 rpm (CRV-2)
HH Alarm, PFV (OFF) --> jika menyen-
tuh LH HCV (ON)
L Alarm, HCV (OFF) --> jika menyen-
tuh LL HCV (ON)

4. LI-1400 Alarm, jika LI-1401 ada trouble bisa untuk emergensi, diset diatas & diba-
High dikontrol level ini dg main kontrol wah & dpt di tukar langsung di DCS

Low Alarm

5. HCV Alarm, HCV (OFF)


Speed
Low

6. PCF Alarm, PCH-1,2,3 (OFF), CRV-1


(OFF) (OFF)
e. Hot Conveying

Item Sequence Keterangan

1. PIA-1500 PH Alarm, TSV-2 (OFF) Bial line conveying trouble


PH TSV-2 (ON)

2. TSV-2 (OFF) Alarm, HCV (OFF)

3. TSB(OFF) Alarm, TSV-2 (OFF)

4. TSB Amp low Alarm, TSV-2 (OFF) Dengan ini dapat cek belt, karena
TSV-2 speed Alarm, Tsv-2 (OFF) kalau Amp. Tiba-tiba drop mung-
Low kin belt putus.

5. HCV (OFF) Alarm

6. HCV Speed Alarm, HCV (OFF)


Low

f. SPR

Item Sequence Keterangan

1. LSHH-1601 Alarm, HCV (OFF)

2. WICA-1600 N Kontrol Set Value Weight


H Alarm, N - 2 rpm (HCV)
L Alarm, N + 2 rpm (HCV)
HH Alarm, HCV (OFF) --> jika sentuh
level H HCV (ON)
L Alarm, PCV (OFF) --> jika sentuh
level L PCV (ON)

3. NCH (OFF) Alarm, QIC-1700 (OFF) Oksigen Supplai

4. TI-1703 TH Alarm, NCH (OFF) Untuk melindungi katalis krn ingin


kan temperatur optimum saja.

5. TI-1610 TH Alarm, PNB (OFF) Karena blower tidak bisa operasi


pada temp. tinggi

6. PNB (OFF) Alarm, SRH (OFF), NCH (OFF)

7. PNB Amp Alarm, SRH OFF), NCH (OFF)


Low

8. PIA-1601 PH Alarm, PNB (OFF)


g. SPC

Item Sequence Keterangan

1. TSV-3 (OFF) Alarm, PCV (OFF)

2. PCV Speed Alarm, PCV (OFF)


Low

3. SPC M (OFF) Alarm, PCV (OFF)

4. PCV M speed Alarm, SPC M (OFF)


Low

5. SCF (OFF) Alarm, PCV (OFF) bila oksigen supplai tidak bisa di-
inginkan.

6. TSU-3 PH Alarm TSV-3 (OFF) Trouble di line conveying

7. Divert Valve TSV-3 Intelock Three way Valve di BK 41/42


LS (OFF)

* Bila ampere pada Fan Blower tinggi maka akan interlock


Instrument

Item Service Fluid Range Ref

FE-1100 CAF-1 out to PA(G) 0~3000 Nm3/h


process N2 vent

FE-1101 CPS-1 In PN(G) 0~1000 Nm3/h

FE-1201 CPS-2 In PN(G) 0~3000 Nm3/h

FE-1400 PCH-1 In PN(G) 0~9000 Nm3/h

FE-1401 PIH out PN(G) 0~800 Nm3/h

FE-1600 SPR in PN(G) 0~6000 Nm3/h

FE-1601 N2 Supply Unit N5(G) 0~150 Nm3/h

PP L : 300mm
LS-1000A~D RCH
(HH,H,L,LL)
PP L : 1450mm
LT-1400 PSC Top
(Emergency)
PP L : 1450mm
LT- 1401 PSC Top
(Control)
PP L : 2500mm
LT- 1601 SPR Top

PT-1100 PBC-1 in PA(G) 0~1000 mmH2O

PT-1102 CPS-1 in PA(G) -500~500 mmH2O

PT-1202 CPS-2 in PA(G) -500~500 mmH2O

PT-1203 PBC-2 in PA(G)


0~300 mmH2O

PIS-1204 PFV in N5(G)


0~10 kg/cm2

PT-1400 PSC in PN(G)


