Anda di halaman 1dari 17

Perspektif Insitutionsl Pengembangan

Metropolitan Cirebon
B. Kombaitan; Ridwan Sutriadi
Sumber:
ISU STRATEGIS Bappenas, 2014

Megapolitan
Metropolitan Kota-Kota
Sedang
Ket.
: Penyangga urbanisasi langsung ke kota
besar, metropolitan dan megapolitan Kota-Kota
Besar Kota-Kota
Arah Arus Urbanisasi Saat ini
Kecil
Arah Arus urbanisasi setelah penguatan kota sedang
dan kota kecil sebagai penyangga urbanisasi

 Konsentrasi penduduk meningkat tinggi di  Di luar Jawa, Kota-Kota Sedang berjumlah 56% dari
megapolitan dan metropolitan, khususnya Jawa seluruh kota, mendominasi peta perkotaan di
 Menguasai sekitar 34% PDRB Nasional, dan Indonesia
 Hanya berperan 7% pada PDRB Nasional, dan
semakin meningkat. makin menurun.

• Pengendalian perkembangan penduduk di • Kota sedang dan kecil sebagai penyangga


megapolitan/ metropolitan dan kota besar, urbanisasi dari desa ke kota besar, metropolitan,
menyeimbangkan investasi pembangunan antar dan megapolitan.
tipologi kota.
2
KERANGKA PEMBANGUNAN PERKOTAAN NASIONAL Sumber:
Bappenas, 2014

KOTA BERKELANJUTAN
TAHUN 2045
Kota Berkelanjutan: Kota Layak Huni, Kota
Sistem Perkotaan Nasional (SPN) Hijau, dan Kota Cerdas Ynag Berdaya Saing

Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) Tata Kelola Pembangunan Perkotaan KSPPN:


1. Pilar 1: Kota yang aman, nyaman dan layak huni Berbasis Karakter Fisik, Keunggulan Ekonomi dan
KEBIJAKAN
2. Pilar 2: Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Budaya Lokal
Bencana 5. Pilar 5: Membangun Keterkaitan dan Manfaat Antarkota
3. Pilar 3: Kota Pintar dan Berdaya Saing Berbasis dan Desa-Kota dalam Sistem Perkotaan Nasional Berbasis
Teknologi dan IT Kewilayahan
4. Pilar 4: Membangun Identitas Perkotaan Indonesia

Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Komponen 4


Bantuan Teknis Penyusunan Regulasi, Pembangunan Manajemen NUDP:
Pemerintah Daerah Kelembagaan dan Infrastruktur Program
Pembiayaan Perkotaan
PROGRAM
1. Green Cities (ADB): Batam, Kendari, Malang, dan 6. Urban Green Growth (OECD): Surabaya
Medan 7. Urban Sustainable (KOICA): Skala Nasional
2. Urban Resilience (WB): Padang Panjang, Pare-Pare, 8. Smart Cities (GIZ): TBD
Balikpapan, dan Surabaya 9. City Local Economic Development: CIDA PILOT PROJECT
3. Urban Nexus (GIZ): Yogyakarta, Surakarta, Tanjung 10. City Facilitation (CDIA): Semarang, Probolinggo, dan Palu
Pinang, dan Pekanbaru 11. Sister City (CDIA & Kemendagri): Surakarta
4. PDF (CDIA & WB): Skala Nasional
5. KSPPD (WB): TBD

Sosial budaya Ekonomi Lingkungan


Kelembagaan dan
Pembiayaan
Pelayanan
Perkotaan
Sistem Perkotaan
IKB: INSTRUMEN
MONEV 3
Sumber:
Bappenas, 2014

RANCANGAN KELEMBAGAAN PERKOTAAN DI TINGKAT PUSAT – KAWASAN


MEGAPOLITAN/ METROPOLITAN – PROVINSI – KABUPATEN/KOTA

Komite
Komite Percepatan Pembangunan
Pembangunan Komite Percepatan Perkotaan Kota
Perkotaan Nasional Pembangunan Perkotaan (KP3K)
(KP3N) Koordinasi Provinsi (KP3P) Koordinasi

SKPD
Pengelola
Komite Perkotaan
Tanggung jawab Pembangunan
Tanggung jawab Perkotaan
Kabupaten Penguatan
Badan
Badan (KP3K) SKPD
Kerjasama Kecamatan
Kerjasama Tanggung
Antar Daerah
Megapolitan/ jawab
Metropolitan
Konsultasi

Badan Otorita Sektor Prioritas


Tanggung jawab Tanggung jawab
(misal: sektor air bersih,
transportasi, SDA, Lingkungan
hidup)
Tantangan:

Apakah Cirebon dapat masuk ke


kluster B, atau bahkan kluster A
untuk prioritas pengembangan
permukiman 5 tahun ke depan?

Sumber:

Direktorat Bangkim, DJCK,


Kementerian PU, 2014
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon • Perumusan kebijakan di dalam suatu
pembangunan merupakan langkah awal
untuk pembentukan daerah yang sesuai
dengan keinginan masyarakat, pihak yang
berkepentingan dan pemerintah. Dalam hal
memajukan ekonomi di Indonesia,
pemerintah telah menyusun
beberapa kebijakan yang mengarahkan dan
mendorong berbagai kegiatan ekonomi untuk
selalu dilakukan di daerah, kota kecil, tingkat
provinsi sampai pada tingkat nasional dan
berskala internasional.
• Terkait dengan daerah Jawa Barat, pemerintah
selaku institusi juga harus mampu
mendukung dan menjembatani berbagai
kegiatan pengembangan ekonomi. Maka dari
itu, produk dari institusi, yaitu berupa
kebijakan merupakan salah satu pilar yang
penting dalam hal pelaksanaan MP3EI.
Dalam pilar ini sebagai pilar pertama, dipilih
sub-pilar/indikator yang terkait
dengan kebijakan, yaitu penentuan
Kota/Kabupaten di Jawa Barat yang
mempunyai fungsi tertentu. 
• Adapun kebijakan yang diambil sebagai
indikator meliputi :
• Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Wilayah
• Strategi Pemantapan Peran Kawasan
Perkotaan

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Simulasi GCI Cirebon

Sumber: http://ridwansutriadi.com/mp3ei/main/simulate/36
Tantangan Kelembagaan, mana yang cocok untuk Cirebon?

• Pihak ketiga guna


mengelola jejaring
fungsi serta daya saing
regional
• Badan khusus
metropolitan dengan
urusan spesifik
metropolitan
• Optimalisasi fungsi
OPD dan sinergi pada
tataran metropolitan
dan regional
Refleksi Kelembagaan Metropolitan EU
Ide tentang ESDP (EU), dan ASDP (USA): common goal dan
mengoptimalkan fungsi masing-masing kawasan
Contoh common goals untuk konteks EU:
• Community competition policy
• Trans European network
• Structural funds (cerminan dari economic and social
cohesions; as measured by traditional macroeconomic
indicators).
• Common agriculture policy
• Environmental policy
Refleksi Kelembagaan Metropolitan EU
Contoh bentuk kerjasama untuk konteks EU:
• Tataran komunitas
• Taran transnational/nasional
• Tataran regional/communal level
• Tataran international
Isyu Metropolitan Cirebon
• Transportasi: Kemacetan, ruas jalan yang sering mengalami kemacetan yaitu jalan pantura yang menghubungkan
Metropolitan Cirebon Raya dengan wilayah lain di bagian utara dan barat.
• Infrastruktur permukiman: jumlah backlog perumahan akan terus bertambah pula. Sementara itu, lahan untuk
pengembangan perumahan semakin terbatas. Dengan demikian, perumahan baru harus dikembangkan secara vertikal untuk
meminimalisasi penggunaan lahan. Selain itu, dapat dilakukan pula redevelopment pada beberapa kawasan perumahan yang
tidak tertata dengan baik, misalnya permukiman kumuh dan padat. Dengan penataan kembali menjadi perumahan vertikal,
maka akan tersedia lahan untuk perumahan yang lebih banyak sehingga dapat mengatasi backlog perumahan.
• Kebutuhan air: perlu adanya penyediaan dan pemeliharaan air bersih yang lebih baik lagi, termasuk pencarian sumber air
bersih alternatif lainnya, sehingga segala kebutuhan air, termasuk kebutuhan untuk perumahan dan permukiman dapat
terpenuhi dengan baik.
• Kebutuhan infrastruktur pengelolaan sampah: dibutuhkan pengelolaan sampah yang baik di tingkat lokal maupun
regional. Selain itu, diperlukan juga penyediaan fasilitas pengelolaan sampah yang lebih memadai seperti penyediaan gerobak
sampah atau bak sampah kecil di tingkat RW, penyediaan gerobak sampah atau bak sampah besar di tingkat kelurahan, dan
seterusnya, serta pemanfaatan yang lebih efektif TPS dan TPA yang telah tersedia.
• Kependudukan/IPM: sebagian besar kabupaten/kota di Metropolitan Cirebon Raya memiliki IPM yang lebih rendah
dibandingkan dengan IPM Jawa Barat, yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan
Kabupaten Kuningan, sementara hanya Kota Cirebon yang memiliki IPM lebih tinggi dari rata-rata IPM Jawa Barat. Hal ini
perlu mendapat perhatian, karena IPM mempengaruhi tingkat daya saing Metropolitan Cirebon Raya baik dalam lingkup Jawa
Barat maupun Indonesia dan Internasional

Anda mungkin juga menyukai