Anda di halaman 1dari 4

FARMASI KLINIK 2 IMELDA OKTAVIANI / SEMESTER 3

PEMANTAUAN PERESEPAN

Resep adalah permintaan tertulis yang ditulis oleh petugas kesehatan, dalam hal ini adalah dokter, untuk pasien. Resep
juga disebut sebagai prescription dalam bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai „pre‟ yang mempunyai arti „sebelum‟, dan
„scribe‟ yang mempunyai arti „tulisan‟. Hampir seluruh interaksi antara dokter dan pasien diakhiri dengan penulisan resep.
Penulisan resep yang sesuai adalah bagian utuh dari pelayanan kesehatan dimana dokter mempengaruhi kesehatan pasien dan
kesejahteraannya.

Kesalahan dalam resep adalah dapat diartikan sebagai kesalahan dari proses menulis resep yang menghasilkan instruksi
yang salah terhadap satu atau lebih dari komponen resep yang seharusnya. Kesalahan dalam resep biasanya disebabkan karena
perilaku yang tidak hati-hati dan kurang mempertimbangkan keputusan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam penulisan
resep. Resep yang salah karena informasi yang penting hilang disebut sebagai kesalahan karena kelalaian, sedangkan resep yang
salah akibat dari kesalahan dalam menuliskan informasi tentang penerima resep disebut kesalahan dalam pemesanan.

Sebagian besar dari kesalahan dalam penulisan resep adalah kesalahan karena kelalaian. Hal-hal yang biasa terjadi
kesalahan adalah bentuk dosis yang salah, cara penggunaan yang salah, dan penulisan resep yang tidak terbaca. Peresepan yang
salah mengakibatkan sekitar 70% medication error. Akibatnya, timbul efek-efek yang tidak diharapkan pada pasien. Penulisan
resep yang salah tidak hanya berakibat pada kesalahan terapi pasien, namun juga obat-obatan yang digunakan menjadi sia-sia,
timbul efek yang tidak diinginkan, dan pengeluaran biaya lebih baik dari sisi pasien maupun komunitas

Kejadian peresepan yang salah sering terjadi di rumah sakit. Diperkirakan jumlah resep yang salah sekitar 7% dari
jumlah resep rumah sakit, 2% dari jumlah pasien per hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Inggris, jumlah resep yang
salah adalah sekitar 8,9% dari keseluruhan.
Di wilayah Asia Tenggara, kejadian administrasi obat yang salah mencapai angka 15,22% sampai 88,6%. Kesalahan
administrasi obat yang paling sering ditemui adalah lama waktu penggunaan yang salah, kelalaian, dan salah dosis. Semakin
kompleks obat yang diberikan, semakin tinggi pula jumlah kesalahan administrasi obat yang dijumpai

Di Indonesia, Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien menyatakan bahwa angka kejadian kesalahan dalam
penulisan resep cukup tinggi. Angka kejadian kesalahan dalam penulisan resep berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya bervariasi. Dalam penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian kesalahan dalam penulisan resep mencapai 5,07%.
Sebanyak 0,25% dari jumlah kesalahan dalam penulisan resep tersebut berakhir fatal hingga dapat menyebabkan kematian

Resep adalah hal yang menjadi sarana komunikasi yang penting antara dokter dengan petugas farmasi. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya resep kebutuhan pasien akan pengobatan menjadi terpenuhi. Resep obat biasanya ditulis di
sebuah kertas yang berbentuk formulir yang sudah dicetak dengan bagian yang kosong yang harus diisi dengan hati-hati. Bagian
yang kosong itu memuat tentang informasi yang benar, harus mengidentifikasi pasien, pengobatan, dan cara pakainya. Resep
yang benar dan lengkap sangat penting untuk memberikan pelayanan pengobatan yang efisien untuk pasien.

Resep harus tertulis secara jelas, akurat, dan lengkap. Resep membangun hubungan professional antara dokter, petugas
farmasi, dan pasien. Penulisan resep yang kurang baik akan menimbulkan kejadian medication error. Resep biasanya ditulis di
lembar kertas resep. Lembar kertas resep adalah suatu formulir yang sudah dicetak yang mempunyai tempat kosong untuk diisi
dengan informasi-informasi yang dibutuhkan. Tiap negara mempunyai perbedaan bentuk dalam menulis resep. Struktur inti dari
resep adalah informasi penulis resep, informasi pasien, tanggal, superscription, inscription, signatura, dan tanda tangan penulis
resep

