Disusun oleh,
PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
NOVEMBER 2022
1
POLITIK HUKUM PEMBURUHAN
(KETENAGAKERJAAN)
2
kosong itu diberikan atau dibagi-bagikan kepada bekas pegawai Kompeni atau
orang lain. Orang yang diberi kebun itu dinamakan perk (ulur). Kepemilikan
hanya terbatas pada saat orang itu tinggal di kebun itu dan wajib tanam.
Pekerjaan rodi atau kerja paksa dilakukan oleh Hindia Belanda menginga
untuk melancarkan usahanya dalam mengeruk keuntungan dari rempah-rempal
dan perkebunan. Untuk kepentingan politik imperialismenya, pembangunan saran;
prasarana dilakukan dengan rodi. Contohnya, Hendrik Willem Deandels (1807-
1811) menerapkan kerja paksa untuk pembangunan jalan dari Anyer ke Panarukan
(Banyuwangi).
3
Pada awal kemerdekaan sebenarnya hal yang mengenai Ketenagakerjaan
belum manjadi hal paling penting, pokok dimata pemerintah kita pada masa itu.
Yang menjadikan hal yang tidak penting ini adalah karna pada masyarakat
Indonesia lagi sibuk dalam mempertahankan kemerdekaannya. Tahun 1951
diundangkan yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 yang bernama
Undang-Undang Kerja. Undag-Undang ini mengatur pekerjaan yang boleh
dilakukan orang dewasa, anakanak, remaja dan perempuan, waktu kerja, istirahat
dan mengatur mengenai tempat kerja.
Tahun 1951 apabila ada perselisihan maka akan diselesaikan oleh pihak
yang berselisih itu saja sendiri, bila dalam penyelesaian tersebut tidak memenuhi
titik terang baru pegawai kementrian perburuhan bergerak dengan intrksi dari
Menteri Tenaga Kerja.
4
Pulau Jawa dan penduduk setempat, yang didatangkan ke Riau sekitar 100.000
orang. Romusya lokal adalah mereka yang dipekerjakan untuk jangka waktu yang
pendek disebut kinrohosyi.
5
Sebagai contoh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, pengerahan TKI
keluar negeri pada masa pemerintahan Soekarno, yaitu berdasarkan Pasal 2 TAP
MPRS No. XXVIII/MPRS-RI/1966, yaitu segera dibentuk undangundang
perburuhan mengenai penempatan tenaga kerja. Selama masa pemerintahan
Soeharto, ketentuan ini tidak pernah direalisasi. TAP MPRS No.
XXVIIl/MPRSRI/1966 sudah dicabut di masa pemerintahan Soeharto. Sebagai
kelanjutan berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1969 ditetapkan tugas
pemerintah untuk mengatur penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif.
6
Sumbangan bagi keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa revolusi
fisik (1945-1949), menjamin gerakan buruh tempat atau posisi yang baik setelah
Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Hal ini tampak khususnya dalam
pembentukan kebijakan dan hukum perburuhan di Indonesia. Dengan demikian,
tidaklah mengherankan bahwa pada masaawal kemerdekaan Indonesia ada
beberapa peraturan hukum perburuhan yang bisa disebut progresif atau maju,
dalam arti amat protektif atau melindungi kaum buruh.
Pada tahun 1950-an, masih dalam suasana gerakan buruh yang sedang
dinamis, dihasilkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, disusul Undang-Undang Tahun 1964
Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang
memberikan proteksi yang amat kuat kepada para buruh atau pekerja dengan
kewajiban meminta ijin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4)
untuk Pemutusan Hubungan Kerja.
7
Sebelumnya sudah ada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang
Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan yang sungguh
amat terasa nuansa demokratis dalam ketentuan pasal-pasalnya, termasuk sebuah
Undang-Undang tahun 1956 yang meratifikasi Konvensi ILO N0. 98 Tentang Hak
Berorganisasi sekaligus menjamin lebih jauh lagi memberi serikat buruh status
hukum.
8
Orde Baru memang mewarisi kondisi ekonomi yang porak-poranda. Karena
itu, salah satu tugas utama yang diemban oleh Orde Baru di bawah komando
Soeharto adalah menggerakkan kembali roda ekonomi. Tujuan pertumbuhan
ekonomi merupakan faktor paling penting untuk menjelaskan kebijakan
perburuhan Orde Baru.
Selain sebagai alat kontrol di tangan rejim orde baru untuk meredam
gerakan massa buruh yang kuat, militer juga telah menjadi pelaku utama dalam
bisnis sejak tahun 1958, suatu peran yang hingga saat ini dipertahankannya. James
Castle menilai bahwa hubungan industrial selama 30 tahun di bawah Orde Baru
ditandai oleh kontrol pusat yang otoriter, saling curiga, dan bahkan kebrutalan.
Bahaya instruksi ini semakin besar lagi jika hubungan antara majikan dan
buruh dipahami semata-mata atau terutama merupakan hubungan hukum, jika
9
pemerintah atau siapapun berpikir bahwa cara terbaik "membina" atau
"mendisplinkan" buruh dan majikan adalah melalui hukum.
Dalam alam hukum modern, sering terjadi bahwa formalitas dan prosedur
dapat menghilangkan keadilan yang substansial. Hukum perburuhan tidak bisa
lepas dari kepungan logika dasar hukum modern yang formalistik dan
individualistik itu. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pada masa ini Hukum
Perburuhan tidak dapat dengan efektif digunakan karena pada masa ini hukum
berada di bawah intervensi pemerintah yang memerintah secara Diktator.
Hukum perburuhan era Orde Baru yang dirasakan diskriminatif oleh para
buruh menimbulkan banyak gugatan. Menjelang kejatuhan Soeharto para buruh
terlihat memadati ruas jalan menggugat terhadap ketidakadilan yang menimpa
mereka. Dalam kondisi terjepit dan krisis finansial yang parah pemerintah Orde
Baru akhirnya menyiapkan aturan baru yaitu UU No. 25 tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaan sebagai pengganti seluruh kompilasi aturan buruh. Namun, kaum
buruh kembali menolak materi pengaturan UU. No. 25 tahun 1997 karena
organisasi buruh sudah memastikan bahwa aturan baru itu tidak diciptakan karena
tuntutan kaum buruh tetapi lebih dilatarbelakangi oleh syarat dan tekanan lembaga
keuangan internasional untuk menjaga stabilitas pasar dan rekayasa ideologisasi
neoliberal dalam berbagai Undang-Undang di Indonesia.
10
Aturan UU No. 25 tahun 1997 dibuat sebagai prasyarat pencairan dana
talangan dari IMF sebagaimana terdapat dalam perjanjian LOI (Letter Of Intent).
Penolakan kaum buruh yang massif berujung pada janji pemerintah untuk
membuat aturan baru (RUU) sebagai turunan dari UU No. 25 tahun 1997, yang
kemudian berwujud pada UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, UU. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) serta UU. No. 39 tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI).
11
2.5.1 Masa Periode Undang-Undang Cipta Kerja
Permasalahan
12
memproklamasikan kemerdekaan, hukum terkait ketenagakerjaan
dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam perjalanannya, hukum perburuhan dan
ketenagakerjaan di Indonesia mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu
dimulai dari era penjajahan Belanda yang memberlakukan hukum
perbudaan, era orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
2. Setiap sistem politik mempunyai cara-cara tertentu di dalam merumuskan
dan menanggapi tuntutan-tuntutan ataupun kepentingan-kepentingan yang
datang dari masyarakatnya. Individu atau sekelompok individu di dalam
masyarakatuntuk menyalurkan kepentingan-kepentingannya kepada badan-
badan politik atau pemerintah, antara lain melalui kelompok-kelompok yang
mereka bentuk bersama. Di dalam setiap masyarakat, sekelompok individu
untuk menyalurkan atau mengartikulasikan kepentingan-kepentingannya
mungkin sekali melalui struktur dan cara yang berbeda dengan cara yang
ditempuh oleh sekelompok individu yang lainnya. Salah satu struktur yang
menyalurkan atau mengartikulasikan kepentingan-kepentingan sekelompok
individu tadi adalah kelompok kepentingan atau sering pula dikenal dengan
sebutan interest group atau kelompok kepentingan.
Awal mula munculnya kelompok-kelompok kepentingan pertama kali
pada abad ke-19. Kelompok kepentingan biasanya cenderung
memfokuskan diri pada satu masalah tertentu saja. Keanggotaannya terdiri
atas golongan-golongan terpinggirkan, seperti kaum buruh di Eropa dan
golongan Afrika-Amerika di Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah
memperbaiki nasib dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life).
