Anda di halaman 1dari 16

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR FASE PRESCRIBING,

TRANSCRIBING, DISPENSING PADA PASEIN RAWAT INAP DI


RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CIKARANG

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
MERA RISKA (1929051008)
TJUT XENA (1929051009)
KELAS : 7A FARMASI REGULER
PENDAHULUAN
Error adalah sesuatu yang dilakukan dengan salah karena ketidaktahuan atau
ketidaksengajaan dan kegagalan untuk menyelesaikannya. Medication error adalah suatu kegagalan
dalam proses pengobatan atau perawatannya (Aronson 2009).

Kesalahan pengobatan ini dapat menyebabkan efek yang merugikan serta berpotensi
menimbulkan risiko fatal dari suatu penyakit (Ulfah dan Mita 2017).

Medication error dapat terjadi pada setiap tahap proses pengobatan yang kompleks sehingga
tingkat prevalensinya perlu diperkirakan pada fase pengobatan seperti prescribing dan describing
sesuai dengan dampak klinisnya (Ulfah dan Mita 2017).

Medication error dapat timbul pada setiap tahap proses pengobatan, antara lain prescribing,
transcribing dispensing dan administration (Donsu dkk.2016)

Kesalahan obat menurut Aronson (2009) dapat terjadi pada tahap prescribing meliputi resep
yang tidak rasional, tidak tepat dan tidak efektif, serta kelebihan dan kekurangan dosis.
Medication error pada tahap transcribing merupakan kesalahan dalam menyalin dan
mengartikan resep. Meliputi perubahan nama obat, rute, dosis, regimen dosis terhadap perintah
resep (Ulfah dan Mita 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh Alsulami et al (2012) di beberapa
negara timur tengah salah satunya negara Iran, ditemukan 52 % kesalahan pada proses
transcribing.

Kesalahan pada saat dispensing dapat terjadi pada dosis yang tidak berurutan, kelalaian dosis,
salah dosis, salah perumusan obat, salah obat yang diberikan kepada pasien, kesalahan pada label
dan Ketika pasien tidak menerima informasi obat (Ulfah dan Mita 2017). Dispensing error jarang
terjadi tetapi dapat menyebabkan kematian yang serius pada pasien (Kemenkes 2011).

Pada penelitian yang dilakukan Sard BE (2008) kesalahan pada saat dispensing terjadi Ketika
persiapan obat tidak tepat dan tidak lengkap atau tidak adannya informasi obat (3,66%). Kesalahan
ini disebabkan oleh tingginya jumlah resep di saat jumlah apoteker terbatas. Ketidak lengkapan
atau tidak adanya informasi obat kepada pasien dapat menyebabkan perbedaan antara yang
dimaksud dengan oleh dokter pada resep dengan apa yang dilakukan oleh pasien. Perbedaan ini
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. (Ulfah dan Mita 2017)
METODE PENELITIAN
1. Design Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode observasi longitudinal bersifat deskriptif dan
pengambilan data dilakukan secara prospektif. Observasi atau pengamatan dilakukan untuk
melihat adakah kejadian medication error, sedangkan longitudinal yaitu melakukan follow up
dalam jangka waktu tertentu. Yang diamati adalah medication error pada fase prescribing,
transcribing dan dispensing.
2. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat inap di Rumah Sakit Sentra Medika,
Cikarang.
Sampel yang digunakan adalah semua pasien rawat inap yang menjalani perawatan selama
penelitian dan menebus obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Sentra Medika, Cikarang dari pukul
08.00 -14.00 WIB.
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi yaitu resep yang masuk ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika,
Cikarang dari pukul 08.00 -14.00 WIB, periode Oktober 2018. Sedangkan yang termasuk dalam
kriteria eksklusi yaitu resep yang tidak ditebus atau dibatalkan
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang. Penelitian
dilaksanakan pada bulan November – Januari 2018.
5. Instrumen Penelitian
1. Mengetahui alur pengobatan pada pasien rawat inap di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Sentra Medika, Cikarang
2. Melakukan observasi mengenai alur resep rawat inap.
3. Melakukan pencatatan medication error, jika terjadi kesalahan pada fase prescribing,
transcribing dan dispensing.
4. Evaluasi hasil observasi dengan melakukan pengelompokan hasil pengolahan data berdasarkan
masing-masing fase medication error
5. Hasil yang didapat ditampilkan dalam bentuk persentase.
6. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dan dicatat daripengamatan resep rawat inap, setiap temuan medication
error pada fase prescribing, transcribing dan dispensing didata dan di cheklis pada lembar
pengamatan kerja yang berisi parameter yang akan dinilai pada fase untuk masing-masing pasien.
7. Analisis Data
Data yang dikumpulkan di analisa secara deskriptif berupa persentase. Data yang diambil akan
dianalisa berdasarkan temuan kejadian medication error pada saat melakukan observasi pada fase
prescribing, transcribing dan dispensing. Data yang sudah dihitung dengan Microsoft excel
kemudian disajikan dalam bentuk table untuk mendapatkan deskriptif medication error di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan secara prospektif terhadap resep rawat inap di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang. Jumlah resep yang diperoleh dari instalasi farmasi selama
penelitian yang memenuhi kriteria sebanyak 203 resep rawat inap. Dengan kejadian medication
error pada tiap fase dapat dilihat pada tabel berikut:

Berdasarkan table diatas, kejadian medication error yang terjadi pada 265 resep, terdapat
medication error pada fase prescribing dengan persentase 90,9 %, sebanyak 241 resep. Kejadian
medication error pada fase transcribing dengan persentase 13,96 %, sebanyak 37 resep. Dan
kejadian medication error pada fase dispensing dengan persentase 2,26 %, sebanyak 6 resep.
Medication error pada fase prescribing

Hasil ketidaklengkapkan data pasien ini sesuai


dengan penelitian sebelumnya Susanti (2013), yang
mendapatkan hasil ketidaklengkapan data pasien
pada fase prescribing yaitu: tidak ada SIP dokter,
tidak ada paraf dokter, tidak ada/ salah menulis nama
pasien, tidak ada umur pasien, tidak ada jenis kelamin
pasien, tidak ada berat badan pasien, tidak ada alamat
pasien, tidak ada tanggal resep, tidak ada tanda R/,
nama obat menggunakan singkatan tidak lazim, tidak
ada/ tidak jelas aturan pakai obat.
Pada hasil penelitian didapatkan tidak ada kesalahan pada parameter tidak ada paraf dokter,
tidak ada/ salah menulis nama pasien, tidak ada tanda R/ atau dengan kata lain angka kejadian
sebesar 0. Kesalahan terendah terjadi pada parameter tidak ada nama dokter, tidak ada jenis
kelamin pasien, nama obat menggunakan singkatan tidak lazim, tidak ada/ tidak jelas aturan pakai
obat sebesar 1 kejadian atau 0,49%.
Kejadian medication error pada fase prescribing, paling sering terjadi pada parameter tidak
ada alamat pasien sebanyak 196 kejadian, atau 96,55%, disusul oleh tidak ada berat badan pasien
sebanyak 190 kasus, atau 93,59%. Tidak adanya berat badan pasien pada resep akan mempengaruhi
perhitungan dosis, dimana dosis untuk pasien biasanya dihitung berdasarkan berat badan.
Tidak adanya umur pada resep juga akan mempengaruhi perhitungan dosis, dimana pasien
anak-anak akan berbeda dosis nya dengan orang dewasa, begitu pula pada kasus geriatrik, dosisnya
juga akan berbeda. Kesalahan pada nama obat denganmenggunakan istilah yang tidak lazim sangat
berbahaya, karena ada beberapa obat yang mempunyai nama yang mirip atau pengucapan yang
mirip sehingga bisa salah diartikan (transcribing) juga akan menimbulkan kesalahan dalam
penyimpanan, peracikan bahkan sampai penyerahan pada pasien.
Penilaian Medication Error pada fase transcribing
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesalahan pada fase
transcribing di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra
Medika, Cikarang, terjadi sebanyak 44 kejadian, dengan
rata-rata sebesar 3,085%, angka ini cukup rendah, hal ini
membuktikan fase transcribing di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Sentra Medika, Cikarang, sudah cukup baik.
Pada penelitian ini pada fase transcribing
parameter yang digunakan untuk mengukur medication
error ada 7 komponen, yaitu: salah membaca
/mencantumkan nama pasien, salah membaca nama obat/
tidak ada nama obat, salah membaca dosis obat, salah
membaca aturan pakai, salah membaca rute pemberian,
salah membaca durasi pemberian obat, salah membaca
bentuk sediaan obat.
Kesalahan terbanyak terjadi pada salah membaca nama
obat/ tidak ada nama obat sebesar 17 kejadian, atau 8,37%
dan salah membaca aturan pakai sebanyak 17 kejadian, atau
8,37%.
Penilaian Medication Error fase dispensing