0~3000 mmH2O
Item Service Fluid Range Ref

PDT-1401 PSC in/out PA(G) 0~300 mmH2O

PIS-1500 TSV-2 in PN(G) 0~1 kg/cm2

PIS-1501 TSV-2 in N5(G) 0~10 kg/cm2

PT-1600 PNB in PN(G) 0~300 mmH2O

PT-1601 NDC in PN(G) 0~1 kg/cm2

PT-1602 SPR in PN(G) 0~1 kg/cm2

PIS-1605 PCV in N5(G) 0~10 kg/m2

PT-1800 SPC out PA(G) -500~500 mmH2O

PT-307 TSV-3 in GA6(G)

PDT-1603 PNB in/out PN(G)


0~10 kg/m2

PDT-1604 CNF in/out PN(G)

PDT-1606 SPR in/out PN(G)


0~1000 mmH2O

TE-1100 PBC-1 PP
0~250 0C

TE-1101 CAH-1 out PA(G)


0~250 0C

TE-1200 PBC-2 PP
0~300 0C

TE-1201 CAH-2 out PA(G)


0~300 0C

TE-1400 PSC Top PP


0~300 0C

TE-1401A~D PSC out PP 4 EA


0~300 0C

TE-1402 PCH-1 out PN(G)


0~300 0C

TE-1403 PCH-2 out PN(G)


0~300 0C

TE-1404 PCH-3 out PN(G)


0~300 0C
Item Service Fluid Range Ref

TE-1405 PSC Out PA(G) 0~300 0C

TE-1410 P1H out PN(G) 0~250 0C

TE-1411 P1H PN(G) 0~500 0C

TE-1500 TSB out PN(G) 0~200 0C

TE-1600~4 SPR inside PP 0~300 0C

TE-1606 SPR out PP 0~250 0C

TE-1607 SRH out PN(G) 0~250 0C

TE-1608 SPR out PN(G) 0~250 0C

TE-1609 CNF out PN(G) 0~250 0C

TE-1610 BPC out PN(G) 0~100 0C

TS-1611 BPC out PN(G) 0~100 0C

TE-1700 NCH out PN(G) 0~500 0C

TS-1701 NCH PN(G) 0~800 0C

TE-1703 PTR PN(G) 0~500 0C

TE-1704 SPF out PN(G) 0~100 0C

TE-1707 NDC out PN(G) 0~100 0C

TE-1800 SPC PP 0~250 0C

TE-1901 DRH PN(G) 0~300 0C

TE-1902/3 PND Vessel - 0~300 0C A/B

SE-1000 CRV-1 Invertor

SE-1101 CRV-2 Speed Sensor

SE-1200 PBC-2 Speed Sensor


Item Service Fluid Range Ref

SE-1203 PFV . Speed Sensor

SE-1401 HCV Invertor

SE-1500 TSV-2 Speed Sensor

SE-1600 PCV Invertor

SE-1800 SPC Speed Sensor

WT-1600 SPR 0~400 Ton 4 Digit

HS-0100 CPV-1 DCS

HS-0200 CPV-2 DCS

HS-1000 CRV-1 DCS, Lokal

HS-1100 CAF-1 DCS, Lokal

HS-1101 CRV-2 DCS, Lokal

HS-1200 PBC-2 DCS

HS-1201 CAF-2 DCS, Lokal

HS-1203 PFV DCS, Lokal

HS-1400 PCF DCS, Lokal

HS-1401 HCV DCS, Lokal

HS-1500 TSV-2 DCS, Lokal

HS-1501 TSB DCS, Lokal

HS-1600 PCV DCS, Lokal

HS-1601 PNB DCS, Lokal

HS-1800 SPC DCS, Lokal


Item Service Fluid Range Ref

HS-1801 SCF DCS, Lokal

HS-1802 TSV-3 DCS, Lokal

HS-0800 CPV-3 DCS

HS-1900 DRB

HIC-1610 PNB out by pass 0~100 % N2 Flow control


to SPR
O2E-1700 O2 Supply unit

ME-1702 PND Out PN(G) Moisture Sensor


Moisture Sensor
ME-1703 PND In PN(G)

PG-1101 CAH-1 Out HLR(L)

PG-1201 CAH-2 Out HLR(L)

PG-1402 PCH-1 Out HLR(L)

PG-1403 PCH-2 Out HLR(L)

PG-1404 PCH-3 Out HLR(L)

PG-1607 SRH Out HLR(L)

PD1-1700 PTR In/Out PN(G)

PD1-1701 PND In/Out PN(G)

PD1-1702 SPF In/Out PN(G)

PG-1800 IAF-3 Out PN(G)

TG-1701 NHE In PN(G)

TG-1702 NHE Out PN(G)

TG-1703 NDC In PN(G)

Anda mungkin juga menyukai