Adapun berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa sarjana dan
ahli politik tentang kelompok kepentingan, yaitu:
A. Eugene J. Kolb dalam bukunya yang berjudul “A Framework for
Political Analysis” yang dimaksud dengan kelompok kepentingan
adalah sekumpulan individu yang terorganisir secara formal maupun
informal dan bekerjasama untuk melindungi atau mempromosikan
suatu tujuan yang sama.
13
B. Menurut Ramlan Subakti, kelompok kepentingan (interest group)
adalah sekumpulan orang yang memiliki persamaan sifat, sikap,
kepercayaan, tujuan dan sepakat menyatukan dirinya dalam sebuah
perkumpulan atau organisasi guna melindungi dirinya serta mencapai
tujuannya. Kelompok ini memfokuskan perhatiannya pada
upayaupaya untuk mengartikulasi kepentingannya kepada pemerintah
sehingga harapannya pemerintah dapat melahirkan kebijakan yang
menampung aspirasi dan kepentingan kelompok bersangkutan.
C. Menurut, Andrew Heywood kelompok kepentingan adalah asosiasi
terorganisir yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan atau
tindakan pemerintah. Kelompok kepentingan mempunyai 3
karakteristik yaitu pertama, bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan
pemerintah dari luar lingkup pemerintahan yaitu dari masyarakat.
Kedua, bergerak dalam bidang isu yang terfokus, misalnya isu senjata
api, isu lingkungan hidup dan lain-lain. Ketiga, berusaha merangkul
masyarakat dari bermacam latar belakang seperti pengusaha, buruh,
kelompok agama, suku dan lain-lain
14
adalah wacana pendirian partai politik yaitu partai buruh oleh serikat
buruh.
3. Faktor yang mendorong pembentukan mereka adalah pertumbuhan
pergerakan buruh di Belanda. Sekitar tahun 1860-1870 di Nederland
mengalami pertumbuhan pergerakan buruh dan sejak ada pengaruh gerakan
sosial demokrat yang mendorong berdirinya National Arbeids Secretariats
(NAS) sebagai induk organisasi.
Pada saat itu di Hindia Belanda menetapkan pasal 111 Regeling Reglement
(RR) yang melarang dilakukannya rapat dan pembentukan sebuah organisasi
tanpa ijin khusus dari pemerintah kolonial. Namun, pada tahun 1903
pemerintah kolonial menerapkan desentralisasi susunan pemerintah kolonial
dan menetapkan Bandung, Semarang, Surabaya, dan Batavia menjadi suatu
gemente/ kota dan pengeturannya dilaksanakan oleh gementeraad (dewan
kota), yang kemudian menjadikan pasal 111 RR tidak berlaku.
Program pendidikan merupakan salah satu program dalam politik balas jasa
di awal tahun 1900 memberi nuansa baru dalam perkembangan intelektual
15
bumiputera ditambah dengan pembentukan serikat-serikat oleh buruh impor
yang kemudian memicu serikat buruh dibangun oleh kaum pribumi. Serikat
buruh pribumi antara lain Perkumpulan Bumiputra Pabean (PBP) tahun
1911, persatuan Guru Bantu (PGB) tahun 1912, perserikatan Guru Hindia-
Belanda (PGHB) tahun 1912, Persatuan Pegawai Pegadaian bumiputra
(PPPB) tahun 1914, Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani (PKBT) didirikan
tahun 1917 di lingkungan industri gula.
16
apabila upaya hukum non litigasi (kecuali arbitrase) tersebut tidak tercapai.
Konsep combined process (med-arb) dianggap dapat memfasilitasi
penyelesaian sengketa dalam perselisihan hubungan industrial karena konsep
ini sudah dilakukan dalam sengketa bisnis dan dianggap lebih efektif.
Penelitian ini memuat dua permasalahan yakni, mengenai konsep combined
process (med-arb) yang diterapkan dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial antara serikat pekerja dan pengusaha dan konsep
kepastian hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara
serikat pekerja dan pengusaha melalui combined process (med-arb). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsep combined process (med-arb) dapat
diterapkan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara
serikat pekerja dan pengusaha guna memberi efektifitas waktu dalam
penyelesaian sengketa dan penerapan kepastian hukum.
17
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
18