Superscription adalah bagian yang terdiri dari simbol „R‟ ditemukan. Simbol „R‟memiliki arti “take thou”dalam Bahasa
Inggris atau dapat diartikan sebagai “kamu ambil”dalam Bahasa Indonesia. Selain itu, superscription juga memuat tentang
tanggal, nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan berat badan dari pasien penerima resep. Inscription biasa disebut juga sebagai
tubuh dari resep dan memuat tentang nama dan jumlah dari obat yang akan diresepkan. Pada bagian superscription, kesalahan
penulisan resep yang sering. terjadi adalah kesalahan dalam menuliskan umur, nama, jenis kelamin, alamat, dan nomor registrasi
dari pasien

Di dalam inscription didapatkan dosis dan bentuk dosis, seperti tablet, suspensi, kapsul, dan sirup. Inscription
merupakan bagian yang utama dari sebuah resep. Pada bagian tersebut juga dicantumkan mengenai nama obat. Nama obat dapat
FARMASI KLINIK 2 IMELDA OKTAVIANI / SEMESTER 3

ditulis menggunakan nama generik atau nama paten yang digunakan oleh perusahaan obat tersebut. Kesalahan yang sering terjadi
pada bagian inscription adalah informasi yang tidak lengkap mengenai bentuk sediaan, dosis, dan durasi dari terapi.
Pada bagian subscription diberikan informasi mengenai arahan kepada petugas farmasi tentang bagaimana cara
mencampurkan obat. Selain itu, pada bagian subscription dituliskan mengenai arahan kepada petugas farmasi untuk menyiapkan
resep. Pada sebagian besar resep, subscription menuliskan tentang bentuk sediaan dan jumlah dosis yang harus diberikan kepada
pasien

Pada bagian signatura diberikan arahan mengenai bagaimana, berapa banyak, dan berapa lama obat harus dikonsumsi.
Instruksi pada bagian signatura diberikan tanda „S‟ atau „Sig‟ dalam bahasa Latin yang mempunyaI arti „tanda‟. Di bawah
signatura disediakan tempat khusus untuk penulis resep menuliskan tanda tangan untuk menandakan bahwa resep valid.
Tulisan yang sulit terbaca dan resep yang salah akan berdampak pada waktu yang dibutuhkan oleh pasien, dokter, dan
petugas farmasi. Selain itu juga kesalahan pada resep akan mengakibatkan kesalahan dalam pengobatan dan juga toksisitas dari
obat. Kesalahan penulisan resep adalah penyebab utama dari kejadian timbulnya efek samping dan harus dihindari.

Informasi pasien merupakan salah satu komponen resep yang tidak kalah penting dari komponen resep lainnya.
Informasi pasien berguna untuk identifikasi pasien dan menentukan kelompok umur dari pasien tersebut. Penulisan nama pasien
di resep harus dituliskan dengan benar, karena kemiripan nama akan menyebabkan kesalahan dalam memberikan obat. Umur dan
berat badan pasien penting untuk dituliskan di dalam resep khususnya untuk anak-anak dan lanjut usia untuk menentukan dosis
yang aman untuk pasien. Jenis kelamin pasien penting untuk dituliskan karena terkadang nama yang sama dapat digunakan pada
baik laki-laki maupun perempuan, sehingga petugas farmasi tidak dapat menentukan jenis kelamin pasien (

Tanggal merupakan komponen resep yang juga penting. Dengan adanya tanggal, validitas dari resep dapat diketahui
dan untuk menghindari penggunaan resep yang berulang untuk sesuatu yang tidak ada kepentingannya. Apabila resep tidak ada,
petugas farmasi tidak dapat mengidentifikasi resep lama diperlukan untuk penggunaan berulang dan pada beberapa kasus tidak
disarankan.
Tanda tangan penulis resep adalah komponen lain yang harus ada pada resep. Tanda tangan penulis resep dibutuhkan
untuk mengonfirmasi keaslian dari resep. Selain itu, tanda tangan penulis resep juga digunakan untuk menghindari
penyalahgunaan kertas resep yang kosong. Apabila signatura tidak ada, maka pada resep yang sudah dicetak, petugas farmasi
tidak dapat mengonfirmasi bahwa dokter yang telah menuliskan resep tersebut. Penyalahgunaan kertas resep yang kosong juga
tidak dapat dideteksi

