Anda di halaman 1dari 26

PERTEMUAN KE-3 (lanjutan)

PANCASILA DALAM KONTEKS


SEJARAH PERJUANGAN BANGSA
INDONESIA
Masa Orde Lama
Pemilu tahun 1955 dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi harapan
masyarakat, bahkan tidak adanya kestabilan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, maupun hankam. Keadaan ini disebabkan oleh :
1. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.
2. Akibat silih bergantinya kabinet, maka pemerintah tidak mampu
menyalurkan dinamika masyarakat ke arah pembangunan, terutama
pembangunan bidang ekonomi.
3. Sistem liberal berdasarkan UUD 1950 mengakibatkan kabinet jatuh
bangun sehingga pemerintahan tidak stabil.
4. Pemilu 1955 ternyata dalam DPR tidak mencerminkan perimbangan
kekuasaan politik yang sebenarnya hidup dalam masyarakat, karena
banyak golongan-golongan di daerah-daerah belum terwakili di DPR.
5. Konstituante yang bertugas membentuk UUD yang baru ternyata gagal.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Atas dasar hal tersebut diatas, maka Presiden menyatakan bahwa
negara dalam keadaan ketatanegaraan yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta keselamatan negara. Untuk
itu, Presiden mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isi
dekrit tersebut adalah sebagai berikut
1. Membubarkan konstituante.
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku
lagi UUDS 1950.
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
 Dengan dasar pemikiran supaya tidak terulang lagi peristiwa di
masa lampau, maka pada waktu itu Presiden Soekarno sebagai
kepala eksekutif menerapkan demokrasi terpimpin.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Namun, pelaksanaan demokrasi terpimpin itu dalam menyimak
arti yang sebenarnya, justru bertentangan dengan Pancasila,
yang berlaku adalah keinginan dan ambisi politik pemimpin
sendiri. Kebijakan yang menyimpang dari UUD 1945 dalam
bidang politik adalah sebagai berikut :
1. Pembubaran DPR hasil pemilu tahun 1955 melalui Penetapan
Presiden No. 4 tahun 1960 dengan dibentuk “Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRD-GR)” yang
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
2. Pembentukan MPRS yang para anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
3. Pembentukan DPA dan MA dengan penetapan Presiden dan
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
4. Lembaga-lembaga negara, seperti yang disebutkan diatas
dipimpin sendiri oleh Presiden.
5. Mengangkat Presiden seumur hidup
6. Melalui ketetapan MPRS No. I/MPRS/1963 Manifesto politik
dari Presiden dijadikan GBHN.
7. Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.
Karena DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang diajukan
Presiden, maka DPR dibibarkan tahun 1960.
8. Mentri-mentri diperbolehkan menjabat sebagai ketua MPRS,
DPR-GR, DPA, MA, MPRS, dan DPR-GR yang seharusnya
menjadi lembaga perwakilan rakyat yang tugasnya
mengawasi jalannya pemerintahan, malah sebaliknya harus
tuduk kepada kebijakan Presiden.
Pembangunan Ekonomi
 Walaupun ideologi Indonesia Pancasila, Sistem politik dan
ekonomi pada masa orde lama, khususnya setelah ekonomi
terpimpin, semakin dekat dengan pemikiran sosialis /komunis
Uni Soviet dan cina sangat kuat.
 Sebetulnya pemerintahan Indonesia memilih haluan politik
yang berbau komunis hanya merupakan suatu refleksi dari
perasaan semangat anti-kolonialisasi, anti-imperialisasi, dan
anti kapitalisasi saat itu.
 Pada masa itu prinsip-prinsip individualisme, persaingan
bebas, dan perusahaan swasta/pribadi sangat ditentang oleh
pemerintah dan masyarakat pada umumnya karena prinsip
tersebut sering kali dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme.
 Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapatkan
dana dari negara-negara Barat, baik dalam bentuk pinjaman
ataupun penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk
dapat membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan
selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana yang
sangat besar.
