Anda di halaman 1dari 15

Abstract

Membicarakan sejarah hukum perburuhan sama artinya dengan membicarakan


dengan sejarah hubungan perburuhan di Indonesia sejak zaman penjajahan
sampai dengan masa sekarang ini. Dalam berbagai literatur tentang ini yang
paling banyak dibicarkan adalah riwayat perburuhan pada zaman penjajahan
Belanda, sedangkan pada zaman penjajahan Jepang amat sedikit dijumpai dalam
sejarah hukum perburuhan. Hal ini kemungkinan besar karena pemerintah
Jepang di Indonesia bertujuan mencari tentara untuk melawan sekutu, disamping
itu tentu saja bertujuan politis lainnya sehingga mengenai masalah perburuhan
tidak diperhatikan sama sekali.Oleh karena itu dalam membicarakan masalah ini,
dijaman sebelum Reformasi Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjan dibagi
dalam bebrapa bagian yaitu jaman penjajahan, dan jaman setelah kemerdekaan.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tenaga kerja (SDM) merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh
terhadap semua perkembangan perekonomian di dunia. Tenaga kerja tidak
terlepas dari pembangunan, Tenaga kerja tidak terlepas dari kehidupan, dan 
tenaga kerja merupakan tonggak utama perekonomian suatu bangsa, di samping
SDA dan teknologi.
Di Indonesia, masalah  ketenagakerjaan mulai menjadi perhatian sejak
masuknya penjajahan. Dimulai dengan belanda, portugis, inggris, dan kemudian
jepang. Semuanya menerapkan sistemnya masing – masing. Meskipun demikian,
perlindungan terhadap tenaga kerja baru mulai mendapat perhatian setelah
Belanda di bawah pimpinan Deandels menerapkan etische politik (politik balas
budi). Semenjak saat itu, maka mulai lahir peraturan – peraturan (hukum) tentang
ketenagakerjaan, yang mana peraturan yang dibuat mulai memeperhatikan sisi –
sisi kemanusiaan.
Seiring perjalanan bangsa sampai memasuki era kemerdekaan, peraturan
demi peraturan dibuat untuk melindungi, dan menjamin kesejahteraan,
keselamatan, dan keberlangsungan hidup (secara kemanusiaan) para pekerja. Kini,
kita sudah lebih dari setengah abad merdeka. Namun, masalah yang menyangkut
tentang ketenagakerjaan masih mejadi pekerjaan ruamah yang harus diselesaikan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah sejarah perburuhan di Indonesia dari masa penjajahan
belanda sampai pada pejajahan jepang kemudaian pasca kemerdekaan?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui mengenai Bagaimanakah sejarah perburuhan di
Indonesia dari masa penjajahan belanda sampai pada pejajahan jepang kemudaian
pasca kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan

Sejarah perkembagan hukum ketenagakerjaan Indonesia pada masa

sebelum Proklamasi 17 Agustur 1945, pada prinsipnya dapat dibagi dalam

beberapa periode yaitu masa perbudakan, masa penjajahan Hindia Belanda, dan

masa penjajahan Jepang, setelah indonesia meraih kemerdekaannya sejarah

peruburuhan tetap berlanjut dengan pembagian kepada bebrapa periode, yaitu

yang akan diterangkan dibawah ini.

1. Masa Perbudakan

Sama dengan budak pada umumnya seorang budak tidak bisa

hidup bebas dalam setiap kehidupannya sehingga setiap aktivitasnya diatur

oleh tuannya, hal ini menyebabkan kehidupan seorang buruh hanya

digunakan untuk bekerja pada tuannya sampai ia meninggal. Pada zaman

pebudakan seorang buruh tidak mempunyai hak dalam menentukan

hidupnya seorang budak ahanya mempunyai kewajiban bekerja kepada

tuannya saja sehingga hidupnya benar-benar terkekang.

