Metropolitan Cirebon
Oleh
Dede Mariana
Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP
Universitas Padjadjaran
2014
Lembaga otoritas kewilayahan
Pengelolaan kawasan metropolitan diperlukan kerjasama yang baik antara
daerah administratif disekitarnya yang diwujudkan dalam kelembagaan
formal, mempunyai wewenang tertentu di dalam pengelolaan dan
perencanaan fasilitas pelayanan perkotaan (Montgomery, 2003)
Provinsi
Badan
Koordinasi/Kerjasa
ma Pembangunan
Kawasan
Ketua Gubernur
Sekretaris Advisor
Eksekutif Internal
Waka bid.
Waka bid. Kerjasama Garis
Pembangunan investasi komando
Profesional/Tokoh
Kadis Pemukiman pembangunan
Garis
koordinasi
Koordinator Koordinator
Di masing-masing Di masing-masing
MP2 MP2
CATATAN UNTUK KELEMBAGAAN PENGELOLAAN
PEMBANGUNAN VERSI PERDA NO. 12/2014
1. Keduanya terlampau bersifat government centric;
2. Tidak mencerminkan kelembagaan multipihak;
3. Harus di redesign bentuk kelembagaan yang mencerminkan
multipihak: pemerintah – swasta – masyarakat sipil;
4. Kelembagaan harus mengakomodir semua pihak termasuk stakeholders
pemerintah, swasta, dan civil society yang berada pada level nasional;
5. Kelembagaan sebaiknya bersifat “otonom” atau “relatif otonom”
dengan kewenangan yang cukup kedudukan pemerintah pusat dan
daerah (provinsi dan kab/kota) posisinya sebagai shareholders.
6. Badan otorita kawasan metropolitan cirebon salah satu model yang
dapat dicoba untuk dipilih LIHAT UU 32/2004 ttg Kawasan Khusus
(lihat juga UU Perubahannya) Badan otorita ini bersifat multipihak
berisi: unsur pemerintah, swasta, dan civil society AKAN DIBERI
KEWENANGAN SEBERAPA BESAR DAN DALAM BIDANG APA SAJA lihat
kasus BADAN OTORITA BATAM: PRA DAN PASCA PEMBENTUKAN
PROVINSI RIAU KEPULAUAN
Pesan Moral
Sinergitas dan harmonisasi pembangunan harus memperhatikan aspek
lingkungan (Green metropolis) serta harmonisasi tata ruang.