17 Juni 2022
PENGENALAN ICD-10
STRUKTUR & ISI
ICD-10 :
International Statistical Classification
of Diseases and Related Health Problems - 10th
Rev.
TUJUAN :
1. Mempermudah perekaman sistematis, untuk
analisis, interpretasi, komparasi data
morbiditas/mortalitas
2. Menerjemahkan diagnosis penyakit & masalah
kesehatan lain kode alfanumerik
VOLUME 1,2,3
Terdapat 22 Bab
yang terdiri dari ;
- Special Disease
- Body Systems
- External Causes
Tiap Bab terdiri dari Block Categories
Tiap Block Category terdiri dari 3-character
categories, dan 4-character sub-categories
STRUKTUR DASAR ICD-10
Kode Alfanumerik
A37.1
Karakter 1 2 digit titik subkategori
Untuk terminologi yang tidak spesifik (krn tak ada keterangan lain utk dapat
menggolongkan ke dalam salah satu kategori yang tersedia)
Koder perlu memastikan bahwa tdk ada informasi lbh lanjut ttg dx tsb
Contoh :
Extracted from WHO, ICD-10 version 2010. Volume 2, 3.1.4 Conventions Used
NEC (Not Elsewhere Classified)
Kode Penyakit
Diagnosis
Utama Volume 1
(Lead Term) ICD-10
Volume 3
k
ec
Ch
ICD-10
ss
o
Cr
TIPs N TRICKs
Perhatikan penulisan diagnosis, utk penentuan
lead term
Dlm Bhs Indonesia/Latin di depan
Dlm Bhs Inggris di tengah / di belakang
Termasuk apa ?
Nature of condition/disease Section 1
External causes Section 2
Poisoning (intoxication) Section 3
ATURAN KODING
MORBIDITAS
ATURAN DALAM KODING ICD-10
Volume 2 ICD-10 berisikan manual instruksi tentang penggunaan
ICD-10, termasuk di dalamnya adalah :
Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode
perawatan setelah melakukan pemeriksaan berdasarkan standar
pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku, maka gejala utama, hasil
pemeriksaan penunjang yang tidak normal atau masalah lainnya dipilih
menjadi diagnosis utama.
Permenkes 26 tahun 2021
Kode R dapat menjadi diagnosis utama pada
beberapa kondisi
a) Kasus di mana tak ada diagnosis yang lebih spesifik dapat ditegakkan,
meskipun semua fakta yang ada pada kasus telah diperiksa; ( kasus rawat
inap )
b) Gejala atau tanda yang ada pada pemeriksaan awal, dan ternyata bersifat
transien, sementara kausanya belum dapat ditentukan;
c) Diagnosis provisional pada pasien yang tidak kembali untuk pemeriksaan
atau perawatan lebih lanjut;
d) Kasus-kasus yang dirujuk ke tempat lain untuk pemeriksaan atau pengobatan
sebelum diagnosis ditegakkan;
e) Kasus-kasus di mana diagnosis yang lebih tepat tidak tersedia, dengan alasan
apapun juga;
f) Gejala-gejala tertentu, di mana diperlukan suplementasi (tambahan)
informasi, yang mewakili permasalahan penting dalam asuhan medis
Extracted from ICD-10 Second Edition, 2005, Symptom, signs and abnormal clinical and laboratory findings.
Pada Setting Rawat Inap, jika diagnosis akhir terekam dengan
kualifikasi “kemungkinan”, “suspek”, atau “belum dapat
disingkirkan” atau istilah sejenis yang menunjukkan keraguan,
berilah kode seolah telah ditegakkan, sesuai atau berdasarkan
semua hasil pemeriksaan diagnostik (diagnostic workup),
rencana pemeriksaan dan observasi lanjutan serta pendekatan
terapeutik awal berkaitan erat dengan diagnosis yang ditegakkan
Pada setting rawat jalan, sebaiknya diagnosis yang
terekam dengan “kemungkinan”, “suspek”,
“dipertanyakan” dan “diagnosis kerja” atau istilah
sejenis yang menunjukkan keraguan jangan di-kode.
Lebih baik mengkode sesuai kondisi paling pasti
(jelas) untuk kunjungan tersebut, misalnya dengan
gejala, tanda, hasil lab abnormal atau alasan lain.
Symptom & Signs Tidak di kode Sekunder
Pilih kondisi yg paling parah, atau yang membutuhkan sumber daya paling
besar, atau paling dominan sbg “main condition”, yang lain sebagai “other
condition”
bila tdk ada yg predominan, gunakan istilah “multiple fractures, multiple
head injuries atau HIV disease resulting in multiple infections “ diikuti
dengan daftar kondisi (rinciannya)
Permenkes 26 th 201
44