Anda di halaman 1dari 15

ANALISA KASUS MEDICATION ERROR”

IDENTIFIKASI MEDICATION ERROR FASE


PRESCRIBING, TRANSCRIBING, DISPENSING
PADA PASEIN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
SENTRA MEDIKA CIKARANG
Disusun Oleh:

Samuel Butar-Butar (23344021)


Elsha Fhira (23344037)
Dina Mailanda Putri (23344010)
Rizky Amalia Saha (23344008)
Debi (23344020)
Medication error adalah faktor resiko yang
menyebabkan efek samping yang
membahayakan untuk keselamatan pasien
(patient safety), sehingga perlu adanya
sistem pengobatan yang aman untuk
memastikan pasien menerima pelayanan
obat yang baik agar terciptanya
keselamatan pasien
Medication error terjadi akibat tidak adanya bentuk
sediaan, dosis sediaan, umur pasien serta tidak
jelasnya resep / tidak bisa terbaca sehingga potensi
timbulnya medication eror. Medication error yang
terdapat pada penulisan resep akan menyebabkan
penurunan kualitas dan derajat kesehatan pada
implementasi keselamatan pasien dan pelayanan
farmasi klinik, timbulnya cedera, meningkatnya bahaya
atau dampak yang terjadi ketika terjadi medication
error serta pelayanan farmasi yang tidak efektif
Dalam penerapan sistem informasi terutama
pada fase prescribing, e- prescribing (peresepan
elektronik) dapat mempengaruhi berkurangnya
beberapa kesalahan (medication error),
mempermudah proses administrasi serta
mengetahui riwayat penggunaan obat oleh pasien
dan otomatisasi peresepan obat serta dosis obat
yang diperlukan dan memberikan rekomendasi jenis
obat alternatifnya, sehingga bisa meningkatkan
keselamatan pasien
Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam menentukan obat dan
regimen dosis antara lain:
1. Kesalahan dalam peresepan: resep tidak rasional, resep yang
tidak tepat dan tidak efektif, kelebihan dosis, kekurangan dosis
dalam menuliskan resep.
2. Penulisan resep: kesalahan dalam mengartikan resep.
3. Manufaktur dalam formulasi: salah dosis, kontaminan atau
keliru kemasan.
4. Kesalahan memformulasi: salah obat, formulasi yang salah,
label yang salah.
5. Pemberian atau pengambilan obat: salah dosis, salah rute,
frekuensi yang salah, durasi yang salah
• Faktor – Faktor Penyebab Medication Error
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi)
2. Kondisi Lingkungan
3. Gangguan / interupsi pada saat bekerja
4. Beban kerja
5. Edukasi staf
• Upaya Pencegahan Medication Error
Upaya menurunkan medication error yang jika dipaparkan menurut
urutan dampak efektifitas terbesar menurut depkes RI (2008)
adalah :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function&
constraints)
2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry)
3. Standar dan protokol, standarisasi prosedur
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang
5. Peraturan dan Kebijakan
6. Pendidikan dan Informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada
• Medication Error Pada Prescribing
Kesalahan resep mencakup segala hal yang terkait
dengan tindakan menulis resep, sedangkan
kesalahan peresepan meliputi peresepan
irrasional, peresepan obat yang berlebih,
peresepan obat yang kurang, dan peresepan yang
tidak efektif, yang timbul dari penilaian medis
atau keputusan mengenai perawatan atau
pengobatan dan pemantauan yang keliru.
• Prevalensi medication error pada prescribing
Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil medication error
pada fase prescribing. Hasil ketidaklengkapkan data pasien ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya Susanti (2013), yang
mendapatkan hasil ketidaklengkapan data pasien pada fase
prescribing yaitu: tidak ada SIP dokter, tidak ada paraf dokter,
tidak ada/ salah menulis nama pasien, tidak ada umur pasien,
tidak ada jenis kelamin pasien, tidak ada berat badan pasien,
tidak ada alamat pasien, tidak ada tanggal resep, tidak ada
tanda R/, nama obat menggunakan singkatan tidak lazim,
tidak ada/ tidak jelas aturan pakai obat.
Hasil dan Pembahasan
Tabel. 1 Hasil penilaian Medication Error pada tahap Prescribing
No Parameter yang dinilai Jumlah kejadian (%)

1 Tidak ada nama dokter 1 0,49


2 Tidak ada SIP dokter 200 98,52
3 Tidak ada paraf dokter 0 0
4 Tidak ada/ salah menulis 0 0
nama pasien

5 Tidak ada umur pasien 93 45,8


6 Tidak ada jenis kelamin 1 0,49
pasien

7 Tidak ada berat badan pasien 190 93,59


8 Tidak ada alamat pasien 196 96,55
9 Tidak ada tanggal resep 2 0,98
10 Tidak ada tanda R/ 0 0
11 Nama obat menggunakan 1 0,49
singkatan tidak lazim

12 Tidak ada/ tidak jelas aturan 1 0,49


pakai obat

Jumlah 495
Rata-rata 28,11%
Hasil ketidaklengkapkan data pasien ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
Susanti (2013), yang mendapatkan hasil ketidaklengkapan data pasien pada fase
prescribing yaitu: tidak ada SIP dokter, tidak ada paraf dokter, tidak ada/ salah
menulis nama pasien, tidak ada umur pasien, tidak ada jenis kelamin pasien, tidak
ada berat badan pasien, tidak ada alamat pasien, tidak ada tanggal resep, tidak ada
tanda R/, nama obat menggunakan singkatan tidak lazim, tidak ada/ tidak jelas
aturan pakai obat.

Pada hasil penelitian didapatkan tidak ada kesalahan pada parameter tidak
ada paraf dokter, tidak ada/ salah menulis nama pasien, tidak ada tanda R/ atau
dengan kata lain angka kejadian sebesar 0. Kesalahan terendah terjadi pada
parameter tidak ada nama dokter, tidak ada jenis kelamin pasien, nama obat
menggunakan singkatan tidak lazim, tidak ada/ tidak jelas aturan pakai obat
sebesar 1 kejadian atau 0,49%. Kejadian medication error pada fase prescribing,
paling sering terjadi pada parameter tidak ada alamat pasien sebanyak 196
kejadian, atau 96,55%, disusul oleh tidak ada berat badan pasien sebanyak 190
kasus, atau 93,59%. Tidak adanya berat badan pasien pada resep akan
mempengaruhi perhitungan dosis, dimana dosis untuk pasien biasanya dihitung
berdasarkan berat badan.
Tabel. 2 Hasil penilaian Medication Error pada tahap Transcribing
No Parameter yang dinilai Jumlah kejadian %

1 Salah membaca /mencantumkan 0 0


nama pasien
2 Salah membaca nama obat/tidak 17 8,37
ada nama obat
3 Salah membaca dosis obat 6 2,9

4 Salah membaca aturan pakai 17 8,37

5 Salah membaca rute pemberian 0 0

6 Salah membaca durasi 1 0,49


pemberian obat
7 Salah membaca bentuk sediaan 3 1,47
Obat
Jumlah 44

Rata-rata 3,085

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesalahan pada fase transcribing di


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang, terjadi sebanyak 44
kejadian, dengan rata-rata sebesar 3,085%, angka ini cukup rendah, hal ini
membuktikan fase transcribing di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika,
Cikarang, sudah cukup baik. Kesalahan terbanyak terjadi pada salah membaca
nama obat/ tidak ada nama obat sebesar 17 kejadian, atau 8,37% dan salah
membaca aturan pakai sebanyak 17 kejadian, atau 8,37%.
Tabel. 3 Hasil penilaian Medication Error pada tahap Dispending

No Parameter yang dinilai Jumlah kejadian (%)

1 Menyiapkan obat untuk pasien 0 0


yang salah
2 Salah menyiapkan obat/alkes 2 0,98
3 Salah menyipakan kekuatan obat 0 0
4 Salah menyiapkan bentuk 0 0
sediaan obat
5 Salah menyiapkan jumlah obat 0 0
6 Memberikan obat kadaluarsa 0 0
7 Salah meracik obat 0 0
8 Salah menulis lebel obat 0 0
9 Obat ada yang kurang 2 0,98
Jumlah 4
Rata-rata 0,217
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesalahan pada fase dispending di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang, terjadi sebanyak 4 kejadian, dengan rata-
rata sebesar 0,217%, angka ini cukup rendah, hal ini membuktikan fase dispending di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang, sudah cukup baik.
Kesalahan terjadi pada salah menyiapkan obat/alkes sebanyak 2 kejadian, atau
0,98% dan obat ada yang kurang, sebanyak 2 kejadian, atau 0,98%. Dari hasil penelitian
medication error yang paling banyak dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra
Medika, Cikarang adalah pada fase prescribing dengan total kejadian 495 atau 28,11%
kedua fase transcribing dengan total kejadian 44 kasus, atau rata- rata 3,085%, dan yang
terendah adalah fase dispensing sebesar 4 kasus atau 0,217 %.
Kasus terbanyak yang terjadi adalah tidak ada SIP dokter, tidak ada berat badan
pasien dan tidak ada alamat pasien. Medication error yang terjadi di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang jika dilihat dari pengelompokan kategori medication
error menurut National Coordination Council for Medication Error (NCCMERP) yaitu
berada pada kategori C, yang artinya “Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien namun
tidak mencenderai pasien” dengan tipe error sebagai “error no harm”. Sedangkan
pengelompokan berdasarkan insiden cedera akibat obat menurut peraturan Menteri
Kesehatan Republic Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien
merupakan kategori kejadian tidak cedera (KCT) yaitu insiden yang sudah terpapar ke
pasien.
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan


sebagai yaitu medication error yang paling banyak dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang adalah pada fase prescribing dengan total
kejadian 495 atau 28,11% kedua fase transcribing dengan total kejadian 44 kasus,
atau rata-rata 3,085%, dan yang terendah adalah fase dispensing sebesar 4 kasus
atau 0,217%. Kasus terbanyak yang terjadi pada fase prescribing yaitu: tidak ada
SIP dokter, tidak ada berat badan pasien dan tidak ada alamat pasien. Pada fase
transcribing terjadi medication error terbanyak pada salah membaca nama obat/
tidak ada nama obat sebesar 17 kejadian, atau 8,37% dan salah membaca aturan
pakai sebanyak 17 kejadian, atau 8,37%. Pada fase dispensing kesalahan terjadi
pada salah menyiapkan obat/alkes sebanya 2 kejadian atau 0,98% dan obat ada
yang kurang, sebanyak 2 kejadian, atau 0,98%. Maka medication error yang
terjadi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika, Cikarang yaitu berada
pada kategori C, yang artinya “Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien
namun tidak mencenderai pasien” dengan tipe error sebagai “error no harm”.

Anda mungkin juga menyukai