Anda di halaman 1dari 7

S E

C A
IS
S N
BI
CASE UNTUK PERUSAHAAN KECIL DI INDONESIA DALAM
BIDANG KONSUMTIF
a. Dunkin Donuts case study
Salah satu Perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang kafe ataupun
gerai-gerai pangan adalah Dunkin’ Donuts, atau yang lebih akrab disingkat dengan
sebutan DD. Dunkin’ Donuts sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1985,
dengan gerai pertamanya di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Sebenarnya, Dunkin’
Donuts bukan merupakan perusahaan donut multinasional pertama yang masuk ke
Indonesia.  Di tahun 1968, American Donut merupakan perintis donat pertama yang
digoreng dengan mesin otomatis di Pekan Raya Jakarta. Selain membuka gerainya
di pekan raya, American Donut juga membuka gerainya di berbagai tempat di
Jakarta. Selain itu, masih ada perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya
yang juga berusaha mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style
Donuts asal Kanada, Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal
dari AS, serta masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.
Masuknya Dunkin’ Donuts Di Indonesia
Dunkin’Donuts pertama kali masuk ke Indonesia melalui Penanaman
Modal Asing Langsungnya dengan membuka perusahaan pertamanya di
Jakarta. Dunkin’ Donuts sebelumnya juga telah membuka cabang-
cabangnya (franchise) di berbagai negara, seperti negara-negara di Eropa.
Dunkin’ Donuts mulai merambah pasar indonesia pada tahun 1985 dengan
gerai pertama didirikan di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus
wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts dipegang oleh Dunkin’
Donuts Indonesia. Saat pertama kali Dunkin’Donuts membuka gerai
pertamanya di Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi keras dari
masyarakat yang menentang perusahaan tersebut untuk masuk.
Masyarakat cenderung menganggap positif atas upaya perusahaan tersebut
dalam memperluas jaringan pasarnya. Mereka  justru cenderung merasa
senang atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
Pengaruh Kehadiran Dunkin’ Donuts Di Indonesia
Secara sosial, pengaruh yang dibawa oleh perusahaan Dunkin’Donuts tidak
membawa dampak yang signifikan bagi pola kehidupan masyarakat. Ada yang
berpendapat bahwa kehadiran MNC dapat mengubah pola hidup masyarakat
menjadi lebih konsumtif. Masyarakat dinilai akan saling berlomba-lomba
dalam menggunakan (mengonsumsi) produk dari Perusahaan Multinasional
tersebut untuk menunjukkan strata sosial mereka dalam kehidupan
bermasyarakat.
Secara ekonomi, kehadiran dan keberadaan Dunkin’Donuts tidak sampai
mengancam eksistensi (keberadaan) usaha-usaha donut lokal yang ada.
Buktinya saja sampai saat ini kita masih menjumpai penjual-penjual yang
menjajakan donut buatan industri rumah tangga ataupun industri kecil. Baik di
pasar-pasar tradisional, sekolah-sekolah maupun kantor, warung, serta
pedagang-pedagang keliling. Kehadiran Dunkin’Donuts dianggap sebagai salah
satu varian dari jenis-jenis donut yang ada. Selain itu, adanya segmentasi pasar
tersendiri dari Dunkin’ Donut, membuat eksistensi usaha-usaha donut lokal
yang ada tetap terjaga.
Dampak Kehadiran Dunkin’ Donuts Terhadap Pertumbuhan Dan
Perkembangan Usaha Lokal
Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts terbukti tidak sampai mengancam
eksistensi (keberadaan) perusahaan lokal yang ada. Pedagang-pedagang
tradisional banyak yang menjajakan donut-donut dari usaha industri kecil
ataupun usaha rumah tangga. Bahkan saat ini pun industri rumahan tersebut
banyak yang mengadaptasi adonan kue donat yang lebih lembut. Adanya
segmentasi pasar juga menjamin keberlangsungan perusahaan donut-donut
lokal. Sehingga kehadiran Dunkin’Donuts tidak terlalu mengancam usaha-
usaha tersebut.
Di samping itu, saat ini pun sudah mulai banyak perusahaan-perusahaan donut
lokal yang mampu menghasilkan produk-produk donut berkualitas. Bahkan
sebagian dari mereka sudah mempunyai nama ataupun membuka gerai
berkonsep resto donut dan kopi seperti halnya Dunkin’Donuts. Sebut saja donut
I-Crave, Java Donut, J.CO, Donut Oishii, Mister Donut, dan lain sebagainya.
Donut-donut lokal ini juga tidak kalah digemarinya oleh para penikmat donut.
CASE UNTUK PERUSAHAAN MENENGAH BIDANG
KONSUMTIF
Menafsirkan lingkaran setan perilaku konsumtif praktisi umkm
Dimasa perkembangan liberalisasi di berbagai bidang di Indonesia, kompetisi
pemikiran ekonomi masyarakat tidak hanya berbicara kompetisi kesuksesan dari hasil
profit persaingan ekonomi, tapi dalam menunjukan wujud kesusksesan ekonomi itu
banyak memanipulasi modal usaha untuk kebutuhan gaya hidup.
Dengan mewujudkan keinginan gaya hidupnya melalui pembelanjaan benda materi
tertentu dengan menguras modal usahanya, sebelum untuk keperluan kebutuhan
permodalan usaha. Sehingga lambat laun, aset permodalan yang didapat dari
pengajuan kredit perbankan tidak 100% digunakan dalam menunjang permodalanya.
Banyak sekali usaha kecil sekelas UMKM memiliki banyak aset yang sebenarnya
merupakan hasil dari omzet dan profit murni dari usahanya, tetapi karena faktor
lingkungan yang membentuk gaya hidup hedonis, menggunakan kredit yang
didapatkan dari perbankan, digunakan untuk prioritas pemenuhan belanja konsumtif.
Kegunaan seperti ini akan berbahaya apabila ambisi persaingan
di pahami hanya sekedar berlomba mencapai sasaran mendapatkan
materi untuk ditunjukan ke yang lainya, begitu pula sebaliknya dari
sisi pesaingnya. Banyak terdengar sikap orang yang membuat kesan
bahwa orang lain mendapatkan materi yang lebih mewah dari mereka
sebagai penghinaan. Sehingga munculah seakan akan pihak tertentu
membeli barang mewah supaya tidak dihina oleh orang lain.
Memahami dengan menafsirkan seperti ini sebetulnya menurut
pandangan ilmu hermeneutika atau ilmu filsafat tentang memahani
atau menafsirkan menjadi penafsiran yang salah sangka. Karena tidak
menimbulkan daya kualitas hasil kompetisi itu yang menimbulkan
kreatifitas, tapi malah menimbulkan persaingan berwatak hedonisme
yang membentuk lingkaran setan kompetisi yang salah.

Anda mungkin juga menyukai