2
Tujuan Instruksional Khusus
3
2. Peserta dapat melakukan penanganan
penderita trauma secara berurutan dan teliti
sesuai konsep initial assessment tetapi
dalam pelaksanaannya dilakukan secara
simultan.
3. Peserta dapat menentukan transfer atau
rujukan ke rumah sakit yang tepat untuk
penanganan definitive.
4
• Initial assessment merupakan suatu bentuk
penilaian awal kondisi penderita yang
dilakukan secara cepat, tepat, berurutan, dan
simultan serta teliti sehingga tim medis baik
dokter atau perawat yang melakukan
initial assessment harus mempunyai
kecakapan dan ketrampilan khusus dalam
menilai kondisi awal pasien tersebut.
5
• Penanganan penderita trauma terdiri
dari tahap yaitu tahap pra-rumah sakit (pre
dua
hospital) dan tahap rumah sakit (hospital).
• Penanganan penderita trauma baik pada tahap
pra RS atau tahap RS dilakukan oleh tim
medis gawat darurat yang sudah terlatih dan
mendapatkan ketrampilan khusus guna
menangani kondisi-kondisi yang mengancam
nyawa. Prinsip utamanya
adalah “Do no further harm” (jangan
melakukan hal-hal yang memperparah).
6
Penanganan Tahap Pra RS
• Hal yang harus diperhatikan oleh
seorang tim medis tahap praRS adalah
airway
menjaga dan breathing, mengontrol
perdarahan dan syok, immobilisasi penderita
dan pengiriman ke RS terdekat yang cocok.
10
SETTING ROOM GAWAT DARURAT
11
INITIAL ASSESSMENT
Safety (3A) :
• Aman diri (APD) : sarung
tangan, masker, kaca mata
atau face shield, apron,
penutup sepatu, penutup
kepala.
• Aman Lingkungan
• Aman Pasien
12
Cek Respon/Kesadaran Penderita
• Lakukan cek respon/kesadaran selama
10
detik dengan respon alert, respon
respon pain, un respon
verbal,(AVPU).
• Cara yang cepat dan sederhana
tanyakan nama, dan kejadian?
Jika responnya baik, maka jalan napas dan
pernapasannya baik, dan mungkin sirkulasi
dan tingkat kesadarannya juga baik.
13
• Jika sadar pemeriksaan
penderita disesuaikan
dengan permasalahan yang ada pada ABCDE
• Jika penderita tidak ada respon/tidak sadar
maka panggil bantuan SPGDT (Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu) atau
Tim Gawat Darurat IGD.
14
A = Airway (membuka jalan napas, dan
control servikal)
Assesment look, listen, feel
• Fiksasi kepala dan leher bila dicurigai fraktur
servikal lalu pasang collar neck dan head
stabilizer
15
• Jika terdengar bunyi gurgling seperti
berkumur-kumur, maka lakukan suction atau
miringkan dengan teknik log roll.
16
• Jika terdengar bunyi snoring (ngorok), maka
lakukan penjagaan jalan napas secara manual
dengan head tilt chin lift pada penderita non
trauma atau jaw thrust/chin lift pada penderita
trauma.
17
• Pasang oropharyngeal airway (OPA)
untuk pasien tidak sadar
pharyngeal
sedangkan naso (NPA) untuk pasien
masih
airwaysadar (kontraindikasinya pada fraktur
basis kranii).
18
• Jika terdengar bunyi stridor atau apneu, ada
ancaman obstruksi ataupun ada ancaman
aspirasi, maka pasang jalan napas definitive
dengan Endo Trakheal
Tube ataupun langsung melalui
(ETT), tindakan kriko tiroidotomi (needle
suatu
atau surgery).
19
B = Breathing (Oksigenasi dan Ventilasi)
Assessment look, listen, feel
• Nilai frekuensi napas , sesak
napas, kedalaman atau dangkal
• Berikan ventilasi tambahan jika
breathing kurang adekuat
• Selalu berikan oksigen
20
• Jika frekuensi napas atau sesak napasnya
semakin bertambah cari penyebabnya
dengan melakukan pemeriksaan thorak dan
leher dengan teknik IAPP untuk menilai ada
atau tidaknya kecurigaan terhadap masalah
pernapasan yang dapat segera mengancam
nyawa, yaitu : tension pneumothorak, open
pneumothorak, hematothorak masif
dengan kontusio paru, flail chest.
21
Masalah Pernapasan Yang Dapat Segera
Mengancam Nyawa
22
C = Circulation (Sirkulasi Dengan Kontrol
Perdarahan)
Jika ada perdarahan eksternal, maka lakukan
balut tekan (hati-hati terhadap sumber
perdarahan yang potensial cepat mengancam
nyawa).
Jika ada fraktur pelvis, maka dipasang gurita.
Jika ada fraktur tulang ekstremitas atas-
bawah, maka dipasang bidai.
23
Cek sirkulasi perifer : warna kulit, akral, cek
arteri/nadi (frekuensi, kekuatan), Capilary
Refill Time (CRT). Jika ada tanda-tanda syok
hipovolemik karena perdarahan, maka
diberikan infur 2 jalur (I.V Cateter yang
besar) dengan diberikan cairan Ringer Laktat
(RL) atau NaCl 0,9% yang hangat 1-2 liter di
guyur.
Lakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan golongan darah dan darah
lengkap.
24
Jika ada perdarahan internal,
maka
perbaiki volume untuk cegah syok lebih
lanjut. Jika ada perdarahan di thorak, maka
konsul dengan dokter bedah untuk dilakukan
thoracotomy. Jika ada perdarahan abdomen
dan retroperitoneal, maka konsul dengan
dokter bedah untuk
dilakukan laparatomy. Tentukan
penatalaksanaannya.
Pertimbangkan pemberian transfusi
darah dan pemasangan kateter urin
25
D = Disability (pemeriksaan status neurologi)
• Nilai tingkat kesadaran dengan GCS respon
membuka mata, respon verbal dan respon
motoric (EVM)
• Reaksi pupil lihat pupil (isokor atau an
isokor, midriasis, dilatasi, ukuran)
• Kekuatan otot motorik bandingkan kedua
sisinya dan dilakukan pada pasien sadar atau
tidak sadar).
26
E: Exposure
Gunting pakaian dan lihat
adanya jejas/cedera yang mengancam lainnya.
Selimuti untuk mencegah hipotermia.
Lakukan teknik log roll untuk
mengkaji area posterior tubuh.
Re-Evaluasi : Bagaimana ABCDE?
F : Folley Catheter
Indikasi : Produksi urine merupakan indicator
yang peka untuk menilai keadaan
hemodinamik penderita.
27
Kontraindikasi :
• Kaji ada atau tidaknya rupture uretra : pada
laki-laki (ada darah di orifisium uretra
eksternal, skortum hematoma, RT prostat
melayang), sedang pada wanita keluar darah
dari orifisium uretra eksternal, perineum
hematoma.
• Bila tidak ada ruptur uretra maka pasang
kateter urin dan urine pertama dibuang,
kemudian ditampung. Periksa pengeluaran
urine per jam.
28
Output urine normal minimal adalah :
Dewasa 0,5 cc/kg BB/jam
Anak 1 cc/kg BB/jam
Bayi 2 cc/kg BB/jam
• Jangan lupa mengambil sampel urine untuk
pemeriksaan urin rutin dan kehamilan pada
wanita hamil usia lanjut.
G = Gastric Tube/Selang Gastrik (Lambung)
Indikasi : untuk mengurangi distensi lambung
dan mencegah muntah.
29
Kontraindikasi :
• Jika terdapat fraktur lamina kribrosa (fraktur
basis kranii anterior), maka gastrik tube harus
dipasang melalui mulut (oro gastric tube)
bukan melalui hidung (naso
gastric tube) untuk mencegah masuknya
gastrik tube dalam rongga otak.
• Jika gastrik tube sudah masuk ke lambung,
maka cairan lambung di kaji karakteristiknya;
jumlah, dan warnanya (kuning kehijauan
normal).
30
H : Heart Monitor
Pemeriksaan EKG (mewaspadai
terhadap aritmia yang mengancam)
Pemeriksaan oxymeter (untuk mengetahui
kadar saturasi oksigen)
Capnograp (untuk mengetahui kadar CO2)
I : Imaging
Pemeriksaan radiologi (X-Ray) dilakukan
pada lokasi cidera yang terindikasi : fraktur
cranial, servikal, thorak, tulang belakang,
pelvis, dan tulang ekstremitas atas-bawah
31
Re- Evaluasi : Bagaimana ABCDE?
SECONDARY
Kaji riwayat kesehatan sedalam mungkin
SURVEY
dengan KOMPAK (keluhan, obat, makan
terakhir, penyakit penyerta, alergi, kejadian),
atau AMPLE (Alergi, Medication, Past
history, Last meal, Event).
Pemeriksaan fisik head to toe dengan inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi,
serta identifikasi adanya BTLS (perubahan
bentuk, tumor, luka dan sakit).
Pemeriksaan TTV : TD, nadi, RR, suhu
32
Pemeriksaan tambahan pada survey
sekunder yang harus dipertimbangkan,
seperti CT Scan, transesophageal ultrasound
dan bronkoskopi, tes sampel untuk
laboratorium (termasuk tes kehamilan dan
pediatrik jika ada).
33
1. Berikan informed consent
2. Beritahukan informasi pasien ke unit
penerima atau pusat trauma.
3. Informasikan laporan antara dokter ke
dokter dan perawat ke perawat.
4. Berikan laporan lengkap tentang mekanisme
cedera, luka, tindakan dan status pasien ke
petugas penerima.
5. Pastikan dokumentasi yang lengkap, foto
rontgen, pemeriksaan laboratorium dibawa saat
pasien di transfer.
6. Pastikan komunikasi yang tepat ke keluarga
pasien.
34
35
36
37