Selain itu dikenal lembaga perhambaan (pandelingschap) dan

peruluran (horigheid, perkhorigheid). Iman Soepomo menggambarkan

lembaga perhambaan (pandelingschap) dan peruluran (horigheid,

perkhorigheid)1 sebagai berikut lembaga perhambaan (pandelingschap).


1
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta,1985, hlm 14.
Lembaga peruluran (horigheid, perkhorrigheid) terjadi setelah Jan

Pieterszoon Coen pada tahun 1621 menguasai pulau Banda. Semua orang

yang ada di pulau itu dibunuh atau diangkut ke luar negeri sebagai budak.

Yang sempat melarikan diri ada yang menjadi bajak laut. Selanjutnya

tanah-tanah yang masih kosong itu diberikan atau dibagi bagikan kepada

bekas pegawi Konpeni atau orang lain. Orang yang diberi kebun itu

dinamakan perk (ulur). Kepemilikan hanya terbatas pada saat orang itu

tinggal di kebun wajib tanam.

Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada

peraturan dari pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak

menjadi kewajiban pemiliknya. Baru pada Tahun 1817 Pemerintah Hindia

Belanda mengatur mengenai perbudakan dengan menetapkan peraturan-

peraturan sebagai berikut:2

a. Mengadakan larangan memasukkan budak-budak ke pulau Jawa.

b. Harus diadakan pendaftaran budak.

c. Mengadakan pajak atas pemilikan budak.

d. Melarang pengangkutan budak yang masih anak-anak.

e. Mengadakan peraturan tentang pendaftaran anak budak.

Hasil dari wajib tanam itu wajib untuk dijual kepada kompeni saja

dengan harga yang telah ditentukan oleh kompeni. Apabila mereka pergi

atau keluar dari kebun itu, ia akan kehilangan hak atas kebun itu. Wajib

tanam ini kemudian menjadi bagian dari cultuurstelsel dan berlangsung

hingga tahun 1863.


2
MUHAMAD AZHAR, HUKUM KETENAGAKERJAAN, Semarang: Mei 2015, hlm 15
2. Penjajahan Hindia Belanda

Mula-mula bentuknya adalah melakukan pekerjaan secara bersama-

sama antara budak-budak atau anggota masyarakat desa. Namun karena

berbagai alasan dan keadaan, kerja bersama tersebut berubah menjadi

kerja paksa untuk kepentingan seseorang dengan menerima upah.

Pekerjaan yang dilakukan para budak tersebut merupakan kerja paksa atau

rodi. Misalnya, pekerjaan untuk mendirikan benteng, pabrik gula, jalan

raya (Anyer sampai Panarukan yang biasa disebut jalan Daendels).

Guna melakukan kepentingan tersebut banyak pekerja yang mati.

Pada Tahun 1813 Raffles berusaha menghapuskan rodi namun usahanya

menemui kegagalan. Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands,

kerja rodi bahkan makin diperhebat dan digolongkan menjadi beberapa

kelompok yakni:3

a. Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia

Belanda tanpa bayaran.

b. Rodi perorangan, yang bekerja pada pembesar-pembesar Belanda /

Raja-raja di Indonesia.

c. Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa Proses hapusnya rodi ini

memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938 rodi baru dapat

dihapuskan.
3
Iid hlm 17
Pada masa ini, sebenarnya untuk seluruh wilayah Indonesia pada saat

itu masih ada wilayah kekuasaan raja di daerah yang mempunyai

kedaulatan penuh atas daerahnya. Pekerjaan rodi atau kerja paksa

dilakukan oleh Hindia Belanda mengingat untuk melancarkan usahanya

dalam mengeruk keuntungan dari rempah-rempah dan perkebunan. Untuk

kepentingan politik imperialismennya, pembangunan sarana prasarana

dilakukan dengan rodi. Contohnya, Hendrik Willem Deandels (1807-

1811) menerapkan kerja paksa untuk pembangunan jalan dari Anyer ke

Panarukan (Banyuwangi).4

Rodi untuk pembesar dan gubernermen (disebut pancen) sangat

memberatkan rakyat karena penetapannya diserahkan kepada mereka.

Convention no.29 Concerning forced or compulsory labour (kerja paksa

atau kerja wajib yang diretifikasi pemerintahan Hindia Belanda tahun

1933), tidak memandang kerja wajib untuk keperluan tentara dan orang

lain dalam pekerjaan ketentaraan serta rodi untuk kepentingan desa

sebagai yang terlarang.

3. Zaman Poenale Sanksi

Selanjutnya menurut Jan Breman5 poenale sanctie diterapkan

dalam kaitannya dengan penerapan Koeli ordonantie sera agrarisch wet

dalam melakukan hubungan kerja antara buruh yang bekerja di tanah

pertanian dan perkebunan. Politik hukum ketenagakerjaan berkaitan erat

4
Endah puji astuti, Pengatar hukum Ketenagakerjaan, Semarang University perss,
Semarang:2008
5
Jan Breman,1997, Koelies, Planters Enkoloniale Politiek, Het Arbeidsregime op de
Grootlandbouwondernemingen aan Sumatra’s Oostkust, Pustaka Utama Grafiti, hlm i-xxxviii.
dengan politik hukum agraria, mengingat banyak tenaga kerja Indonesia

yang bekerja di tanah pertanian.

Poenalie sanctie itu bertujuan untuk mengikat buruh supaya tidak

melarikan diri setelah melakukan kontrak kerja. Kontrak kerja saat itu

dapat dikatakan semu karena setelah tanda tangan, apabila buruh

diperlakukan sewenang-wenang tidak dapat mengakhiri hubungan kerja.

Perjanjian kontrak tersebut memuat tentang :6

a. Besarnya upah

b. Besarnya uang makan

c. Perumahan

d. Macamnya pekerjaan

e. Penetapan hari kerja.

Di dalam poenale sanctie, terjadi tindakan sewenang-wenang,

mencambuk kuli kontrak yang membangkang kadang-kadang sampai mati,

Poenale Sanctie berakhir dengan disabutnya Kuli Ordonantie 1931/1936

dengan Sataatsblad 1941 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 1942.7

4. Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang mulai tanggal 12 Maret 1942,

pemerintah militer Jepang membagi menjadi tiga daerah yaitu Jawa,

Madura dan Sumatra yang dikontrol dari Singapura dan Indonesia Timur.

6
MUHAMAD AZHAR, HUKUM KETENAGAKERJAAN, Semarang: Mei 2015, hlm 18
7
I Nyoman Mudana, Hukum ketenagakerjaan, Disampaikan pada Kuliah Semester Genap: 2016
Unud
Politik hukum masa penjajahan Jepang, diterapkan untuk memusatkan diri

bagimana dapat mempertahankan diri dari serangan sekutu, serta menguras

habis kekayaan Indonesia untuk keperluan perang Asia Timur Raya.

Pada masa ini diterapkan romusya dan kinrohosyi. Romusa adalah

tenaga-tenaga sukarela, kenyataannya adalah kerja paksa yang dikerahkan

dari pulau Jawa dan penduduk setempat, yang didatangkan ke Riau sekitar

100.000 orang. Romusya lokal adalah mereka yang dipekerjakan untuk

jangka waktu yang pendek disebut kinrohosyi.

5. Pasca kemerdekaan

Pada masa Presiden Soekarno Pemerintahan Soekarno Pasca

Proklamasi (1945 1958) peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini

cenderung memberi jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh, dapat

dilihat dari beberapa peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan

pada masa ini.

Beberapa Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan di masa

pemerintahan Soekarno dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1958.

Antara lain peraturan yang keluar adalah:8

1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 Tentang Kerja Buruh,

2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan

Kerja,

8
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003),
hlm. 12.
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan

Perburuhan,

4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian

Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan,

5) UndangUndang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial,

6) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan

Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 98

mengenai Dasar-dasar dari Hak Untuk Berorganisasi dan

Berunding Bersama, dan

7) Permenaker Nomor 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran

Serikat.

Pada masa Pemerintahan Soekarno Masa Orde Lama (1959-1966)

pada masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan

dengan sistem yang ada. Buruh dikendalikan oleh antara lain dengan

dibentuknya Dewan Perusahaan diperusahaan-perusahaan yang diambil

alih dari Belanda dalam rangka program nasionalisasi, untuk mencegah

meningkatnya pengambil alihan perusahaan Belanda oleh buruh. Gerak

politis dan ekonomis buruh juga ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan

Penguasa Perang Tertinggi Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Pencegahan

Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di perusahaan-perusahaan,

jawatan-jawatan dan badan-badan vital. Perbaikan nasib buruh terjadi


karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat Buruh

seperti PERBUM, SBSKK, SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM, SBIRBA.9

6. Masa Orde Baru

Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru, pada masa ini

kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga

mengimbangi kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai

tujuan dengan menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita

III (1979-1983), menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP

(Hubungan Perburuhan Pancasila).

Serikat Pekerja di tunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98

Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk

Berorganisasi dan Berunding Bersama, serta Peraturan Menakertranskop

Nomor 8/EDRN/1974 dan Nomor 1/MEN/1975 perihal Pembentukan

Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta dan Pendaftaran Organisasi

Buruh, terlihat bahwa pada masa ini kebebasan berserikat tidak

sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah.10 Peran Militer dalam

prakteknya sangat besar misal dalam penyelesaian perselisihan

perburuhan, hal ini juga berlaku pada setiap aspek kehidupan perpolitikan

indonesia yang didalamnya selalu ada unsur kemiliteran sehingga

menyebabkan kekuasaan soeharto sangat terlihat kediktatorannya.

9
Ibid, hlm. 13.
10
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka
Kembali, (Jakarta: Refika Aditama Press, 2012), hlm. 21.
7. Masa reformasi

Pemerintahan seusai presiden soeharto lengser pada masa ini pada

5 Juni dikeluarkan Keputusan Presiden nomor 83 Tahun 1998 yang

mengesahkan Konvensi ILO nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan

Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Concerning

Freedom of Association and Protection of the Right to Organise) berlaku

di Indonesia.11 Dalam hal ini merupakan sebuah langkah awal untuk

menuju suatu bentuk perundang-undangan yang lebih melindungi hak-hak

buruh agar tidak terjadi seperti saat masa orde baru yang menggunaka

buruh sebagai suatu alat yang hanya dieksploitasi tenaganya demi

kepentingan politik segelintir orang saja.

Meratifikasi KILO tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan

Bekerja/Concerning Minimum Age for Admission to Employment

(Konvensi Nomor 138 tahun 1973) yang memberi perlindungan terhadap

hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk diperbolehkan

bekerja melalui Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1999. Rencana Aksi

Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang

salah satunya diwujudkan dengan pengundangan Undnag-Undang Nomor

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah

11
Laurensius Arliman S, PERKEMBANGAN DAN DINAMIKA HUKUM KETENAGAKERJAAN
DI INDONESIA, JURNAL SELAT Volume. 5 Nomor. 1, Oktober 2017, STIH Padang &
Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Universitas Andalas, hlm. 81
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 1999 Tentang

Pengadilan Hak Asasi Manusia.12

Antara tahun 1999 sampai 2001, bisa dilihat dari peraturan

ketenagakerjaan yang dihasilkan, pada masa pemerintahan Abdurrahman

Wahid dinilai sangat melindungi kaum pekerja atau buruh dan

memperbaiki iklim demokrasi dengan Undang-Undang serikat

pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya yaitu Undnag-Undang nomor

21 Tahun 2000.13

Pemerintahan Megawati Soekarno Putri menggantikan

pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid yang lengser pada tahun

2001, di masa ini peraturan perundangan ketenagakerjaan dihasilkan, di

antaranya yang sangat fundamental adalah UndangUndang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menggantikan sebanyak 15

(limabelas) peraturan ketenagakerjaan, sehingga Undang-Undang ini

merupakan payung bagi peraturan lainnya Undang-Undang.

