KKR Dan Tantangannya Di Papua Aldp
KKR Dan Tantangannya Di Papua Aldp
REKONSILIASI DAN
TANTANGANNYA DI PAPUA
MELKIAS HETHARIA
Zoommeeting, 29 Juli 2022
PENYEBAB
• MEMORIA PASIONIS, INGATAN PENDERITAAN
• PELANGGARAN HAM OLEH NEGARA DAN KORPORASI
Akibat pelanggaran HAM di Papua, timbul
(sbg masalah):
• Sedih, Kecewa, Marah, Dendam, Apatis;
• Curiga terhadap program pembangunan;
• Tidak percaya kepada pemerintah;
• Melawan; dan
• Hendak memisahkan diri dari NKRI.
Menimbulkan masalah HAM, Keamanan, Pertahanan, Ideologi,
Separatis. Masalah Lokal, Nasional, dan Internasional.
Korban Pelanggaran HAM
• Masyarakat
• Anggota TNI-Polri.
Pelaku Pelanggaran HAM
• Negara, TNI Polri
• Korporasi
• Masyarakat
• Individu.
Negara sebagai pelaku kejahatan
terdiri atas unsur:
• Ada Wilayahnya.
• Ada Rakyatnya.
• Ada Pemerintahnya.
• Ada kedaulatannya (pengakuan internasional).
• Pelanggaran HAM di Papua a.l. merupakan kejahatan yang dilakukan
oleh Negara terhadap rakyatnya (kejahatan Negara). Dengan demikian
Negara sebagai subjek hukum harus bertanggungjawab secara kolektif
(bukan tanggungjawab individu-pribadi).
Tanggung-jawab negara memberikan kepada
korban:
• Kompensasi adalah ganti kerugian sampai derajat ke-3. berupa biaya hidup setiap bulan
yang wajar, beasiswa, pembangunan rumah layak huni, dan pengangkatan pegawai yang
diberikan oleh negara kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya
sesuai dengan kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk
perawatan kesehatan fisik dan mental.
• Restitusi, adalah ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku atau pihak ketiga kepada korban
atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
• Rehabilitasi adalah pemulihan harkat dan martabat seseorang yang menyangkut
kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain termasuk rehabilitasi sosial.
• Amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada pelaku pelanggaran hak
asasi manusia dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Amnesti ini
dapat diberikan kepada pelaku (anggota TNI/Polri), karena sebenarnya pelaku adalah bagian
dari korban kebijakan negara itu sendiri yang bisa mati dalam melaksanakan tugas negara.
Unsur-unsur utama dalam KKR
• Pengungkapan Kebenaran; Kebenaran menghendaki agar suatu peristiwa
pelanggaran HAM perlu kejelasannya, sehingga kebenaran perlu diungkapkan.
Pelakunya siapa, korbannya dimana, peristiwanya bagaimana.
• Pengakuan kesalahan yang tulus dan jujur, dan pemberian maaf yang tulus dari
korban;
• Tercipta Rekonsiliasi; ketika kebenaran diungkapkan dan adanya pengakuan,
maka langkah rekonsiliasi dapat dilakukan.
• Akibat yang diharapkan adalah hilanglah dendam, kecurigaan, ketidakpercayaan,
kecemasan, dan ketakutan. sehingga Kesatuan dan persatuan bangsa tercipta
dengan benar dan dapat bersama-sama membangun kehidupan ke depan
dengan sejahtera. Dengan demikian tercapailah keadilan dan perdamaian.
5 Contoh KKR yang berhasil
• Ada 5 KKR yang menarik perhatian:
• Argentina, Komisi Orang Hilang – 1973 (CONADEF – Bahasa Spanyol) dibentuk berdasarkan Perintah
Presiden Raul Alfonsin setelah junta militer mengalah;
• Chili, Komisi Nasional untuk Kebenaran dan Rekonsiliasi (KNKR k.l. 60 staf) dibentuk tahun 1990 dengan
Keputusan Presiden Patricio Aylwin, untuk menyelidiki kekejaman rejim militer Agusto Pinochet;
• El Salvador, Komisi Kebenaran dibentuk dengan sebuah kesepakatan oleh PBB (menangani dan
mendanai k.l. 45 staf internasional) tahun 1991 untuk menyelesaikan kasus gerilyawan-kiri, yang
ditumpas oleh pemerintah El Salvador dukungan AS;
• Afrika Selatan, KKR tahun 1995 dengan k.l. 300 staf dibentuk dengan Undang-Undang Promosi
Persatuan dan Rekonsiliasi Nasional akibat politik apartheit;
• Guatemala, Komisi untuk Klarifikasi Pelanggaran HAM dan Tindak Kekerasan yang Berakibat Penderitaan
Rakyat Guatemala, yang disingkat Komisi Klarifikasi Sejarah (KKS) tahun 1994 berdasarkan Perjanjian
Internasional yang dimoderatori PBB untuk menyelesaikan perang saudara antara Pemerintah anti
komunis dengan Uni Revolusi Nasional Guatemala.
DASAR HUKUM
• TAP MPR NOMOR IV/MPR/1998 TENTANG GBHN
• TAP MPR NOMOR IV/MPR/1999 TENTANG GBHN
• UU NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTSUS
PASAL 46 UU OTSUS Sebagai Dasar
Pembentukan KKR Papua:
(1) Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi
Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
(2) Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah :
a. melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan
kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b. merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.
(3) Susunan keanggotaan, kedudukan, pengaturan pelaksanaan tugas dan
pembiayaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Keputusan Presiden setelah mendapatkan usulan dari
Gubernur.
Bentuk dan Sistem KKR Papua
Berdasarkan UU Otonomi Khusus Papua, Pasal 46, bahwa penyelesaian
pelanggaran HAM di Papua dalam bentuk badan atau lembaga yang
bernama Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), dibentuk dengan
Keputusan Presiden (baca: Peraturan Presiden setelah berlaku UU Nomor
12 Tahun 2011).
KKR Papua ini dirancang dengan memperhatikan sistem penyelesaian
pelanggaran kejahatan HAM sesuai dengan budaya masyarakat Papua, yaitu
berdasarkan kearifan lokal atau hukum adat yang disesuaikan dengan
tuntutan konteks modern. Dengan demikian fokus penyelesaiannya dengan
menggunakan sistem non-yudisial, namun memiliki fungsi peradilan. Sedang
keadilan yang hendak dicapai adalah keadilan Restoratif-transisional.
Rezim hukum yang dipilih:
• HUKUM KODRAT (ETIKA-MORAL);
• HUKUM AGAMA;
• HUKUM POSITIF-NEGARA;
• HUKUM ADAT