 Setelah peristiwa G-30-S/PKI, terjadi suatu perubahan politik
yang drastis yang terus menubah sistem ekonomi dari
pemikiran-pemikiran sosialis ke semi-kapitalis.
 Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut UUD 1945
menganut sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip
kebersamaan atau koperasi berdasarkan Pancasila. Akan
tetapi, dalam praktek sehari-hari pengaruh kekuasaan
cenderung kepada sosialis/komunis, khususnya pada masa
orde lama.
Masa Orde Baru
 Dengan berakhirnya pemerintahan Soekarno dalam orde
lama, dimulailah pemerintahan baru yang dikenal dengan
“orde baru”, yaitu suatu tataan kehidupan masyarakat dan
pemerintahan yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
 Munculnya orde baru diawali dengan tuntutan aksi-aksi dari
seluruh masyarakat, seperti Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI), dan lain-lain. Tuntutan mereka dikenal dengan nama
Tritura. Isi tuntutan tersebut sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
2. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI.
3. Penurunan harga.
 Orde baru mengambil tugas utamanya, yaitu penciptaan ketertiban politik dan
kemantapan ekonomi. Oleh sebab itu, orde baru segera mengambil jarak dengan
kelompok-kelompok yang kuat orientasi ideologisnya. Pemimpin orde baru segera
menyusun birokrasi yang mendukung kebijakannya. Diciptakan ABRI yan loyal
dibawah komandonya. Semua lembaga negara baik supra maupun infrastruktur
ditentukan kepemimpinannya atas dasar loyalitas kepadanya
 Orde baru bertolak belakang dengan orde lama dalam hal kebijakan ekonomi.
Akan tetapi, dalam hal sistem dan kebijakan politik cenderung otoriter dan
monopolistik sebagai pelanjut dari rezim orde lama. Konsentrasi kekuasaan di
tangan pemerintah yang memungkinkan oposisi tidak dapat melakukan kontrol.
 Pada kenyataanya, orde baru telah jauh menyimpang dari perjuangannya semula,
yaitu sebagai berikut.
1. Orde baru, secara eksplisit tidak mengakui 1 Juni sebagai lahirnya Pancasila.
2. Butir-butir P-4 mendidik secara halus ketaatan individu kepada kekuasaan dan
tidak ada butir yang mencantumkan kewajiban negara terhadap rakyatnya.
3. Pengamalan Pancasila dengan membentuk citra pembangunan sebagai ideologi,
sehingga rekayasa mendukung Bapak Pembangunan melalui kebulatan tekad
rakyat
Asas Tunggal Pancasila
 Dalam pidato kenegaraan di depan DPR-RI tanggal 16 Agustus 1982,
Presiden Soeharto mengemukakan gagasannya mengenai urgensi
penerapan asas tunggal Pancasila atas partai-partai politik.
 Tujuan menyeragamkan asas partai-partai politik adalah untuk mengurangi
seminimal mungkin potensi konflik ideologis yang terkandung dalam partai-
partai politik. Berbeda dengan gagasan Bung Karno dalam pidatonya tanggal
1 Juni 1945, beliau mengharapkan agar Pancasila dijadikan dasar filosofis
negara Indonesia, tiap golongan hendaknya menerima anjuran filosofis ini
dengan catatan bahwa tiap golongan berhak memperjuangkan aspirasinya
masing-masing dalam mengisi kemerdekaan.
 Pola seperti ini masih terlihat dalam UU No.3/1975 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya, dengan tidak adanya keharusan mencantumkan Pancasila
sebagai satu-satunya asas. Namun, dengan adanya pidato Presiden tersebut
ada dorongan dengan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
 Hal ini berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi, ciri khas,
dan karakteristik partai politik tidak diperkenalkan lagi.
 Akhirnya, keinginan Presiden itu terpenuhi dengan merubah
UU No.3/ 1975 dengan UU No.3/1985. Dalam penjelasan
undang-undang itu disebutkan bahwa pengertian asas
meliputi juga pengertian dasar, landasan, dan pedoman
pokok yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar partai
politik. Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja.