Yang juga sangat fundamental lainnya adalah Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial yang disahkan pada 14 Januari 2004 dan Undang-Undang

Nomor 39 Tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

di Luar Negeri.14
12
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka
Kembali, (Jakarta: Refika Aditama Press, 2012), hlm. 14.
13
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hlm. 87.
14
Damansyah, Masalah Ketanagakerjaan di Era Megawati Sukarno Putri, Makalah yang
disampaikan pada acara Kuliah Umum di Universitas Langlang Buana, Tanggal 15 April 2004,
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang proses

pemilihannya langsung melibatkan rakyat, di masa pemerintahan ini

beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi,

menuntaskan masalah pengangguran, meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Kebijakan di bidang ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di

atas, kurang mendapat dukungan kalangan pekerja/buruh. Beberapa aturan

anatara lainnya Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan

iklim Investasi, salah satunya adalah agenda untuk merevisi

UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003, mendapat tentangan

pekerja/buruh. Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu demi

efisiensi pasokan listrik di Jabodetabek.15 Penetapan kenaikan upah harus

memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Di Indonesia, masalah  ketenagakerjaan mulai menjadi perhatian
sejak masuknya penjajahan. Dimulai dengan belanda, portugis, inggris,
dan kemudian jepang. Semuanya menerapkan sistemnya masing–
masing. Meskipun demikian, perlindungan terhadap tenaga kerja baru
mulai mendapat perhatian setelah Belanda di bawah pimpinan Deandels
menerapkan etische politik (politik balas budi). Semenjak saat itu, maka

hlm. 3.
15
Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah Kebijakan
Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm. 47.
mulai lahir peraturan – peraturan (hukum) tentang ketenagakerjaan,
yang mana peraturan yang dibuat mulai memeperhatikan sisi–sisi
kemanusiaan.
Seiring perjalanan bangsa sampai memasuki era kemerdekaan,
peraturan demi peraturan dibuat untuk melindungi, dan menjamin
kesejahteraan, keselamatan, dan keberlangsungan hidup (secara
kemanusiaan) para pekerja.
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta,1985,
MUHAMAD AZHAR, HUKUM KETENAGAKERJAAN, Semarang: Mei 2015
Endah puji astuti, Pengatar hukum Ketenagakerjaan, Semarang University perss, Semarang:2008
Jan Breman,1997, Koelies, Planters Enkoloniale Politiek, Het Arbeidsregime op de
Grootlandbouwondernemingen aan Sumatra’s Oostkust, Pustaka Utama Grafiti.
MUHAMAD AZHAR, HUKUM KETENAGAKERJAAN, Semarang: Mei 2015
I Nyoman Mudana, Hukum ketenagakerjaan, Disampaikan pada Kuliah Semester Genap: 2016 Unud
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm. 12.
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
(Jakarta: Refika Aditama Press, 2012), hlm. 21.
Laurensius Arliman S, PERKEMBANGAN DAN DINAMIKA HUKUM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA,
JURNAL SELAT Volume. 5 Nomor. 1, Oktober 2017, STIH Padang & Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum
Universitas Andalas, hlm. 81
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hlm. 87.
Damansyah, Masalah Ketanagakerjaan di Era Megawati Sukarno Putri, Makalah yang disampaikan pada
acara Kuliah Umum di Universitas Langlang Buana, Tanggal 15 April 2004, hlm. 3.
Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah Kebijakan Perlindungan Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012),
hlm. 47.

Anda mungkin juga menyukai