Pulau Buru adalah pulau yang dipilih Rezim Orde Baru
untuk membuang para tahanan politik yang terkait dengan G30S. Para tapol itu diasingkan ke sebuah pulau di Kepulauan Maluku. Dilepas untuk membuka lahan dan hutan sendiri, tanpa bantuan alat. Pulau Buru mulai baru ditempati oleh tapol PKI sejak tahun 1969. Mulanya, tapol itu dipenjara di Pulau Nusakambangan. Namun, kemudian dipindahkan sebab ribuan tapol tak dapat tertampung. Akhirnya, mereka dipindahkan ke Pulau Buru. Agustus tahun itu, tepatnya Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia menjadi gelombang pertama pelepasan tapol PKI
Pikiran Pram kala itu, kehidupannya di Pulau Buru akan
lebih baik dibandingkan ketika di penjara sebelumnya. Penjara yang sempit. Alasan lain, pembuangan ini juga dilampaui oleh program pemerintah, yakni Keputusan Presiden Soeharto No 16 tahun 1969. Isinya membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib yang bertugas memulihkan keamanan dan penghentian akibat pemberontakan G30 S-PKI. Selain itu, juga mengamankan kewibawaan pemerintah demi mempertahankan hidup berlandaskan Pancasila dan UUD 45. tapol golongan B mendominasi Pulau Buru. Jumlahnya mencapai 12.000 orang. Mereka adalah yang dianggap terlibat, tetapi tidak secara langsung. Istilahnya, hanya sebagai kader. Para tapol yang dimasukkan ke dalam golongan B merupakan hasil seleksi dari golongan A atau mereka yang terlibat langsung dan dihukum mati mati. Sementara itu, tapol golongan C berisi orang-orang yang dianggap sebagai kader PKI yang ikut-ikutan. Selama rentang 1968 hingga 1976, para tapol diseleksi lagi hingga banyak yang naik ke jenjang golongan B. namun, tak sedikit pula yang turun menjadi tapol golongan C.
Pulau Buru dipilih karena beberapa sebab.
Pertama , menimbang letaknya yang jauh dari suhu politik ibu kota. Kedua , agar meringankan beban keuangan pemerintah demi menyukseskan program Pelita. Selama ditahan, tapol diharapkan dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka sendiri, tanpa mengganggu anggaran keuangan negara dengan bertitik tolak pada gagasan transmigrasi. Ketiga , melanjutkan pembangunan pemerintah sejak tahun 1954 yang memfokuskan pada bendungan irigasi pertanian. Selang enam hari kedatangannya, Pram bercerita bahwa ia dan tapol lain bekerja membersihkan lahan rumput. Mereka bekerja hanya dengan tangan, tanpa alat bantu. Nantinya, lahan itu diolah menjadi areal persawahan dan perladangan. Mereka semua bekerja sama, hingga terbentuklah areal persawahan sebagai bekal hidup di sana. Para tapol tak hanya bekerja membuka lahan untuk persawahan belaka. Mereka juga bekerja membuka hutan dan membuka jalan. Dahulu terdapat 22 unit barak untuk ditempatkan para tapol di Instalasi Rehabilitasi atau Inrehab nama resmi kamp tersingkir Pulau Buru. Yakni Uni I hingga XVIII, lalu ada unit R, S dan T dengan lokasi yang digunakan. Terdapat unit khusus untuk isolasi tahanan yang membangkang. Setiap unit diisi sekitar 500 gelas. Pram menilai Pulau Buru tak layak untuk dihuni. Tak ada hasil hutan yang bisa dimakan. Gunung di sana pun gersang. lari lari ke hutan, sama juga dengan bunuh diri. Tapol akan mati kelaparan atau malah mati diterkam binatang buas. Sedangkan bila berniat mencari perlindungan kepada penduduk asli, akan mudah diketahui. Sebab garis wajah para tarpol tampak berbeda dengan penduduk asli. Beralih ke perairan, laut di sekitar Pulau Buru sangat ganas.