 Asas tunggal Pancasila, menurut Deliar Noer, berarti
mengingkari kebhinnekaan masyarakat yang memang
berkembang menurut keyakinan dari masing-masing.
Keyakinan ini biasanya bersumber dari agama atau dari
paham lain.
 Bahkan asas tunggal Pancasila cenderung ke arah sistem
partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai, tetapi
secara terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.
Pembangunan Ekonomi
 Di dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial, maka pemerintahan orde baru
menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi
pengaruh ideologi komunis, yang berarti kembali menjadi anggota PBB
dan lembaga internasional lainnya.
 Hal itu terlihat dari hadirnya Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
(IMF). Menjelang akhir dekade 1960-an, atas kerja sama dengan Bank
Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu kelompok
konsorsium yang disebut “Inter Governmental Group on Indonesia
(IGGI)”, yang terdiri atas sejumlah negara-negara maju, termasuk Jepang
dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan Indonesia. Dengan
sikap Indonesia anti-komunis menjadikan Indonesia sangat menarik
untuk negara-negara Barat yang kapitalis
 Pembangunan orde baru dilakukan secara bertahap, khususnya di bidang
ekonomi, pembangunan jangka panjang (25/30 tahun), jangka menengah
5 tahun dengan program rencana pembangunan lima tahun (Repelita).
 Apabila dibandingkan dengan orde lama, cukup banyak
terdapat perbedaan fundamental, yaitu dari ekonomi
tertutup yang berorientasi sosialis ke ekonomi terbuka yang
berorientasi kepada kapitalis.
 Perbedaan orientasi ekonomi menyebabkan perekonomian
masa orde baru lebih baik dari masa orde lama. Beberapa
prakondisi yang menonjol dari perekonomian masa orde baru
adalah sebagai berikut :
1. Stabilitas politik dan ekonomi.
2. Sumber daya manusia yang lebih baik.
3. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang toastern oriented.
4. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik.
5. Kemauan yang kuat (political will).
Kelemahan Pembangunan Orde Baru
 Persoalan yang paling mendasar dalam era orde baru adalah campur aduk
institusi negara dan swasta. Jabatan publik, perusahaan, dan yayasan
dicampur aduk satu sama lain sehingga pemegang kekuasaan dan orang-
orang yang menjadi pemburu rente ekonomi menjadi pemenang dan
mengambil segala kesempatan dan potensi keuntungan ekonomi dan
sosial secara tidak adil, seperti subordinasi Bank Indonesia (obyek KKN),
proteksi Chandra Asri, Keppres Mobnas, Institusi Bulog, pemasaran
cengkeh dan jeruk, dan sebagainya memberi dampak masalah keadilan
publik. Akses publik yang lebih luas terhadap sumber-sumber ekonomi
menjadi tertutup sehingga proses pemerataan pendapatan dikorbankan.
 Lembaga kepresidenan merupakan faktor pokok dan mendasar yang
paling rusak dan mempengaruhi lembaga negara di bawahnya. Lembaga
kepresidenan adalah the ruler, yang mengatur segalanya. Fungsi check and
balance tidak bekerja dan parlemen menjadi stempel karet. Sistem
digerakkan dari institusi Presiden yang dipengaruhi secara kuat oleh
karakter individu, yang sekaligus menjadi penyebab macetnya
demokratisasi politik dan ekonomi
 Kritik terhadap pemerintahan orde baru masih kelihatan sekalipun ditekan
pada taraf minimal, seperti pada dekade 1970-an muncul gerakan untuk
pemberantasan korupsi karena utang dan kebangkrutan melanda
Pertamina. Pada dekade 1980-an isu menggugat praktek-praktek
monopoli dan dekade 1990-an tuntutan perbaikan alokasi sumber daya
ekonomi. Puncak gejolak ketidakpuasan publik adalah kasus Bapindo, yang
mana telah terjadi distorsi alokasi kredit dan juga di bank-bank
pemerintah lain yang dikenal sebutan bahwa bank-bank pemerintah
disebut kasir konglomerat, karena mendapat perlakuan istimewa dari
penguasa.
