Anda di halaman 1dari 8

Pengelolaan Kawasan Lintas Daerah Otonom

Menurut UUD 1945 dan UU 23/2014 tentang


Pemerintahan Daerah
(Pengganti UU 32/2004)
#1

Dr. Suhirman
Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan
Pengembangan Kebijakan – Sekolah Arsitektur, Perencanaan
dan Pengembangan Kebijakan – Institut Teknologi Bandung
Kelembagaan Pengelolaan Pembangunan MP2JB
Perda 12 tahun 2014 Pasal 11

Kelembagaan Fungsi
1 Dewan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Kebijakan strategis
Barat
2 Badan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Kebijakan Operasional
Barat (B-MP2JB)
3 Korporasi Pembangunan MP2JB Pelaksanaan Program

Legal mandate? Competence? Functioning? Relasi Dengan


Kabupaten/Kota?
PEMERINTAHAN DAERAH 
UUD 1945 Pasal 18
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah
propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah. 
general competence.
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.
BAB XIV
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 358
1)Daerah kabupaten/kota menyusun rencana, melaksanakan dan
mengendalikan penyelenggaraan pengelolaan perkotaan.
2)Rencana penyelenggaraan pengelolaan perkotaan merupakan bagian
dari rencana pembangunan Daerah dan terintegrasi dengan rencana
tata ruang wilayah.
3)Perencanaan dan pengendalian penyelenggaraan pengelolaan perkotaan
dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan strategis nasional.

Pasal 359
Ketentuan lebih lanjut mengenai perkotaan diatur dengan peraturan
pemerintah.
BAB XVI
KERJA SAMA DAERAH DAN PERSELISIHAN

Pasal 363
1. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat
mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling
menguntungkan.
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Daerah dengan:
a. Daerah lain;
b. pihak ketiga; dan/atau
c. lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kerja sama dengan Daerah dikategorikan menjadi kerja sama wajib
dan kerja sama sukarela.
Kerja Sama Wajib
Pasal 364
1) Kerja sama wajib merupakan kerja sama antar-Daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan:
a. yang memiliki eksternalitas lintas Daerah; dan
b. penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama.
2) Kerja sama wajib mencakup:
a. kerja sama antar-Daerah provinsi;
b. kerja sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam wilayahnya;
c. kerja sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dari provinsi yang berbeda;
d. kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dari provinsi yang berbeda; dan
e. kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi.
3) Dalam hal kerja sama wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tidak
dilaksanakan oleh Daerah, Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
dikerjasamakan.
4) Dalam hal kerja sama wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak dilaksanakan oleh Daerah
kabupaten/kota, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaannya.
5) Biaya pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diperhitungkan dari APBD masing-
masing Daerah yang bersangkutan.
6) Dalam melaksanakan kerja sama wajib, Daerah yang berbatasan dapat membentuk sekretariat kerja sama.
7) Sekretariat kerja sama bertugas memfasilitasi Perangkat Daerah dalam melaksanakan kegiatan kerja sama antar-
Daerah.
8) Pendanaan sekretariat kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibebankan pada APBD masing-masing.
9) Daerah dapat membentuk asosiasi untuk mendukung kerja sama antar-Daerah.
10) Pemerintah Pusat dapat memberikan bantuan dana untuk melaksanakan kerja sama wajib antar-Daerah melalui
APBN.
BAB XV
KAWASAN KHUSUS
Pasal 360
1. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat strategis bagi
kepentingan nasional, Pemerintah Pusat dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah
provinsi dan/atau kabupaten/kota.
2. Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. kawasan perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;
2. kawasan hutan lindung;
3. kawasan hutan konservasi;
4. kawasan taman laut;
5. kawasan buru;
6. kawasan ekonomi khusus;
7. kawasan berikat;
8. kawasan angkatan perang;
9. kawasan industri;
10. kawasan purbakala;
11. kawasan cagar alam;
12. kawasan cagar budaya;
13. kawasan otorita; dan
14. kawasan untuk kepentingan nasional lainnya yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Untuk membentuk kawasan khusus Pemerintah Pusat mengikutsertakan Daerah yang
bersangkutan.
4. Dalam kawasan khusus, setiap Daerah mempunyai kewenangan Daerah yang diatur dengan
peraturan pemerintah, kecuali kewenangan Daerah tersebut telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada Pemerintah Pusat.
Kewenangan Provinsi
Pasal 14
1)Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan
sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.
2)Urusan Pemerintahan bidang yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya
kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.
3)Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
4)Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan
Daerah kabupaten/kota.
5)Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari
penyelenggaraan Urusan
6)Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi hasil kelautan
adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
7)Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagi
sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang berbatasan.

Anda mungkin juga menyukai