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesalahan pada


fase dispending di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra
Medika, Cikarang, terjadi sebanyak 4 kejadian, dengan rata-
rata sebesar 0,217%, angka ini cukup rendah, hal ini
membuktikan fase dispending di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Sentra Medika, Cikarang, sudah cukup baik.
Pada penelitian ini pada fase dispending parameter yang
digunakan untuk mengukur medication error ada 9
komponen, yaitu: Menyiapkan obat untuk pasien yang salah,
salah menyiapkan obat/alkes, salah menyiapkan kekuatan
obat, salah menyiapkan bentuk sediaan obat, salah
menyiapkan jumlah obat, mmemberikan obat kadaluwarsa,
salah meracik obat, salah menulis label obat, obat ada yang
kurang.
Kesalahan terjadi pada salah menyiapkan obat/alkes
sebanya 2 kejadian, atau 0,98% dan obat ada yang kurang,
sebanyak 2 kejadian, atau 0,98%.
Dari hasil penelitian medication error yang paling banyak dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang adalah pada fase prescribing dengan total kejadian 495 atau
28,11% kedua fase transcribing dengan total kejadian 44 kasus, atau rata-rata 3,085%, dan yang
terendah adalah fase dispensing sebesar 4 kasus atau 0,217 %. Kasus terbanyak yang terjadi adalah
tidak ada SIP dokter, tidak ada berat badan pasien dan tidak ada alamat pasien.

Medication error yang terjadi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang jika
dilihat dari pengelompokan kategori medication error menurut National Coordination Council for
Medication Error (NCCMERP) yaitu berada pada kategori C, yang artinya “Kesalahan terjadi dan
telah mencapai pasien namun tidak mencenderai pasien” dengan tipe error sebagai “error no harm”.
Sedangkan pengelompokan berdasarkan insiden cedera akibat obat menurut peraturan Menteri
Kesehatan Republic Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien merupakan
kategori kejadian tidak cedera (KCT) yaitu insiden yang sudah terpapar ke pasien.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai yaitu
medication error yang paling banyak dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika,
Cikarang adalah pada fase prescribing dengan total kejadian 495 atau 28,11% kedua fase
transcribing dengan total kejadian 44 kasus, atau rata-rata 3,085%, dan yang terendah adalah fase
dispensing sebesar 4 kasus atau 0,217%. Kasus terbanyak yang terjadi pada fase prescribing yaitu:
tidak ada SIP dokter, tidak ada berat badan pasien dan tidak ada alamat pasien. Pada fase
transcribing terjadi medication error terbanyak pada salah membaca nama obat/ tidak ada nama
obat sebesar 17 kejadian, atau 8,37% dan salah membaca aturan pakai sebanyak 17 kejadian, atau
8,37%.

Pada fase dispensing kesalahan terjadi pada salah menyiapkan obat/alkes sebanya 2 kejadian
atau 0,98% dan obat ada yang kurang, sebanyak 2 kejadian, atau 0,98%. Maka medication error
yang terjadi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang yaitu berada pada kategori
C, yang artinya “Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien namun tidak mencenderai pasien”
dengan tipe error sebagai “error no harm”.

Anda mungkin juga menyukai