Resep yang lengkap merupakan resep yang memuat informasi pasien, nama obat, bentuk dosis, dosis obat, frekuensi,
durasi pemberian, informasi penulis resep, tanda tangan, dan tanggal penulisan resep. Peresepan yang salah akan menyebabkan
kesalahan dalam pengobatan yang berujung akan membahayakan pasien. Kesalahan dalam pengobatan ini dapat didefinisikan
sebagai kejadian yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau akan membahayakan
pasien ketika pasien dalam pengawasan pelayanan kesehatan yang profesional.
Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
Standar PKPO 4.1 membahas tentang regulasi ditetapkan untuk menentukan pengertian dan syarat kelengkapan resep
atau pemesanan. Maksud dan tujuan dari standar PKPO 4.1 adalah untuk menghindari kesamaan antar resep sehingga dapat
menjaga keselamatan pasien. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit telah menetapkan persyaratan atau elemen kelengkapan
suatu resep atau permintaan obat. Persyaratan tersebut adalah data identitas pasien secara akurat, elemen pokok di semua resep
atau permintaan obat atau instruksi pengobatan, kapan diharuskan menggunakan nama dagang atau generik, kapan diperlukan
penggunaan indikasi seperti pada PRN (pro re nata atau “jika perlu”) atau instruksi pengobatan lain, jenis instruksi pengobatan
yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak-anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya, kecepatan
pemberian (jika berupa infus), dan instruksi khusus.

Ada empat elemen penilaian pada standar PKPO 4.1. Elemen yang pertama adalah ada regulasi syarat elemen resep
lengkap yang meliputi butir 1 sampai dengan 7 pada maksud dan tujuan serta penetapan dan penerapan langkahlangkah untuk
pengelolaan peresepan atau permintaan obat, instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar hal
tersebut tidak terulang kembali. Elemen yang kedua adalah ada bukti pelaksanaan evaluasi syarat elemen resep lengkap yang
meliputi butir 1 sampai dengan 7 pada maksud dan tujuan. Elemen yang ketiga adalah ada bukti pelaksanaan proses pengelolaan
resep yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca. Elemen yang terakhir adalah ada bukti pelaksanaan proses untuk
mengelola resep khusus, seperti darurat, standing order, berhenti otomatis, tapering, dan lainnya.
FARMASI KLINIK 2 IMELDA OKTAVIANI / SEMESTER 3

Standar PKPO 4.2 membahas tentang rumah sakit menetapkan individu yang kompeten yang diberi kewenangan untuk
menulis resep atau permintaan obat. atau instruksi pengobatan. Ada tiga elemen penilaian standar PKPO 4.2. Elemen yang
pertama adalah ada daftar staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau menulis resep yang tersedia di semua unit
pelayanan. Elemen yang kedua adalah ada bukti pelaksanaan rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses untuk membatasi
jika diperlukan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat yang dapat dilakukan oleh staf medis yang diberi kewenangan. Elemen
yang terakhir adalah ada bukti staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau menulis resep atau memesan obat dikenal
dan diketahui oleh unit layanan farmasi atau oleh lainnya yang menyalurkan obat.

Standar PKPO 4.3 membahas tentang obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien. Maksud dan
tujuan dari standar PKPO 4.3 adalah rekam medis pasien membuat daftar obat yang diinstruksikan yang memuat identitas pasien,
nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan tanda tangan dokter serta keterangan bila perlu tapering off, titrasi,
dan rentang dosis.
Ada dua elemen penilaian PKPO 4.3. Elemen yang pertama adalah ada bukti pelaksanaan obat yang diberikan dicatat
dalam satu daftar di rekam medis untuk setiap pasien berisi: identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, nama dokter dan
keterangan bila perlu tapering off, titrasi, dan rentang dosis. Elemen yang kedua adalah ada bukti pelaksanaan daftar tersebut di
atas disimpan dalam rekam medis pasien dan menyertai pasien ketika pasien dipindahkan. Salinan daftar tersebut diserahkan
kepada pasien saat pulang

PKPO 5 menjelaskan mengenai persiapan dan penyerahan obat. Untuk menjaga kualitas dari obat, maka untuk
persiapan dan penyerahan obat kepada pasien harus dilakukan dalam lingkungan yang aman bagi petugas farmasi, pasien, dan
lingkungan. Hal ini juga dilakukan untuk melindungi obat dari kontaminasi lingkungan sekitar. Pengkajian resep dilakukan untuk
menilai ketepatan administrasi, klinis, maupun farmasetik dari obat yang diresepkan. Pengkajian yang dilakukan oleh petugas
farmasi meliputi ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan penggunaan, waktu pemberian, duplikasi pengobatan,
potensi alergi dan sensitivitas, interaksi antar obat dan makanan, serta variasi penggunaan dari rumah sakit. Telaah obat
dilakukan pada obat yang telah siap untuk diserahkan kepada pasien, meliputi identitas pasien, ketepatan obat, dosis, rute
pemberian, dan waktu pemberian
Manajemen dan Penggunaan Obat (MPO)
Manajemen obat merupakan sistem peraturan yang digunakan rumah sakit untuk memberikan pelayanan farmakoterapi
kepada pasien. Hal ini merupakan suatu multidisiplin ilmu dengan kerjasama antar staf rumah sakit. Hal- hal yang termasuk di
dalamnya adalah menerapkan prinsip perancangan proses yang efektif, implementasi dan peningkatan terhadap seleksi,
pengadaan, penyimpanan, pemesanan atau peresepan, pencatatan, pendistribusian, persiapan, penyaluran, pemberian,
pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 mengenai
standar kefarmasian di rumah sakit, pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk mengevaluasi masalah yang terdapat di
dalam resep. Apabila terdapat masalah yang ditemukan pada resep, petugas farmasi harus mengonfirmasi ulang kepada dokter
penulis resep. Petugas farmasi harus menganalisis resep berdasarkan aturan administrasi, farmasetik, dan klinis.

Berdasarkan standar akreditasi rumah sakit tahun 2012, peresepan diatur di dalam MPO 4. Yang termasuk dari standar
MPO 4 adalah peresepan, pemesanan, dan pencatatan. Petugas yang terlibat dilatih untuk praktek penulisan resep, pemesanan dan
pencatatan yang benar. Standar MPO 4.1 berisi tentang rumah sakit menjabarkan elemen-elemen dari suatu pemesanan atau
penulisan resep yang lengkap serta jenis pemesanan yang dapat diterima untuk digunakan. Elemen-elemen penilaian yang ada di
dalam MPO 4.1 :
 data yang penting untuk mengidentifikasi pasien secara akurat.
 elemen-elemen dari pemesanan atau penulisan resep.
 nama generik atau nama dagang adalah yang diterima atau diperlukan.
 indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu pro re nata atau pesanan obat lain.
 sikap hati-hati atau prosedur yang khusus untuk pemesanan obat dengan nama yang nama-obat-ucapan-mirip
(NORUM).
 tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca atau tidak jelas.
 jenis pemesanan tambahan yang diizinkan seperti pada pemesanan dan setiap elemen yang dibutuhkan dalam
pesanan yang emergensi, dalam daftar tunggu, automatic stop dan seterusnya.
 pesanan obat secara verbal atau melalui telepon dan proses untuk verifikasi pesanan. Lalu elemen yang terakhir
adalah jenis pesanan yang berdasarkan berat, seperti untuk kelompok pasien anak
FARMASI KLINIK 2 IMELDA OKTAVIANI / SEMESTER 3

Standar MPO 4.2 adalah rumah sakit mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diizinkan untuk menuliskan resep
atau memesan obat-obatan. Elemen penilaian pada MPO 4.2 ada tiga. Elemen yang pertama adalah hanya orang yang diizinkan
oleh rumah sakit dan badan pemberi lisensi terkait, undangundang dan peraturan dapat menuliskan resep atau memesan obat.
Elemen selanjutnya adalah ada proses untuk menetapkan batas bagi petugas, bila perlu, untuk praktek penulisan resep atau
pemesanan obat. Elemen yang terakhir adalah petugas-petugas yang diizinkan untuk menuliskan resep dan memesan obat dikenal
oleh unit pelayanan farmasi atau orang lain yang mengeluarkan obat-obat.

Standar MPO 4.3 berisi tentang obat-obatan yang diresepkan dan diberikan dicatat dalam rekam medis pasien. Elemen
penilaian dari MPO 4.3 ada tiga. Elemen yang pertama adalah obat yang diresepkan atau dipesan dicatat untuk setiap pasien. Lalu
elemen yang selanjutnya adalah pemberian obat dicatat untuk setiap dosis. Elemen yang terakhir adalah informasi obat disimpan
dalam rekam medis pasien atau diselipkan ke dalam status pasien saat pemulangan atau dipindahkan.
Setiap resep yang dituliskan kepada pasien harus dicatat di dalam rekam medis pasien. Catatan yang harus dituliskan
dalam rekam medis adalah daftar obat yang dituliskan untuk pasien, dosis, pemberian obatnya, dan penulisan bila perlu pada
resep. Apabila informasi ini dituliskan pada lembar yang terpisah, maka lembar tersebut harus diseelipkan ke dalam rekam medis
pasien pada saat dipindahkan maupun dipulangkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan pasien dalam hal pengobatan
seperti efek samping obat, duplikasi obat, dan interaksi obat.

Manajemen dan penggunaan obat (MPO) 5.1 membahas tentang resep atau pesanan obat ditelaah ketepatannya. Ada
beberapa hal yang dinilai dalam menelaah suatu pesanan obat atau resep. Yang pertama adalah ketepatan dari obat, dosis,
frekuensi, dan route pemberian. Lalu selanjutnya adalah duplikasi terapi. Lalu alergi atau reaksi sensitivitas yang sesungguhnya
maupun yang potensial. Selanjutnya adalah interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat dengan obat-obatan lain
atau makanan. Penilaian yang selanjutnya adalah variasi dari kriteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit. Lalu yang
terakhir adalah kontra indikasi yang lain

Anda mungkin juga menyukai