 Sumber-sumber keuangan yang potensial, dalam hal ini tersimpan di bank-
bank pemerintah, hanya dikuasai oleh dua puluh orang debitur kakap.
Praktek tersebut keduanya saling menguntungkan dengan kondisi politik
dan ekonomi yang bersifat tertutup. Pola dan struktur kantor Presiden dan
Kabinetnya, berhubungan bisnis dengan pelaku-pelaku swasta. Jadi,
perkembangan ekonomi hanya digerakkan oleh segelintir orang, tidak
partisipatif dan akses ekonomi masyarakat sangat minimal. Urbanisasi
besar-besaran manusia dari desa ke kota dan dari daerah ke pusat, juga
merupakan ciri dominan dari korporatisme yang bersifat sentralis
Kelemahan Pembangunan Orde Baru
 Dengan demikian, semakin jelas bahwa ada paradoks
kemajuan di Indonesia terjadi karena sistem yang distorsif
tersebut. Pada satu sisi kemajuan-kemajuan ekonomi yang
dilihat secara agregat, memberi bukti adanya pembangunan
yang progresif.

 Namun, pada sisi lain kita melihat kenyataan akan betapa


rapuhnya basis ekonomi rakyat, yang mengalami stagnasi
berkepanjangan selama tiga dekade terakhir. Paradoks inilah
yang menjadi gejala dari akar permasalahan, yang
sebenarnya terjadi di dalam sistem ekonomi nasional masa
orde baru.
Pembangunan dan Utang Luar Negeri
 Selama orde baru pemerintah menganggap bahwa utang itu
merupakan bagian dari proses pembangunan ekonomi yang
sukses dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi.
 Perkembangan utang luar negeri dari tahun ke tahun pada
masa orde baru cenderung meningkat, sehingga pembayaran
pokok dan bunga utang sudah begitu besar.
 Pada tahun 1980-1999 mencapai 129 miliar dolar AS, ini
berarti bahwa aliran modal ke luar negeri selama periode ini
sudah mencapai angka lebih dari seribu triliun.
Masa Era Global Pembangunan
Penyimpangan dari kehidupan bernegara era orde baru sampai kepada puncaknya dengan
muncul krisis moneter yang berakibat jatuhnya Presiden Soeharto yang telah berkuasa
selama 32 tahun. Untuk menyelamatkan negara dari kehancuran, maka MPR telah
mengeluarkan ketetapannya :
1.Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR
tentang Referendum.
2.Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembanguan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional sebagai Haluan Negara.
3.TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas KKN.
4.TAP MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden Indonesia.
5.TAP MPR No.XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi.
6.TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.
7.TAP MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara.
 Sekalipun MPR telah mengeluarkan ketetapannya, namun inti
permasalahan yang ditinggalkan oleh pemerintahan orde baru
bukanlah sedikit, sehingga merumitkan bagi pemerintah transisi
atau pemerintah era reformasi untuk keluar dari permasalahan
tersebut
 Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya berbagai masalah
tersebut adalah :
1. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan
sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian
masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral
yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran
hak asasi manusia.
2. Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh
penguasa dan telah disalahgunakan untuk mempertahankan
kekuasaan.
3. Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, kebudayaan
dan agama yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah
maupun masyarakat. Hal itu semakin diperburuk oleh pihak pengusaha
yang menghidupkan kembali cara-cara menyelenggarakan pemerintahan
yang feodalistik dan paternalistik sehingga menimbulkan konflik horizontal
yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa
4. Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya telah
diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip
keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum.
5. Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar, telah
menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang besar yang harus
dipikul oleh negara, penggangguran dan kemiskinan yang semakin
meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar.
6. Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin
yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan
masyarakat.
7. Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan
darah dan dendam antara kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat dari
proses demokrasi yang tidak berjalan dengan baik.
8. Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses
demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi
politiknya sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara pada
gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan, dan
keadilan.
9. Pemerintah yang terlalu sentralistis
10. Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi
pengawasan oleh internal pemerintah dan lembaga perwakilan
rakyat
11. Dalam pelaksanaan peran sosial politik dalam dwi fungsi ABRI
telah disalahgunakannya ABRI sebagai alat kekuasaan
12. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya
dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika
tidak diwaspadai dapat memberi dampak negatif terhadap
kehidupan berbangsa.
13. Pada masa era global, telah tiga kali pergantian Presiden, yaitu
Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan,
Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Presiden hasil Pemilu tahun
1999 dengan Kabinet Persatuan Nasional, namun Presiden
Abdurrahman Wahid diperhentikan oleh MPR karena dianggap
melanggar haluan negara
Perekonomian Era Reformasi
 Periode transisi Habibie terlalu pendek untuk mengisahkan
perjalanan ekonomi suatu negara. Yang terjadi adalah untuk
kembali mendesain ulang struktur ekonomi yang berbasis
konglomerat menuju ekonomi kerakyatan.
 Pemerintahan Habibie hanya sampai pada upaya pembuatan
perangkat undang-undang yang disiapkan dengan tergesa-
gesa dan belum tentu dapat dilaksanakan oleh pemerintah
selanjutnya, jadi implementasi kebijakannya tidak sempat
dilaksanakan.
 Perekonomian negara sudah menunjukkan adanya perbaikan
dibandingkan dengan saat kejatuhan Presiden Soeharto
Era Abdurrahman Wahid
 Perbaikan institusi secara sistematis tidak terjadi, bahkan
kesalahan-kesalahan baru terjadi kembali yang menambah
lebih parah lagi keadaan. Beberapa di antaranya adalah :
 Kasus DPUN, yaitu suatu lembaga perhimpunan para
konglomerat di dalam institusi kepresidenan. Seharusnya
pengusaha besar dengan kepentingan ekonomi yang besar
pula seharusnya dipagari dengan batas aturan yang tegas agar
tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Berkat
kritik yang sangat keras terhadap lembaga ini di mana campur
aduk antara swasta dengan pemerintah yang telah membawa
ketidak adilan ekonomi di masa orde baru, maka lembaga ini
akhirnya dibubarkan.
 Kasus Depsos dan Deppen, yang mana pemerintah
Abdurrahman Wahid membubarkan lembaga bermasalah,
tetapi penggantinya tidak dipikirkan, dengan cara itu
pemerintah terus akan selalu menghadapi permasalahan dan
menciptakan persoalan baru bagi rakyat banyak.
 Tidak ada masalah dalam negeri yang terselesaikan dengan
baik, seperti kasus Aceh, konflik Maluku, dan sebagainya.
Ketidakstabilan bidang politik dan sosial yang belum surut
menambah kesan bagi investor asing bahwa Indonesia adalah
sebuah negara yang berisiko tinggi. Akibatnya, kondisi
ekonomi nasional cenderung lebih buruk dari era Habibie.
 Cenderung diktator dan praktek KKN. Sikap Presiden tersebut
juga menimbulkan perseteruan dengan DPR yang klimaksnya
adalah dikeluarkannya memorandum I dan II. Pada akhirnya,
pada Sidang Istimewa MPR tahun 2001 Abdurrahman Wahid
diberhentikan dan Megawati dilantik menjadi Presiden.
Sumber Literatur
 Drs. Syahrial Syabaini, Pendidikan Pancasila Di Perguruan
Tinggi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
 Trianto, S.Pd, M.Pd dan Titik Triwulan, SH, MH, Falsafah
Negara dan Pendidikan Kewarganegaraan, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2007.
Sekian dan
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai