Leadership
Kelompok 8
Anggota Kelompok
SUMINAL 12308193044
12308193014
ANNISA
SITI WAHIDATUL’ULYA 12308193017
FATKHUN
NADA
Fairness / Kewajaran
Fairness (kewajaran) adalah keadilan dan kesetaraan
dalam memenuhi hak pemangku kepentingan
(stakeholder) yang timbul berdasar perjanjian dan
peraturan undang-undang. Contoh
dari fairness adalah perlakuan yang setara kepada
publik, otoritas pasar modal, komunitas pasar modal,
dan pemangku kepentingan. Karyawan juga
diperhatikan dengan baik hak serta kewajibannya
secara adil dan wajar.
“
•Identitas Jurnal
Judul
Pengaruh Kepuasan Pelanggan Online Dan Price Fairness
Perception Pada Loyalitas Pelanggan Online Pada Toko Online
Nama Jurnal
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Volume dan Halaman
Vol. 7, hal. 36-46
Tahun
2018
Penulis
Erwin Erianto & Dewi Syarifah
Reviewer
Annisa Fatkun Nada
Tanggal
07, Juni 2021
Pendahuluan
Tahun 2017 pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 5,1%
(Fauzi, 2016). Target tersebut dapat dicapai salah satunya dengan memaksimalkan penggunaan e-commerce. Presiden berpendapat e-
commerce akan dapat meningkatkan ekonomi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan membangun jembatan antara
platform logistik dunia dengan produk-produk UMKM di kawasan perkampungan maupun pedesaan. Presiden Joko Widodo juga
meminta agar pengusaha UMKM dimudahkan untuk mendapatkan permodalan (JawaPos.com, 2016). Saat ini pendapatan pasar e-
commerce mencapai 130 miliar USD (Pradita, 2016). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa di Indonesia saat ini
UMKM mencapai 3.385.851 untuk usaha mikro dan 283.022 untuk usaha kecil. UMKM yang memiliki basis e-commerce akan semakin
menambah jumlah toko online. Menurut data (BPS) jumlah toko online di Indonesia mencapai 26,2 Juta toko online di seluruh Indonesia
(Deny, 2016). Produk usaha tersebut. E-commerce adalah transaksi komersial antar organisasi (B2B/Bussiness to Bussiness), organisasi
dengan individu (B2C/Bussiness to Consumer) atau individu dengan individu (C2C/Consumer to Consumer) melalui produk teknologi
digital antara lain internet, situs internet, media sosial (Social e-commerce) atau melalui aplikasi handphone (Laudon & Traver, 2014).
.
B2C memiliki dua cara transaksi yaitu langsung melalui situs toko online atau melalui situs marketplace. Masyarakat saat ini sudah tidak
asing lagi dengan nama Lazada, MatahariMall, Traveloka, Bhinneka, Zalora, Berrybenka dan sebagainya, nama-nama tersebut adalah situs
berbasis toko online B2C yang sudah cukup dikenal di Indonesia. C2C adalah proses e-commerce yang dilakukan oleh antar individu
seperti dalam situs eBay dan OLX yang di dalamnya terdapat individu-individu yang menjual berbagai produk. Laudon & Traver (2013)
menyatakan social commerce adalah transaksi jual beli online melalui media sosial, media sosial dalam social commerce digunakan untuk
menampilkan dan menjadi perantara proses jual beli produknya untuk konsumen, media sosial yang digunakan antara lain seperti
Instagram, Facebook, Kaskus. Selain melalui toko online secara langsung masyarakat juga sudah dikenalkan oleh situs marketplace. Situs
marketplace adalah situs yang berbasis sistem informasi yang menjadi mediator transaksi antara toko online dan pembeli melalui internet
(Russ, 2001 dalam (Pucihar & Podlogar, 2003)). Tujuan adanya situs marketplace adalah mempertemukan pembeli dan penjual untuk
memilih harga yang dinamis seperti kehidupan nyata, menjamin adanya kepercayaan di antara pembeli dan penjual dengan menjadi
pemelihara posisi netral, memfasilitasi proses pasar dengan memberikan dukungan proses transaksi, menjadi tempat bergabungnya
pembeli dan penjual dalam jumlah yang besar (Christiaanse, dkk, 2011; Bailey & Bakos, 1997 dalam Pucihar & Podlogar, 2003).
Bukalapak, Tokopedia, Qoo 10 Indonesia, Rakuten adalah situs-situs marketplace di Indonesia.
Metode
Tahun 2012
Penulis Wahyu Hamdani
Seger Handoyo
Reviewer Suminal
Tanggal 7 Juni 2021
Pendahuluan
Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional ini berpusat pada asumsi bahwa para
pemimpin dapat mengubah keyakinan, asumsi, dan perilaku karyawan dengan menarik pentingnya kolektif atau hasil
organisasi. Secara konseptual, kepemimpinan transformasional pada awalnya dibedakan dari model kepemimpinan
transaksional yang mengandalkan kepentingan pribadi sebagai dasar memotivasi para karyawan (Bass&Riggio, 2006).
Kepemimpinan transformasional mengacu pada pemimpin yang berhasil menggerakkan karyawan melampaui
kepentingan diri secara langsung melalui pengaruh ideal (karisma), inspirasi, stimulasi intelektual, atau pertimbangan
individual. Ini mengangkat tingkat kematangan karyawan dan cita-cita serta kemauan untuk berprestasi, aktualisasi diri,
dan kesejahteraan orang lain, organisasi, dan masyarakat. Pengaruh ideal dan gaya kepemimpinan inspirasional
ditampilkan bila pemimpin membayangkan masa depan yang diinginkan, mengartikulasikan bagaimana hal itu dapat
dicapai, menetapkan contoh untuk diikuti, menetapkan standar kinerja yang tinggi, dan menunjukkan tekad dan
keyakinan. Stimulasi Intelektual ditampilkan ketika pemimpin membantu karyawan untuk menjadi lebih inovatif dan
kreatif. Pertimbangan individual ditampilkan ketika para pemimpin memperhatikan kebutuhan perkembangan karyawan
dengan dukungan dan pelatihan pengembangan karyawan. Tugas delegasi pemimpin untuk menciptakan pemimpin
sebagai kesempatan untuk pertumbuhan.
Model stres kerja pada organisasi yang sangat berpengaruh adalah model tuntutan kerja keleluasaan keputusan
kerja (job demands-job berhubungan dengan suasana hati dan decision latitude). Model ini dikembangkan oleh Robert
Karasek (1979). Model ini menciptakan banyak riset empiris yang bagus (cf Kinicki, Pekerjaan McKee, &Wade, 1996) dan
disebut sebagai model stres organisasi di abad dua puluh. Model ini berhipotesis bahwa tekanan psikologis timbul dari
efek-efek tuntutan kerja dan keleluasaan keputusan kerja yang dimiliki oleh karyawan yang sopan dan kan kata- kata
kotor.
Tujuan