Anda di halaman 1dari 8

SUMBER ILMU PRESPEKTIF

ISLAM
EPISTEMOLOGI ISLAM
YUSUF MAULANA (53050180028)
PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm),
yang berarti pengetahuan (al-ma’rifah) kemudian berkembang
menjadi pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami
secara mendalam. Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-
Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam
perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil
usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan persoalan duniawī
dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah SWT.
SUMBER ILMU PENGETAHUAN PRESPEKTIF ISLAM
sumber pengetahuan dalam Islam adalah alam fisik yang bisa
diindra dan alam metafisik yang tidak bisa diindera seperti
Tuhan, malaikat, alam kubur, alam akhirat. Alam fisik dan
alam non-fisik sama bernilainya sebagai sumber ilmu
pengetahuan dalam Islam. Hal ini sangat berbeda dengan
epistemologi Barat yang hanya mengakui alam fisik sebagai
sumber ilmu pengetahuan. Dengan demikian, sesuatu yang
bersifat non-indrawi, non-fisik, dan metafisik tidak termasuk ke
dalam obyek yang dapat diketahui secara ilmiah.
Sumber utama dalam ilmu pengetahuan islam adalah Alquran,
dan hadist
METODE MEMPEROLEH ILMU PRESPEKTIF ISLAM
Metode Bayani. Metode bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan
pada otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasi oleh
akal kebahasaan yang digali lewat inferensi (istidlal). Oleh karena itu, secara langsung
bayani adalah memahami teks (nash) sebagai pengetahuan jadi dan langsung
mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran. Namun secara tidak langsung bayani berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran.
Meski demikian, hal ini tidak berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna
dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks. Sehingga dalam bayani, rasio
dianggap tidak mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks
(nash).
Metode ‘irfani adalah pengetahuan diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan
kepada hamba-Nya (al-kasyf) setelah melalui riyadlah. Pengetahuan„‘irfani bersifat
subjektif, namun semua orang dapat merasakan kebenarannya. Artinya, setiap orang
dapat melakukan dengan tingkatan dan kadarnya sendiri-sendiri, maka validitas
kebenarannya bersifat intersubjektif dan peran akal bersifat partisipatif.
Selanjutnya, Metode burhani menyandarkan pada kekuatan ratio atau akal,
yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Prinsip-prinsip logis inilah yang
menjadi acuan sehingga dalil-dalil agama sekalipun hanya dapat diterima
sepanjang sesuai dengan prinsip ini. Menurut al-Farabi, prinsip-prinsip logis
yang digunakan dalam burhani pertama kali dibangun oleh Aristoteles yang
dikenal dengan metode analitik (tahlili) yaitu sistem berfikir (pengambilan
keputusan) yang didasarkan atas proposisi tertentu. Dalam operasionalnya
metode berfikir analitik atau silogisme ini terbagi dalam dua bentuk, silogisme
kategoris dan silogisme hipotetis.
Metode Iluminasi,Iluminasi (`isyraqi) yang memadukan metode burhani dengan
metode `irfani. Metode ini berusaha menggapai kebenaran yang tidak dicapai
rasional lewat jalan intuitif, dengan cara membersihkan hati kemudian
menganalisis dan melandasinya dengan argumen-argumen rasional. Meski
demikian, pada masa berikutnya, metode isyraqi ternyata dirasa mengandung
kelemahan, yaitu bahwa pengetahuan iluminatif hanya berputar pada
kalangan elite terpelajar, tidak bisa disosialisasikan sampai masyarakat
bawah, dan tidak bisa diterima bahkan tidak jarang bertentangan dengan apa
yang dipahami kalangan eksoteris (fiqih) sehingga justru menimbulkan
kontroversial.
epistemologi transenden (hikmah almuta’aliyah) yang dicetuskan oleh Mulla
Sadra (1571-1640 M) dengan memadukan tiga epistemologi dasar sekaligus,
bayani yang tekstual, burhani yang rasional dan `irfani yang intuitif. Dengan
hikmah muta’aliyah ini, pengetahuan atau hikmah yang diperoleh tidak hanya
dihasilkan dari kekuatan akal, tetapi juga lewat pencerahan ruhani, dan
semua itu disajikan dalam bentuk rasional dengan menggunakan argumen-
argumen rasional.
ALAT MENCAPAI ILMU PRESPEKTIF ISLAM
Dalam epistemologi Islam, ilmu pengetahuan bisa dicapai melalui tiga elemen;
indra, akal, dan hati. Ketiga elemen ini dalam praktiknya diterapkan dengan
metode berbeda; indra untuk metode observasi (bayānī), akal untuk metode
logis atau demonstratif (burhānī), dan hati untuk metode intuitif (‘irfānī).17
Dengan panca indra, manusia mampu menangkap obyek-obyek indrawi
melalui observasi, dengan menggunakan akal manusia dapat menangkap
obyek-obyek spiritual (ma’qūlāt) atau metafisik secara silogistik, yakni
menarik kesimpulan tentang hal-hal yang tidak diketahui dari hal-hal yang
telah diketahui. Dengan cara inilah akal manusia, melalui refleksi dan
penelitian terhadap alam semesta, dapat mengetahui Tuhan dan hal-hal gaib
lainnya. Melalui metode intuitif atau eksperensial (dzauq) sebagaimana
dikembangkan kaum sufi dan filosof iluminasionis (isyrāqiyah), hati akan
mampu menangkap obyek-obyek spiritual dan metafisik.
Sekian Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai